Minggu, 14 Januari 2024

ARBAIN HADITS KEDUA BELAS MENYIBUKKAN DIRI DENGAN SESUATU YANG BERMANFAAT

Loading

 

ARBAIN HADITS KEDUA BELAS

MENYIBUKKAN DIRI DENGAN SESUATU YANG BERMANFAAT

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]

 

Terjemah hadits :

Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya . (Hadits Hasan riwayat Turmuzi dan lainnya).

 

Takhrij

- Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 2317, dari Abu Hurairah.

Berkata Imam At Tirmidzi: “Hadts ini gharib, kami tidak mengetahuinya dari hadits Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan melalui jalur ini.” (Sunan At Tirmidzi No. 2317)

Juga No. 2318 dari Ali bin Al Husein. Berkata Imam At Tirmidzi: “Dan yang seperti ini telah diriwayatkan lebih dari satu orang dari sahabat-sahabat Az Zuhri, dari Az Zuhri, dari Ali bin Al Husein, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana haditsnya Imam Malik secara mursal. Dan hadits ini menurut kami lebih shahih dari hadits: Abu Salamah dari Abu Hurairah. Dan, Ali bin Al Husein belum pernah berjumpa dengan Ali bin Abi Thalib.” (Sunan At Tirmidzi No. 2318)

- Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3979, dari Abu Hurairah

- Imam Malik dalam Al Muwaththa’ No. 1604, dari Ali bin Al Husein secara mursal

- Imam Ahmad dalam Musnadnya No.1737, dari Ali bin Al Husein dari ayahnya.

Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqya terhadap Musnad Ahmad: “(Hadits ini) Hasan dengan berbagai syahid/penguatnya, sedangkan isnad hadits ini adalah dhaif karena kedhaifan Abdullah bin Umar yaitu Al ‘Umari.” (Ibid, 3/259)

Dalam Musnad Ahmad No. 1732, dengan jalur yang berbeda: Dari Ibnu Numair dan Ya’la, mereka berkata: bercerita kepada kami Hajjaj yaitu Ibnu Dinar Al Wasithi, dari Syu’aib bin Khalid, dari Husein bin Ali, dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya di antara kebaikan keislaman seseorang adalah sedikitnya berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat.”

Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth: “Hadits hasan dengan berbagai penguatnya, dan isnad hadits ini dhaif lantaran inqitha’ (terputus sanadnya), Syu’aib bin Khalid belum pernah berjumpa dengan Al Husein bin Ali. Lihat Al ‘Ilalnya Ibnu Abi Hatim, 2/241-242.” (Ibid, 3/256). Selesai

- Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 229, dari Abu Hurairah

- Imam Ibnu Al Ja’di dalam Musnadnya No. 2925, dari Ali bin Al Husein secara mursal

- Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 2886, juga dalam Al Mu’jam Ash Shaghir No. 1080

- Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 4986

- Imam Al Qudha’i dalam Musnad Asy Syihab No. 194

- Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 4132, dari Abu Hurairah

- Imam Ar Rahmahurmudzi dalam Al Muhadiits Al Faashil, Hal. 206

- Imam Abu Nu’aim dalam Hilayatul Auliya’ , 8/249

Sementara itu, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah menyatakan dalam berbagai kitabnya bahwa hadits ini shahih. (Lihat Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 4839, Takhrij Ath Thahawiyah, Hal. 291. Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2317, 2318)

Sedangkan Imam An Nawawi Rahimahullah sendiri hanya menghasankannya sebagaimana tertera dalam matan di atas. Ada pun Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah mengisyaratkan shahihnya hadits ini. Beliau berkata;

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Qurrah bin ‘Abdurrahman dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dan jalur-jalurnya ia nyatakan shahih. (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 62).

 

Kebagusan Islam Seseorang     
Kebagusan Islam seseorang bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits ke-dua. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar kebagusan Islamnya.

 

Meninggalkan Sesuatu Yang Tidak Penting
Sesuatu yang penting adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Standar manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh syariat pasti membawa manfaat dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot oleh karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat dan celakalah seseorang yang memenuhi catatannya dengan sesuatu yang tidak penting, termasuk di dalamnya adalah semua bentuk kemaksiatan.

 

URGENSI HADITS

Abu Hurairah ra. Shahabat yang selalu menyertai beliau dan banyak mengadopsi perilaku beliau berkata: “Rasulullah menjelaskan hadits tersebut kepada kami dengan kalimat yang singkat dan penuh manfaat, di dalamnya terkumpul kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat.”

Para ulama sepakat bahwa hadits ini merupakan jawami’ul kalim yang menjadi keistimewaan Rasulullah saw. yang tidak dimiliki nabi-nabi sebelumnya. Bahkan di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hadits ini merupakan separuh dari agama, karena agama pada dasarnya adalah melakukan sesuatu [al fi’lu] dan menghindari sesuatu [at-tark], dan hadits ini merupakan dasar untuk menghindari suatu perbuatan, dengan demikian separuh dari agama.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits ini menghimpun semua ajaran agama. Karena secara tekstual menyebutkan tentang at-tarku dan secara kontekstual mengisyaratkan al-fi’lu. Ibnu Rajab berkata: “Hadits ini dasar yang sangat penting berkaitan masalah akhlak.”
Abu Dawud berkata, “Siklus hadits-hadits ada pada empat hadits… salah satunya adalah hadits ini.” (syarah Ibnu Daqiq al-‘Id terhadap al-Arba’in)

 

KANDUNGAN HADITS

1. Membangun masyarakat yang mulia         
Islam menghendaki terciptanya kedamaian dalam masyarakat. Tidak ada pertentangan dan permusuhan. Juga menghendaki kedamaian bagi individu, hidup di dunia dengan penuh kebahagiaan, disayangi dan tidak disakiti, hingga ketika meninggal dunia kelak, ia mendapatkan kemenangan dan keberuntungan.

Yang biasanya menimbulkan perpecahan dan mengacaukan masyarakat adalah campur tangan terhadap urusan orang lain, terutama masalah yang tidak mendatangkan manfaat baginya. Karena itulah salah satu tanda muslim sejati dan tandan kebenaran iman seseorang adalah sikap tidak campur tangan terhadap urusan orang lain.

2. Menyibukkan diri dengan urusan yang tidak mendatangkan manfaat adalah kesia-siaan dan tanda lemahnya iman.     
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa dikelilingi oleh manusia lain. Berbagai kesibukan dan hubungan satu sama lain sangat banyak dan beragam. Maka seorang muslim bertanggung jawab penuh dalam setiap langkah dan perbuatannya, setiap waktu yang dipergunakannya, dan setiap kata yang diucapkannya. Jika seseorang kemudian disibukkan oleh hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat, hingga ia meninggalkan kewajiban yang seharusnya ia lakukan, melupakan amanat yang sepatutnya ia emban, maka di dunia akan mendapat cela dan di akhirat akan mendapat siksa. Hal ini adalah tanda lemahnya iman yang ada dalam dirinya, bahkan Islamnya hampir mendekati orang-orang yang mengaku Islam, namun hanya sebatas di bibir dan lidah.

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa salah seorang sahabat meninggal dunia, lalu seseorang berkata, “Berilah kabar gembira dengan surga.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kalian tidak tahu… mungkin ia pernah mengucapkan perkataan yang tidak mendatangkan manfaat atau bakhil terhadap sesuatu [harta] yang sebenarnya tidak akan berkurang.” (HR Tirmidzi)

3. Menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat merupakan jalan keselamatan.
Jika seorang muslim menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya, niscaya ia akan menyibukkan diri dengan berbagai hal yang mendatangkan manfaat, bagi dunia maupun akhiratnya, dan akan menghindari segala hal yang tidak mendatangkan manfaat.

Perlu diketahui bahwa perkara yang bermanfaat lebih sedikit dibanding dengan perkara yang tidak bermanfaat. Karenanya dengan membatasi diri pada perkara yang bermanfaat, niscaya dia akan terhindar dari segala keburukan dan dosa, dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi akhiratnya. Ini adalah tanda kesempurnaan Islam dan iman seseorang. Ia pun akan mendapatkan tempat yang baik di sisi Tuhannya.

Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian baik [sempurna] Islamnya, maka setiap kebaikan yang dikerjakan akan dicatat [baginya] sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Dan setiap keburukan yang dilakukan akan dicatat seperti apa yang ia lakukan [tidak dilipatgandakan].” (HR Bukhari)

Imam Malik menyebutkan bahwa Luqman pernah ditanya: “Apa yang menjadikan ada sampai pada derajat seperti ini?” ia menjawab: “Kejujuran, menepati janji, dan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat.”

4. Sibukkan diri anda dengan mengingat Allah swt. niscaya anda akan menjauhi perkara yang tidak bermanfaat. 
Seorang muslim yang beribadah kepada Allah swt. seolah-olah melihat-Nya, merasakan kedekatan Allah swt. niscaya dia akan menyibukkan diri dengan hal-hal yang mendatangkan manfaat. Dengan demikian, ia akan menghindari perkara yang tidak mendatangkan manfaat. Jika ia mampu melakukan ini maka yang demikian itu adalah bukti kebenaran imannya kepada Allah. Namun jika ia tetap melakukan berbagai hal yang tidak bermanfaat, maka hal itu pertanda bahwa ia tidak mampu menghadirkan rasa dekat kepada Allah swt. dan bukti bahwa keimanannya belum benar.
Hasan al-Bashri berkata: “Tanda, bahwa Allah berpaling dari hamba-Nya adalah jika seorang hamba menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara yang tidak mendatangkan manfaat.”

5. Perkara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.
Perkara yang mendatangkan manfaat bagi manusia adalah perkara-perkara yang berkaitan dengan kebutuhan manusia paling mendasar, seperti: sandang, pangan dan papan. Juga perkara-perkara yang berhubungan dengan keselamatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Di luar masalah-masalah ini, maka tergolong perkara yang tidak mendatangkan manfaat.

Jad bisa disimpulkan bahwa perkara yang tidak mendatangkan manfaat adalah berbagai keinginan yang melebihi kebutuhan dasar. Seperti menumpuk harta dan kenikmatan, gila kedudukan dan kehormatan. Karenanya tanda kebenaran iman seorang muslim adalah tidak melakukan hal-hal tersebut.

Termasuk perkara yang tidak bermanfaat adalah sesuatu yang pada dasarnya dibolehkan , namun tidak membawa manfaat berarti bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Contoh: permainan, gurauan dan berbagai masalah lainnya yang mengurangi kewibawaan dan tidak membawa manfaat. Maka setiap muslim lebih baik meninggalkannya, karena perkara-perkara tersebut dapat menyia-nyiakan waktu dan hal ini kelak akan dimintai pertanggung jawaban.

Banyak bicara, terutama perkataan yang tidak mendatangkan manfaat. Bahkan banyak bicara, cenderung membawa kepada perkataan yang haram. Karena itu seorang muslim seharusnya tidak banyak mengumbar perkataan atau bahkan dengan mudah menerima dan menuturkan suatu yang bersifat kabar burung.

Tirmdizi meriwayatkan dari Muadz ra. bahwa Rasulullah saw. bersabada ketika ditanya: “Apakah perkataan kita akan dimintai pertanggungjawabannya?” Beliau menjawab: “Hus. Tidaklah manusia ditenggelamkan ke dalam neraka kecuali akibat perkataan mereka.” Rasulullah saw. bersabda: “Perkataan manusia adalah sebuah dosa [baginya] dan bukan pahala, kecuali amar ma’ruf nahi munkar dan dzikrullah [mengingat Allah].”

6. Seorang muslim seharusnya menyibukkan diri dengan berbagai masalah yang bernilai dan bukan disibukkan dengan masalah-masalah yang tidak berarti.

7. Seorang muslim hendaknya senantiasa mensucikan jiwanya dengan cara menjauhi semua masalah yang tidak bermanfaat.

Tema hadits dan ayat yang terkait:

1. Optimalisasi waktu dan potensi : 103 : 1-3, 2 : 148

SURAT 103. AL 'ASHR ayat 1-3

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.

SURAT 2. AL BAQARAH ayat 148

وَلِكُلٍّۢ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا۟ يَأْتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

2. Meninggalkan hidup terlena : 63 : 9, 31 : 6

SURAT 63. AL MUNAAFIQUUN ayat 9

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلَٰدُكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

 

SURAT 31. LUQMAN ayat 6

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشْتَرِى لَهْوَ ٱلْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍۢ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌۭ مُّهِينٌۭ

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan