Kamis, 17 November 2022

HAKEKAT IBADAH

Loading

 








 

 

MODUL KULIAH 1

HAKEKAT IBADAH

Dr. Sholihin Fanani, M.PSDM

 

Pendahuluan

Modul ini merupakan modul Ke-1 dari 10 modul mata kuliah AIK 2. Ibadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia dan untuk merealisasikan tujuan tersebut, diutuslah para rasul dan kitab-kitab diturunkan. Orang yang betul-betul beriman kepada Allah Taala tentu akan berlomba-lomba dalam beribadah kepada Allah Taala, Akan teta- pi, karena ketidaktahuan tentang pengertian atau jenis-jenis ibadah, sebagian mereka hanya fokus terhadap ibadah tertentu saja, misalnya shalat, zakat, atau puasa. Padahal, jenis-jenis ibadah sangatlah ban- yak.

Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga ditun- tut untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan ha- nya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melain- kan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan kare- na Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewu- judkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas.

Tujuan utama dari semua ibadah dan perintah (Allah dalam agama Islam) untuk memberatkan dan menyusahkan (manusia), meskipun hal itu (mungkin) terjadi pada sebagian dari ibadah dan perintah terse- but sebagai (akibat) sampingan, karena adanya sebab-sebab yang menuntut kemestian terjadinya hal tersebut, dan ini merupakan konsekwensi kehidupan di dunia. Semua perintah Allah (dalam agama Is- lam), hak-Nya (ibadah) yang Dia wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, serta semua hukum yang disyariatkan-Nya (pada hakekatnya) merupa- kan qurratul uyuun (penyejuk pandangan mata), serta kesenangan dan kenikmatan bagi hati (manusia), yang dengan (semua) itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenangan dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati (manusia) tidak merasakan kebaha- giaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali dengan semua itu. Masing-masing kajian ini akn dibahas tersendiri secara mendalam pada modul ini.

Dalam modul ini kita mengkaji konsep, fungsi ibadah dan hikmah dan akna spiritual ibadah. Setelah menguasai modul pertama ini, ma- hasiswa dapat menjelaskan dan memahami pengertian konsep, fungsi ibadah dan hikmah dan akna spiritual ibadah.. Secara lebih khusus setelah mempelajari modul ini anda diharapkan dapat menjelaskan dan memahami:

1.     Konsep Ibadah

2.     Fungsi Ibadah

3.     Hikmah Ibadah

4.     Makna Spiritual Ibadah

Modul ini dibagi dalam 2 Kegiatan Belajar (KB):

1.     Kegiatan belajar 1 : Konsep dan Fungsi Ibadah

2.     Kegiatan belajar 2 : Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah

Agar dapat berhasil dengan baik dalam mmepelajari modul ini, ikuti- lah petunjuk belajar sebagai berikut:

       Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda memahami untuk mempelajari modul ini, dan bagaimana cara mempelajarinya

       Bacalah modul ini secara seksama dan kerjakan semua latihan yang ada

       Perhatikan contoh-contoh yang diberikan pada setiap kegiatan belajar

       Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi dengan kelompok belajar anda.


Konsep Dan Fungsi Ibadah

A. Konsep Ibadah (Ibadah Mahdhoh dan Ibadah Ghoiru Mahdhoh).

 Ibadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia dan untuk merealisasikan tujuan tersebut, diutuslah para rasul dan kitab-kitab diturunkan. Orang yang betul-betul beriman kepada Allah Taala tentu akan berlomba-lomba dalam beribadah kepada Allah Taala, Akan teta- pi, karena ketidaktahuan tentang pengertian atau jenis-jenis ibadah, sebagian mereka hanya fokus terhadap ibadah tertentu saja, misalnya shalat, zakat, atau puasa.

Padahal, jenis-jenis ibadah sangatlah banyak. Luasnya cakupan iba- dah dapat kita lihat dari definisi ibadah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu Taala,

Ù…“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup semua yang Allah cintai dan Allah ridhai, baik ucapan atau perbuatan, yang lahir (tampak, bisa dilihat) maupun yang batin (tidak tampak, tidak bisa dilihat).” (Al-Ubudi- yyah, hal. 44)

Para ulama menjelaskan bahwa secara garis besar, ibadah dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Dalam tulisan singkat ini, penulis akan mencoba un- tuk menjelaskan perbedaan di antara keduanya.

 1.     Perbedaan antara ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mah- dhah

1.     Ibadah mahdhah (المحضة العبادت) adalah ibadah yang murni iba- dah, ditunjukkan oleh tiga ciri berikut ini:

Pertama, ibadah mahdhah adalah amal dan ucapan yang merupa- kan jenis ibadah sejak asal penetapannya dari dalil syariat. Artinya, perkataan atau ucapan tersebut tidaklah bernilai kecuali ibadah. Den- gan kata lain, tidak bisa bernilai netral (bisa jadi ibadah atau bukan iba- dah). Ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan dalil-dalil yang menun- jukkan terlarangnya ditujukan kepada selain Allah Taala, karena hal itu termasuk dalam kemusyrikan.

Kedua, ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan maksud pokok orang yang mengerjakannya, yaitu dalam rangka meraih pahala di akhirat.

Ketiga, ibadah mahdhah hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu, tidak ada jalan yang lainnya, termasuk melalui akal atau budaya.

Contoh sederhana ibadah mahdhah adalah shalat.

Shalat adalah ibadah mahdhah karena memang ada perintah (dalil) khusus dari syariat. Sehingga sejak awal mulanya, shalat adalah aktivi- tas yang diperintahkan (ciri yang pertama). Orang mengerjakan shalat, pastilah berharap pahala akhirat (ciri ke dua). Ciri ketiga, ibadah shalat tidaklah mungkin kita ketahui selain melalui jalur wahyu. Rincian bera- pa kali shalat, kapan saja, berapa rakaat, gerakan, bacaan, dan seter- usnya, hanya bisa kita ketahui melalui penjelasan Nabi shallallahu alai- hi wa sallam, bukan hasil dari kreativitas dan olah pikiran kita sendiri.

 2.     Ibadah ghairu mahdhah (المحضة غير العبادت) adalah ibadah yang ti- dak murni ibadah memiliki pengertian yang berkebalikan dari tiga ciri di atas. Sehingga ibadah ghairu mahdhah dicirikan den- gan:

Pertama, ibadah (perkataan atau perbuatan) tersebut pada asalnya bukanlah ibadah. Akan tetapi, berubah status menjadi ibadah karena melihat dan menimbang niat pelakunya.

Kedua, maksud pokok perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi urusan atau kebutuhan yang bersifat duniawi, bukan untuk meraih pa- hala di akhirat.

Ketiga, amal perbuatan tersebut bisa diketahui dan dikenal meskipun tidak ada wahyu dari para rasul.

Contoh sederhana dari ibadah ghairu mahdhah adalah aktivitas makan.

Makan pada asalnya bukanlah ibadah khusus. Orang bebas mau makan kapan saja, baik ketika lapar ataupun tidak lapar, dan dengan menu apa saja, kecuali yang Allah Taala haramkan. Bisa jadi orang makan karena lapar, atau hanya sekedar ingin mencicipi makanan. Akan tetapi, aktivitas makan tersebut bisa berpahala ketika pelakunya meniatkan agar memiliki kekuatan (tidak lemas) untuk shalat atau ber- jalan menuju masjid. Ini adalah ciri pertama.

Berdasarkan ciri kedua bahwa maksud pokok ketika orang makan adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok (primer) dalam hidupnya, sehingga dia bisa menjaga keberlangsungan hidupnya. Selain itu, ma- nusia tidak membutuhkan wahyu untuk bisa mengetahui pentingnya makan dalam hidup ini, ini ciri yang ketiga. Tanpa wahyu, orang su- dah mencari makan. Ini adalah contoh sederhana untuk memahamkan pengertian ibadah ghairu mahdhah.

Berdasarkan penjelasan di atas, ibadah mahdhah disebut juga den- gan ad-diin (urusan agama), sedangkan ibadah ghairu mahdhah dise- but juga dengan ad-dunya (urusan duniawi). Sebagaimana ibadah mahdhah disebut juga dengan al-ibadah (ibadah), sedangkan ibadah ghairu mahdhah disebut juga dengan al-aadah (adat kebiasaan).


2.  Rincian ibadah mahdhah

Ibadah mahdhah adalah ibadah yang banyak kita kenal, bahkan sebagian kaum muslimin bisa jadi menyangkan bahwa ibadah itu ha- nya terbatas pada ibadah mahdhah. Berikut ini beberapa rincian iba- dah mahdhah,  Ibadah  hati (al-ibadah  al-qalbiyyah) (القلبية  Ø§Ù„عبادت),  bisa dirinci dalam dua jenis ibadah:

Pertama, ucapan hati (qaulul qalbi) (القلب قول), yaitu berbagai per- kara aqidah yang wajib untuk diyakini, misalnya keyakinan bahwa ti- dak ada pencipta selain Allah Taala (keimanan terhadap rububiyyah Allah Taala); tidak ada yang berhak disembah selain Allah Taala (kei- manan terhadap uluhiyyah Allah Taala); beriman terhadap semua nama dan sifat yang Allah Taala tetapkan; beriman terhadap malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan juga beriman terhadap taqdir

Kedua, perbuatan (amal) hati (amalul qalbi) (القلب عمل), misalnya

ikhlas; mencintai Allah Taala; berharap pahala dan ampunan Allah Ta- ala (raja); takut akan siksa dan hukuman-Nya (khauf); tawakkal hanya kepada Allah Taala; sabar dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan; dan yang lainnya.

1.     Ibadah dalam bentuk ucapan lisan (al-ibadah al-qauliyyah) (العبادت القولية), misalnya  mengucapkan  dua  kalimat  syahadat  dengan lisan; membaca Al-Quran; berdzikir kepada Allah Taala dengan tasbih, tahmid, dan takbir; mengajarkan ilmu agama; dan ibadah lisan lainnya.

2.     Ibadah     anggota     badan (al-ibadah     al-badaniyyah) (العبادت البدنية), misalnya  shalat;  sujud;  puasa;  haji;  thawaf  di  baitullah (Kabah); jihad; belajar ilmu agama; dan yang lainnya.

3.     Ibadah   harta (al-ibadah   al-maaliyyah) (المالية   Ø§Ù„عبادت), misalnya zakat; sedekah; menyembelih hewan kurban; dan yang lainnya.

3.  Fungsi Ibadah.

Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga ditun- tut untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan ha- nya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melain- kan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan kare- na Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewu- judkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari mas- yarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam, yaitu:

 

1.     Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.

Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman di- rinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Den- gan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.

Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Quran surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya:

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkau- lah Kami meminta pertolongan.”

Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan ter- hadap manusia, harta benda dan hawa nafsu.

2.     Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewa- jibannya

Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk me- nerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur’an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.

Contohnya: Ketika Al-Qur’an berbicara tentang sholat, dalam surat Al Ankabut ayat 45 yang artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyu- kan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Ses- ungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih be- sar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dalam ayat ini Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mung- kar adalah suatu perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan sholat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya dari per- buatan yang merugikan tersebut.

Ketika Al-Qur’an berbicara tentang zakat, dalam surat At Taubah ayat 103 yang artinya :

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka yang berzakat dari kekikiran dan kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang anti kemanusiaan. Orang yang memi- liki sifat kikir tidak akan disukai masyarakat.zakat juga akan menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati pemberinya dan memperkembang- kan harta benda mereka. Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan dicintai masyarakat. Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakun- ya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:

Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)

 

3.     Melatih diri untuk berdisiplin

Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelak- sanaan sholat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma’ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari sik- sa Allah SWT

 RANGKUMAN

 Ibadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia dan untuk mereal- isasikan tujuan tersebut, diutuslah para rasul dan kitab-kitab diturunk- an. Orang yang betul-betul beriman kepada Allah Taala tentu akan berlomba-lomba dalam beribadah kepada Allah Taala, Akan tetapi, karena ketidaktahuan tentang pengertian atau jenis-jenis ibadah, se- bagian mereka hanya fokus terhadap ibadah tertentu saja, misalnya shalat, zakat, atau puasa.

Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga ditun- tut untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan ha- nya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melain- kan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan kare-


na Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewu- judkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari mas- yarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam,

Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah

 A.  Hikmah Ibadah.

 Hikmah agung disyariatkannya ibadah kepada manusia, sebagaima-

na yang Allah Taala nyatakan dalam firman-Nya, Ù„ Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu (QS al-Anfaal:24).

Ayat ini menunjukkan bahwa kebaikan dan kemashlahatan merupa- kan sifat yang selalu ada pada semua ibadah dan petunjuk yang dise- rukan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Dan ini sekaligus menjelaskan manfaat dan hikmah agung dari semua ibadah yang Allah Taala syariatkan, yaitu bahwa hidup (bersih dan sucinya) nya hati dan jiwa manusia, yang merupakan sumber kebaikan dalam dirinya, hanyalah bisa dicapai dengan beribadah kepada Allah dan me- netapi ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya.

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan hikmah yang agung ini dalam uca- pan beliau, “Bukanlah tujuan utama dari semua ibadah dan perintah (Allah dalam agama Islam) untuk memberatkan dan menyusahkan (manusia), meskipun hal itu (mungkin) terjadi pada sebagian dari iba- dah dan perintah tersebut sebagai (akibat) sampingan, karena adanya sebab-sebab yang menuntut kemestian terjadinya hal tersebut, dan ini merupakan konsekwensi kehidupan di dunia. Semua perintah Al- lah (dalam agama Islam), hak-Nya (ibadah) yang Dia wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, serta semua hukum yang disyariatkan-Nya (pada hakekatnya) merupakan qurratul uyuun (penyejuk pandangan  mata),serta kesenangan dan kenikmatan bagi hati (manusia), yang dengan (semua) itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenan- gan dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati (manusia) ti- dak akan merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali dengan semua itu. Sebagaimana firman Allah Swt, Ø­Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb- mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpul- kan (QS.Yuunus: 57-58).

Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas radhi- yallahu anhuma sewaktu beliau berkata, “Sesungguhnya (amal) ke- baikan (ibadah) itu memiliki (pengaruh baik berupa) cahaya di hati, ke- cerahan pada wajah, kekuatan pada tubuh, tambahan pada rezki dan kecintaan di hati manusia, dan (sebaliknya) sungguh (perbuatan) buruk (maksiat) itu memiliki (pengaruh buruk berupa) kegelapan di hati, ke- suraman pada wajah, kelemahan pada tubuh, kekurangan pada rezki dan kebencian di hati manusia”.

 B.  Makna Spiritual Ibadah bagi kehidupan sosial.

 1.     Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

Allah Taala berfirman,  Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki mau- pun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami ber- ikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kamiberikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. an-Nahl ayat 97).

Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia) dalam ayat di atas dengan “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik” dan kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup semua kes- enangan hidup yang hakiki. Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepa- da-Nya, maka Allah akan menjadikan sengsara hidupnya di dunia dan akhirat. Allah Swt berfirman,“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (QS Thaaha ayat 124).

 

2.     Kemudahan semua urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi

Allah Swt berfirman,

ُبBarangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan mem- berinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq ayat 2-3).

 Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai ke- cuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sun- nah (anjuran), serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah. Dalam ayat berikutnya Allah berfirman,

س Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya (QS. ath-Thalaaq ayat 4).

3.     Penjagaan dan taufik dari Allah Swt

Dalam sebuah hadist yang shahih Rasulullah saw bersabda “Jaga- lah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jaga- lah (batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu” (HR. At-Tirmidzi No. 2516, Ahmad (1/293).

Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menun- aikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepadanya, serta men- jalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan makna kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“: Dia akan selalu bersama- mu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.

Keutamaan yang agung ini hanyalah Allah peruntukkan bagi orang- orang yang mendapatkan predikat sebagai wali (kekasih) Allah, yang itu mereka dapatkan dengan selalu melaksanakan dan menyempur- nakan ibadah kepada Allah, baik ibadah yang wajib maupun sunnah (anjuran). Dalam sebuah hadits qudsi yang shahih, Allah Swt berfir- man, “Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah menyatakan perang (pemusuhan) terhadapanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (ibadah) yang lebih Aku cintai dari pada (ibadah) yang Aku wajibkan kepadan- ya, dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan (ibadah-ibadah) yang sunnah (anjuran/tidak wajib) sehingga Akupun mencintainya…(HR. Bukhari No. 6137)

 

4.     Kemanuisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kes- empurnaan iman

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha den- gan Allah sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai rasulnya (HR. Muslim No. 34).

Imam an-Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas, berkata, “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah Taala, dan tidak menem- puh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk kedalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)” (HR. Muslim 2/2).

Sifat inilah yang dimiliki oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang semua itu mereka capai dengan taufik dari Allah, kemudian karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalank- an ibadah dan ketaatan kepada Allah. Allah SWT berfirman,

  “Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu ser- ta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus (QS al-Hujuraat:7).

 5.     Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan ag- ama Allah

Allah Swt berfirman, Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS Ibrahim ayat 27).

Ketika menafsirkan ayat ini Imam Qatadah berkata, “Adapun dalam kehidupan dunia, Allah meneguhkan iman mereka dengan perbuatan baik (ibadah) dan amal shaleh (yang mereka kerjakan)”.

Fungsi ibadah dalam meneguhkan keimanan sangat jelas sekali, karena seorang muslim yang merasakan kemanisan dan kenikmatan iman dengan ketekunannya beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka setelah itu dia tidak akan mau berpaling dari keimanan tersebut meskipun dia harus menghadapi berbagai cobaan dan pen- deritaan dalam mempertahankannya, bahkan semua cobaan tersebut menjadi ringan baginya.

Gambaran inilah yang terjadi pada para sahabat Rasulullah saw da- lam keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanan mereka menghadapi permusuhan dan penindasan dari orang-orang kafir Qurai- sy, di masa awal Rasulullah saw mendakwahkan Islam. Sebagaimana yang disebutkan dalam kisah dialog antara Abu Sufyan dan raja Ro- mawi Hiraql, yang kisah ini dibenarkan oleh Rasulullah saw. Di antara pertanyaan yang diajukan oleh Hiraql kepada Abu Sufyan waktu itu, Apakah ada di antara pengikut (sahabat) Nabi itu (Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) yang murtad (meninggalkan) agamanya karena dia membenci agama tersebut setelah dia memeluknya? Maka Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada“. Kemudian Hiraql berkata, “Me- mang demikian (keadaan) iman ketika kemanisan iman itu telah masuk dan menyatu ke dalam hati manusia“ (HR. Bukhari No. 7)

 

RANGKUMAN

 Kebaikan dan kemashlahatan merupakan sifat yang selalu ada pada semua ibadah dan petunjuk yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Dan ini sekaligus menjelas- kan manfaat dan hikmah agung dari semua ibadah yang Allah Taala syariatkan, yaitu bahwa hidup (bersih dan sucinya)nya hati dan jiwa manusia, yang merupakan sumber kebaikan dalam dirinya, hanyalah bisa dicapai dengan beribadah kepada Allah dan menetapi ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya.

Makna Spiritual Ibadah bagi kehidupan sosial adalah, Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah, Kemanuisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempur- naan iman, Penjagaan dan taufik dari Allah Swt, Kemudahan semua urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi, Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana, 2003 Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati, 2008

Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syariah, Surabaya: PT. pamator, 1999 Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995

Qardhawi, Yusuf. Konsep Ibadah Dalam Islam, Bandung: Mizan, 2002

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan