ARBAIN HADITS KETUJUH BELAS
BERBUAT BAIK DALAM SEGALA URUSAN
عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترحمة الحديث :
Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu . Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya. (Riwayat Muslim).
Takhrij
- - Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1955
- - Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 2815
- - Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1409
- - Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3170
- - Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 5883, 5884
- - Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 4494
- - Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 2783
- - Imam Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 8603
- - Imam Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 7738
- - Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 17154, 17157, 17169,17179
- - Imam Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 7120
- - Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 11071
- - Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘UmmalNo. 15609
URGENSI HADITS
Hadits ini merupakan dasar agama yang sangat penting. Memuat upaya sungguh-sungguh dalam melaksanakan semua ajaran Islam. Karena ihsan [melakukan sesuatu dengan baik dan benar] dalam suatu perbuatan, adalah keselarasan perbuatan itu dengan tuntunan syara’. Amal perbuatan, adakalanya berhubungan dengan masalah kehidupan manusia di dunia, sikap terhadap keluarga, saudara dan sesama manusia, dan adakalanya berhubungan dengan urusan akhirat, yaitu iman, yang merupakan perbuatan hati, dan Islam yang merupakan perbuatan anggota badan. Barangsiapa yang berlaku ihsan dalam melakukan amal perbuatan yang berhubungan dengan dunia dan akhiratnya, dengan penuh kebenaran dan kesempurnaan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, insya Allah.
AL-IHSAN
Al-Ihsan adalah menjadikan sesuatu menjadi baik. Dengan demikian, hakikat ihsan
berbeda-beda sesuai dengan perbedaan konteks pembicaraannya. Apabila dalam
konteks pembicaraan ibadah maka hakikat ihsan dalam ibadah seperti telah
dijelaskan pada hadits ke-2. Apabila dalam konteks pembicaraan muamalah dengan
sesama maka hakikat ihsan adalah menunaikan hak-hak sesama dan tidak
menzholiminya. Karena wujud sesama berbeda-beda, maka bentuk ihsannya pun
berbeda-beda sesuai dengan keadaannya masing-masing.
Syariat mewajibkan untuk berbuat ihsan dalam segala hal. Pengambilan hukum wajib tersebut diambil dari kata kitaabah. Ulama ushul menyatakan bahwa kata kitaabah dan derivasinya menunjukkan makna wajib.
Tata Cara Menyembelih Yang Memenuhi Kriteria Ihsan
Ihsan dalam menyembelih adalah mencari cara terbaik agar sembelihan cepat mati
tanpa menderita kesakitan. Hal itu bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Menajamkan pisau.
2. Mempercepat jalannya pisau.
3. Memegang sembelihan dengan benar.
4. Ahli menggunakan pisau.
5. Tidak di hadapan binatang lain.
Demikianlah Islam memerintah berbuat ihsan kepada binatang dan menunjukkan contoh prakteknya. Maka ihsan kepada yang lebih mulia kedudukannya dari pada binatang tentu lebih diperintahkan dan lebih dijelaskan contohnya. Oleh karena itu tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya tentang ihsan kepada Alloh, kepada sesama makhluk baik yang berakal atau tidak berakal. Sungguh rahmat Alloh dekat dengan muhsiniin.
KANDUNGAN HADITS
1. Keharusan
berlaku ihsan
Hadits ini merupakan nash [dalil] yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan.
Yaitu dengan melakukan perbuatan dengan baik dan maksimal. Allah juga telah
memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyuruh
[kamu] berlaku adil dan ihsan.” (an-Naml: 90)
Dalam ayat lain: “Dan berbuat ihsan-lah kalian, karena Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
Berlaku ihsan menjadi tuntutan saat menunaikan kewajiban, meninggalkan berbagai larangan, atau berinteraksi dengan sesama makhluk. Semua hal tersebut, dilakukan dengan sesempurna mungkin dan menjaga seluruh adab yang bisa menjadikan kesempurnaan perbuatan yang dilakukan. Jika ini dilakukan maka perbuatannya akan diterima Allah dan akan membuahkan hasil, yaitu pahala.
2. Ihsan
ketika membunuh
Ini dilakukan dengan cara menajamkan alat yang dipergunakan untuk membunuh,
mempercepat proses pembunuhan dengan semudah mungkin. Adapun pembunuhan yang
diperbolehkan adalah melalui jihad, qishash atau had [hukuman].
a. Membunuh musuh Allah, dalam sebuah peperangan, maka jalan yang paling mudah adalah dengan menebas lehernya dengan pedang. Firman Allah: “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir [di medan perang] maka tebaslah batang leher mereka.” (Muhammad: 4)
Nabi Muhammad saw. melarang membunuh dengan cara mutilasi, yaitu memotong-motong anggota badan, baik dilakukan saat orang itu sebelum mati maupun setelah mati. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Bahwa Nabi saw. melarang mutilasi.” (HR Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud)
Kalaupun orang-orang Muslim dibolehkan menggunakan senjata api ataupun meriam dan berbagai jenis bom penghancur, maka ini adalah sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan. Firman Allah: “Barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (al-Baqarah: 194)
Penggunaan senjata tersebut tidak boleh dilakukan untuk menyiksa mereka. sebagai catatan, beberapa negara kafir menganjurkan militernya untukk tidak membunuh musuhnya, namun cukup membuat mereka sekedar cacat. Karena secara ekonomi, prajurit yang cacat akan lebih membebani sebuah negara. Dengan demikian, peperangan yang berlaku adalah perang ekonomi, psikologis dan pengrusakan. Islam menolak barbarisme ini, karena perintah berlaku ihsan adalah untuk semua hal, terutama kepada semua manusia.
b. Qishash
Pelaksanaan qishash dilakukan dengan pedang, dan tetap tidak boleh melakukan
mutilasi. Namun bagaimana jika pembunuh tersebut telah membunuh dengan cara
mutilasi?
Imam Malik,
Syafi’i dan Ahmad –dalam pendapatnya yang mahsyur, menyatakan bahwa ia harus
dibunuh seperti ia membunuh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang wanita tengah berjalan di
Madinah. Lalu seorang Yahudi melemparnya dengan batu. Wanita tersebut dibawa
kepada Rasulullah dalam keadaan sekarat. Rasulullah bertanya kepadanya: “Apakah
si fulan yang membunuhmu?” Perempuan itu lalu mengangkat kepalanya. Rasulullah
saw. bertanya yang ketiga kalinya: “Apakah si fulan yang membunuhmu?” ia
menundukkan kepalanya. Kemudian Rasulullah saw. memanggil orang yang dimaksud
lalu memukul kepalanya di antara dua batu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sedangkan ats-Tsaury, Abu Hanifah dan Imam Ahmad [dalam pendapatnya yang tidak
mahsyur] menyatakan bahwa ia dibunuh dengan pedang.
Imam Ahmad [dalam pendapatnya yang ketiga] boleh dibunuh seperti ia membunuh. Kecuali jika dalam melakukan pembunuhan ia lakukan dengan cara membakar ataupun memotong-motong, maka hukum qishash dilakukan dengan pedang. Karena ada larangan mutilasi dan membakar dengan api.
c. Penerapan
hukuman mati terhadap orang kafir
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukuman mati terhadap orang kafir asli atau
murtad, tidak boleh dilakukan dengan mutilasi.
3. Larangan
membunuh dengan api
Rasulullah pernah membolehkan membunuh dengan cara membakar dengan api.
Kemudian beliau melarangnya. Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian
menyiksa dengan siksaan Allah swt.” (HR Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa betapa nilai-nilai yang diajarkan nabi sebenarnya
telah mendahului apa yang menjadi kesepakatan negara-negara maju, mengenai
larangan menggunakan jenis bom yang bisa membakar. Perlu diketahui bahwa
negara-negara besar dan kuat tidak komitmen terhadap larangan itu. Dan aturan
yang telah disepakati hanya menjadi coretan tinta di atas kertas.
Larangan
melakukan pembakaran juga meliputi terhadap binatang. Imam Ahmad, Abu Dawud,
dan Nasa’i meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: kami pernah
bersama Rasulullah saw. melewati perkampungan semut [tempat yang banyak
semutnya] yang sudah terbakar, Rasulullah kemudian marah dan berkata, “Tidak
patut bagi manusia, menyiksa dengan siksaan Allah.”
Karena itulah para ulama membenci pembakaran terhadap binatang, meskipun
binatang melata.
Ibrahim an-Nakha’i berkata: “Membakar kalajengking adalah pelanggaran.”
Imam Ahmad berkata: “Janganlah kamu memanggang ikan yang masih hidup.”
4. Larangan
mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati.
Tidak boleh mengurung binatang dengan cara apapun kemudian memukulnya hingga
mati.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. melarang kita
mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati. Disebutkan juga bahwa ketika
Ibnu Umar ra. berjalan di tengah sekelompok orang yang mengikat seekor ayam dan
melemparinya, ia berkata: “Siapakah yang melakukan ini? Sesungguhnya Rasulullah
saw. telah melaknat orang yang melakukan seperti ini.” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Larangan
menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. melarang
menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah, lalu dimakan. Akan tetapi
disembelih dahulu, baru setelah itu diperbolehkan dijadikan sasaran latihan
memanah.
6. Ihsan
ketika menyembelih binatang.
Termasuk Ihsan dalam menyembelih binatang adalah mengasah pisau hingga tajam.
Ia akan menenangkan binatang yang disembelih dan mempercepat kematiannya.
Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan untuk menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari binatang yang akan disembelih.” Beliau juga bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian hendak menyembelih binatang, maka sembelihlah dengan sekali sembelihan.”
Termasuk ihsan dalam menyembelih binatang adalah dengan cara menuntun binatang yang hendak disembelih dengan lembut.
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Abi Sa’id al-Hudriy ra. berkata, “Rasulullah saw. melewati seorang laki-laki menuntun seekor kambing dengan menarik telinganya. Rasulullah saw. bersabda, “Lepaskan telinganya, dan pegang bagian depan lehernya.”
Imam Ahmad berkata: “Binatang yang akan disembelih, dituntun ke tempat penyembelihan dengan lembut, pisau yang akan digunakan untuk menyembelih disembunyikan darinya kecuali ketika hendak menyembelihnya.”
Termasuk juga berbuat baik ketika menyembelih binatang adalah menyembelih hingga urat lehernya terputus.
Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. melarang menyembelih binatang yang hanya melukai kulitnya, dan tidak memotong urat lehernya.
Dianjurkan juga tidak menyembelih binatang dei depan binatang lainnya, menghadapkan binatang yang akan disembelih ke arah kiblat, membaca basmalah, membiarkan hingga mati, menghadirkan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengakui bahwa binatang yang disembelihnya adalah pemberian Allah, karena Allah lah yang telah menundukkan dan memberikan binatang-binatang itu kepada kita.
Juga termasuk bersikap ihsan terhadap binatang, adalah tidak membebani di luar kemampuannya, tidak menaikinya kecuali karena perlu dan tidak mengambil susunya kecuali tidak membahayakan anak hewan tersebut.
7. Setelah berbagai penjelasan ini, ktia tahu bahwa hadits ini merupakan satu dasar dari berbagai dasar Islam yang sangat penting, karena berisi seruan Rasulullah saw. agar berlaku ihsan dalam segala hal.
Tema-tema hadits :
1. Profesionalisme : 28 : 77
SURAT 28. AL QASHASH AYAT 77
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.
2. Berbuat baik hingga kepada seluruh makhluk (ihsan) : 2 : 195
SURAT 2. AL BAQARAH AYAT 195
وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan