Rabu, 15 Mei 2024

Bab 360. Makruhnya Memuji Di Muka Orang Yang Dipuji Jikalau Dikhawatirkan Timbulnya Kerusakan Padanya Seperti Menimbulkan Rasa Bangga Pada Diri Sendiri Dan Sebagainya, Tetapi Jawaz -Yakni Boleh- Bagi Seseorang Yang Aman Hatinya Dari Perasaan Yang Sedemikian Itu Jikalau Menerima Pujian Pada Dirinya

Loading

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*


 

Bab 360. Makruhnya Memuji Di Muka Orang Yang Dipuji Jikalau Dikhawatirkan Timbulnya Kerusakan Padanya Seperti Menimbulkan Rasa Bangga Pada Diri Sendiri Dan Sebagainya, Tetapi Jawaz -Yakni Boleh- Bagi Seseorang Yang Aman Hatinya Dari Perasaan Yang Sedemikian Itu Jikalau Menerima Pujian Pada Dirinya

 

عَنْ أبي مُوسى الأشْعرِيِّ رضي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعَ النَّبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم رَجُلاً يُثْني عَلَى رَجُلٍ وَيُطْرِيهِ في المدْحَةِ ، فَقَالَ : « أهْلَكْتُمْ ، أوْ قَطعْتُمْ ظَهرَ الرَّجُلِ » متفقٌ عليهِ

1785. Dari Abu Musa radhiyallahu anhu, katanya: "Nabi shalallahu alaihi wasalam mendengar seorang lelaki memuji pada lelaki lain dan mempersangatkan -berlebih-lebihan- dalam memujinya itu, lalu beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Engkau telah merusakkan orang itu atau engkau telah mematahkan punggung orang itu." (Muttafaq 'alaih)

 

وَعَنْ أبي بَكْرَة رضي اللَّه عنْهُ أنَّ رجُلاً ذَكِرَ عِنْدَ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فَأَثْنَى عَلَيْهِ رَجُلٌ خَيْراً ، فَقَالَ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « ويْحَكَ قَطَعْت عُنُقَ صَاحِبكَ » يقُولُهُ مِرَاراً « إنْ كَانَ أحَدُكُمْ مَادِحاً لا مَحَالَةَ ، فَلْيَقُلْ : أَحْسِبُ كَذَا وكَذَا إنْ كَانَ يَرَى أنَّهُ كَذَلِكَ ، وَحَسِيبُهُ اللَّه ، ولاَ يُزَكَّى علَى اللَّهِ أحَدٌ » متفق عليه

1786. Dari Abu Bakrah radhiyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki disebut-sebut namanya di sisi Nabi shalallahu alaihi wasalam, lalu ada lelaki lain memujinya dengan menunjukkan kebaikannya, kemudian Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Celaka engkau, engkau telah mematahkan lehernya." Beliau shalallahu alaihi wasalam mengucapkan ini berulang-ulang. Selanjutnya sabdanya lagi: "Jikalau seorang diantara engkau semua perlu harus memuji, maka hendaklah mengatakan: "Saya kira ia adalah demikian, demikian, apabila memang orang itu diketahuinya benar-benar seperti itu, sedang yang kuasa memperhitungkan amalannya adalah Allah juga dan tiadalah seseorang itu akan dianggap suci oleh Allah -hanya disebabkan banyaknya pujian yang diperolehnya dari orang-orang-." (Muttafaq 'alaih)

 

وَعَنْ هَمَّامِ بنِ الْحَارِثِ ، عنِ المِقْدَادِ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَجُلاً جعَل يَمْدَحُ عُثْمَانَ رضي اللَّه عنه ، فَعَمِدَ المِقْدادُ ، فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ ، فَجَعَلَ يَحْثُو في وَجْهِهِ الْحَصْبَاءَ، فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ : مَا شَأْنُكَ ؟ فَقَالَ : إنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « إذَا رَأَيْتُمُ المَدَّاحِينَ ، فَاحْثُوا في وَجُوهِهِمُ التُّرابَ » رَوَاهُ مسلم .

1787. Dari Hammam bin al-Harits dari al-Miqdad radhiyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki yang sedang memuji Usman radhiyallahu anhu, lalu al-Miqdad menuju tempat orang tadi, kemudian berjongkok atas kedua lututnya dan mulailah melempari orang itu dengan kerikil di mukanya. Usman lalu berkata padanya: "Mengapa engkau berbuat demikian?" Al-Miqdad menjawab: "Sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Jikalau engkau semua melihat orang-orang yang suka memuji, maka lemparkanlah tanah pada muka mereka itu." (Riwayat Muslim)

 

Hadits-hadits di atas itu menunjukkan larangan memberikan pujian. Tetapi ada pula Hadits-hadits yang banyak sekali jumlahnya dan shahih-shahih yang menerangkan bolehnya memberikan pujian itu. Para alim-ulama berkata: "Jalan mengumpulkan antara Hadits-hadits di atas -yang melarang dan yang membolehkan- ialah: Jikalau orang yang dipuji itu memiliki keimanan yang sempurna dan keyakinan yang baik, serta jiwa yang terlatih, demikian pula pengetahuan yang sempurna, sehingga tidak dikhawatirkan akan timbulnya fitnah dalam jiwanya sendiri apabila menerima pujian, juga tidak tertipu hatinya dengan demikian itu, malahan kalbunya tidak juga dapat dipermainkan dengan ucapan pujian tersebut, maka terhadap orang yang semacam ini pujian itu tidaklah haram dan tidak pula makruh. Tetapi jikalau dikhawatirkan akan adanya sesuatu dari perkara-perkara yang tersebut di atas, maka memuji itu adalah dimakruhkan di muka orang tersebut dengan kemakruhan yang sangat. Dengan cara pemisahan sebagaimana di atas itu diturunkannya beberapa hadits yang berselisihan tujuannya itu. Di antara Hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya memuji itu ialah sabdanya Nabi shalallahu alaihi wasalam kepada Abu Bakar radhiyallahu anhu: "Saya harap Anda termasuk golongan orang-orang itu -yakni yang dapat diundang dari segala macam pintu syurga, lihat hadits no.1213- untuk dapat masuk dari semuanya itu. Dalam hadits lain disebutkan: "Engkau bukan golongan orang-orang itu," yakni bukan golongan orang-orang yang memanjangkan sarungnya karena ada tujuan kesombongan -lihat Hadis no.788-. Demikian pula sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasalam kepada Umar radhiyallahu anhu: "Tidaklah syaitan itu melihat Anda menempuh sesuatu jalan, melainkan ia akan menempuh jalan selain dari jalan yang Anda lalui." Jadi Hadits-hadits mengenai bolehnya memberikan pujian itu banyak sekali dan sudah saya sebutkan sebagian dari petikan-petikannya dalam kitab al-Adzkar -yang dikarang oleh Imam an-Nawawi pula-.


 


 

 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan