MODUL KULIAH 1
HAKEKAT IBADAH
Dr. Sholihin
Fanani, M.PSDM
Pendahuluan
Modul ini
merupakan modul Ke-1 dari 10 modul mata kuliah AIK 2. Ibadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia dan untuk merealisasikan tujuan tersebut, diutuslah
para rasul dan kitab-kitab diturunkan.
Orang yang betul-betul beriman kepada Allah Taala tentu akan berlomba-lomba dalam beribadah kepada
Allah Taala, Akan teta- pi, karena ketidaktahuan tentang
pengertian atau jenis-jenis ibadah, sebagian
mereka hanya fokus terhadap ibadah tertentu saja, misalnya shalat, zakat, atau puasa. Padahal,
jenis-jenis ibadah sangatlah ban- yak.
Setiap muslim
tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga ditun- tut untuk beramal
sholeh. Karena Islam
adalah agama amal,
bukan ha- nya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata,
melain- kan juga pada amal
perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang
dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan kare-
na Allah. Ibadah dalam Islam tidak
hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan
antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewu- judkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam
semua aspek kehidupan dan aktifitas.
Tujuan utama dari
semua ibadah dan perintah (Allah dalam agama
Islam) untuk memberatkan dan menyusahkan (manusia), meskipun hal itu
(mungkin) terjadi pada sebagian dari ibadah dan perintah terse- but sebagai (akibat) sampingan, karena
adanya sebab-sebab yang menuntut kemestian terjadinya hal tersebut, dan ini merupakan konsekwensi kehidupan di dunia. Semua perintah Allah (dalam
agama Is- lam), hak-Nya
(ibadah) yang Dia wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, serta semua hukum
yang disyariatkan-Nya (pada hakekatnya) merupa-
kan qurratul uyuun (penyejuk pandangan
mata), serta kesenangan dan kenikmatan bagi
hati (manusia), yang dengan (semua) itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenangan dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati (manusia) tidak merasakan
kebaha- giaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali
dengan semua itu. Masing-masing kajian ini akn
dibahas tersendiri secara mendalam pada modul ini.
Dalam modul ini
kita mengkaji konsep, fungsi ibadah dan hikmah
dan akna spiritual ibadah. Setelah menguasai modul pertama ini, ma- hasiswa dapat menjelaskan dan memahami
pengertian konsep, fungsi ibadah
dan hikmah dan akna spiritual ibadah.. Secara lebih khusus setelah
mempelajari modul ini anda diharapkan dapat menjelaskan dan memahami:
1.
Konsep Ibadah
2.
Fungsi Ibadah
3.
Hikmah Ibadah
4.
Makna Spiritual Ibadah
Modul ini dibagi
dalam 2 Kegiatan Belajar (KB):
1.
Kegiatan belajar 1 : Konsep dan Fungsi Ibadah
2.
Kegiatan belajar 2 : Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah
Agar dapat
berhasil dengan baik dalam mmepelajari modul ini, ikuti- lah petunjuk belajar
sebagai berikut:
•
Bacalah dengan cermat
bagian pendahuluan modul ini sampai anda
memahami untuk mempelajari modul ini, dan bagaimana cara mempelajarinya
•
Bacalah modul ini
secara seksama dan kerjakan semua latihan yang ada
•
Perhatikan
contoh-contoh yang diberikan pada setiap kegiatan belajar
•
Mantapkan
pemahaman Anda melalui diskusi dengan kelompok belajar
anda.
Konsep Dan Fungsi
Ibadah
A. Konsep Ibadah (Ibadah
Mahdhoh dan Ibadah Ghoiru Mahdhoh).
Padahal, jenis-jenis ibadah sangatlah banyak.
Luasnya cakupan iba-
dah
dapat kita lihat dari definisi ibadah
yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu Taala,
Ù…“Ibadah adalah
suatu istilah yang mencakup semua yang Allah cintai dan Allah
ridhai, baik ucapan atau perbuatan, yang lahir (tampak, bisa dilihat) maupun yang batin (tidak tampak, tidak
bisa dilihat).” (Al-Ubudi- yyah, hal. 44)
Para ulama
menjelaskan bahwa secara garis besar, ibadah dapat dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Dalam tulisan singkat
ini, penulis akan mencoba un- tuk menjelaskan perbedaan di antara keduanya.
1.
Ibadah mahdhah (المØضة العبادت) adalah
ibadah yang murni iba- dah, ditunjukkan oleh tiga ciri berikut ini:
Pertama, ibadah mahdhah adalah amal dan ucapan yang merupa- kan jenis ibadah sejak asal penetapannya
dari dalil syariat. Artinya, perkataan
atau ucapan tersebut tidaklah bernilai kecuali ibadah. Den- gan kata lain, tidak bisa bernilai netral (bisa jadi ibadah atau bukan iba- dah). Ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan
dalil-dalil yang menun-
jukkan terlarangnya ditujukan kepada selain Allah Taala, karena hal itu termasuk dalam
kemusyrikan.
Kedua, ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan maksud pokok orang yang mengerjakannya, yaitu dalam
rangka meraih pahala di akhirat.
Ketiga, ibadah mahdhah hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu, tidak ada jalan yang lainnya,
termasuk melalui akal atau budaya.
Contoh sederhana ibadah
mahdhah adalah shalat.
Shalat adalah
ibadah mahdhah karena memang ada perintah (dalil) khusus
dari syariat. Sehingga
sejak awal mulanya,
shalat adalah aktivi-
tas yang diperintahkan (ciri yang pertama). Orang mengerjakan shalat,
pastilah berharap pahala akhirat (ciri ke dua). Ciri ketiga,
ibadah shalat tidaklah mungkin kita ketahui selain
melalui jalur wahyu. Rincian bera- pa
kali shalat, kapan saja, berapa rakaat, gerakan, bacaan, dan seter- usnya,
hanya bisa kita ketahui melalui
penjelasan Nabi shallallahu alai-
hi wa sallam, bukan hasil dari kreativitas dan olah pikiran
kita sendiri.
Pertama, ibadah (perkataan atau perbuatan) tersebut pada
asalnya bukanlah ibadah. Akan
tetapi, berubah status menjadi ibadah karena
melihat dan menimbang niat pelakunya.
Kedua, maksud pokok perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi urusan atau kebutuhan yang bersifat
duniawi, bukan untuk meraih pa- hala di akhirat.
Ketiga, amal perbuatan tersebut bisa diketahui
dan dikenal meskipun
tidak ada wahyu
dari para rasul.
Contoh
sederhana dari ibadah ghairu mahdhah adalah aktivitas
makan.
Makan pada asalnya
bukanlah ibadah khusus. Orang bebas mau makan
kapan saja, baik ketika lapar ataupun tidak lapar, dan dengan menu apa saja, kecuali yang Allah Taala
haramkan. Bisa jadi orang makan karena lapar, atau hanya sekedar
ingin mencicipi makanan. Akan tetapi,
aktivitas makan tersebut bisa berpahala ketika pelakunya meniatkan agar memiliki kekuatan (tidak lemas) untuk shalat atau
ber- jalan menuju masjid. Ini
adalah ciri pertama.
Berdasarkan ciri
kedua bahwa maksud pokok ketika orang makan adalah
untuk memenuhi kebutuhan pokok (primer) dalam hidupnya, sehingga dia bisa menjaga keberlangsungan hidupnya. Selain itu,
ma- nusia tidak membutuhkan wahyu
untuk bisa mengetahui pentingnya makan
dalam hidup ini, ini ciri yang ketiga. Tanpa wahyu, orang su- dah mencari makan. Ini adalah
contoh sederhana untuk memahamkan pengertian ibadah ghairu mahdhah.
Berdasarkan penjelasan di atas, ibadah mahdhah disebut juga den- gan ad-diin (urusan agama), sedangkan ibadah ghairu mahdhah dise- but juga dengan ad-dunya (urusan duniawi). Sebagaimana ibadah mahdhah disebut juga dengan al-ibadah (ibadah), sedangkan ibadah ghairu mahdhah disebut juga dengan al-aadah (adat kebiasaan).
2. Rincian ibadah mahdhah
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang banyak kita kenal, bahkan sebagian kaum muslimin bisa jadi
menyangkan bahwa ibadah itu ha- nya
terbatas pada ibadah mahdhah. Berikut ini beberapa rincian iba- dah
mahdhah, Ibadah hati (al-ibadah
al-qalbiyyah) (القلبية العبادت), bisa
dirinci dalam dua jenis ibadah:
Pertama,
ucapan hati (qaulul qalbi) (القلب قول), yaitu berbagai per- kara
aqidah yang wajib untuk diyakini, misalnya keyakinan bahwa ti- dak ada pencipta selain Allah Taala (keimanan
terhadap rububiyyah Allah Taala); tidak ada
yang berhak disembah selain Allah Taala (kei- manan terhadap
uluhiyyah Allah Taala); beriman terhadap
semua nama dan sifat yang
Allah Taala tetapkan; beriman terhadap malaikat, kitab,
rasul, hari akhir,
dan juga beriman
terhadap taqdir
Kedua, perbuatan (amal) hati (amalul qalbi) (القلب عمل), misalnya
ikhlas; mencintai Allah Taala;
berharap pahala dan ampunan
Allah Ta- ala (raja); takut
akan siksa dan hukuman-Nya (khauf); tawakkal hanya
kepada Allah Taala; sabar dalam melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan; dan yang lainnya.
1.
Ibadah dalam
bentuk ucapan lisan
(al-ibadah al-qauliyyah)
(العبادت القولية), misalnya mengucapkan
dua kalimat syahadat dengan lisan; membaca Al-Quran; berdzikir
kepada Allah Taala dengan tasbih, tahmid,
dan takbir; mengajarkan ilmu agama; dan ibadah lisan
lainnya.
2.
Ibadah
anggota
badan (al-ibadah al-badaniyyah) (العبادت البدنية), misalnya shalat;
sujud;
puasa; haji;
thawaf
di baitullah
(Kabah); jihad; belajar
ilmu agama; dan yang lainnya.
3. Ibadah harta (al-ibadah al-maaliyyah) (المالية العبادت), misalnya zakat; sedekah; menyembelih hewan kurban; dan yang lainnya.
3. Fungsi Ibadah.
Setiap muslim
tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga ditun- tut untuk beramal
sholeh. Karena Islam
adalah agama amal,
bukan ha- nya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata,
melain- kan juga pada amal
perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang
dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan kare-
na Allah. Ibadah dalam Islam tidak
hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan
antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewu- judkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam
semua aspek kehidupan dan aktifitas.
Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari mas- yarakat. Ada tiga aspek
fungsi ibadah dalam
Islam, yaitu:
1. Mewujudkan hubungan antara
hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan
antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan
melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman di- rinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu
berupaya menyesuaikan segala
perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Den-
gan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala
kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera
dalam Al-Quran surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya:
“Hanya Engkaulah
yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkau-
lah Kami meminta pertolongan.”
Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan ter- hadap manusia, harta benda dan hawa nafsu.
2. Mendidik mental dan menjadikan manusia
ingat akan kewa-
jibannya
Dengan sikap ini,
setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk me- nerima dan memberi nasihat. Oleh karena
itu, banyak ayat Al-Qur’an ketika
berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap
kehidupan pribadi dan masyarakat.
Contohnya: Ketika Al-Qur’an berbicara
tentang sholat, dalam surat Al
Ankabut ayat 45 yang artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyu- kan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Ses- ungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih be- sar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Dalam ayat ini
Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Perbuatan keji dan mung- kar adalah suatu perbuatan merugikan
diri sendiri dan orang lain. Maka dengan sholat diharapakan manusia dapat
mencegah dirinya dari per- buatan yang merugikan tersebut.
Ketika Al-Qur’an
berbicara tentang zakat, dalam surat At Taubah
ayat 103 yang artinya :
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Zakat berfungsi
untuk membersihkan mereka yang berzakat dari
kekikiran dan kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang anti kemanusiaan. Orang yang memi-
liki sifat kikir tidak akan disukai masyarakat.zakat juga akan menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam
hati pemberinya dan memperkembang- kan
harta benda mereka. Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan dicintai
masyarakat. Dan masih banyak ibadah-ibadah
lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakun- ya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik bagi
masyarakatnya. Karena itu Allah tidak
akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut
membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain.
Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa yang sholatnya
tidak mencegah dirinya
dari perbuatan keji dan munkar, maka dia hanya akan bertambah
jauh dari Allah”
(HR.
Thabrani)
3. Melatih diri untuk berdisiplin
Adalah suatu
kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan
itu dapat dilihat
dengan jelas dalam pelak- sanaan sholat, mulai dari wudhu,
ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud
dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila
kita menganiaya sesama muslim, menyakiti
manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak
mau membantu kesulitan sesama
manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma’ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari sik- sa Allah
SWT
Setiap muslim
tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga ditun- tut untuk beramal
sholeh. Karena Islam
adalah agama amal,
bukan ha- nya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata,
melain- kan juga pada amal
perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang
dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan kare-
na Allah.
Ibadah dalam Islam tidak hanya
bertujuan untuk mewujudkan hubungan
antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewu- judkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam
semua aspek kehidupan dan aktifitas.
Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari mas- yarakat. Ada tiga
aspek fungsi ibadah dalam Islam,
Hikmah dan Makna Spiritual
Ibadah
na yang Allah Taala nyatakan dalam firman-Nya, Ù„ “Hai orang-orang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya
yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi
(kemaslahatan) hidup bagimu” (QS
al-Anfaal:24).
Ayat ini
menunjukkan bahwa kebaikan dan kemashlahatan merupa- kan sifat yang selalu ada pada semua ibadah dan petunjuk yang
dise- rukan oleh Allah dan
Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Dan ini sekaligus menjelaskan manfaat dan hikmah agung dari semua ibadah yang Allah Taala syariatkan, yaitu bahwa
hidup (bersih dan sucinya) nya hati
dan jiwa manusia, yang merupakan sumber kebaikan dalam dirinya, hanyalah bisa
dicapai dengan beribadah kepada Allah dan me- netapi ketaatan
kepada-Nya dan kepada
Rasul-Nya.
Imam Ibnul Qayyim
menjelaskan hikmah yang agung ini dalam uca-
pan beliau, “Bukanlah tujuan utama dari semua ibadah dan perintah (Allah dalam agama Islam) untuk
memberatkan dan menyusahkan (manusia),
meskipun hal itu (mungkin) terjadi pada sebagian dari iba- dah dan perintah tersebut sebagai (akibat)
sampingan, karena adanya sebab-sebab yang menuntut kemestian terjadinya hal tersebut, dan ini merupakan
konsekwensi kehidupan di dunia. Semua perintah Al- lah (dalam agama Islam), hak-Nya (ibadah) yang Dia wajibkan
kepada hamba-hamba-Nya, serta semua
hukum yang disyariatkan-Nya (pada hakekatnya) merupakan
qurratul uyuun (penyejuk pandangan mata),serta kesenangan dan kenikmatan bagi
hati (manusia), yang dengan (semua)
itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenan- gan dan kesempurnaan di dunia dan
akhirat. Bahkan hati (manusia) ti- dak
akan merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki
kecuali dengan semua itu. Sebagaimana firman Allah Swt, Ø“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Rabb- mu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpul-
kan” (QS.Yuunus: 57-58).
Inilah makna ucapan sahabat
yang mulia, Abdullah
bin Abbas radhi- yallahu anhuma sewaktu beliau berkata,
“Sesungguhnya (amal) ke- baikan
(ibadah) itu memiliki (pengaruh baik berupa) cahaya di hati, ke- cerahan pada wajah, kekuatan pada tubuh,
tambahan pada rezki dan kecintaan di hati manusia,
dan (sebaliknya) sungguh
(perbuatan) buruk (maksiat) itu memiliki (pengaruh buruk
berupa) kegelapan di hati, ke- suraman
pada wajah, kelemahan pada tubuh, kekurangan pada rezki dan kebencian di hati manusia”.
Allah Taala berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki
mau- pun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami ber- ikan kepadanya
kehidupan yang baik (di dunia),
dan sesungguhnya akan Kamiberikan balasan kepada mereka (di akhirat)
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. an-Nahl ayat 97).
Para ulama salaf
menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam ayat
di atas dengan “kebahagiaan (hidup)”
atau “rezki yang halal dan
baik” dan kebaikan-kebaikan
lainnya yang mencakup semua kes- enangan
hidup yang hakiki. Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepa- da-Nya,
maka Allah akan menjadikan sengsara
hidupnya di dunia dan akhirat. Allah Swt berfirman,“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan
Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaaha ayat 124).
2. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar/solusi
dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi
Allah Swt berfirman,
ُب“Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan
mem- berinya rezki dari arah yang
tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq ayat 2-3).
س “Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya
kemudahan dalam (semua)
urusannya” (QS. ath-Thalaaq ayat 4).
3. Penjagaan dan taufik dari Allah Swt
Dalam sebuah hadist yang shahih
Rasulullah saw bersabda “Jaga- lah (batasan-batasan/syariat) Allah maka
Dia akan menjagamu, jaga- lah
(batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu” (HR.
At-Tirmidzi No. 2516, Ahmad (1/293).
Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah”
adalah menun- aikan hak-hak-Nya
dengan selalu beribadah kepadanya, serta men-
jalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“:
Dia akan selalu bersama- mu dengan selalu memberi
pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.
Keutamaan yang agung ini hanyalah Allah
peruntukkan bagi orang- orang yang
mendapatkan predikat sebagai wali (kekasih) Allah, yang itu mereka dapatkan dengan selalu melaksanakan dan menyempur- nakan ibadah kepada Allah, baik ibadah
yang wajib maupun sunnah (anjuran).
Dalam sebuah hadits qudsi yang shahih, Allah Swt berfir-
man, “Barangsiapa
yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh
Aku telah menyatakan perang (pemusuhan) terhadapanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku
dengan suatu (ibadah) yang lebih Aku
cintai dari pada (ibadah) yang Aku wajibkan kepadan- ya, dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan (ibadah-ibadah) yang sunnah (anjuran/tidak
wajib) sehingga Akupun mencintainya…(HR. Bukhari
No. 6137)
4. Kemanuisan dan kelezatan
iman, yang merupakan
tanda kes- empurnaan iman
Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda:
“Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha den-
gan Allah sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam sebagai
rasulnya“ (HR. Muslim
No. 34).
Imam an-Nawawi
ketika menjelaskan hadits
di atas, berkata,
“Orang yang tidak menghendaki
selain (ridha) Allah Taala, dan tidak menem-
puh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan
apa yang sesuai dengan syariat
(yang dibawa oleh)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan
iman akan masuk kedalam
hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut
(secara nyata)” (HR. Muslim 2/2).
Sifat inilah yang
dimiliki oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang semua itu mereka
capai dengan taufik
dari Allah, kemudian karena ketekunan dan semangat
mereka dalam menjalank- an ibadah dan ketaatan kepada Allah. Allah SWT berfirman,
Allah Swt berfirman, Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan
yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS Ibrahim ayat 27).
Ketika menafsirkan
ayat ini Imam Qatadah berkata, “Adapun dalam
kehidupan dunia, Allah meneguhkan iman mereka dengan perbuatan baik (ibadah)
dan amal shaleh (yang mereka kerjakan)”.
Fungsi ibadah
dalam meneguhkan keimanan sangat jelas sekali,
karena seorang muslim yang merasakan kemanisan dan kenikmatan iman dengan ketekunannya beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah, maka
setelah itu dia tidak akan mau berpaling dari keimanan tersebut meskipun dia harus menghadapi berbagai cobaan dan pen- deritaan dalam mempertahankannya, bahkan
semua cobaan tersebut menjadi ringan baginya.
Gambaran inilah yang terjadi
pada para sahabat
Rasulullah saw da- lam
keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanan mereka menghadapi permusuhan dan penindasan dari orang-orang kafir
Qurai- sy, di masa awal
Rasulullah saw mendakwahkan Islam. Sebagaimana
yang disebutkan dalam kisah dialog antara Abu Sufyan dan raja Ro- mawi Hiraql, yang kisah ini dibenarkan
oleh Rasulullah saw. Di antara pertanyaan
yang diajukan oleh Hiraql kepada Abu Sufyan waktu itu, “Apakah ada
di antara pengikut (sahabat) Nabi itu (Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) yang murtad (meninggalkan)
agamanya karena dia membenci agama tersebut setelah
dia memeluknya?” Maka Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada“. Kemudian Hiraql berkata, “Me- mang demikian
(keadaan) iman ketika
kemanisan iman itu telah masuk
dan menyatu ke dalam
hati manusia“ (HR. Bukhari No. 7)
RANGKUMAN
Makna Spiritual
Ibadah bagi kehidupan sosial adalah, Keteguhan
iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah, Kemanuisan dan kelezatan iman, yang
merupakan tanda kesempur- naan iman,
Penjagaan dan taufik dari Allah Swt, Kemudahan semua urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan
yang dihadapi, Kebahagiaan dan
kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin,
Amir, Garis-Garis Besar Fiqih,
Jakarta: Kencana, 2003 Syihab,
M. Quraisy, M. Quraisy
Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, Jakarta:
Lentera Hati, 2008
Al manar, Abduh,
Ibadah
Dan Syariah, Surabaya:
PT. pamator, 1999 Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995
Qardhawi, Yusuf. Konsep Ibadah Dalam Islam, Bandung: Mizan, 2002
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan