Kamis, 17 November 2022

KONSEP PUASA

Loading

 









MODUL KULIAH 3

KONSEP PUASA

M. Mustaqim Fadhil, M.SI

 Pendahuluan

 Modul ini merupakan modul Ke-3 dari 10 modul mata kuliah AIK 2. Puasa atau Shiyam menurut bahasa bermakna: “menahan diri dari se- suatu dan meninggalkan sesuatu”. Menurut arti istilah Shiyam adalah: “menahan diri dari makan, minum dan bersenang-senang dengan istri, mulai dari fajar hingga maghrib, karena mengharap akan ridha Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya, dengan jalan mem- perhatikan Allah dan dengan mendidik bermacam kehendak”.

Puasa adalah perintah Agama yang paling utama dan paling mut- lak. Dalam segala bentuk ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya karena ini adalah perintah agama“. Seseorang tidaklah layak berag- ama islam sampai ia menyerahkan diri dan menerima sepenuhnya ag- ama islam, karena arti dari islam sendiri itu adalah “ menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah “.Sehingga segala bentuk perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan termasuk diantaranya adalah puasa. Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Tatkala kita sedang men- jalankan ibadah puasa, maka keadaan psikologi kita akan lebih tenang daripada keadaan tidak sedang berpuasa. Keadaan jiwa yang tenang, tidak dipenuhi amarah maka hal tersebut akan dapat menurunkan kadar adrenalin dalam tubuh kita. Puasa merupakan manifestasi ke- menangan atas nafsu, egoisitas, dan individualitas. Puasa merupakan manifestasi dari ketulusan, keikhlasan, kerendahhatian. Puasa ber- muara pada nilai-nilai kepedulian, ketakwaan, dan kesalehan sosial be- rupa ketulusan memaafkan, etos berbagi (zakat fitrah dan Zakat Mal), dan signifikansi silaturahim. Keduanya berangkat dari panggilan iman dan berbuah kemanusiaan universal. Ketika kita menjalankan puasa, merengkuh jalan ketaatan dan ketakwaan dalam meraih predikat insan kamil” karena dimotivasi oleh spirit puasa tidak lain adalah surga. Mas- ing-masing kajian ini akn dibahas tersendiri secara mendalam pada modul ini.

Dalam modul ini kita mengkaji Hakekat, Dasar, Tujuan dan Fungsi Puasa dan Makna Spiritual Ibadah Puasa. Setelah menguasai modul pertama ini, mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami pengertian Hakekat, Dasar, Tujuan dan Fungsi Puasa dan Makna Spiritual Ibadah Puasa. Secara lebih khusus setelah mempelajari modul ini anda di- harapkan dapat menjelaskan dan memahami:

Modul ini dibagi dalam 2 Kegiatan Belajar (KB):

Kegiatan belajar 1 : Hakekat, Dasar, Tujuan dan Fungsi Puasa Kegiatan belajar 2 : Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah Puasa

 

Agar dapat berhasil dengan baik dalam mmepelajari modul ini, ikuti- lah petunjuk belajar sebagai berikut:

       Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda memahami untuk mempelajari modul ini, dan bagaimana cara mempelajarinya

       Bacalah modul ini secara seksama dan kerjakan semua latihan yang ada

       Perhatikan contoh-contoh yang diberikan pada setiap kegiatan belajar

       Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi dengan kelompok belajar anda.

 

Hakekat, Dasar, Tujuan dan Fungsi Puasa

A.  Hakekat Puasa

 

Puasa atau Shiyam menurut bahasa bermakna: “menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu”. Menurut arti istilah Shiyam ada- lah: “menahan diri dari makan, minum dan bersenang-senang dengan istri, mulai dari fajar hingga maghrib, karena mengharap akan ridha Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya, dengan jalan memperhatikan Allah dan dengan mendidik bermacam kehendak”.

Shiyam dalam ajaran Islam terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1.     Puasa wajib, yang meliputi puasa Ramadhan, puasa kifarat atau puasa denda, puasa nadzar.

2.     Puasa Sunnah, yang meliputi puasa enam hari bulan Syawal, puasa Senin Kamis, puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah), puasa pu- tih (puasa tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah, puasa bu- lan Muharram 9 dan 10 Muharram), puasa Syaban dan puasa Dawud.

3.     Puasa yang diharamkan, yang meliputi puasa dua hari Raya, puasa hari Tasyri, puasa terus menerus sepanjang masa puasa yang tidak ada tuntunannya.

 

 

Shiyam Ramadhan

 

Ibadah Shiyam di bulan Ramadlan merupakan salah satu di antara kelima rukun Islam yang diwajibkan Allah SWT pada tahun kedua hi- jrah. Dalam sejarahnya ibadah puasa ini bukan suatu ketentuan baru yang ditemukan dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muham- mad SAW, tetapi ibadah ini sudah diwajibkan pula pada zaman Na- bi-Nabi Allah sebelum Nabi Muhammad saw, seperti Nabi Nuh, Dawud, Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Yusuf, Musa dan Isa alaihis-salam.

Firman Allah SWT :

Artinya: “Wahai sekalian orang yang beniman! telah diwajtbkan atas kalian berpuasa, sebagaimana pula telah diwajibkan alas orang-orang sebelum kalian. Semoga kamu sekalian menjadi orang-orang yang bertaqwa .(QS. al-Baqarah ayat 183)

Adapun tujuan diwajibkannya umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadlan adalah agar terbentuk sosok manusia yang berkualitas taqwa, yaitu manusia yang dengan tulus ikhlas me- masrahkan seluruh hidupnya di atas kemauan Allah semata-mata.

B.  Mengapa Allah SWT mewajibkan Puasa

 

1.  Karena Puasa adalah perintah Agama

Ini adalah jawaban yang paling utama dan paling mutlak. Dalam se- gala bentuk ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya karena ini ada- lah perintah agama“. Seseorang tidaklah layak beragama islam sampai ia menyerahkan diri dan menerima sepenuhnya agama islam, karena arti dari islam sendiri itu adalah “ menyerahkan diri sepenuhnya kepa- da Allah “.Sehingga segala bentuk perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan termasuk diantaranya adalah puasa.

2.  Karena Puasa Adalah Rukun Islam

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar radhiallahu anhuma.


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda

 

 

Artinya: (Islam dibangun diatas lima (pondasi) : Syahadat laa ilaaha il- lallah wa anna Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji (bagi yang mampu), dan berpuasa di bulan Ramadhan) (Bukhari dan Muslim)

Ibarat sebuah tenda kehilangan satu tiang, masihkah ia tegak men- julang ?. inilah islam, yang tak akan tegak tanpa tiang tiangnya, yang diantaranya adalah puasa.

3.   Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa

Mengapa kita diwajibkan berpuasa?, “agar kalian kalian bisa bertak- wa“. Allah sendirilah yang memberikan jawaban ini kepada kita. Allah taala berfirman:

Artinya: “wahai orang — orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat — umat se- belum kalian agar kalian bertakwa (Al Baqarah: 183)

Dengan berpuasa terwujudlah hakekat takwa. Bagaimana tidak, se- dangkan orang yang berpuasa menjauhi segala hal yang dapat mem- batalkan puasanya karena taat kepada Allah dan menjauhi larangan- Nya, dengan ini terwujudlah takwa. Karena ia menaati perintah Allah berupa puasa, dan menjauhi larangan Nya yang berupa pembatal

  pembatal puasa.

4.   Keutamaan Di Bulan Ramadhan

Beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang diantaranya : Al Quran

Diturunkan Pada Bulan Ramadhan, Allah ta’ala berfiman :


Artinya:“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai pe- tunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil )“ ( Al Baqarah : 185 )

Bulan Ramadhan Adalah Bulan Penuh Berkah, Rahmat, Dan Musta- jabnya Doa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Apabila telah masuk bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu — pintu rahmat, sedangkan pintu — pintu neraka jahannam ditutup, dan setanpun dibelenggu

(H.RBukhari dan Muslim dan ini adalah lafadz Muslim) Bulan Ramadhan Bulan Ibadah Dan Amal Kebaikan

C.  Tujuan dan Fungsi Puasa

 

Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Ini dikatakan dalam sebuah ayat Al-Quran yang memerintahkan orang yang beriman untuk berpuasa (Q., 2: 183).

Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Pener- jemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat pent- ing, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam ban- yak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehad- iran Allah (Q., 2: 115).

Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena mengenai orang beriman, yang apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya…(Q., 8: 2).

Dalam Al-Quran s. Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman kepada yang gaib; (2) mendirikan shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3) beri- man kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wa- hyu sebelum Al- Quran; dan (5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat.

Kelima ciri takwa ini adalah ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan utama dalam ibadah pua- sa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal, private, tanpa kemungkinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengeta- hui, apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qud- si, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung pahalanya”.

Pangkal takwa adalah keimanan yang mendalam kepada Allah dan kesadaran tanpa ragu sama sekali akan kehadiran-Nya dalam hidup dan segala kegiatan manusia. Puasa sebagai ibadah yang sangat pri- vate merupakan latihan dan sekaligus peragaan kesadaran ketuhanan: peragaan akan pengalaman kehadiran Yang Ilahi. Inilah tujuan pokok puasa yang kemudian melimpah kepada nilai-nilai hidup yang menjadi konsekuensinya, yang menjadikan adanya hikmah kemanusiaan dari ibadah puasa ini, sebuah hikmah yang dilatih dengan “menahan diri”,

makna literal dari shiyâm atau shaum atau puasa itu sendiri.

Maka dengan menanggung derita sementara ini (dengan menahan diri secara jasmani, nafsani dan ruhani) ada proses penyucian yang akan memperkuat segi-segi kelemahan manusiawi (apalagi “ma- nusia adalah pembuat kesalahan” erare humanum est, begitu kata pepatah Latin). Kelemahan manusiawi yang amat mencolok adalah kecenderungannya mengambil hal-hal jangka pendek, karena daya tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang (lihat Q., 75: 20). Terhadap kelemahan manusiawi ini, Tafsir Yusuf Ali menga- takan, “Manusia suka tergesa-gesa dan segala yang serba tergesa-ge- sa. Dengan alasan ini ia menyandarkan imannya pada hal-hal yang fana, yang datang dan pergi, dan mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan-lahan, yang tujuan sebenarnya baru akan  terlihat sepenuhnya di akhirat  kelak”.

Berikut beberapa manfaat puasa bagi kesehatan :

1.     Dengan kita menjalankan puasa dan khusunya puasa akan mengistirahatkan organ pencernaan dan perut dari kelelah- an kerja yang terus menerus dalam sehari-hari tanpa istirahat, mengeluarkan sisa makanan dari dalam tubuh, memperkuat badan.

2.     Dengan kita menjalankan puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah se- babnya, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi (kolesterol jahat), kegemukan dan juga penyakit hipertensi.

3.     Dengan kita berpuasa maka hal tersebut akan turut membersih- kan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Puasa merupa- kan terapi detoksifikasi yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia. Dengan puasa, berarti kita membatasi kalori yang ma- suk dalam tubuh kita sehingga hal ini akan menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat ra- cun dari dalam tubuh.

4.     Dengan berpuasa juga akan mendorong peremajaan dan juga pergantian sel-sel tubuh yang rusak dengan yang baru. Sehing- ga sel-sel tubuh akan mengalami proses peremajaan yang leb- ih cepat daripada biasanya.

Dalam keadaan kita berpuasa ternyata hal tersebut juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan saat puasa terjadi peningkatan limfosit hingga sepuluh kali lipat.

Tatkala kita sedang menjalankan ibadah puasa, maka keadaan psi- kologi kita akan lebih tenang daripada keadaan tidak sedang berpuasa. Keadaan jiwa yang tenang, tidak dipenuhi amarah maka hal tersebut akan dapat menurunkan kadar adrenalin dalam tubuh kita. Seperti kita ketahui bahwasannya Rasulullah juga melarang kita untuk marah, ternyata dalam kondisi marah akan terjadi peningkatan jumlah adren- alin sebesar 20-30 kali lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah denyut jantung. Adrenalin juga dapat menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berke- padatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah, penyakit jantung dan otak seperti stroke,dan juga penyakit jantung koroner, dan lainnya

 

 

RANGKUMAN

 

Puasa atau Shiyam menurut bahasa bermakna: “menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu”.Menurut arti istilah Shiyam ada- lah: “menahan diri dari makan, minum dan bersenang-senang dengan istri, mulai dari fajar hingga maghrib, karena mengharap akan ridha Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya, dengan jalan memperhatikan Allah dan dengan mendidik bermacam kehendak”. Al- lah SWT mewajibkan Puasa. Karena Puasa adalah perintah Agama, karena Puasa Adalah Rukun Islam, karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa, keutamaan Di Bulan Ramadhan. Tujuan berpuasa adalah

mencapai ketaqwaan, menjadi muttaqin.

 

a.     karena dengan berpuasa menjadikan seseorang lebih berhemat dengan tidak berfoya-foya

cocokkanlah jawaban anda dengan kunci Tes Formatif yang terdapat dibagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan maha- siswa.

Hikmah Dan Makna Spiritual Puasa

A.  Hikmah Puasa

 

Bagi seseorang yang benar-benar rnenjalankan tata aturan ibadah puasa dengan setertib-tertibnya sebagaimana yang dituntunkan Rasu- lullah, di samping akan menemukan maksud tujuan utama dan ibadah tersebut, ia pun akan mendapatkan berbagai fadlilah/ keutamaan serta faedah yang bukan main banyaknya. Dalam hal ini Rasulullah SAW menerangkan dalam salah satu hadistnya sebagai berikut: Telah berfir- man Allah Azza wa Jalla:

Artinya:“Tiap-tiap amal anak Adam untuknya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan pembalasan kepadanya. Puasa itu Junnah (perisai); karena itu apabila seseorang diantara ka- lian sedang berpuasa, janganlah ia menurutkan kata-kata yang buruk, yang keji dan yang membangkitkan rangsangan syahwat, dan jangan pula ía mendatangkan hirukpikuk. Apabila ia dimakimaki atau ditantang oleh seseorang, hendaklah ia katakan, saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa! Demi Allah yang diriku (Muhammad) di tangan-Nya, bau busuk dan mulut seseorang yang sedang berpuasa lebih baik dan lebih harum di sisi Allah dan pada bau mm yak kesturi yang harum semerbak. Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kesenangan, yai- tu kesenangan di kala berbuka den gan karena berbukanya, dan kes- enangan bertemu den gan Tuhannya dengan karena puasanya “.

(HR. Bukhari dan Abu Hurairah r.a.).

Hikmah Puasa itu antara lain, adalah:

1.     Untuk Melatih Disiplin Spiritual (Rohani)

Shiyam mendidik kita untuk mengalahkan. Tuntutan-tuntutan jas- mani kita dan memenangkan tuntutan-tuntutan rohaniah kita, Berbagai tuntutan jasmaniah yang nista yang seringkali menjerumuskan ke ju- rang kesengsaraan dapat kita atasi bila memegang teguh pelajaran Shiyam, yakni disiplin spiritual yang tinggi. Kita tidak boleh kalah dan tunduk dihadapan tuntutan-tuntutan jasmani celaka. Kebutuhan jasma- niah kita penuhi secara wajar. Namun tidak boleh didekte oleh keingi- nan-keinginan jasmaniah yang nista. Kalau sampai dikalahkan oleh hawa nafsu, kelezatan-kelezatan semata, keduniaan belaka maka kita akan semakin jauh kepada Allah SWT. Dengan disiplin spiritual yang tinggi insya Allah secara mudah kita dapat mengejar cita-cita rohaniah untuk mencapai keridhaan Allah.

2.     Menjadi Dasar Disiplin Moral

Shiyam menganjurkan kita pentingnya watak dan sikap jujur. Dengan ibadah Shiyam kita tidak saja menggembleng kejujuran kita kepada Al- lah SWT dan orang lain, akan tetapi juga kepada diri sendiri. Shiyam juga telah mengajarkan agar memiliki akhlaq yang tinggi yaitu ajaran supaya manusia siap menghadapi cobaan dan penderitaan yang amat berat dan pantang menyerah kepada sesuatu yang terlarang baginya.

3.     Nilai Sosial Ibadah Shiyam

lbadah Shiyam memperkuat solidaritas sosial dalam masyarakat. Kita melakukan Shiyam dapat merasakan bagairnana rasanya lapar dan dahaga. Bagaiman rasanya perut kosong dan tenggorokan ker- ing. Padahal di masyarakat sekitar kita terdapat saudara-saudara kita yang hidup di garis kemiskinan. Mereka sering kali menderita lapar dan dahaga mereka tidak selalu menemukan rezki Allah SWT secara melimpah di antara masyarakat, banyak sekali mereka yang hidup ser- ba pas-pasan. Bagi mereka itulah rasa solidarits sosial rasa kasih say- ang harus di arahkan. Jangan sampai di antara kita ada yang makan terlalu kenyang sementara tetangga dan sanak saudara yang lain be- rada dalam kekurangan terus-menerus. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda Tidak sempurna imanmu jika engkau nencintai saudaramu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri.

4.     Hikmah Shiyam bagi Kesehatan Jasmani

Shiyam mempunyai hikmah yang lebih penting lagi bagi jasmani. Orang yang tidak sanggup menghadapi kesukaran hidup yaitu orang yang tidak sanggup hidup tanpa kesenangan sehari-hari, ia tak pantas hidup di dunia. Orang yang semacam itu jika sewaktu-waktu telibat da- lam kesukaran hidup yang mana hal ini dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, ia akan kehilangan kekuatan. Shiyam membina orang un- tuk menghadapi kesukaran hidup karena Shiyam adalah ajaran praktek untuk itu dan untuk memperbesar daya tahan kita.

 

B.  Makna Spiritual Puasa

 

Puasa merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu, egoisitas, dan individualitas. Puasa merupakan manifestasi dari ketulusan, keikh- lasan, kerendahhatian. Puasa bermuara pada nilai-nilai kepedulian, ketakwaan, dan kesalehan sosial berupa ketulusan memaafkan, etos berbagi (zakat fitrah dan Zakat Mal), dan signifikansi silaturahim. Keduanya berangkat dari panggilan iman dan berbuah kemanusiaan universal. Ketika kita menjalankan puasa, merengkuh jalan ketaatan dan ketakwaan dalam meraih predikat insan kamil” karena dimotivasi oleh spirit puasa tidak lain adalah surga (HR Muslim).

Puasa itu ibadah multidimensi sekaligus multinilai. Melaksanakan puasa bukan sekadar ritualitas fisik-formal tanpa makna moral. Puasa adalah sebuah “drama kehidupan” yang sarat filosofi, simbol, nilai, dan makna, terutama makna sosial kultural. Puasa dimulai dengan makan sahur (garis start puasa). Niat Puasa dan makan sahur mengandung pesan bahwa melaksanakan puasa itu harus suci lahir batin, berhati tulus ikhlas, tidak egois, tetapi egaliter, emansipatoris, dan siap me- menuhi panggilan ketaatan (talbiyah) dan hanya berharap memperoleh ridha-Nya.

Berpuasa haruslah menunjukkan kebersihan hati, ketulusan niat, dan kesungguhan komitmen untuk tidak memperlihatkan stratifikasi dan arogansi sosial yang sering kali disimbolkan dalam berniat. Itikaf dan Tadarus Al Quran melambangkan merupakan kesadaran spiritual akan pentingnya “berhenti seraya berefleksi untuk makrifat diri” (intros- peksi dan evaluasi diri) dan merasakan kehadiran Allah SWT. Sebagai lambang kesadaran akan pentingnya introspeksi diri, pengenalan jati diri, dan “pengadilan terhadap diri sendiri”. Karena itu, di malam hari, kita diminta terbangun untuk mendekatkan diri, bertaubat dan bermu- najat kepada Allah. Nuzulul Quran adalah simbolisasi cita dan cinta. Karena cinta-Nya yang tulus kepada dan karena Allah semata.

Puasa bukan sekadar menunaikan kewajiban (agama), melaink- an proses transformasi sosial budaya yang bermuara pada tegaknya sistem sosial kultural yang mengedapankan keluhuran moral dan kedalaman spiritual. Puasa adalah panggilan ketuhanan sekaligus ji- had kemanusiaan. Berpuasa berarti berusaha menjadi manusia yang peduli terhadap norma-norma agama, hukum, sosial kultural, dan siap melayani orang lain dengan rela berkorban jiwa, raga, harta, ilmu, dan jasanya demi kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.

 

Puasa dan Keikhlasan

Salah satu manifestasi taubatan nashuha dan buah dari atsa- rush-Shiyam adalah tumbuhnya keikhlasan. Islam mendorong penga- nutnya untuk meneguhkan keikhlasan. Keikhlasan dalam makna me- naati ketentuan Allah dan mengikuti jejak Rasulullah SAW. Bentuknya ada bermacam-macam.

Pertama, ikhlas mempersiapkan setiap kegiatan. Puasa yang diper- siapkan dengan baik akan menghasilkan puasa yang sempurna. Hal ini mengandung pelajaran bahwa kalau ingin mencapai kesuksesan da- lam setiap kegiatan/ pekerjaan perlu persiapan matang. Apabila kegia- tan telah berakhir, dilakukan evaluasi secara mendalam sebagai bahan untuk mempersiapkan lebih baik kegiatan berikutnya.

Kedua, ikhlas dalam mengatur waktu. Puasa dimulai tepat pada saat fajar terbit dan diakhiri waktu matahari terbenam. Begitu waktu magrib tiba, dianjurkan segera berbuka puasa. Ini merupakan pelajaran keikh- lasan mengatur waktu dalam kehidupan.

Ketiga, ikhlas dalam meraih kualitas. Kualitas ibadah puasa bukan sekadar ditandai dengan menahan diri tidak makan, minum, dan ber- gaul antara suami-istri, serta segala hal yang bisa membatalkan puasa. Lebih dari itu, puasa harus membawa orang yang berpuasa mengha- yati nilai-nilai puasa, di antaranya: penegak keadilan, pejuang kejuju- ran, serta kepedulian sosial. Ikhlas dalam mensyukuri keberhasilan. Setiap mukmin harus meyakini bahwa berpuasa dengan sempurna dan berkualitas itu bukanlah semata kekuatan diri sendiri, melainkan ada faktor hidayah dan pertolongan Allah yang Pengasih dan Penyayang.

Maka bersyukur atas kesuksesan meraih kualitas puasa merupa- kan keniscayaan. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 185: …dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada- mu, supaya kamu bersyukur.”

Kesadaran adanya  pertolongan Allah dalam  setiap keberhasilan membuat orientasi hidup lebih luas dan visioner. Maksudnya, tidak mudah terjebak pada kesombongan dan tidak mudah berputus asa manakala belum berhasil.

Sikap yang demikian akan menumbuhkan sikap hidup serba positif yang pada gilirannya selalu memperbaiki kualitas diri, lembaga, umat, dan bangsa. Ibadah puasa janganlah hanya menjadi kegiatan seremo- nial belaka. Artinya,ibadah yang bersifat vertikal tersebut harus mampu diinternalisasikan maknanya dalam kehidupan nyata sehari-hari, dalam bentuk sikap dan tindakan nyata.

Dengan demikian hubungan vertikal tersebut berkorelasi positif den- gan hubungan horizontal berupa perbuatan ihsan yang bermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta. Kiranya benar ungkapan Imam al-Ghazali dalam karya magnum opus-nya, Ihya Ulumuddin bahwa, Manusia yang tidak diterangi cahaya ilahi bagaikan orang yang ber- jalan di atas lorong gelap. Orang yang sekadar percaya kepada Tuhan, tetapi tidak menumbuhkan sifat-sifat atau nilai-nilai spiritual di dalam dirinya, dia bagaikan iblis yang gentayangan.

Puasa banyak mengandung banyak hikmah bagi yang melakukan sesuai dengan aturan. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengupas persoalan puasa dari sisi hikmah puasa dalam kajian nilai spiritual. Nilai spiritual adalah nilai ketuhanan yang terkandung dalam ibadah sebagai jalan menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Rasa teri- ma kasih yang dimaksud di sini bisa dikatakan sebagai suatu bentuk rasa syukur menusia kepada Tuhannya atas segala nikmat yang tel- ah banyak diberikan dan tidak terhitung jumlahnya. Rasa terima kasih tersebut dibuktikan dengan cara melaksanakan puasa.

Puasa yang dilakukan sekaligus sebagai ajang untuk dapat menja- dikan manusia supaya lebih bertakwa, atau suatu cara berlatih untuk selalu dapat mengerjakan segala apa yang diperintahkanNya dan mampu menjauhi segala laranganNya dengan jalan melaksanakan puasa sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan bukan aturan yang ditetapkan manusia. Hal-hal yang terkait dengan segala aturan pada saat manusia melaksanakan puasa, seperti diperbudak oleh makanan dan minuman, hubungan seks dan segala perbuatan yang bersifat keji (mencuri, berdusta, menfitnah dan sebagainya), ha- rus dapat dijauhi dalam rangka memperoleh suatu kenikmatan yang lebih dari hal itu. Yaitu kehidupan mulia dan baik di mata manusia lebih-lebih di mata Allah swt.

Dalam nilai spiritual puasa pun menepis sifat kebinatangan yang ada pada manusia, yaitu sifat yang hanya bergairah kepada makan dan minum serta semisalnya. Hal itu sebagai bentuk bagaimana Allah yang maha bijaksana mengajarkan bagaimana cara mengemban amanat, tidak meninggalkan dan tidak melampui batas. Hal lain, puasa bisa menjadi sebuah cara yang bagus untuk dapat melatih manusia ter- utama yang beriman untuk dapat menahan diri dari yang hanya memperturutkan nafsu belaka padahal hal itu tidak jauh berbeda seperti yang dimiliki binatang. Untuk itu Allah memerintahkan manu- sia khususnya yang beriman untuk mau melaksanakan puasa dalam rangka menjaga manusia dari segala perbuatan keji yang hanya berbau sifat binatang tadi. Sehingga nantinya akan menjadi suatu alat yang mudah untuk mengangkat derajat manusia untuk selalu di atas dibanding dengan makhluk-makhluk yang lain, disebabkan manusia tersebut telah  memiliki jiwa yang baik.

Kejiwaan yang baik akan berpengaruh pada pelaksanaan ibadah, di mana manusia tesebut akan lebih mudah ke arah kebaikan (sifat Malakut) daripada ke arah kejelekan (sifat ke-binatang-an), disebab- kan kebiasaan latihan kejiwaan pada saat berpuasa. Dalam puasa, latihan kejiwaan dilakukan dengan cara, yaitu ketika pada dini hari saat makan sahur, bagi keumuman merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin bukan makan sahurnya yang berat tetapi bangun pada saat sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam buaian mimpi dan itulah menurut orang-orang yang dirasakan berat.

Waktu siang manusia yang berpuasa tetap bisa bekerja meskipun dengan sedikit rasa lapar dan dahaga. Sebab hal itu dilakukan sema- ta-mata karena rasa ingin mendekatkan Allah swt. Pendek kata, nilai spiritual orang yang berpuasa menjadikan hubungan manusia dengan Allah terasa lebih akrab, hal itu menjadi bukti betapa benarnya kata-ka- ta Allah bahwa Ia lebih dekat dengan kita daripada urat leher kita.

Nilai spiritual faktual lain, ketika kehidupan zaman sekarang yang cenderung membuat silau dan banyak dikuasai oleh materialisme (ke- duniaan) dari pada yang bersifat keakhiratan. Maka dengan jalan berpuasa diharapkan orang akan lebih bisa menghadapi kesenangan- kesenangan yang hanya akan membawa menuju kemaksiatan. Dan akan lebih mudah memelihara, menjaga, lebih-lebih bisa memagari di- rinya dari segala godaan keduniawian yang menyesatkan.

 

Puasa untuk pembentukan Insan berkarakter

Puasa tidak bisa lepas dari istilah menahan karena puasa sendiri berasal dari kata imsak yang artinya menahan.

Puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam, yang mana puasa adalah rukun Islam ke empat. Sedangkan makna karakter adalah tingkah laku dan pola fikir yang terjadi secara alami, apa adanya, tanpa dibuat-buat, terjadi secara reflek, dan bukan merupakan sandiwara. Lalu kenapa puasa bisa membentuk karakter? karakter adalah perilaku alami yang berasal dari perfleksian jiwa (bawah sadar) dan karakter merupakan hasil dari budaya, sedangkan budaya sendiri terlahir salah satunya karena adanya tingkah laku pembiasaan. Sudah menjadi pengetahan umum bahwa pada setiap bulan Ramadan terjadi pergeseran pembiasaan. Pergeseran ini terjadi karena di dalam bulan puasa ada amalan-amalan ibadah tertentu yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dilaksanakan pada bulan puasa tersebut. Ibadah puasa khususnya di Indonesia telah membentuk budaya baru masyarakat.

Puasa bisa melahirkan manusia yang mampu dalam:

1.     Berhati-hati, Teliti, dan Waspada

Berhati-hati terhadap sesuatu hal yang bisa membatalkan puasa atau mengurangi pahala puasa. Sehingga tidak menjadi manusia yang ceroboh, reaksioner, dan mudah terprovokasi.

2.     Muhasabah (Evaluasi Diri)

Salah satu anjuran dalam bulan puasa adalah melakukan iktikaf di Masjid. Iktikaf tidak hanya berisi zikir dan doa, namun juga berisi muhasabah (sadar diri dan sadar potensi), dan juga bisa berisi renun- gan-renungan lain, semisal renungan untuk masa depan.

3.     Rela Berkorban

Pengorbanan yang tidak menyakiti diri atau menyebabkan tidak baik bagi diri sendiri, namun untuk memperoleh ganti dari Allah SWT. Dalam puasa umat Islam dilatih tidak hanya mengorbankan diri dalam bentuk menahan makanan dan minuman yang lezat pada siang hari, namun juga mengorbankan waktu dan tenaga untuk iktikaf serta membaca (mengkaji) al Quran. Selain itu pengorbanan harta untuk diberikan pada para dhuafa, dan guna memfasilitasi orang lain untuk berbuka puasa.

4.     Mampu Memanajemen Diri


Anjuran untuk berbuka di awal waktu dan sahur di akhir waktu mer- upakan pembelajaran disiplin waktu. Seakan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi aktivitas sudah tercatat dalam fikiran setiap pribadi yang berpuasa, kegiatan apa saja yang akan dilakukan tiap jamnya sudah tertanam. Termasuk di dalamnya adalah juga mengendalikan diri (emosi) serta mengatur (menseting) otak   untuk melakukan hal- hal yang dianjurkan pada bulan puasa. Sehingga bisa menciptakan etos kerja tinggi karena semua waktu, tenaga, dan fikiran sudah diren- canakan sejak awal agar tercapainya prinsip efektif dan efisien.

5.     Berbuat Jujur

Ibadah puasa merupakan ibadah individu yang hanya pelaku dan Allah-lah yang tahu apakah ia benar-benar puasa atau tidak. Jadi pua- sa adalah pendidikan bagi manusia untuk berbuat jujur (tidak mu- nafiq) pada diri sendiri, orang lain, dan jujur pada Tuhannya.

6.     Bertaqwa

Taqwa merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari orang yang berpuasa, taqwa dapat diartikan takut pada Allah, karena Allah adalah dari segala sesuatu yang hanya wajib ditakuti sehingga dengan takut itu manusia akan taat pada Allah. Salah satu ciri orang bertaqwa adalah menepati janji, sabar, menjalin siraturrahim (persaudaraan), bersyukur, menjaga diri, kepedulian sosial, mengendalikan diri (men- ahan amarah), pemaaf, berbuat kebaikan, bertaubat, ikhlas, tawadu’, penyayang, tanggung jawab, dan berperilaku adil.

7.     Gaya Hidup Sederhana

Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh menjadi orang kaya. Dengan hidup sederhana manusia tidak akan terjebak pada pola hidup materialistik, konsomerisme, dan cinta dunia secara berlebih.

8.     Sikap Optimis

Puasa bukan merupakan sebuah masalah tetapi menjadi tantangan bagi setiap orang

9.     Tahan Uji (Cobaan)

Salah satu cobaan bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa ada- lah ketika ada orang lain yang meprovokasi, menyinggung perasaan, dan ada godaan-godaan lain yang tidak sengaja untuk menggoda orang berpuasa, misalnya ada acara iklan makanan dan minumanan, serta ketika kita melihat orang yang makan atau minum di tempat umum.

10.  Meneguhkan dalam Bersikap

Tegas dalam mengambil keputusan (konsisten, tidak plin-plan), siap menghadapi resiko, serta berkomitmen menjalani keputusan yang telah menjadi pilihan, yaitu memilih untuk tidak makan dan minum sehing- ga resiko yang harus dihadapi adalah rasa lapar. Sebenarnya masih banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang terkandung secara tersirat dari bulan puasa serta manfaat bagi pembentukan karakter ketika menjala- ni ibadah puasa. Semua manfaat yang terdaftar di atas tersebut lama kelamaan akan membentuk karakter, baik karakter pribadi maupun karakter masyarakat jika perilaku-perilaku baik dalam berpuasa terse- but sudah  mendarah daging.

 

 

RANGKUMAN

 

Hikmah berpuasa antara lain adalah: Untuk Melatih Disiplin Spiritu- al (Rohani), Menjadi Dasar Disiplin Moral, Nilai Sosial Ibadah Shiyam, Hikmah Shiyam bagi Kesehatan Jasmani. Puasa merupakan manifes- tasi kemenangan atas nafsu, egoisitas, dan individualitas. Puasa mer- upakan manifestasi dari ketulusan, keikhlasan, kerendahhatian.

 

a.     menahan lapar dan haus

b.    melupakan kehidupan dunia

c.     bekerja, bekerja, dan bekerja

d.    berhati-hati, teliti, waspada, evaluasi diri, rela berkorban cocokkanlah jawaban anda dengan kunci Tes Formatif yang terdapat

dibagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan maha- siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana, 2003 Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keisla man Yang Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati, 2008

Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syariah, Surabaya: PT. pamator, 1999 Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995

Qardhawi, Yusuf. Konsep Ibadah Dalam Islam, Bandung: Mizan, 2002

Hidayat Syamsul, Aly Abdullah, (2011), al Ubudiyah, Surakarta, LPID UM Surakarta

Jamaluddin Syakir, (2011), Kuliah Fiqh Ibadah, Yogyakarta, LPPI UMY

Kamal, Pasha, Musthafa, (2009), Fiqh Islam Sesuai dengan Putusan Majelis Tarjih, Yogyakarta, PT. Cipta Karsa Mandiri


 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan