ARBAIN HADITS KELIMA BELAS
BERKATA BAIK ATAU DIAM
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu
Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata
baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia
menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Takhrij
- - Imam Bukhari dalam Shahihnya No. 6138, 6475
- - Imam Muslim dalam Shahihnya No. 48
- - Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 5154
- - Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 2500
- - Imam Malik dalam Al Muwaththa No. 1660
- - Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 516
- - Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 7626, 7645, 9595, 9967,9970
- - Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 2332, 6218
- - Imam Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd No. 368, 372
- - Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 9533, 9584
- - Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 4121
- - Imam Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 19746
- - Imam Ibnu Mandah dalam Al Iman No. 298
- - Imam Ibnu Abi Ad Dunya dalam Makarimul Akhlaq No.323, juga dalam Ash Shamt No. 40
- - Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 2035
URGENSI HADITS
Ibnu Hajar ra. berkata: “Hadits ini termasuk jawami’ul
kalim (ucapan yang singkat dan padat). Mencakup tiga hal yang menghimpun
berbagai akhlak terpuji, baik dalam perbuatan maupun ucapan.
Lebih lanjut lihat kembali urgensi hadits yang ketiga belas.
Hak Alloh Dan Hak Hamba
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak
Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa
diawasi oleh Alloh. Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan
adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan
orang lain.
Menjaga Lisan
Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau
kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah
dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang
tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114,
yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang
membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan
termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan.
Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena
menjaga lisan adalah yang paling berat.
Memuliakan Orang Lain
Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan
kemuliaan bagi pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang lain adalah
melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.
Batasan Tetangga Dan Tamu
Tetangga menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya kapan
secara adat dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga juga oleh
syariat. Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam syariat dan tidak ada
batasannya secara syariat dan bahasa maka pengertiannya dikembalikan kepada
adat.
Batasan tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak memiliki kemampuan untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan. Jika mampu maka hukumnya sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1 malam, sempurnanya 3 hari 3 malam.
KANDUNGAN HADITS
1. Hubugan antara anggota masyarakat.
Manusia hidup di dunia ini berbaur dengan manusia lain. Satu dengan lain
terjalin berbagai hubungan, dan saling membutuhkan. Islam berusaha agar
hubungan tersebut terjalin dengan baik dan benar. Ini akan terealisasi ketika
antara satu dengan lainnya saling menghormati, dan komitmen terhadap adab
pergaulan. Termasuk dalam adab tersebut adalah perkataan yang baik, menghormati
tetangga, menjamu tamu dengan baik. Inilah perkara-perkara yang dianjurkan oleh
Rasulullah saw. dalam hadits di atas.
2. Membatasi diri untuk berkata yang baik adalah di
antara tanda kesempurnaan iman seseorang.
Dalam hadits ini Rasulullah saw. mendorong kita untuk komitmen terhadap
etika-etika yang baik dan perbuatan yang bermanfaat. Dorongan tersebut
dilakukan dengan cara menjelaskan kepada kita bahwa di antara tanda
kesempurnaan iman seseorang adalah membatasi diri berbicara yang bermanfaat
baginya, baik yang berurusan dengan urusan dunia maupun akhirat, dan hal-hal
yang membawa manfaat bagi masyarakatnya. Seorang muslim tidak akan bicara
seputar hal-hal yang bisa membuat rasa sakit dan mengarah pada kerusakan.
Karena hal tersebut akan mendapat kemarahan dan kebencian dari Allah swt.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya, dari Anas ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidak akan lurus [benar] keimanan seseorang, sehingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang sehingga lisannya lurus.” Maksudnya menjaga dari berbagai ucapan yang tidak ada kebaikannya sama sekali.
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. bersabda, “Seorang hamba tidak akan mencapai hakekat iman, sehingga ia menjaga lisannya.”
3. Banyak bicara yang tidak bermanfaat, menyebabkan
kehancuran.
Membicarakan hal-hal yang tidak berguna dapat menyebabkan tidak berpahalanya
suatu amal perbuatan dan tidak bisa masuk surga. Karena itu seorang muslim jika
mau bicara hendaklah berfikir terlebih dahulu. Jika ia melihat apa yang akan
diucapkannya itu adalah kebaikan dan bisa mendatangkan pahala, barulah ia mengucapkannya.
Bila sebaliknya maka hendaknya ia menahannya dan tidak mengucapkannya. Sikap
seperti itu membawa kebaikan dan keselamatan bagi dirinya. Karena setiap lafadz
yang ia ucapkan akan dihisab. Hanya ada dua kemungkinan, pahala atau siksa.
Allah berfirman: “Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 18)
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridlai Allah swt. ia tidak begitu memperhitungkan kata tersebut, akan tetapi satu kata itu sangat berharga di sisi Allah. Seorang mengucapkan kata yang dibenic Allah swt. Ia tidak begitu memperhitungkan kata tersebut, akan tetapi satu kata itu menyebabkannya masuk neraka.” (HR Bukhari)
Hadits yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal ra: “Tidaklah manusia terjerumus ke dalam neraka kecuali karena perkataannya.”
4. Adab bicara.
a. Seorang muslim hendaknya senantiasa berusaha berbicara hal-hal yang
mendatangkan manfaat, dan tidak mengucapkan ucapan yang tidak diperbolehkan.
Dalam mensifati orang mukmin, Allah swt. berfirman, “Dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak berguna.” (al-Mukminun: 3)
Perkataan yang tidak berguna tersebut di antaranya ghibah, namimah, mencela
orang, dan lain sebagainya.
b. Tidak banyak bicara.
Seorang muslim hendaknya tidak banyak biara. Karena dengan banyak bicara,
meskipun dalam hal yang diperbolehkan, bisa jadi menjerumuskan pada hal yang
dilarang atau makruh.
Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah kalian banyak bicara, yang bukan dzikir kepada Allah. Karena banyak
bicara yang bukan dzikir kepada Allah, akan membuat hati keras. Dan manusia
yang paling jauh dari Tuahnnya adalah yang hatinya keras.”
Umar ra.berkata: “Barangsiapa yang banyak bicara, tentu banyak salahnya.
Barangsiapa banyak salahnya tentu banyak dosanya, dan barangsiapa yang banyak
dosanya maka neraka lebih pantas baginya.”
c. Wajib berbicara ketika diperlukan, terutama untuk
menjelaskan kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar. Ini adalah sikap mulia yang
jika ditinggalkan termasuk pelanggaran dan dosa. Karena orang yang mendiamkan
kebenaran pada dasarnya adalah setan bisu.
5. Berlaku baik kepada tetangga.
Di antara tanda kesempurnaan iman dan Islam adalah berlaku baik kepada tetangga
dan tidak menyakitinya. Dalam firman-Nya Allah swt. telah mensejajarkan
perintah berbuat baik kepada tetangga dengan perintah untuk beribadah hanya
kepada-Nya.
“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu
pun. Berbuat baiklah terhadap orang tua, kerabat dekat, anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat.” (an-Nisaa’: 36)
Berbuat baik terhadap tetangga merupakan keharusan. Bahkan perhatian yang diberikan oleh Islam terhadap masalah ini, tidak ditemui pada peradaban lain. Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jibril terus mewasiatiku perihal tetangga. Hingga aku menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris.”
6. Menyakiti tetangga merupakan penyakit iman yang dapat
menyebabkan kehancuran.
Islam melarang kita menyakiti tetangga, dan mengkategorikannya sebagai dosa
besar yang akan berbuah siksa yang pedih. Menyakiti tetangga juga menjadi penghalang
unuk mencapai kesempurnaan iman.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra. bahwa ketika Rasulullah saw. ditanya tentang dosa yang paling besar, beliau menjawab: “Menjadikan Allah sekutu, padahal Dia menciptakanmu,” beliau ditanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Engkau membunuh anakmu karena engkau takut ia akan makan bersamamu.” Beliau ditanya lagi: “Lalu apa?” Beliau menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Yakni merayu istri tetanggamu hingga ia bersedia melakukan zina denganmu.
Bukhari meriwayatkan dari Abi Syarih ra. bahwa Nabi saw. bersabda, “Demi Allah, tidak sempurna imannya.” “Demi Allah, tidak sempurna imannya.” “Demi Allah, tidak sempurna imannya.” Rasulullah saw. ditanya: “Siapakah yang tidak sempurna imannya ya Rasul?” Rasulullah saw. menjawab: “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.”
Imam Ahmad dan Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulallah, fulanah selalu shalat malam dan puasa di siang hari. Akan tetapi ia sering mencela tetangganya.” Rasulullah saw. menjawab: “Ia tidak baik, dan tempatnya adalah di neraka.” disebutkan keapda Nabi saw. bahwa fulanah hanya melaksanakan shalat wajib, puasa Ramadlan, dan bershadaqah secuil keju. Akan tetapi tidak pernah menyakiti tetangganya.” Rasulullah saw. bersabada: “Ia masuk surga.”
7. Cara berbuat baik kepada tetangga.
a. Membantu kebutuhannya
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Umar ra. berkata: “Jangan sampai seorang mukmin
kenyang sedang tetangganya kelaparan.”
Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah sempurna iman
seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya kelaparan,
padahal ia mengetahui.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar ra. bahwa Rasulullah saw. pernah
berpesan kepadanya, “Jika kamu memasak masakan yang berkuah, maka banyakkanlah
airnya. Lalu berilah mereka bagian.”
b. Memberikan sesuatu yang bermanfaat.
Meskipun harus mengorbankan haknya. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jangan sampai kamu melarang
tetanggamu memasang kayu pada dindingmu.”
c. Memberi hadiah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah merendahkan hadiah kepada tetangga meskipun hanya tulang yang
sedikit sekali dagingnya.” Hadits ini merupakan anjuran untuk memberikan hadiah
kepada tetangga dalama keadaan apapun.
8. Menghormati tamu.
Menghormati tamu merupakan tanda kesempurnaan iman. Dalam hadits disebutkan
bahwa barangsiapa yang komitmen terhadap ajaran Islam dan mengikuti jejak
orang-orang mukmin, maka ia harus menghormati tamu. Sikap ini merupakan bukti
rasa percaya dan ketawakalan seseorang kepada Allah. Karena itu Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
memuliakan tamu.”
Apakah jamuan terhadap tamu, merupakan hak tamu atau bentuk kebaikan tuan rumah?
Imam Ahmad dan Laits berpendapat bahwa menjamu tamu adalah wajib, selama sehari semalam. Hal itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Menjamu tamu sehari semalam, adalah kewajiban bagi setiap muslim.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra, bahwa para shahabat ra. berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya engkau mengutus kami, lalu kami singgah pada sekelompok kaum yang tidak menjamu kami, bagaimana pendapatmu?” Rasulullah saw. menjawab: “Jika kalian singgah pada suatu kaum, dan mereka memberikan kepada kalian apa-apa yang seharusnya diberikan kepada tamu, maka terimalah. Jika mereka tidak melaksanakannya maka ambillah hak kalian, sebagai tamu, yang seharusnya diberikan mereka.”
Juga berdarakan hadits yang menjadi tema utama, “Maka hendaklah ia menghormati tamunya” gaya bahasa hadits ini berupa “perintah”, sedangkan perintah menunjukkan wajib.
Adapun jumhur ulama, mereka berpendapat bahwa menjamu tamu adalah sunnah, termasuk akhlak mulia, dan bukan wajib. Ini didasarkan oleh sabda Rasulullah saw. “Fal yukrim (Maka hendaklah ia menghormati).
Riwayat lain menyebutkan “fal yuhsin” (berlaku baiklah). Kedua ungkapan ini menunjukkan wajib. Karena ikram [memulyakan] dan ihsan [berlaku baik] termasuk al-bir [kebaikan] dan akahlak yang terpuji.
9. Adab menerima tamu dan bertamu.
Menghormati bisa dalam bentuk bersikap ramah, berbicara dengan baik, bersegera
menyajikan jamuan, termasuk menjamu dengan makanan yang ada atau lebih baik
dari yang dimakan keluarganya, selama sehari semalam. Dua hari berikutnya
dijamu dengan makanan yang dimakan keluarganya, dengan tidak memaksakan diri
hingga membebani keluarganya.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jamuan bagi tamu selama tiga hari, sedangkan jamuan yang lebih baik dari makanan yang dimakan anggota keluarga adalah sehari semalam, lebih dari itu dianggap shadaqah.”
Sedangkan sebagai tamu, hendaknya tidak memberatkan dan tidak mengganggu orang yang dikunjungi. Termasuk memberatkan orang yang dikunjungi adalah menginap lebih dari tiga hari, atau menginap di rumah orang yang dikunjungi, dan dia tahu bahwa orang yang dikunjunginya itu tidak memiliki sesuatu untukk menjamunya.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Syuraih ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seorang muslim tidak diperbolehkan menginap di rumah saudaranya, hingga membuatnya berdosa.” Para shahabat bertanya: “Bagaimana bisa membuatnya berdosa ya Rasulallah?” Beliau menjawab: “Menginap di rumahnya dan ia tidak memiliki sesuatu untuk menjamu.” Dalam keadaan seperti ini, tamu harus segera pergi, terlebih setelah tiga hari, karena orang yang dikunjungi telah menunaikan kewajibannya.
10. Urgensi penerapan hadits
Penerapan isi hadits ini sangat penting karena akan menciptakan persatuan dan
persaudaraan, serta menyingkirkan semua perasaan dendam dan dengki.
Manusia senantiasa hidup berdampingan satu sama lainnya. Hampir semuanya pernah
bertamu ataupun kedatangan tamu. Jika setiap tetangga menghormati tetangganya,
dan setiap orang memuliakan tamunya, niscaya masyarakat akan baik, karena telah
tercipta persaudaraan dan rasa saling menyayangi. Apalagi jika semua anggota
masyarakat komitmen terhadap berbagai adab yang ada dalam hadits di atas,
berbicara yang baik atau diam.
Tema hadits dan ayat-ayat Al Quran yang terkait :
1. Iman dan pengaruhnya dalam prilaku keseharian: 16: 97
SURAT 16. AN NAHL ayat 97
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًۭا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةًۭ طَيِّبَةًۭ ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.
2. Menjaga perkataan: 50 : 18,
SURAT 50. QAAF ayat 18
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Dan datanglah sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.
3. Hubungan baik dengan tetangga : 4 : 36,
SURAT 4. AN NISAA' ayat 36
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًۭٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًۭا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًۭا فَخُورًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
4. Sikap mulia terhadap tamu : 51 : 24-27
{هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ (24) إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ (25) فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (26) فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ (27)
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, "Salaman.” Ibrahim menjawab, "Salamun, " (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, "Silakan kamu makan.”
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan