Minggu, 21 Januari 2024

Bab 4. Kebenaran

Loading

 

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi


 

Bab 4. Kebenaran

 

قال اللَّه تعالى :  { يا أيها الذين آمنوا اتقوا اللَّه، وكونوا مع الصادقين }

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama-sama dengan orang-orang yang benar." (at-Taubah: 119)

وقال تعالى :  { والصادقين والصادقات }

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang benar, lelaki ataupun perempuan." (al-Ahzab: 35)

وقال تعالى:  { فلو صدقوا اللَّه لكان خيرا لهم }

Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan andaikata mereka itu bersikap benar terhadap Allah, pastilah hal itu amat baik untuk mereka sendiri." (Muhammad: 21)

 

Adapun Hadits-hadits yang menerangkannya ialah:

 

فَالأَوَّلُ : عَن ابْنِ مَسْعُودٍ رضي اللَّه عنه عن النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « إِنَّ الصَّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ ليصْدُقُ حَتَّى يُكتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقاً ، وإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفجُورِ وَإِنَّ الفجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّاباً » متفقٌ عليه .

54. Pertama: Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Sesungguhnya kebenaran -baik yang berupa ucapan atau perbuatan- itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya seorang itu niscaya melakukan kebenaran sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli melakukan kebenaran. Dan sesungguhnya berdusta itu menunjukkan kepada kecurangan dan sesungguhnya kecurangan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seorang itu niscaya berdusta sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli berdusta." (Muttafaq 'alaih).

 

Sabda Nabi shalallahu alaihi wasalam Yuriibuka, boleh dengan difathahkan ya' nya (dan boleh pula didhamahnya, artinya: "Tinggalkanlah olehmu apa saja yang engkau ragukan perihal boleh atau halalnya sesuatu dan beralihlah kepada yang tidak ada keragu-raguan perihal itu dalam hatimu."

 

الثَّاني : عَنْ أبي مُحَمَّدٍ الْحَسنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أبي طَالِبٍ ، رَضيَ اللَّهُ عَنْهما ، قَالَ حفِظْتُ مِنْ رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « دَعْ ما يَرِيبُكَ إِلَى مَا لا يَريبُكَ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمأنينَةٌ، وَالْكَذِبَ رِيبةٌ » رواه التِرْمذي وقال : حديثٌ صحيحٌ .

قَوْلُهُ : « يرِيبُكَ » هُوَ بفتحِ الياء وضَمِّها ، وَمَعْناهُ : اتْرُكْ ما تَشُكُّ في حِلِّه ، واعْدِلْ إِلى مَا لا تَشُكُّ فيه .

55. Kedua: Dari Abu Muhammad, yaitu Alhasan bin Ali bin Abu Thalib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya menghafal sabda dari Rasulullah shalallahu alaihi wasalam yaitu: "Tinggalkan apa-apa yang menyangsikan hatimu -yakni jangan terus dilakukan- dan berpindahlah kepada apa-apa yang tidak menyangsikan hatimu [7] -yakni yang hatimu tenang jikalau melakukannya. Maka sesungguhnya bersikap benar itu adalah ketenangan dan berdusta itu menyebabkan timbulnya kesangsian." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih.

 

الثَّالثُ : عنْ أبي سُفْيانَ صَخْرِ بْنِ حَربٍ  . رضيَ اللَّه عنه . في حديثِه الطَّويلِ في قِصَّةِ هِرقْلُ ، قَالَ هِرقْلُ : فَماذَا يَأْمُرُكُمْ يعْني النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ أَبُو سُفْيَانَ: قُلْتُ : يقول « اعْبُدُوا اللَّهَ وَحْدَهُ لا تُشرِكُوا بِهِ شَيْئاً ، واتْرُكُوا ما يَقُولُ آباؤُكُمْ ، ويَأْمُرنَا بالصَّلاةِ والصِّدقِ ، والْعفَافِ ، والصِّلَةِ » . متفقٌ عليه.

56. Ketiga: Dari Abu Sufyan bin Shakhr bin Harb radhiyallahu anhu dalam Hadisnya yang panjang dalam menguraikan cerita Raja Heracles. Heracles berkata: "Maka apakah yang diperintah olehnya?" Yang dimaksud ialah oleh Nabi shalallahu alaihi wasalam Abu Sufyan berkata: "Saya lalu menjawab: "Ia berkata: "Sembahlah akan Allah yang Maha Esa, jangan menyekutukan sesuatu denganNya dan tinggalkanlah apa-apa yang dikatakan oleh nenek-moyangmu semua." Ia juga menyuruh supaya kita semua melakukan shalat, bersikap benar, menahan diri dari keharaman serta mempererat kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)

 

الرَّابِعُ : عَنْ أبي ثَابِتٍ ، وقِيلَ : أبي سعيدٍ ، وقِيلَ : أبي الْولِيدِ ، سَهْلِ بْنِ حُنيْفٍ ، وَهُوَ بدرِيٌّ ، رضي اللَّه عنه ، أَن النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « مَنْ سَأَلَ اللَّهَ ، تعالَى الشِّهَادَة بِصِدْقٍ بَلَّغهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهدَاء ، وإِنْ مَاتَ عَلَى فِراشِهِ » رواه مسلم .

57. Keempat: Dari Abu Tsabit, dalam suatu riwayat lain disebutkan Abu Said dan dalam riwayat lain pula disebutkan Abulwalid, yaitu Sahl bin Hanif radhiyallahu anhu, dan dia pernah menyaksikan peperangan Badar, bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang memohonkan kepada Allah Ta'ala supaya dimatikan syahid dan permohonannya itu dengan secara yang sebenar-benarnya, maka Allah akan menyampaikan orang itu ke tingkat orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas tempat tidurnya." (Riwayat Muslim)

 

الخامِسُ : عَنْ أبي هُريْرة رضي اللَّهُ عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: « غزا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِياءِ صلواتُ اللَّه وسلامُهُ علَيهِمْ فَقَالَ لقوْمِهِ : لا يتْبعْني رَجُلٌ ملَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ. وَهُوَ يُرِيدُ أَن يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِها ، ولا أَحدٌ بنَى بيُوتاً لَمْ يرفَع سُقوفَهَا ، ولا أَحَدٌ اشْتَرى غَنَماً أَوْ خَلَفَاتٍ وهُو يَنْتَظرُ أوْلادَهَا . فَغزَا فَدنَا مِنَ الْقَرْيةِ صلاةَ الْعصْرِ أَوْ قَريباً مِنْ ذلكَ ، فَقَال للشَّمس : إِنَّكِ مَأمُورةٌ وأَنا مأمُورٌ ، اللهمَّ احْبسْهَا علَينا ، فَحُبستْ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عليْهِ ، فَجَمَعَ الْغَنَائِم ، فَجاءَتْ  يَعْنِي النَّارَ لتَأكُلهَا فَلَمْ تطْعمْهَا ، فقال: إِنَّ فِيكُمْ غُلُولاً، فليبايعنِي منْ كُلِّ  قبِيلَةٍ رجُلٌ ، فلِزقتْ يدُ رَجُلٍ بِيدِهِ فَقَالَ : فِيكُم الْغُلولُ ، فليبايعنِي قبيلَتُك ، فلزقَتْ يدُ رجُليْنِ أو ثلاثَةٍ بِيَدِهِ فقَالَ : فِيكُمُ الْغُلُولُ ، فَجاءوا برَأْسٍ مِثْلِ رَأْس بَقَرَةٍ مِنْ الذَّهبِ ، فوضَعها فَجَاءَت النَّارُ فَأَكَلَتها ، فلمْ تَحل الْغَنَائِمُ لأحدٍ قَبلَنَا ، ثُمَّ أَحَلَّ اللَّهُ لَنا الغَنَائِمَ لمَّا رأَى ضَعفَنَا وعجزنَا فأحلَّها لنَا » متفقٌ عليه .

« الخلفاتُ » بفتح الخاءِ المعجمة وكسرِ اللامِ : جمْعُ خَلِفَةٍ ، وهِي النَّاقَةُ الحاملُ .

58. Kelima: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Ada seorang Nabi dari golongan beberapa Nabi shalawatullahi wa salamuhu 'alaihim berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya: "Jangan mengikuti peperanganku ini seorang lelaki yang memiliki kemaluan wanita -yakni baru kawin- dan ia hendak masuk tidur dengan istrinya itu, tetapi masih belum lagi masuk tidur dengannya, jangan pula mengikuti peperangan ini seorang yang membangun rumah dan belum lagi mengangkat atapnya -maksudnya belum selesai sampai rampung sama sekali, jangan pula seorang yang membeli kambing atau unta yang sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anak-anak ternaknya itu -yang dibelinya itu. Nabi itu lalu berperang, kemudian mendekati sesuatu desa pada waktu shalat Asar atau sudah dekat dengan itu, kemudian ia berkata kepada matahari: "Sesungguhnya engkau -hai matahari- adalah diperintahkan -yakni berjalan mengikuti perintah Tuhan- dan sayapun juga diperintahkan -yakni berperang inipun mengikuti perintah Tuhan. Ya Allah, tahanlah jalan matahari itu di atas kita." Kemudian matahari itu tertahan jalannya sehingga Allah memberikan kemenangan kepada Nabi tersebut. Beliau mengumpulkan banyak harta rampasan. Kemudian datanglah, yang dimaksud datang adalah api, untuk makan harta rampasan tadi, tetapi ia tidak suka memakannya. Nabi itu berkata: "Sesungguhnya di kalangan engkau semua itu ada yang menyembunyikan harta rampasan, maka dari itu hendaklah berbai'at padaku -dengan jalan berjabatan tangan- dari setiap kabilah seorang lelaki. Lalu ada seorang lelaki yang lekat tangannya itu dengan tangan Nabi tersebut. Nabi itu lalu berkata lagi: "Nah, sesungguhnya di kalangan kabilahmu itu ada yang menyembunyikan harta rampasan. Oleh sebab itu hendaklah seluruh orang dari kabilahmu itu memberikan pembai'atan padaku." Selanjutnya ada dua atau tiga orang yang tangannya itu lekat dengan tangan Nabi itu, lalu beliau berkata pula: "Di kalanganmu semua itu ada yang menyembunyikan harta rampasan." Mereka lalu mendatangkan sebuah kepala sebesar kepala lembu yang terbuat dari emas -dan inilah benda yang disembunyikan, lalu diletakkanlah benda tersebut, kemudian datanglah api terus memakannya -semua harta rampasan. Oleh sebab itu memang tidak halallah harta-harta rampasan itu untuk siapapun umat sebelum kita, kemudian Allah menghalalkannya untuk kita harta-harta rampasan tersebut, di kala Allah mengetahui betapa kedhaifan serta kelemahan kita semua. Oleh sebab itu lalu Allah menghalalkannya untuk kita." (Muttafaq 'alaih). Alkhalifaat, dengan fathahnya kha' mu'jamah dan kasrahnya lam adalah jamaknya khalifatun, artinya ialah unta yang bunting.

 

السادِسُ : عن أبي خالدٍ حكيمِ بنِ حزَامٍ . رضِيَ اللَّهُ عنه ، قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « الْبيِّعَان بالخِيارِ ما لم يَتفرَّقا ، فإِن صدقَا وبيَّنا بوُرِك لهُما في بَيعْهِما ، وإِن كَتَما وكذَبَا مُحِقَتْ بركةُ بيْعِهِما » متفقٌ عليه .

59. Keenam: Dari Abu Khalid yaitu Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu, ia masuk Islam di zaman pembebasan Makkah, sedang ayahnya adalah termasuk golongan pembesar-pembesar Quraisy, baik di masa Jahiliyah ataupun di masa Islam, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Dua orang yang berjual-beli itu dengan kebebasan -yakni boleh mengurungkan jual-belinya atau jadi meneruskannya- selama keduanya itu belum berpisah. Apabila keduanya itu bersikap benar dan menerangkan -cacat-cacatnya, maka diberi berkahlah jual-beli keduanya, tetapi jikalau keduanya itu menyembunyikan -cacat-cacatnya- dan sama-sama berdusta, maka dileburlah keberkahan jual-beli keduanya itu." (Muttafaq 'alaih)

 

Keterangan:

 

Kata Shidqun yang berarti benar itu, maksudnya tidak hanya benar dalam pembicaraannya saja, tetapi juga benar dalam amal perbuatannya. Jadi benar dalam kedua hal itulah yang menurut sabda Nabi shalallahu alaihi wasalam dapat menunjukkan ke jalan kebajikan dan kebajikan ini yang menunjukkan ke jalan menuju syurga. Secara ringkasnya, seorang itu baru dapat dikatakan benar, manakala ucapannya sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan, atau dengan kata lain ialah manakala amal perbuatannya itu masih bertentangan dengan ucapannya, tetaplah ia dianggap sebagai manusia yang berdusta atau kadzib. Misalnya seorang yang mengaku beragama Islam, tetapi shalat tidak dilakukan, puasa tidak dikerjakan, bahkan mengucapkan dua kalimat syahadat saja tidak dapat, maka dapatkah orang semacam itu dikatakan benar ucapannya? Tentu tidak dapat. Ia tetap berdusta yang oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam disabdakan bahwa kedustaan itu menunjukkan ke jalan kecurangan dan kecurangan itu menunjukkan ke jalan menuju neraka.

 


Catatan Kaki:

 

[7] Jadi bila kila meragu-ragukan sesuatu, sebaiknya kita tinggalkan saja dan beralih pada yang tidak meragu-ragukan, misalnya sesuatu yang belum terang hukumnya yakni samar-samar atau syubhat, maka sebaiknya kita tinggalkan saja.


 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan