ARBAIN HADITS KEDELAPAN BELAS
KEBAIKAN MENGHAPUS KESALAHAN
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ "
[رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Zar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam beliau bersabda : Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik “ (Riwayat Turmuzi, dia berkata haditsnya hasan, pada sebagian cetakan dikatakan hasan shahih).
Takhrij
ü Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1987, dari Abu Dzar dan Muadz bin Jabal
ü Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 21354, 21403, dari Abu Dzar, dan No. 21988, dari Muadz bin Jabal. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan.
ü Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 8023, dari Muadz bin Jabal, dan No. 8026, dari Abu Dzar
ü Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 1913, dari Abu Dzar, dan No. 5246, dari Muadz bin Jabal
ü Imam Ad Darimi dalam Sunannya No, 2791, dari Abu dzar
ü Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain No. 187, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya. Penshahihan Ini disepakati oleh Imam Adz Dzahabi
ü Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 296, 287, dari Muadz bin Jabal. Juga dalam Al Mu’jam Ash Shaghir No. 530, dari Muadz bin Jabal
ü Imam Al Bazzar dalam Musnadnya No. 4022, dari Abu Dzar
ü Imam Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 4/378
ü Imam Ibnu ‘Asakir (61/314), dari Anas bin Mali
Syaikh Al Albani juga menghasankan dalam beberapa kitabnya, baik yang riwayat Abu Dzar, Muadz, dan Anas. (Shahihul Jami’ No. 97, Misykah Al Mashabih No. 5083, Shahih At Targhib wat Tarhib No. 2655, 3160)
SABABUL WURUD (LATAR BELAKANG HADITS)
Pesan Rasulullah saw. yang ditujukan kepada Abu Dzar ra.
dan Mu’adz ini, disebutkan melalui berbagai jalur dan berbagai kesemptan, di
antaranya:
a. Ibnu Abdul Bar meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. mengutus Mu’adz
bin Jabal ke Yaman, lalu beliau bersabda: “Ya Mu’adz bertakwalah kamu kepada
Allah, pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji. Jika kamu melihat
kesalahan ikutilah dengan kebaikan. Mu’adz lalu berkata: “Ya Rasulallah,
[ucapan] tidak ada Tuhan selain Allah termasuk kebaikan?” Rasulullah saw.
menjwab: “Kalimat itu merupakan kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
b. Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Dzar ra. berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai
Rasulallah, ajarkanlah kepadaku suatu perbuatan yang bisa mendekatkanku ke
surga dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah saw. menjawab: “Jika kamu
melakukan kejelekan, maka lakukanlah kebaikan. Karena kebaikan tersebut akan
dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” Saya berkata: “Wahai Rasulallah,
apakah kalimat Laa ilaaHa illallaaH termasuk kebaikan?” Rasulullah saw.
menjawab, “Kalimat tersebut kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
TAKWALLOH
Makna takwalloh (takwa kepada Alloh) adalah membuat perisai antara dirinya
dengan azab dan murka Alloh, baik di dunia ataupun di akhirat. Dan perisai yang
paling asasi adalah menegakkan tauhidulloh.
Perintah untuk bertakwa ditujukan kepada 3 sasaran, yaitu:
1. Ditujukan kepada seluruh manusia, maka takwa di sini maknanya adalah menunaikan tauhid dan membersihkan dari syirik.
2. Ditujukan kepada kaum mukminin, maka takwa di sini maknanya adalah melaksanakan ketaatan kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh dan meninggalkan kemaksiatan kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh.
3. Ditujukan kepada seseorang yang sudah bertakwa, maka perintah takwa di sini maknanya adalah perintah untuk melestarikan ketakwaannya.
Ruang lingkup Takwalloh meliputi seluruh tempat dan waktu, artinya di manapun dan kapan pun berada serta dalam kondisi apapun terkena kewajiban takwalloh. Dengan demikian, sifat takwalloh berbeda-beda sesuai dengan tempat, waktu dan keadaannya.
Kebajikan Menghapus Keburukan
Kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan pahala, dan keburukan adalah sesuatu
yang mendatangkan dosa atau siksa. Kebajikan yang dapat menghapus keburukan ada
2 tingkatan, yaitu:
ü Melakukan kebajikan dengan niat untuk menghapus keburukan. Jika melakukan kebajikan dengan niat menghapus keburukan maka sudah terkandung di dalamnya penyesalan dan taubat atas kejelekannya.
ü Melakukan kebajikan tanpa adanya niat menghapus keburukan. Kebajikan seperti ini secara umum akan menghapuskan kejelekannya sesuai dengan kadarnya masing-masing. Derajat yang ke-2 ini lebih rendah dibanding derajat yang pertama.
HUSNUL KHULUQ
Husnul Khuluq adalah banyak berderma, tidak menyakiti dan berwajah ceria.
Inilah tafsir Husnul Khuluq kepada sesama manusia. Seseorang mendapatkan Husnul
Khuluq secara thobi’í atau hasil usaha. Seseorang yang melakukan Husnul Khuluq
sebagai hasil dari jerih payahnya lebih besar pahalanya dibanding dengan yang
melakukan karena sudah tabiatnya. Karena kaidah menyatakan, “Jika sesuatu
diwajibkan oleh syariat maka yang lebih mendapatkan kesulitan dalam
pelaksanaannya lebih besar pahalanya. Berbeda dengan apabila sesuatu itu
disunahkan, maka tidak secara otomatis yang lebih mendapatkan kesulitan lebih
besar pahalanya.”
KANDUNGAN HADITS
1. Manusia adalah khalifah di muka bumi
Allah menciptakan manusia dan memberi nikmat yang sangat dan tak terhitung.
Lalu Allah memilih di antara manusia itu para Rasul. Mereka mendapatkan wahyu
dari langit untuk menjelaskan jalan kebaikan dan kebahagiaan.
Allah menyuruh segenap manusia untuk menyembah-Nya semata dan tidak menyukutukan-Nya dengan suatu apapun. Allah juga memerintahkan agar mereka melaksanakan apa yang diperintahkan, menjauhi semua yang dilarang, bersegera melakukan kebaikan, menahan diri dari semua yang munkar, berusaha mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh manusia, bersikap penuh kasih, saling bekerja sama, penuh persaudaraan, berusaha mengulurkan tangan untuk membantu saudaranya yang lain, menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, memiliki jiwa yang baik, dan ucapan yang penuh kearifan dan kelembutan.
Dengan semua hal di atas, manusia akan mendapatkan
kemenangan, kebahagiaan dunia dan akhirat , dan kekhalifahan mereka di bumi pun
terealisasi. Kekhalifahan itulah yang membuat Adam lebih tinggi kedudukannya
dibanding Malaikat. Allah Swt berfirman: “Dan ketika Kami perintahkan kepada
malaikat untuk sujud kepada Adam, maka mereka semua sujud.” (al-Baqarah: 34)
Inilah yang dipesankan oleh Rasulullah saw. kepada kita dalam hadits di atas.
2. Pesan yang abadi
Betapa indahnya pemberian yang diterima dua shahabat di atas. Pemberian yang
didengar langsung dari murabbi (pembimbing)nya, Muhammad saw.
Pada awalnya pesan ini hanya untuk mereka berdua, kemudian menjadi nasehat dan
bimbingan bagi seluruh umat, karena berisi kebaikan dan manfaat yang sangat
besar di dalamnya. Yang bisa mewujudkan kebahagiaan manusia di dunia dan
akhirat. Pesan yang agung, mencakup seluruh hak Allah swt. dan hak hamba-Nya.
3. Takwa adalah jalan keselamatan
Taujih yang paling penting bagi kita dalam hadits ini adalah “Takwa kepada
Allah.” Takwa merupakan sumber dari semua kebaikan dan mencegah segala
keburukan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan pertolongan Allah swt.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Allah swt. juga menjajikan kepada mereka rizky yang baik dan jalan keluar dari
semua kesulitan, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizky dari jalan yang tidak
diduga.” (ath-Thalaq: 2-3)
Dengan takwa mereka juga akan dilindungi dari muslihat musuh, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, jika kamu mendapat bencana mereka bergembira. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu.” (Ali ‘Imraan: 120)
Allah swt. juga akan memberikan rahmat bagi orang-orang yang bertakwa. “…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa… “ (al-A’raaf: 156)
Di akhirat, orang-orang yang bertakwa berada di sisi Allah swt: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi, di sisi [Rabb] Yang Maha Berkuasa.” (al-Qamar: 54-55)
Banyak sekali ayat dan hadits yang memuat keutamaan takwa dan betapa besar dampak positif yang akan dipetik. Hal ini tidaklah mengherankan karena ketakwaan adalah jalan orang-orang mukmin, juga akhlak para Nabi dan Rasul. Allah swt berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (al-An’am: 90)
Takwa juga sesuatu yang dipesankan Allah swt. kepada semua hamba-Nya, baik yang terdahulu maupun yang akan datang. Barangsiapa yang komitmen dengannya maka ia beruntung, dan barangsiapa yang menolak maka ia akan binasa dan merugi.
Allah befirman: “Dan sungguh telah Kami pesankan [memerintahkan] kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan [juga] kepada kamu, bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka [ketahuilah], sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumia hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Mahaterpuji.” (an-Nisaa’: 131)
4. Hakekat Takwa
Takwa adalah kata yang singkat namun penuh makna, mencakup semua yang dibawa
oleh Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
Allah swt. berfirman: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang
meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan
zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Jadi takwa adalah amal perbuatan dalam rangka ketaatan kepada
Allah dan tidak melakukan maksiat kepada-Nya.
Para shalafus shalih mendifinisikan takwa dengan: mentaati Allah dan tidak
bermaksiat, selalu dzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur.
Mereka para shalafus shalih benar-benar telah melakukan dan komitmen dengan
pengertian yang mereka pahami, tanpa mengenal tempat dan kondisi. Semua itu
dilaksanakan sebagai realisasi dari perintah Allah swt. dan untuk menyambut
panggilan-Nya.
Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-sekali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imraan: 102)
5. Kesempurnaan Takwa
Di antara yang menyempurnakan takwa adalah menjauhi syubhat dan sesuatu yang
bercampur dengan barang haram. “Barangsiapa yang menghindari syubhat maka ia
telah menjaga kebersihan agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Termauk dalam masalah ini adalah meninggalkan beberapa hal yang sebenarnya
diperbolehkan, tetapi dikhawatirkan dapat membawa ke arah yang diharamkan.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqiin (orang yang bertakwa), sehingga ia meninggalkan apa-apa yang sebenarnya tidak mendatangkan dosa, karena khwatir mendatangkan dosa.”
Hasan al-Bashri berkata: “Sifat takwa senantiasa melekat pada seorang yang bertakwa selama ia meninggalkan banyak hal yang sebenarnya halal, karena khawatir haram.”
6. Syarat terealisasinya ketakwaan
Yakni langkah pertama dengan memahami ajaran agama Allah swt. agar ia tahu
bagaimana bertakwa kepada Allah swt. Firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut
kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang
memahami). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” (Faathir: 28)
Orang yang tidak memahami tidak akan mengetahui apa yang wajib ia lakukan dan apa yang wajib ia tinggalkan. Karena itu, ilmu adalah ibadah yang paling afdhal, jalan yang menghubungkan ke surga dan tanda bahwa seseorang menginginkan kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda: “Keutamaan seorang ulama (orang
yang berilmu) atas ‘abid (ahli ibadah), seumpama keutamaanku atas orang yang
paling rendah imannya di antara kalian.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan untuk menuntut ilmu,
maka Allah akan memudahkannya jalan menuju surga.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah
akan memudahkannya dalam memahami ajaran agama.” (Muttafaq ‘alaih)
7. Taubat dan bersegera dalam melakukan kebaikan adalah akhlak seorang mukmin yang bertakwa. Terkadang seorang mukmin mengalami kealpaan atau kelalaian, dan terkadang, ia terbuai hawa nafsu atau bisikan-bisikan setan sehingga ia terperosok ke dalam kemaksiatan dan perbuatan dosa. Karenanya termasuk bagian dari ketakwaan, hendaknya ia bersegera untuk taubat dan beristighfar kepada Allah swt. saat ia sadar bahwa ia telah melakukan perbuatan dosa.
Allah befirman: “Dan [juga] orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji
itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imraan: 135)
Dalam ayat lain disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka
ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A’raaf: 201)
Setelah bertaubat, seorang mukmin yang bertakwa bersegera
untuk melakukan perbuatan baik dan memperbanyak amal-amal shalih, agar dosanya
terhapus. Ini dilakukan karena ia percaya penuh dengan janji Allah swt. dalam
ayat-Nya: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Huud: 114)
Juga sebagai refleksi hadits Nabi saw. “ Dan ikutilah keburukan dengan
perbuatan baik, niscaya [perbuatan baik itu] akan menghapusnya.”
8. Cahaya ketaatan menerangi kegelapan maksiat
Melakukan amal-amal shalih, seperti shalat, puasa, haji,
zakat, jihad, dzikrullah dan berbagai kebaikan lainnya dapat menghapus
kesalahan yang dilakukan seorang muslim, sebagaimana banyak disebutkan dalam
hadits-hadits shahih, diantaranya:
a. Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala,
maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR Bukhari dan Muslim)
b. “Maukah kalian Aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus kesalahan (dosa)
dan mengangkat derajat?” Para sahabat berkata: “Ya, wahai Rasulallah.”
Rasulullah saw. menjawab: “Menyempurnakan wudlu, meskipun dalam kondisi susah,
memperbanyak langkah ke masjid dan menanti datangnya waktu shalat.” (HR Muslim)
c. “Barangsiapa yang menunaikan haji di Ka’bah dan tidak berkata keji dan
kotor, maka dosanya akan terhapus, sebagaimaan ketika ia dilahirkan ibunya.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah masih banyak lagi hadits lain dan ayat-ayat al-Qur’an yang
menyatakan bahwa ketaatan dapat menghapus keburukan
9. Taubat merupakan syarat dihapuskannya dosa besar
Para ulama sepakat bahwa perbuatan baik dapat
menghapuskan dosa kecil. Adapun dosa besar, seperti durhaka kepada orang tua,
membunuh, riba, minuman keras, dan lain sebagainya tidak ada jalan lain untuk
menghapusnya kecuali dengan taubat.
Firman Allah: “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi
orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang
benar.” (Thaaha: 82)
Ini jika dosa besar yang dilakukan tidak berhubungan dengan hak manusia. Namun
jika berhubungan dengan hak orang lain, seperti mencuri, marah, membunuh dan
lainnya maka harus lebih dahulu mengembalikan hak orang lain yang bersangkutan
atau meminta maaf kepadanya. Jika hak telah dikembalikan atau telah mendapatkan
maaf, maka langkah berikutnya adalah mengharap kepada Allah agar taubatnya
diterima, dosanya diampuni, dan diganti dengan kebaikan.
Allah swt. berfirman: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqaan: 70)
Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka urusannya akan berlanjut di akhirat. Orang-orang yang pernah terdhalimi akan menuntut dan mengambil pahala darinya sebagai ganti dari kedhaliman yang ia terima di dunia. Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang mukmin selamat dari neraka, dia ditahan di sebuah jembatan antara surga dan neraka, lalu ia dimintai pertanggung jawaban oleh orang-orang yang terdhalimi di dunia, jika telah usai maka barulah ia diizinkan masuk surga.” (HR Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri ra.)
Di antara kebaikan Allah swt. jika seorang mukmin tidak memiliki dosa kecil, maka amal kebaikan yang ia lakukan berdampak terhadap dosa-dosa besarnya, yaitu dosa-dosa besarnya akan diringankan oleh Allah swt. Jika ia tidak memiliki dosa besar dan dosa kecil, maka pahala dari kebaikan yang dilakukan akan dilipatgandakan.
10. Akhlak merupakan dasar tegaknya peradaban
Dalam pesan ini, Rasulullah saw. mengarahkan kita pada
perkara yang membawa kebaikan bagi individu dan tegaknya sistem kemasyarakatan.
Perkara tersebut adalah berinteraksi dengan orang lain dengan akhlak yang
terpuji,sehingga seorang muslim menjadi pribadi yang lembut, mencintai dan
dicintai orang lain, menghormati dan dihormati orang lain, berbuat baik kepada
orang lain dan mereka pun berbuat baik kepadanya.
Dalam kondisi seperti ini, masing-masing anggota masyarakat akan bergerak untuk melaksanakan kewajiban dengan penuh kerelaan dan ketenagan. Maka semua urusan berjalan pada jalurnya, norma-norma terpelihara dan peradaban yang agung menjadi nyata.
Manakala akhlak memiliki peran penting bagi kehidupan,
maka Islam menempatkannya pada posisi yang sangat vital dan diperlihatkan
secara khusus. Sebagai bukti, banyak ayat dan hadits yang berisi anjuran untuk
berakhlak mulia, dan keutamaan orang-orang yang berakhlak mulia.
a. “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang lain mengerjakan yang ma’ruf serta
berpalinglah daripada orang-orang bodoh.” (Al-A’raaf: 199)
b. “Tolaklah [kejahatan itu] dengan cara yang baik. Maka tiba-tiba orang yang
bermusuhan denganmu seolah-olah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat:
34)
c. “Maukah kalian, aku beritahu tentang orang yang paling dicintai Allah dan
paling dekat denganku pada hari kiamat?” para shahabat menjawab: “Ya kami mau.”
Rasulullah saw. bersabda: “Yaitu orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Ibnu
Hibban)
d. “orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik
akhlaknya.” (HR Ahmad)
e. “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (HR Abu Dawud)
Banyak lagi ayat dan hadits lainnya, yang mengerucut pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, al-Hakim dan Baihaqi, bahwa Nabi saw. bersabda: “Bahwasannya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak.”
11. Berusaha memiliki akhlak terpuji
Manusia sangat mungkin memiliki akhlak terpuji, karena
Allah swt. telah menganjurkan hal itu.
Al-Hakim dan perawi lain, meriwayatkan dari Muadz ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Perbaikilah akhlakmu dengan orang lain.” Riwayat lain menyebutkan,
“Hendaklah kamu memperbaiki akhlakmu semampunya.”
Usaha memiliki akhlak terpuji bisa dengan cara ini:
mencontoh akhlak Rasulullah saw., Allah berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada
diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang
mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Ketinggian akhlak Rasulullah saw. ini diungkapkan dalam ayat, “Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Cara lain adalah bergaul dengan orang-orang yang bertakwa,
para ulama, orang-orang yang memiliki akhlak mulia, menjauhi orang-orang jahat
dan orang-orang yang mempunyai kebiasaan buruk dan lain sebagainya.
Firman Allah: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru
Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan
dunia ini dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan
dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (al-Kahfi: 28)
12. Akhlak yang terpuji
Termasuk akhlak yang terpuji adalah selalu melakukan
silaturahim, memberi maaf, berlapang dada dan suka memberi meskipun dalam
kondisi yang sulit. Dari Uqbah bin Amir al-Jahmy ra. meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Wahai Uqbah maukah kamu aku tunjukkan
akhlak yang paling baik, bagi penghuni dunia dan akhirat? [Yaitu] engkau
menyambung [persaudaraan] orang yang memutus kamu, memberi hadiah kepada orang
yang tidak pernah memberimu hadiah dan memaafkan orang yang mendhalimimu.” (HR
al-Hakim)
Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Dan berlapang dada
terhadap orang yang mencelamu.” Rasulullah saw. bersabada; “Janganlah
meremehkan kebaikan sekecil apapun, meskipun hanya sebuah senyuman [muka yang
berseri] ketika bertemu saudaramu.” (HR Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, “Tahanlah untuk berbuat kejahatan, karena yang
demikian itu adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim)
13. Termasuk tanda sempurnanya iman dan takwa adalah akhlak terpuji dan bersikap baik dalam pergaulan. Juga membenci dan menjauhi orang-orang yang suka berbuat maksiat, manakala mereka bersikeras tidak mau meninggalkannya.
Tema-tema hadits:
1. Takwa, bekal disetiap tempat dan waktu : 2 : 197
Al-baqarah ayat 197
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌۭ مَّعْلُومَٰتٌۭ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
2. Akhlak mulia : 68 : 4
يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۚ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ
Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan