Rabu, 15 Mei 2024

Bab 355. Haramnya Menjualkannya Orang Kota Pada Miliknya Orang Desa Dan Menyongsong Penjual Di Atas Kendaraan -Menjadi Perantara atau Calo-, Juga Haramnya Menjual Atas Jualan Saudaranya -Sesama Muslim-, Jangan Pula Melamar Atas Lamaran Saudaranya, Kecuali Kalau Ia Mengizinkan Atau Ia Ditolak Lamarannya

Loading

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*


 

Bab 355. Haramnya Menjualkannya Orang Kota Pada Miliknya Orang Desa Dan Menyongsong Penjual Di Atas Kendaraan -Menjadi Perantara atau Calo-,  Juga Haramnya Menjual Atas Jualan Saudaranya -Sesama Muslim-, Jangan Pula Melamar Atas Lamaran Saudaranya, Kecuali Kalau Ia Mengizinkan Atau Ia Ditolak Lamarannya

 

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيه وَأُمِّهِ . متفق عليه .

1772. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam melarang kalau seseorang di kota itu menjualkan untuk seseorang di desa, sekalipun ia adalah saudaranya seayah dan seibu." (Muttafaq 'alaih)

 

Keterangan:

 

Orang kota menjual untuk orang desa itu maksudnya ialah umpama saja orang desa itu datang pada orang kota dengan membawa barang-barang yang diperlukan oleh umum. Ia meminta kepada orang kota supaya barang-barangnya itu dijualkan olehnya dengan harga menurut pasaran pada hari itu. Kemudian orang kota itu berkata padanya: "Biarkan di tempat saya sini saja untuk saya jual dengan perlahan-lahan." Cara inilah yang diharamkan sebab merugikan orang desa tersebut. Tetapi kalau orang desa itu datang dengan membawa barang-barang yang kurang diperlukan oleh umum atau sekalipun banyak diperlukan umum, tetapi memang kemauan orang desa itu sendiri meminta supaya dijualkan dengan perlahan-lahan, kemudian orang kota berkata: "Saya akan mengurus penjualan itu untukmu," atau ia berkata: "Serahkan sajalah penjualannya itu dengan mengikuti harga pada saat terjualnya," maka yang sedemikian ini tidak haram sama sekali.

 

وَعَنِ ابْنِ عمَرَ قال : قالَ رَسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لا تَتَلَقُّوُا السلَع حَتَّى يُهْبَطَ بِهَا إلى الأَسْواقِ » متفقٌ عليه

1773. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah engkau semua menyongsong kedatangan barang-barang dagangan sehingga ia diturunkan di pasar-pasar." (Muttafaq 'alaih)

 

Keterangan:

 

Menyongsong barang dagangan, maksudnya ialah sebelum orang yang memilikinya itu mengetahui harga pasaran, lalu ia membeli barang-barangnya tadi tanpa adanya permintaan daripadanya. Hal ini sama haramnya, apakah maksud pembeli itu dengan niat menyongsong atau tidak, seperti seorang yang sedang berburu lalu melihat orang yang datang dari pedalaman dengan membawa dagangan, kemudian membelinya dengan harga yang lebih rendah dari pasaran, padahal pembeli itu mengetahui dan penjual tidak mengetahui akan harga pasaran itu.

 

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّه عَنْهُما قَالَ : « قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لا تَتَلَقَّوُا الرُّكْبَانَ ، وَلا يبِعْ حَاضِر لِبَادٍ » ، فَقَالَ لَهُ طَاووسُ : ما « لا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبادٍ ؟ » قال : لا يكُونُ لَهُ سَمْسَاراً . متفقٌ عليه

1774. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah engkau semua menyongsong di atas kendaraan -yakni sebelum pemiliknya mengetahui harga pasar, lihat keterangan hadits 1773 diatas- dan jangan pula seseorang dikota menjualkan untuk orang desa -lihat keterangan hadits 1772 diatas-." Thawus lalu berkata: "Apakah maknanya seseorang dikota menjualkan untuk orang desa itu?" Ibnu Abbas menjawab: "Yaitu janganlah orang kota menjadi makelar -perantara atau calo- dalam hal menjualkannya -yakni menjualnya perlahan-lahan dan harganya menurut harga hari itu-." (Muttafaq 'alaih)

 

وَعَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ وَلا تَنَاجَشُوا ولا يبع الرَّجُلُ عَلى بَيْع أَخيهِ ، ولا يخطبْ عَلى خِطْبَةِ أَخِيهِ ، ولا تسْألِ المرأةُ طلاقَ أخْتِهَا لِتَكْفَأ مَا في إِنَائِهَا . وفي رِوَايَةٍ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَنِ التَّلقِّي وأن يَبْتَاعَ المُهَاجِرُ لأَعْرابيِّ ، وأنْ تشْتَرِطَ المرْأَةُ طَلاقَ أُخْتِهَا ، وَأنْ يَسْتَام الرَّجُلُ عَلى سوْمِ أخيهِ ، ونَهَى عَنِ النَّجَشِ والتَّصْريةِ. متفقٌ عليه

1775. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam melarang kalau orang kota menjualkan untuk orang desa -lihat keterangan hadits 1772-. Janganlah pula engkau sekalian icuh-mengicuh -lihat keterangan hadits 1567-, juga janganlah seorang itu menjual atas jualan saudaranya -sesama Muslim- dan jangan pula ia melamar pada wanita yang dilamar oleh saudaranya -sesama Muslim-. Jangan pula seorang wanita minta diceraikannya saudarinya -yakni sesama wanita-, dengan maksud ia akan suka menjadi pencukup apa yang diwadahnya -yakni menjadi ganti dari istri yang diceraikan tadi-.

 

Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah shalallahu alaihi wasalam melarang menyongsong dagangan di jalan, juga kalau seorang muhajir -yakni orang kota menjualkan untuk orang A'rab -yakni orang desa- dan kalau seorang wanita meminta syarat untuk diceraikannya saudarinya -misalnya sewaktu ia akan dikawin-, lalu suka menerimanya dengan syarat bahwa nanti madunya itu akan diceraikan oleh suaminya, juga melarang kalau seseorang itu melebihkan harga dari harga saudaranya -sesama Muslim-. Demikian pula beliau shalallahu alaihi wasalam melarang pengicuhan dan tashriah -yaitu membiarkan binatang perahan tidak diperah dulu supaya banyak air susunya-, sehingga menimbulkan kesukaan bagi orang yang menginginkan membelinya. (Muttafaq 'alaih)

 

وَعنِ ابْنِ عُمَرِ رضي اللَّه عَنْهُمَا ، أنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « لا يبِعْ بَعْضُكُمْ عَلى بَيْعِ بعْضٍ ، ولا يَخْطُبْ على خِطْبة أخِيهِ إلاَّ أنْ يَأْذَنَ لَهُ » متفقٌ عليه ، وهذا لَفْظُ مسلم .

1776. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah sebagian dari engkau semua itu menjual atas penjualan sebagian yang lainnya, jangan pula melamar atas lamaran saudaranya -sesama Muslim- kecuali kalau orang ini mengizinkan padanya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim.

 

وَعَنْ عُقْبةَ بنِ عَامِرٍ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « المُؤْمِنُ أخُو المُؤمِن ، فَلاَ يحِلُّ لِمُؤمِنٍ أنْ يبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أخِيهِ وَلاَ يَخْطِبْ علَى خِطْبَةِ أخِيه حتَّى يَذَر » رواهُ مسلم

1777. Dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Orang mu'min itu adalah saudaranya orang mu'min, maka tidak halallah kalau ia menjual atas jualan saudaranya itu dan jangan pula melamar atas lamaran saudaranya, sehingga saudaranya ini meninggalkan lamarannya -misalnya mengurungkan atau memberinya izin-." (Riwayat Muslim)


 


 

 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan