Minggu, 12 Mei 2024

Bab 291. Haramnya Menyendiri Dengan Wanita Lain -Yakni Yang Bukan Mahramnya-

Loading

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*


 

Bab 291. Haramnya Menyendiri Dengan Wanita Lain -Yakni Yang Bukan Mahramnya-

 

قال اللَّه تعالى:  { وإذا سألتموهن فاسألوهن من وراء حجاب }

Allah Ta'ala berfirman: "Dan jikalau engkau semua meminta kepada para wanita itu -yakni yang ajnabiyab atau bukan mahramnya- akan sesuatu benda, maka mintalah kepada mereka dibelakang tabir." (al-Ahzab: 53)

 

وَعَنْ عُقْبَةَ بْن عَامِرٍ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَال : « إيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأنْصَارِ أفَرأيْتَ الْحمْوَ ؟ قالَ : « الْحمْوُ المَوْتُ ،» متفقٌ عليه .

1625. Dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Takutlah engkau semua masuk kepada wanita -yang bukan mahramnya-." Kemudian ada seorang lelaki dari sahabat Anshar berkata: "Bagaimanakah pendapat Tuan tentang ipar?" Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Ipar itulah yang menyebabkan kematian -yakni kerusakan-." Maksudnya menyendirinya seorang wanita dengan ipar suami itu menyebabkan timbulnya fitnah dan kerusakan, maka diumpamakan sebagai yang menyebabkan kematian. (Muttafaq 'alaih)

 

Alhamwu ialah keluarga dari suami seperti saudara lelaki suami, anak lelaki saudara itu atau anak lelaki pamannya. Makna dari hadits ini ialah bahwa menyendirinya hamwu -ipar dan sebagainya yang tertulis di atas- itu adalah lebih besar bahayanya daripada orang yang benar-benar asing, sebab kadang-kadang lelaki itu mempertunjukkan sesuatu yang baik pada istri tadi, kemudian beratlah kiranya bagi suaminya untuk mengusahakan sesuatu yang ada di luar kemampuannya, atau akan menyebabkan buruknya hubungan dan lain-lain sebagainya. Selain itu suami juga tidak akan terkesan sesuatu apapun dalam hatinya untuk mengamat-amati lelaki tersebut, terutama mengenai keadaan batinnya dengan ke luar masuk dalam rumahnya itu.

 

وَعَن ابنِ عبَّاسٍ رضي اللَّه عنْهُما أنَّ رسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَال : « لا يَخْلُوَنَّ أحدُكُمْ بِامْرأةٍ إلاًَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ » متفقٌ عليه .

1626. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang lelaki diantara engkau semua itu menyendiri dengan seorang wanita, melainkan haruslah ada mahramnya beserta wanita tadi." (Mu'ttafaq 'alaih)

 

وعن بُريْدةَ رضي اللَّه عنْهُ قَالَ : قَال رسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « حُرْمةُ نِساءِ المُجاهِدِينَ علَى الْقَاعِدِينَ كَحُرْمةِ أمهاتِهمْ ، ما مِنْ رجُل مِنْ الْقَاعِدِين يخْلُفُ رجُلاً مِنَ المُجاهدينَ في أهلِهِ ، فَيَخُونُهُ فِيهِم إلاَّ وقَف لهُ يَوْم الْقِيامةِ ، فَيأخُذُ مِن حسَناتِهِ ما شَاءَ حَتَّى يَرضي » ثُمَّ الْتَفت إليْنَا رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ : « ما ظَنُّكُمْ ؟ » رواهُ مسلم .

1627. Dari Buraidah radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Kemuliaannya -yakni kehormatannya- para istri kaum lelaki yang mengikuti peperangan atas yang duduk -yakni tidak mengikuti peperangan- adalah sebagaimana kemuliaan -yakni kehormatan- ibu-ibu mereka -yakni ibu-ibunya yang tidak mengikuti-. Tiada seorang lelakipun dari golongan orang-orang yang duduk -tidak mengikuti peperangan- yang menjadi ganti seorang lelaki yang mengikuti berjihad, untuk mengawasi keluarganya, kemudian ia berkhianat kepada sahabatnya -yang ikut berjihad tadi-, melainkan orang yang berkhianat tadi akan dihentikan di muka orang yang berjihad besok pada hari kiamat, selanjutnya yang berjihad itu akan mengambil kebaikan-kebaikannya orang yang mengawasi tersebut, sekehendak hatinya sehingga ia rela -yakni sampai merasa puas-." Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menoleh kepada kita semua lalu bersabda: "Bagaimanakah dalam perkiraanmu -maksudnya: Bukankah itu suatu hal yang berat tanggungannya-?". (Riwayat Muslim)


 

 

 

 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan