Rabu, 15 Mei 2024

Bab 367. Haramnya Seseorang Mengaku Nasab -Atau Keturunan- Dari Seseorang Yang Bukan Ayahnya Dan Mengaku Diperintah Oleh Orang Yang Bukan Walinya -Yakni Yang Tidak Berhak Memerdekakannya-

Loading

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*


 

Bab 367. Haramnya Seseorang Mengaku Nasab -Atau Keturunan- Dari Seseorang Yang Bukan Ayahnya Dan Mengaku Diperintah Oleh Orang Yang Bukan Walinya -Yakni Yang Tidak Berhak Memerdekakannya-

 

عَنْ سَعْدِ بن أبي وقَّاصٍ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : مَن ادَّعَى إلى غَيْرِ أبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أنَّهُ غَيْرُ أبِيهِ فَالجَنَّةُ عَلَيهِ حَرامٌ » . متفقٌ عليهِ

1799. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang mengaku -sebagai nasab atau keturunan- kepada orang yang bukan ayahnya, sedang ia mengetahui bahwa orang itu memang bukan ayahnya, maka syurga adalah haram atasnya." (Muttafaq 'alaih)

 

وعن أبي هُريْرَة رضي اللَّه عنْهُ عَن النَّبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « لا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أبيهِ فَهُوَ كُفْرٌ » متفقٌ عليه

1800. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Janganlah engkau semua membenci kepada ayahmu sendiri -sehingga mengaku orang lain sebagai ayahnya-, karena barangsiapa yang membenci ayahnya sendiri, maka perbuatan itu menyebabkan kekafiran," yakni dapat kafir kalau meyakinkan bahwa perbuatannya itu halal menurut agama atau dapat diartikan kafir yakni menutupi hak ayahnya atas dirinya sendiri. (Muttafaq 'alaih)

 

­وَعَنْ يزيدَ شريك بن طارقٍ قالَ:رَأَيْتُ عَلِيًّا رضي اللَّه عَنْهُ عَلى المِنْبَرِ يَخْطُبُ،فَسَمِعْتهُ يَقُولُ:لا واللَّهِ مَا عِنْدَنَا مِنْ كتاب نَقْرؤهُ إلاَّ كتاب اللَّه ، وَمَا في هذِهِ الصَّحِيفَةِ، فَنَشَرَهَا فَإذا فِيهَا أسْنَانُ الإبلِ ، وَأَشْيَاءُ مِنَ الجِرَاحاتِ ، وَفيهَا : قَالَ رَسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : المدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إلى ثَوْرٍ ، فَمَنْ أحْدَثَ فيهَا حَدَثاً ، أوْ آوَى مُحْدِثاً ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ والمَلائِكَة وَالنَّاسِ أجْمَعِينَ ، لا يَقْبَلُ اللَّه مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَة صَرْفاً وَلا عَدْلاً ، ذِمَّةُ المُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ ، يَسْعَى بِهَا أدْنَاهُمْ ، فَمَنْ أخْفَرَ مُسْلِماً ، فَعلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّه والمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أجْمَعِينَ، لا يَقْبَلُ اللَّه مِنْهُ يَوْم الْقِيامَةِ صَرفاً ولا عدْلاً . وَمَنِ ادَّعَى إلى غَيْرِ أبيهِ ، أو انتَمَى إلى غَيْرِ مَوَاليهِ ، فَعلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّه وَالملائِكَةِ وًَالنَّاسِ أجْمَعِينَ ، لا يقْبَلُ اللَّه مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامةِ صَرْفاً وَلا عَدْلاً » . متفقٌ عليه

1801. Dari Yazid bin Syarik bin Thariq, katanya: "Saya melihat Ali radhiyallahu anhu di atas mimbar dan saat itu ia sedang berkhutbah. Saya mendengarkannya. Ia berkata: "Tidak ada, demi Allah. Kita tidak mempunyai kitab yang perlu kita baca, melainkan Kitabullah -yakni al-Quran- dan apa-apa yang terdapat dalam lembaran ini." Selanjutnya Ali membeberkan lembaran itu, di dalamnya terdapat persoalan umur-umur unta dan catatan-catatan hal-hal mengenai soal luka melukai. Di dalamnya terdapat pula sabdanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, demikian: "Madinah adalah tanah suci, yaitu antara daerah 'Air sampai Tsaus -nama sebuah gunung kecil-. Barangsiapa yang melakukan sesuatu kesalahan di situ -seperti membuat kebid'ahan atau mengerjakan tindakan kezaliman atau apa-apa yang menyakiti kaum Muslimin- atau memberi tempat kepada orang yang melakukan kesalahan tadi, maka atas orang itu adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalan wajib atau sunnahnya. Pertanggungan terhadap diri kaum Muslimin itu adalah satu -yakni sama haknya-, berlaku pula kepada orang yang terendah di kalangan mereka itu mengenai pertanggungan tadi. Maka barangsiapa yang mengacaukan keamanan seorang Muslim, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalan wajib atau sunnahnya. Selanjutnya barangsiapa yang mengaku bernasab atau berketurunan dari seorang yang selain ayahnya atau menisbatkan dirinya kepada seorang yang bukan walinya -yakni yang tidak berhak untuk memerdekakan dirinya-, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak menerima amalan wajib atau sunnahnya." (Muttafaq 'alaih) Dzimmatul Muslimin, yakni janji pertanggungan terhadap mereka serta amanat mereka. Akhfarahu artinya merusakkan janji -atau mengacaukan keamanan-. Ashsharfu ialah taubat -dan ada yang mengatakan artinya itu ialah amalan wajib, ada lagi yang mengartikan tipudaya-. Adapun Al 'adlu artinya ialah tebusan -dan ada yang memberi arti: amalan sunnah-.

 

وَعَنْ أبي ذَرٍّ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّهُ سَمِعَ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقُولُ : « لَيْسَ منْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْر أبيهِ وَهُوًَ يَعْلَمُهُ إلاَّ كَفَرَ ، وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لهُ ، فَلَيْسَ مِنَّا ، وَليَتَبوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنًَ النَّار ، وَمَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ ، أوْ قالَ : عدُوَّ اللَّه ، وَلَيْسَ كَذلكَ إلاَّ حَارَ عَلَيْهِ » متفقٌ عليهِ ، وَهَذَا لفْظُ روايةِ مُسْلِمِ

1802. Dari Abu Zar radhiyallahu anhu bahwasanya ia mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tiada seorangpun yang mengaku bernasab atau berketurunan kepada seorang yang selain ayahnya, sedangkan ia mengetahui akan hal itu, melainkan kafirlah ia -lihat arti kafir dalam hadits no.1800-. Dan barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan miliknya, maka ia tidaklah termasuk golongan kita -kaum Muslimin- dan hendaklah ia menduduki tempat dari neraka. Juga barangsiapa yang mengundang seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia berkata bahwa orang itu musuh Allah, sedangkan orang yang dikatakan tadi sebenarnya tidak demikian, melainkan kembalilah -kekafiran atau sebutan musuh Allah- itu kepada dirinya sendiri." (Muttafaq'alaih) Ini adalah lafaz dalam riwayat Imam Muslim.


 


 

 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan