Minggu, 14 Januari 2024

ARBAIN PELAJARAN KESEBELAS MEMILIH YANG DIYAKINI DAN MENINGGALKAN KERAGUAN

Loading

 

 

ARBAIN HADITS KESEBELAS

MEMILIH YANG DIYAKINI DAN MENINGGALKAN KERAGUAN 

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنُ بْنُ عَلِي بْنِ أبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ .

[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

 

Terjemah hadits:

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu. (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh).

Takhrij

  1. - Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 2518
  2. - Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 1723, 1727
  3. - Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 165, dari jalan Abdullah bin Mas’ud
  4. - Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak ‘Ala Ahs Shahihain No. 2169, katanya: isnadnya shahih, Al Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Juga No. 2170 dan 7046, dengan sa nad yang berbeda.
  5. - Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 722
  6. - Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 10602, juga dalam Syu’abul Iman No. 5747
  7. - Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 2348
  8. - Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 6762, juga No. 7492 dari jalan Watsilah bin Al Asqa’
  9. - Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabirnya No. 26 dari Ibnu Umar, No. 102 dari Ibnu Umar, No. 2642 dari Al Hasan bin Ali, No. 2645 dari Al Hasan bin Ali. No. 17658 dari Watsilah bin Al Asqa’, No. 17854 dari Wabishah bin Ma’bad.

Syaikh Syu’aib Al Arnauth Rahimahullah mengatakan dalam tahqiqnya terhadap Musnad Ahmad: “Isnaduhu shahih – isnadnya shahih.” (Musnad Ahmad No. 1723. Muasasah Ar Risalah, dengan tahqiq; Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Syaikh Adil Mursyid, et.al)

Sementara Syaikh Al Albani juga menshahihkan hadits ini dalam berbagai kitabnya. (Irwa’ul Ghalil, 1/44, 7/155. Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, 4/668, No. 2518. Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 2773. Shahih At Targhib wat Tarhib No. 1737, 2231, 2930. Ghayatul Maram No. 179)

Tinggalkan Sesuatu Yang Meragukan           
Sesuatu yang meragukan adalah sesuatu yang membuat tidak tenang dan memunculkan rasa khawatir, jikalau ternyata hal itu tidak boleh dilakukan. Jika kita menghadapi kondisi demikian maka tinggalkanlah yang meragukan tersebut dan lakukan sesuatu yang meyakinkan atau yang membuat tenang. Adalah termasuk perbuatan tercela jika ada keraguan akan tetapi tetap dikerjakan.

URGENSI HADITS

Hadits ini merupakan jawami’ul kalim (ucapan yang singkat dan padat). Sebuah ungkapan yang pendek namun mengandung kaidah yang penting dalam Islam. Dasar tersebut adalah meninggalkan syubhat [keraguan] dan memilih yang halal dan diyakini. Ibnu Hajar al-Haitamy berkata, “Hadits ini merupakan kaidah yang sangat penting dan dasar dari sikap wara’ yang merupakan poros dari ketakwaan, juga penyelamat dari keraguan dan ketidakjelasan yang menghalangi cahaya keyakinan.”

KANDUNGAN HADITS

1. Meninggalkan syubhat. Meninggalkan syubhat dan kometmen terhadap yang halal dalam masalah apapun, ibadah, muamalah, munakahat [pernikahan] dan berbagai permasalahan lainnya, dapat mengarahkan seorang muslim kepada sikap wara’ yang sangat potensial untuk menangkal bisikan setan. Hal ini akan mendatangkan manfaat yang besar baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam hadits ke enam telah disebutkan barangsiapa yang menghindari perkara syubhat, maka agama dan kehormatannya akan terjaga.

Sesuatu yang halal dan jelas tidak akan menimbulkan keraguan dalam hati seorang mukmin, bahkan akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan. Adapun sesuatu yang syubhat, meskipun ketika seseorang melakukannya tampak tidak ada masalah, namun andai kita belah dadanya tentulah akan kita jumpai keraguan dan kegundahan. Ini adalah satu bentuk kerugian dan siksaan mental. Kerugian itu akan semakin besar bilamana seseorang senantiasa melakukan sesuatu yang syubhat dan akhirnya terjerumus ke dalam lembah haram. Ingatlah bahwa orang yang menggembala di sisi pagar, lama-kelamaan akan melanggar pagar tersebut.

2. Berbagai ucapan dan sikap salafus shalih berkenaan dengan sesuatu yang meragukan. Abu Dzar al-Ghifari ra. berkata: “Kesempurnaan ketakwaan adalah meninggalkan beberapa hal yang halal, karena takut hal itu haram.” Abu Abdurrahman al-‘Umry berkata: “Jika seseorang memilih ke-wara’an, niscaya dia akan meninggalkan sesuatu yang diragukan dan mengerjakan sesuatu yang tidak meragukan.”

Fudhail berkata: “Banyak orang mengira bahwa orang yang wara’ itu sangat tegas. Jika aku dihadapkan pada dua perkara, tentu aku akan memilih yang terberat. Karenanya, tinggalkan perkara yang meragukan dan pilihlah perkara yang tidak meragukan.”         
Hasan bin Abi Sinan, “Tidak ada yang lebih ringan dari wara’. Jika ada sesuatu yang meragukanmu maka tinggalkanlah.”

Adapun sikap dan perbuatan mereka berkaitan dengan perkara syubhat, tidak jauh berbeda dengan apa yang mereka ucapkan. Sebagai contoh Yazid bin Zurai’. Ia tidak mengambil sedikitpun warisan dari ayahnya. Karena ayahnya adalah pegawai kerajaan dan ia khawatir jika warisan tersebut tidak halal.         
Contoh lain Ibrahim Adham yang tidak mau minum air Zam-Zam, dengan alasan timba yang digunakan mengambil air tersebut milik penguasa, maka dikhawatirkan tidak halal. Dan banyak lagi contoh yang lainnya.

Beberapa kalangan beranggapan bahwa sikap-sikap di atas adalah berlebih-lebihan. Namun umat Islam perlu sekali teladan seperti itu. Agar mereka senantiasa bertumpu pada berbagai hal yang jelas dan halal, serta menghindari perkara-perkara syubhat. Andai contoh-contoh semacam ini tidak ada, tentulah lambat laun umat Islam akan terjerumus ke dalam lembah syubhat dan bahkan mungkin juga haram.

3. Jika keraguan berbenturan dengan keyakinan.  
Dalam kondisi seperti ini kita pilih yang yakin, sebagaimana disebutkan dalam kaidah fiqih: “Al yaqiinu laa yuzulu bi syakk” (keyakinan tidak bida dihilangkan dengan keraguan). Sebagai contoh: seseorang berwudlu, lalu ragu-ragu apakah wudlunya batal atau tidak. Maka wudlunya tetap dianggap sah. Kaidah ini juga didasari oleh hadits Nabi saw: “Jika salah seorang diantara kalian merasakan sesuatu di perutnya, lalu ia ragu-ragu, apakah telah keluar angin atau belum, maka janganlah keluar dari masjid hingga mendengar suara kentut atau mencium baunya.” (HR Muslim)

4. Orang yang meninggalkan syubhat adalah orang yang telah istiqamah dalam melaksanakan yang halal dan meninggalkan semua hal yang haram.
Logikanya, bagaimana seseorang mampu meninggalkan berbagai hal yang syubhat, sementara ia masih bergelimang dengan perkara-perkara yang haram. Orang seperti ini seharusnya membenahi dirinya dengan terlebih dahulu meninggalkan berbagai hal yang haram. Karena itulah ketika Ibnu Umar ra. ditanya oleh penduduk Irak perihal darah nyamuk, ia berkata: “Kalian bertanya kepadaku perihal darah nyamuk?….. sementara kalian telah membunuh Husain.”

5. Jujur adalah kedamaian, sedangkan kebohongan adalah kegundahan.
Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan kebohongan adalah kegundahan [keraguan]” merupakan isyarat untuk selalu jujur dalam segala hal, termasuk ketika menjawab satu pertanyaan, atau memberi fatwa. Adapun tanda dari kejujuran adalah ketenangan hati, sedangkan tanda kebohongan adalah kegundahan yang menyebabkan hatinya tidak tenang.

6. Hadits ini merupakan isyarat agar kita menetapkan berbagai hukum dan menjalankan semua permasalahan dalam kehidupan atas dasar keyakinan dan bukan keragu-raguan.

7. Sesuatu yang halal, kebenaran, dan kejujuran akan mendapatkan kedamaian dan keridlaan. Sedangkan sesuatu yang haram, kebatilan dan dusta akan melahirkan rasa gundah dan kebencian.

Tema hadits dan ayat yang terkait :

1. Meninggalkan keragu-raguan: 14 : 10, 49 : 15, 2 : 2

SURAT 14. IBRAHIM AYAT 10

قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِى ٱللَّهِ شَكٌّۭ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍۢ مُّسَمًّۭى ۚ قَالُوٓا۟ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌۭ مِّثْلُنَا تُرِيدُونَ أَن تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَٰنٍۢ مُّبِينٍۢ

Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan) mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.

SURAT 49. AL HUJURAAT AYAT 15

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.

SURAT 2. AL BAQARAH AYAT 2

ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًۭى لِّلْمُتَّقِينَ

Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan