ARBAIN HADITS KEENAM BELAS
MENJAGA MARAH
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
[رواه البخاري]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam : (Ya Rasulullah) nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan kamu marah. Beliau menanyakan hal itu berkali-kali. Maka beliau bersabda : Jangan engkau marah. (Riwayat Bukhori).
Takhrij
- - Imam Bukhari dalam Shahihnya No. 6116
- - Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 2020
- - Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 10011
- - Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 3580
- - Imam Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan, 1/340
Rahasia Di balik Jawaban Rasulullah
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam berulang kali diminta wasiat atau
nasihatnya oleh para sahabat. Jawaban yang diberikan oleh Rasulullah berbeda-beda. Rahasia perbedaan
jawaban tersebut menurut ulama ada 2, yaitu:
1. Disesuaikan dengan keadaan orang yang bertanya. Artinya jawaban Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh orang yang bertanya terkait dengan keadaannya.
2. Demi beragamnya wasiat yang sampai kepada umat. Maksudnya karena setiap wasiat Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan ditularkan kepada yang lain, maka Rasulullah meragamkan jawaban.
Jangan Marah
Perintah Rasulullah untuk tidak marah mengandung 2 penafsiran, yaitu:
1. Maksudnya tahanlah marah, yaitu ketika ada sesuatu yang membuat marah maka berusahalah untuk tidak melampiaskan kemarahannya.
2. Menghindarkan diri dari sebab-sebab yang mendatangkan kemarahan.
Terapi Ketika Menghadapi
Kemarahan
Ada beberapa cara untuk terhindar dari melampiaskan kemarahan, di antaranya:
1. Duduk, jika ketika marah dia dalam keadaan berdiri.
2. Mengucapkan kata-kata yang baik.
3. Berwudhu.
Fiqhul Hadits (kandungan hadits)
1. Akhlak seorang muslim. Seorang Muslim adalah orang yang memiliki akhlak yang
terpuji, berhias dengan kesabaran dan rasa malu, berpakaian tawaadlu’ dan
sayang kepada sesama. Dalam dirinya terpancar tanda-tanda keberanian, mampu
menahan segala beban, berusaha untuk tidak mencelakai orang lain, pemaaf, penuh
kesabaran dan mampu menahan emosi. Wajahnya senantiasa berseri-seri dalam
keadaan apa pun. Arahan ini yang diberikan Rasulullah saw. kepada sahabat yang
minta nasehat. Sebuah ungkapan yang singkat dan padat, mencakup semua kebaikan
dan menganulir segala bentuk keburukan.
2. Rindu kepada surga. Pesan Rasulullah saw. di atas ditujukan kepada penanya
yang ingin menempuh jalan ke surga, dengan meminta nasehat singkat, agar ia
bisa menghafal dan memahaminya. Pesan tersebut adalah laa taghdlab (jangan
marah). Artinya berakhlaklah dengan akhlak mulia, akhlak para nabi, akhlak
al-Qur’an, akhlak yang bersumber dari keimanan. Jika membiasakan diri dengan
akhlak ini, bahkan menjadi tabiat dan watakmu, niscaya kamu tidak akan mudah
marah dan mengetahui sikap yang mesti anda ambil.
3. Kesabaran kunci kemenangan dan keridlaan. Manakala nafsu dan kekuatan jahat
telah bergolak dan menguasai diri, janganlah kamu menyerah begitu saja,
membiarkan diri dikuasai oleh kemarahan, merasa hanya dirimu yang berhak
melarang dan memerintah, lalu kamu melanggar berbagai larangan Allah swt..
Sebaliknya bekerja-keraslah melawan seraya mengingat akhlak seorang muslim
sejati. Sebagaimana disebutkan oleh Allah swt. dalam ayat-Nya yang artinya:
“dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imraan:
133-134). Dengan demikian kamu terbebas dari kemarahan Allah swt. dan berhak
menjadi penghuni syurga yang kekal abadi.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Abdullah Ibnu ‘Umar ra. bertanya kepada Nabi
saw.: “Apa yang bisa menjauhkanku dari kemurkaan Allah swt.?” Rasulullah saw.
menjawab: “Jangan marah.” Hasan al-Bashri berkata: “Empat perkara, siapapun
yang dapat melakukannya, tentulah Allah akan menjaganya dari setan dan
dijauhkan dari neraka. Yaitu orang yang mampu menguasai dirinya ketika merasa
ingin, merasa takut, ketika birahinya bergejolak, dan ketika marah.”
4. Kemarahan merupakan kumpulan kejahatan. Sebaliknya, mengendalikan marah
adalah kumpulan kebaikan. Dalam hadits di atas kita melihat bahwa si penanya,
ketika dikatakan kepadanya: “Jangan marah.” Ia memahami dan langsung menerima
nasehat tersebut. Akan tetapi ia mengulangi permintaannya untuk diberi nasehat.
Seolah-olah ia mengira bahwa nasehat yang diberikan kepadanya hanyalah sesuatu
yang sederhana. Maka ia ingin mendapatkan tambahan agar lebih bermanfaat, dan
tujuannya masuk surga pun tercapai. Namun Rasulullah saw. tetap memberikan
jawaban yang sama. Ini merupakan penegasan bahwa pesan tersebut sudah cukup,
jika benar-benar dipahami maksudnya dan diamalkan.
Setelah penegasan berulang-ulang barulah penanya sadar dan memahami maksud
Rasulullah saw.. Imam Ahmad meriwayatkan dari orang yang bertanya, bahwa ia
berkata: “Setelah itu saya memahami, bahwa kemarahan mencakup seluruh
kejahatan.” Artinya, jika tidak marah maka sebenarnya seseorang telah
meninggalkan semua kejahatan. Dan barangsiapa yang meninggalkan kejahatan, maka
ia akan mendapatkan semua kebaikan.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah saw.: “Perbuatan apakah yang paling mulia?” Rasulullah saw.
menjawab: “Akhlak yang terpuji. Yaitu janganlah kamu marah, meskipun kamu mampu
melampiaskan kemarahan.”
5. Kemarahan adalah kelemahan, sedangkan kesabaran adalah kekuatan. Cepat marah
merupakan tanda lemahnya seseorang, meskipun ia memiliki lengan yang kuat dan
badan yang sehat. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang kuat, bukanlah karena jago dalam
bergulat. Orang yang kuat adalah orang yang mempu menguasai dirinya ketika
marah.”
6. Dampak dari kemarahan. Marah adalah akhlak yang tercela, tabiat yang buruk,
dan senjata yang membahayakan. Jika seseorang terperosok kedalam amarah, maka
akan berdampak negatif bagi diri dan masyarakatnya.
a. Dampak buruk bagi dirinya. Dampak negatif ini bersifat fisik, akhlak, dan
ruhiyah. Anda dengan mudah dapat mengetahui hal ini, manakala anda membayangkan
orang yang tengah marah. Warna kulitnya berubah, tekanan darahnya naik,
badannya gemetar, gerakannya kacau, suaranya meninggi, mulutnya mengucapkan
kata-kata yang kasar, keras, membentak, mencaci dan boleh jadi mengucapkan
kata-kata yang diharamkan, dan terkadang bisa mengeluarkan seseorang dari
Islam. Sebagai contoh mengucapkan kata-kata kufur, kata-kata yang bertentangan
dengan agama dan lain sebagainya. Ditambah lagi, perilakunya yang gegabah,
menghambur-hamburkan uang dan menyakiti diri sendiri.
b. Dampak negatif bagi masyarakat. Marah akan melahirkan rasa iri dan dendam,
yang selanjutnya jika mayoritas penduduknya bukan muslim, akan berakibat
diusirnya kaum muslimin dari negeri itu. Bahkan senang terhadap musibah yang
menimpa kaum muslimin. Dengan demikian permusuhan dan kebencian menjalar di
antara teman sejawat, silaturahim antar kerabat menjadi putus, sehingga
kehidupan menjadi rusak dan masyarakat menjadi hancur.
7. Mencegah kemarahan. Marah merupakan tabiat dan bawaan manusia. Akan tetapi,
seorang muslim yang senantiasa berhubungan dengan Allah swt. akan berusaha
semaksimal mungkin untuk tidak marah. Yaitu dengan cara menjauhkan semua
perkara yang dapat menimbulkan kemarahan dan berusaha meredam jika kemarahan
telah meledak.
a. Penyebab kemarahan: sombong, merasa tinggi hati, membanggakan diri, menghina
orang lain, banyak bercanda, suka perdebatan, melakukan perkara-perkara yang
sebenarnya tidak bermanfaat, ambisi untuk harta dan kedudukan yang lebih.
Seorang muslim dianjurkan untuk menjauhi akhlak-akhlak yang tercela dan
mendidik dirinya dengan akhlak-akhlak yang mulia.
b. Cara mencegah marah.
– Melatih jiwa dengan akhlak yang terpuji: sabar, lemah lembut, tidak
tergesa-gesa dalam segala hal, dan lain sebagainya. Teladan kita dalam hal ini
adalah Rasulullah saw.. Ketika Zaid bin Sa’nah, sebelum masuk Islam, mendatangi
beliau dan menagih hutang yang belum jatuh tempo, dengan sikap yang sangat
kasar. Beliau menghadapinya dengan senyum dan sabar. Bahkan beliau melarang
Umar yang menghardik laki-laki tersebut dengan berkata: “Hai Umar, aku dan dia
tidak membutuhkan sikap seperti itu. Lebih baik engkau menyuruhku melunasi
hutangku, dan menyuruhnya menagih hutang dengan baik.” Setelah itu beliau
melunasi hutangnya, bahkan jumlahnya melebihi hutang semula, sebagai imbalan
dari hardikan yang diterima dari Umar. Akhirnya sikap Rasulullah saw. ini
menjadi penyebab masuknya Zaid bin Sa’nah ke dalam Islam.
– Mengingat-ingat dampak dari marah, keutamaan meredam marah dan keutamaan
memaafkan orang yang berbuat salah. Allah berfirman: “Dan orang yang bisa
meredam amarah dan memaafkan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berlaku ihsan.” (Ali ‘Imraan: 134).
Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda: “Barangsiapa yang menahan amarah dan ia sebenarnya mampu untuk
meluapkannya, maka pada hari kiamat kelak, ia akan dipanggil Allah di hadapan
semua makhluk-Nya, lalu ia disuruh memilih bidadari yang ia inginkan.”
Dalam riwayat Ahmad tersebut disebutkan: “Tidaklah seseorang menahan amarah,
karena Allah, kecuali rongganya akan dipenuhi keimanan.” Dan dalam riwayat Abu
Dawud disebutkan, “Allah akan memenuhi perutnya dengan ketenangan dan
keimanan.”
– Ta’awudz (a-‘uudzubillaaHi minasy syaithaanir rajiim). Allah berfirman, “Dan
jika engkau ditimpa godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Mahamengetahui.” (al-A’raaf: 200)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa dua orang laki-laki saling mencaci
di samping Rasulullah saw.. Salah satunya mencaci saudaranya sambil marah,
hingga wajahnya memerah. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku
mengetahui satu kalimat, andai ia ucapkan, tentulah kemarahan yang mereka alami
akan hilang. Yaitu a-‘uudzubillaaHi minasy syaithaanir rajiim (aku berlindung
kepada Allah dari kejahatan syaitan yang terkutuk.)”
– Mengubah posisi. Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian marah dan dia berdiri, maka
duduklah. Karena kemarahan akan hilang. Jika belum hilang maka berbaringlah.”
Hal itu dikarenakan posisi berdiri lebih mudah untuk meluapkan dendam, lain
halnya dengan duduk ataupun berbaring.
– Menghentikan bicara. Karena dengan tetap bicara, sangat mungkin kemarahannya
bertambah, atau ia mengucapkan perkataan yang akan ia sesali setelah
kemarahannya reda. Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang di antara
kalian marah, maka diamlah.” Nabi saw. mengucapkannya tiga kali. (HR Imam
Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud)
– Berwudlu. Karena pada dasarnya, kemarahan adalah api yang membara dalam diri
manusia, maka air akan memadamkan api tersebut. Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya kemarahan pada dasarnya adalah bara yang sedang membakar di hati
anak Adam.” (Hr Imam Ahmad dan Tirmidzi). Wudlu juga merupakan ibadah dalam
rangka dzikrullah (mengingat Allah) yang akan membuat syaitan yang sedang menyalakan
api amarah pada diri seseorang, lari dan bersembunyi. Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya amarah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Jika
seseorang di antara kalian marah maka berwudlulah.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
8. Marah karena mencari keridlaan Allah. Marah yang harus dijauhi oleh setiap
muslim adalah marah yang didasari dendam dan bukan untuk membela ajaran Allah
swt. Adapun marah untuk membela agama Allah, maka marah seperti itu adalah
marah yang terpuji. Allah berfirman: “perangilah mereka, niscaya Allah akan
menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan
menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati
orang-orang yang beriman.” (at-Taubah: 14)
Dan dalam riwayat Bukhari di dari sebutkan bahwa Rasulullah saw. lebih pemalu
daripada gadis dalam pinangan. Jika beliau melihat sesuatu yang tidak disukai,
maka kami bisa mengetahuinya dari wajahnya.” Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa Rasulullah saw. tidak pernah marah. Namun jika larangan Allah dilanggar,
maka tidak ada sesuatu pun yang dapat meredam kemarahannya.” (HR Bukhari,
Muslim, dan lainnya)
9. Orang yang marah bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Jika disaat marah,
seseorang merusak harta orang lain, maka ia harus menggantinya. Jika ia
membunuh seseorang, dengan sengaja dan penuh permusuhan, maka ia layak
mendapatkan qishash. Jika ia mengucapkan kekufuran, maka dianggap murtad sampai
ia bertaubat kembali. Jika ia bersumpah, maka sumpahnya sah dan harus
dilaksanakan. Dan jika mengucapkan thalak (cerai), maka ia benar-benar telah
menceraikan istrinya.
10. Hadits ini mengisyaratkan semangat yang tinggi seorang muslim untuk selalu
mendapatkan nasehat, mengetahui sisi-sisi kebenaran dan senantiasa menambah
pengetahuan dengan ilmu yang bermanfaat.
11. Hadits ini mengisyaratkan untuk sedikit bicara, banyak bekerja, dan
memberikan pelajaran dengan keteladanan yang baik.
Tema hadits :
1. Meninggalkan sifat pemarah : 3 : 159, 3 : 134
SURAT 3. ALI 'IMRAN AYAT 159
فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
SURAT 3. ALI 'IMRAN AYAT 134
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan