ARBAIN HADITS KEDUAPULUH TIGA
SETIAP KEBAIKAN BERNILAI IBADAH
عَنْ أَبِيْ مَالِكْ الْحَارِثِي ابْنِ عَاصِمْ اْلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ، وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الْمِيْزَانِ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ – أَوْ تَمْلآنِ – مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ، وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ . كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَباَئِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Bersuci adalah bagian dari iman, Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, Sholat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, Al Quran dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkan dirinya. (Riwayat Muslim).
Takhrij
- Imam Muslim dalam Shahihnya No. 223
- Imam Al Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsar No. 151, juga Syu’abul Iman No. 2709, juga As Sunan Al Kubra No. 185
- Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 22953,
- Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 6503
- Imam Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 600
- Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 148
- Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 25998
Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena kata-katanya sangat menyentuh jiwa. Jiwa yang
sehat pasti akan tersentuh dengan hadits ini dan lahirlah ketaatan.
Bersuci Adalah Separuh Iman
Ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci merupakan separuh iman. Dua
pendapat yang paling masyhur adalah:
1. Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa, baik dosa batin maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu meninggalkan dan melakukan, maka tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti sudah memenuhi separuh iman.
2. Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman adalah sholat. Jadi bersuci itu separuh dari sholat. Sholat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan iman.
“Alhamdulillah” Memenuhi
Timbangan
“Alhamdulillah” adalah pujian bagi Alloh atas seluruh kesempurnaan-Nya. Alloh
terpuji dalam lima hal sebagai berikut :
1. Terpuji karena kesempurnaan rububiyah-Nya.
2. Terpuji karena kesempurnaan uluhiyah-Nya.
3. Terpuji karena kesempurnaan asma dan sifat-Nya.
4. Terpuji karena kesempurnaan takdir-Nya.
5. Terpuji karena kesempurnaan syariat-Nya.
“Alhamdulillah” memenuhi timbangan dapat diartikan dengan dua penafsiran yaitu :
1. Amalan yang lainnya diletakkan dalam timbangan terlebih dahulu kemudian “alhamdulillah”, maka penuhlah timbangan.
2. ”Alhamdulillah” sebagai pasangan dari “subhanalloh”. Agama sempurna dengan dua hal, itsbat dan tanzih. “Alhamdulillah” merupakan itsbat dan “subhanalloh” merupakan tanzih. Maka jika “subhanAlloh” diletakkan dalam timbangan kemudian baru “alhamdulillah” penuhlah timbangan.
Sholat Sebagai Nur, Shodaqoh
Sebagai Burhan dan Sabar Sebagai Dhiya
Nur adalah cahaya yang tidak memancarkan sinar. Burhan adalah cahaya yang
memancarkan sinar namun tidak menyengat. Dhiya’ adalah cahaya yang memancarkan
sinar yang menyengat, dan membakar.
Sholat dikatakan sebagai nur karena di dalamnya terdapat ketenangan. Shodaqoh dikatakan sebagai burhan, karena di dalamnya terdapat keberatan. Sabar dikatakan sebagai dhiya’ karena di dalamnya terdapat keberatan yang sangat.
KANDUNGAN HADITS
1. Hikmah yang sangat berharga.
Sering kali Rasulullah saw. menasehati para shahabat dengan lafadz yang singkat
namun jelas. Mencakup semua kebaikan dan peringatan dari semua kejahatan. Tidak
ada kerancuan pada lafadz dan maknanya.
Hadits yang kita bahas saat ini, mencakup berbagai pengarahan yang mengagumkan
dan hikmah yang sangat berharga. Ia adalah nasehat yang datang dari orang yang
perkataannya tidak bersumber dari hawa nafsu, tapi dari wahyu yang diturunkan
kepadanya.
2. Thaharah dan pahalanya.
Thaharah merupakan syarat sahnya ibadah dan perlambang kecintaan kepada Allah
swt. Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa Thaharah yang dilakukan
orang-orang mukmin, terhadap badan dan pakaiannya adalah refleksi dari
keimanannya. Karena pelaksanaan thaharah merupakan perwujudan dari
ketundukannya terhadap perintah Allah, “Hai manusia, sembahlah Rabbmu Yang
telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah:
21)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (al-Maa-idah: 6)
“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (al-Muddatstsir: 4)
Ini semua dilakukan agar ketika menghadap Allah dalam keadaan bersih dan
penampilan yang baik, hingga layak untuk mendapat kecintaan Allah swt.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” (al-Baqarah: 222)
a. Thaharah setengah dari iman.
Rasulullah telah menjelaskan, bahwa pahala bagi orang yang bersuci, berwudlu
dan lain sebagainya akan menjadi berlipat ganda di sisi Allah, hingga mencapai
setengah dari pahala keimanan. Karena iman menghapus dosa-dosa besar dan kecil
yang telah lalu. Sedangkan thaharah, khususnya wudlu, menghapus dosa-dosa kecil
yang telah lalu. Dengan demikian, seolah-olah setengah dari keimanan.
Utsman ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa yang berwudlu dan menyempurnakan wudlunya, maka dosa-dosanya akan keluar dari badannya, sampai-sampai keluar dari bawah kuku-kukunya. (HR Muslim)
Di samping itu, iman merupakan pembersih jiwa dari debu-debu maknawi, semisal syirik, nicak, dann lain sebagainya. Sedangkan thaharah merupakan pembersih badan dari kotoran-kotoran yang nyata. Karena itulah, thaharah khususnya wudlu akan menjadi tanda bagi umat Muhammad saw. pada hari kiamat. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat dengan penuh cahaya, karena bekas wudlu. Barangsiapa yang bisa melebihkan cahayanya maka lakukanlah.” (Muttafaq ‘alaiHi)
b. Thaharah setengah dari shalat
Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan iman dalam hadits di atas
adalah shalat. Pendapat ini didasari oleh firman Allah, “Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu [shalatmu ke Baitul Maqdis].” (al-Baqarah: 143)
Mereka mengatakan, “Karena thaharah merupakan syarat sahnya shalat, sedangnya syarat suatu perbuatan seakan setengah dari perbuatan tersebut.”
c. Wudlu merupakan kunci surge
Di dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa penyebab masuknya orang-orang kafir ke
neraka adalah karena mereka tidak melakukan shalat. Allah berfirman: “Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar [neraka]? mereka menjawab, “Kami dahulu
tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (al-Muddatstsir: 43)
Dengan demikian, shalat merupakan penyelamat dari neraka
dan jalan menuju surga. Sedangkan thaharah adalah kunci dari shalat. Maka
secara tidak langsung wudlu adalah kunci surga.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim berwudlu dan menyempurnakan
wudlunya. Kemudian ia bangkit dan shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyuan,
melainkan wajib baginya [masuk] surga.” (HR Muslim)
“Tidaklah seorang berwudlu dan menyempurnakan wudlunya. Kemudian mengucapkan, “AsyHadu allaa ilaaHa illallaaH wa asyHadu anna Muhammadar rasuulullaaH [Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah]” melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga dan ia bisa masuk dari pintu mana yang ia suka.” (HR Muslim)
d. Wudlu merupakan cerminan dari keimanan
Ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang senantiasa menjaga wudlu kecuali
orang mukmin. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan ada yang menjaga wudlu,
selain orang beriman.” (HR Abu Dawud, Hakim, dan Ibnu Majah). Karena wudlu
adalah sesuatu yang lebih dominan sisi bathinnya. Wajar jika yang selalu
menjaga wudlu akan lebih dahulu masuk surga.
Suatu saat Rasulullah saw. memanggil Bilal lalu bertanya, “Wahai Bilal, dengan amalan apa engkau mendahuluiku masuk surga? Semalam aku masuk surga, aku mendengar bunyi alas kakimu di depanku.” Bilal ra. menjawab, “Ya Rasulallah, tidaklah saya mendengar adzan melainkan saya shalat dua rakaat, dan tidaklah saya batal [hadats] melainkan saya berwudlu.” Rasulullah saw. lalu berkata, “Berarti, karena itu.” (HR Ibnu Khuzaimah)
e. Thaharah adalah amanah
Rasulullah saw. bersabda, “Shalat lima waktu, Jum’at hingga Jum’at berikutnya
dan menunaikan amanah merupakan kafarat [penghapus dosa] di antara
amalan-amalan tersebut. Kemudian ditanyakan, “Apa yang dimaksud dengan menunaikan
amanah?” rasulullah menjawab, “Mandi junub, karena di bawah setiap rambut
adalah janabat yang harus dibersihkan.” (HR Ibnu Majah).
Mandi junub adalah masalah batin yang dilaksanakan pada badan. Tidak ada yang mengetahui hakekatnya kecuali Allah swt. kotoran tersebut tidak akan hilang kecuali dengan usaha dan niat yang dilakukan orang yang bersangkutan, sedangkan niatnya adalah khafsy [tidak tampak]. Karena itu, menghilangkan kotoran dengan thaharah merupakan termasuk menunaikan amanah.
Dalam riwayat Abu Darda’ ra. disebutkan, “Allah tidak mempercayai anak Adam dalam urusan agama, selain mandi junub.”
f. Membersihkan hati
Thaharah tidak akan ada gunanya jika hanya sebatas mensucikan anggota badan dan
tidak diiringi dengan thaharah batin. Karena itu, membersihkan badan bagi
seorang muslim harus iiringi dengan membersihkan hati, meluruskan niat dan
tujuan, serta konsisten dalam setiap perbuatan. Bahkan Imam Ghazali telah
menafsirkan kata thuhur dalam hadits di atas, dengan “bersihnya hati dari
segala dendam, dengki dan penyakit-penyakit hati lainnya,” karena iman akan
sempurna dengan hal-hal tersebut. Beliau juga menafsirkan thaharah dengan
meninggalkan maksiat dan dosa.
Allah swt. berfirman, menceritakan perkataan kaum nabi Luth as. tentang Nabi Luth as. dan pengikutnya yang tidak mau berbuat zina, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang mensucikan diri.” (al-A’raaf: 82)
3. Dzikrullah.
Bentuk pengungkapan rasa syukur kepada Allah adalah dengan banyak berdzikir
kepada-Nya, apalagi dengan lafadz yang telah disebutkan Nabi saw. dalam
berbagai haditsnya. Dzikir tersebut akan memenuhi amal kebaikan pada hari
kiamat, hingga amalan kebaikan lebih berat daripada keburukan yang telah
dilakukan. Dengan begitu ia menjadi orang yang selamat dan dekat dengan Allah
swt.
Apalagi jika ia selalu memuji Allah, juga mensucikan, mengagungkan, meninggikan, dan mengesakan-Nya. “Alhamdulillah memenuhi timbangan. SubhaanallaaH dan alhamdulillah memenuhi apa yang ada di langit dan di bumi.” Dalam riwayat Muslim lainya disebutkan, “Tasbih dan takbir memenuhi langit dan bumi.” Dalam riwayat Tirmidzi, “Tidak ada penghalang antara Laa ilaaHa illallaaH dengan Allah, hingga sampai kepada-Nya.” banyak hadits yang menyebutkan keutamaan keempat kalimat tersebut, di antaranya:
Abu Sa’id ra. dan Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah swt. memilih empat kalimat: SubhaanallaaH, alhamdulillaaH, laa ilaaHa illallaaH dan AllaaHu akbar. Barangsiapa mengucapkan subhaanallaaH, maka akan dicatat baginya dua puluh kebaikan, akan dihapus darinya dua puluh kejelekan. Siapa yang mengucapkan AllaaHu akbar maka akan mendapatkan hal yang sama, siapa yang mengucapkan laa ilaaHa illallaaH akan mendapat hal yang sama, barangsiapa yang mengucapkan alhamdulillah akan mendapat hal yang sama dan barangsiapa mengucapkan alhamdulillaaHi rabbil ‘aalamiin maka akan dicatat baginya tiga puluh kebaikan dan dihapuskan darinya tiga puluh kejelekan.” (HR Ahmad)
Barangsiapa yang mengucapkan kalimat-kalimat di atas, dengan meyakini sepenuhnya apa yang diucapkan dan merenungi makna yang terkandung di dalamnya, maka akan mendapatkan pahala yang besar. Andai diukur, tentulah akan memenuhi antara langit dan bumi. Bahkan seakan ia memiliki anak tangga untuk bisa sampai pada derajat yang paling tinggi.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah hamba mengucapkan Laa
ilaaHa illallaaH dengan penuh keikhlasan, kecuali akan dibukakan baginya pintu
langit sehingga ia bisa sampai ke ‘Arsy. Selama ia menjauhi dosa-dosa besar.”
(HR Tirmidzi)
Orang yang bisa mencapai ‘Arsy adalah orang yang bisa mencapai derajat paling
tinggi.
Para ulama berkata, “Keempat kalimat tersebut adalah
amalan-amalan yang kekal dan shalih. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi shahih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi: 46)
Karena pahalanya akan tetap kekal dan berkembang di sisi Allah. Dengan begitu,
jelas lebih baik bila dibandingkan dengan harta, keluarga dan anak-anak.
Berdzikir harus dilakukan dengan khusyu’ dan penuh penghayatan, agar memberikan pengaruh positif kepada orang yang melakukannya. Sehingga hati menjadi tenang, dan akhlak menjadi baik. Firman Allah yang artinya: “[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’du: 28)
Seorang mukmin sangat membutuhkan ketenangan hati dan ketenteraman jiwa. Karena itu ia perlu memperbanyak dzikir kepada Allah agar senantiasa berhubungan dengan Allah, bersandar kepada-Nya, memohon pertolongan, dan ampunan-Nya. orang seperti ini akan selalu dalam ingatan Allah, sehingga ia selalu dilimpahi karunia dan rahmat-Nya, dan selalu dalam petunjuk dan bimbingan-Nya.
Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah [dengan menyebut nama] Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya [memohonkan ampunan untukmu], supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya [yang terang]. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (al-Ahzab: 41-43)
4. Shalat adalah cahaya
Shalat fardlu adalah kewajiban dan rukun pokok dari rukun-rukun Islam.
Sebagaimana disebutkan Rasulullah saw. bahwa shalat adalah cahaya yang bisa
menuntun pelakunya kepada jalan kebenaran dan mencegahnya dari kemaksiatan.
Allah berfirman yang artinya, “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari [perbuatan-perbuatan] keji dan munkar.” (al-Ankabuut: 45)
Yang dimaksud dengan cahaya di sini adalah cahaya secara batin, yang menerangi jalan hidayah dan kebenaran. Sebagaimana cahaya dhahir yang menerangi jalan yang lurus. Shalat juga akan mempertebal kejiwaan seorang muslim. Sedangkan di akhirat, shalat akan menjelma menjadi cahaya di wajah orang yang melakukan. Allah berfirman, “Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (at-Tahrim: 8)
Seorang mukmin yang berlaku baik di hadapan Allah, berdiri di hadapan-Nya dengan penuh kekhusyukan, lima kali sehari, maka perlakuannya dengan sesama manusia juga akan baik. Ia akan tampak berbeda dengan akhlak dan ketakwaannya. Allah juga akan memberikan cahaya di mukanya sebagaimana telah memberikan cahaya di hatinya. Allah berfirman, “Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (al-Fath: 29)
Thabrani meriwayatkan dari Ubadah bin shamit ra. secara marfu’, “Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudlu, ruku’, sujud, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, “Semoga Allah menjagamu sebagaimana kamu menjagaku.” Dia naik dengannya ke langit dengan dipenuhi cahaya, hingga sampai kepada Allah swt, dan shalat memberi syafaat kepadanya.”
Cahaya shalat berjamaah.
Jika seseorang senantiasa melaksanakan shalat berjamaah, maka ia akan memiliki
cahaya di atas cahaya. Jika dilaksanakan berjamaah di masjid maka cahayanya
akan semakin sempurna. Tentu ini adalah kemenangan dan keberuntungan. Ia akan
masuk surga lebih dulu bersama para muqarrabin [orang-orang yang senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah].
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang shalat lima waktu dengan berjamaah, akan berjalan di atas shirath secepat kila. Ia akan masuk surga bersama rombongan pertama. pada hari kiamat ia datang dengan muka berseri bagaikana bulan purnama.” (HR Thabrani).
Beliau juga bersabda: “Berilah kabar gembira kepada orang yang berjalan ke masjid dalam kegelapan, bahwa pada hari kiamat ia akan mendapatkan cahaya yang sempurna.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
SHALAT ADALAH KETENANGAN DAN KETENTERAMAN.
Shalat adalah penghubung antara Allah dan hamba-Nya. Karena itu, shalat merupakan ketenangan dan kebahagiaan bagi orang yang bertakwa. Dengan shalat mereka menemukan ketenangan dan kedamaian. Wajar, jika ditimpa musibah ataupun kesulitan mereka segera melakukan shalat. Apa yang mereka lakukan adalah mencontoh teladan mereka, Rasulullah saw. Beliau bersabada, “Dijadikan ketenanganku di dalam shalat.” Dan apabila mendapat suatu kesulitan berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal qamatlah [untuk shalat] agar dengan shalat tersebut kami tenang.” (HR Abu Dawud)
5. Shadaqah merupakan burhan [Bukti]
Burhan adalah sinar yang terpancar dari matahari. Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya ruh seorang mukmin akan keluar dari badannya dengan bersinar,
seperti sinar matahari.” Argumen yang kuat juga disebut burhan, karena
maksudnya sangat jelas. Demikian pula shadaqah, ia adalah burhan bagi kebenaran
iman. Kerelaan dalam memberikan shadaqah adalah pertanda adanya keimanan dan
pertanda bahwa ia merasakan keimanan.
Rasulullah saw. bersabda: “Tiga hal, barangsiapa yang melakukannya, maka sungguh ia telah merasakan keimanan: menyembah hanya kepada Allah, [pengakuan] tidak ada Tuhan selain Allah, dan membayar zakat dengan penuh kerelaan, sebagai bantuan setiap tahun.” (HR Abu Dawud)
Ini tidak lain karena manusia sangat senang pada harta, bahkan cenderung bakhil. Jika ia rela mengeluarkan harta untuk Allah swt, maka hal itu menunjukkan kebenaran imannya.
THAHARAH DAN KEBENARAN IMAN
Seorang muslim yang bersih dari debu-debu materi, mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah melalui ucapan dan dengan menunaikan hak-hak Allah swt. niscaya ia bersih dari kotoran-kotoran bathin. Di antara kotoran-kotoran tersebut adalah sikap kikir dan bakhil. Seorang Muslim adalah orang yang dermawan dan pemurah. Karena kebakhilan dan keimanan tidak akan menyatu di dalam satu hati.
Allah berfirman, “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Hasyr: 9)
Karena itu infak atau shadaqah yang dikeluarkan untuk membantu para fakir
miskin dengan kerelaan dan hanya mengharap keridlaan Allah, baik yang sifatnya
wajib maupun sunnah, merupakan bukti nyata kebenaran iman. Mereka inilah yang
akan bergabung bersama orang-orang mukmin yang beruntung. Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang
khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan
dan perkataan] yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat.”
(al-Mukminuun: 4)
6. Sabar adalah Dhiya’ (sinar)
Dhiya’ adalah cahaya yang bersumber dari sesuatu yang padas dan terbakar,
misalnya sinar matahari. Berbeda dengan bulan, ia hanyalah cahaya yang tidak
panas kesabaran adalah dhiya’ karena sangat berat untuk diwauujudkan. Bersabar
membutuhkan kungguhan jiwa untuk tidak menuruti hawa nafsu.
KESABARAN MERUPAKAN JALAN MENUJU KEMENANGAN
Seorang muslim senantiasa berada dalam kebenaran, selama ia mampu menjaga kesabarannya. Karena dalam kehidupan manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai kekerasan dan bencana. Semua itu memerlukan ketegaran dan kekuatan. Jika tidak maka manusia akan tersesat arus dan kemudian lenyap.
Dalam kehidupannya, seorang muslim banyak memerlukan kesabaran. Ketaatan memerlukan kesabaran. Meninggalkan maksiat memerlukan kesabaran. Menghadapi berbagai musibah memerlukan kesabaran. Karenanya kesabaran adalah kekuatan yang tidak ada bandingnya, cahaya yang senantiasa menyinari pemiliknya [orang yang sabar]. Dan terus menerus menuntun kepada al-haq dan kebenaran. Wajar, jika seorang muslim yang sabar berhak mendapatkan pujian Allah swt. dan tambahan pahala.
Firman Allah, “Sesungguhnya Kami dapati dia [Ayyub] seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat [kepada rabbnya].” (Shaad: 44)
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, [yaitu] orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lilllaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun.” (al-Baqarah: 155-156)
7. Al-Qur’an merupakan hujjah.
Pedoman seorang muslim adalah al-Qur’an. Ia mengambil petunjuk darinya,
menjalankan perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan yang ada, dan
berakhlak dengan akhlaknya. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka ia
benar-benar bisa mengambil manfaat ketika membacanya. Dengan begitu, al-Qur’an
akan membimbingnya agar selamat di dunia dan sebagai pembela yang akan
membelanya pada hari kiamat.
Dan barangsiapa yang menyimpang dari jalan yang benar dan menyimpang dari nilai-nilai al-Qur’an. Maka Al-Qur’an akan menjadi musuhnya pada hari kiamat. Semakin seseorang banyak membaca al-Qur’an dan tidak mengamalkannya, maka hal itu akan semakin menambah dosa, karena al-Qur’an akan menjadi saksi bahwa orang tersebut menyimpang dari jalan yang benar.
Firman Allah: “Sesungguhnya al-Qur’an itu memberikan
petunjuk kepada [jalan] yang lurus..” (al-Isra’: 9)
Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan kepada kalian satu perkara. Jika kalian
berpegang teguh kepadanya niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya. Perkara
tersebut adalah Kitabullah.” (HR Muslim).
Beliau juga bersabda, “Bacalah al-Qur’an, karena al-Qur’an akan datang dan
memberi syafaat pada hari kiamat.”
Al-Qur’an adalah obat bagi orang-orang mukmin dan racun
bagi orang-orang kafir dan munafik.
Dalam al-Qur’an, orang-orang mukmin akan menemukan obat dari berbagai jenis
penyakit, baik fisik maupun kejiwaan. Setiap kali membaca dan mentadabburinya,
ia akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Sedangkan selain orang mukmin,
jika mendengar al-Qur’an akan merasa merinding dan dirundung kesedihan. Ia
menyangka bahwa musibah telah menimpa dirinya.
Firman Allah: “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dhalim selain kerugian.” (al-Isra’: 82)
Berkenaan dengan ayat ini, sebagian Shalafush Shalih berkata, “Tidak ada seorang pun yang sedang duduk dan dibacakan al-Qur’an kepadanya, lalu ia berdiri, yang tidak mendapatkan perubahan. Hanya ada dua kemungkinan bagi orang tersebut, beruntung atau merugi.”
Jalan menuju surga.
Nabi Muhammad saw. menutup nasehatnya dengan penjelasan tentang macam-macam
manusia. Meskipun dalam kehidupannya, manusia selalu mengalami pagi, petang,
malam dan siang, namun mereka tidak dalam satu kondisi. Ada yang di antara mere
menghabiskan waktu malam atau siangnya untuk mentaati Allah swt. dan mencari
keridlaan-Nya. mereka senantiasa jujur, baik kepada Allah maupun kepada
manusia. Dengan demikian mereka telah menyelamatkan diri mereka sendiri dari
kehancuran dan siksa. Ia benar-benar menjadi manusia yang bebas merenung,
berfikir dan berkehendak. Ia tidak akan menerima apapun untuk dirinya kecuali
surga dan kenikmatan yang kekal abadi.
Ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk bermaksiat dan melanggar perintah Allah dalam semua sisi kehidupannya, baik umum maupun pribadi. Dengan begitu ia benar-benar telah menghancurkan dirinya sendiri. Ia mendapatkan penderitaan di dunia dan siksa yang abadi di akhirat. Karena ia telah menjadi budak syahwat, hawa nafsu dan setan yang menggoda dan menyeretnya ke dalam kesesatan.
Dia realita inilah yang diisyaratkan oleh Nabi saw. “Setiap manusia pergi menjual dirinya. Apakah ia akan membebaskan dirinya ataupun menghancukannya.”
Barangsiapa yang berusaha mentaati Allah, maka ia telah menjual dirinya untuk Allah dan membebaskan dirinya dari siksaan. Namun barangsiapa yang melakukan maksiat, mak ia telah menjual dirinya kepada sebuah kehinaan dan mencampakkan dirinya dalam lembah perbuatan dosa dan mencampakkan dirinya dalam lembah perbuatan dosa yang mengundang murka dan siksa Allah swt.
Firman Allah: “Dan jiwa serta penyempurnaannya [ciptaannya]. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu [jalan] kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 7-10)
Dengan kata lain, orang yang mensucikan dirinya dengan
senantiasa mentaati Allah akan beruntung, sedangkan orang yang senantiasa
melakukan maksiat akan merugi.
Jika demikian, ketaatan merupakan penyuci jiwa dan akan membawanya kepada
tingkatan yang lebih tinggi. Sedangkan kemaksiatan hanyalah memperdaya dan
mengekang jiwa.
Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (az-Zumar: 15)
Kesaksian yang Bisa menyelamatkan dari Neraka Untuk membebaskan dirinya dari neraka, seorang muslim senantiasa memperkokoh keimanannya dan menguatkan keyakinannya dengan dzikir kepada Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa di pagi hari atau
sore hari mengucapkan: “Ya Allah, sesungguhnya aku memulai pagi hari dengan
bersaksi kepada-Mu dan semua makhluk-Mu, bahwa Engkau adalah tiada Tuhan selain
Engkau, hanya Engkau satu-satunya, tiada sekutu bagi-Mu. Dan bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan-Mu.”
Niscaya Allah akan membebaskan seperempatnya dari neraka. barangsiapa yang
mengucapkannya dua kali, maka Allah akan membebaskan setengahnya dari neraka.”
(HR Abu Dawud)
Karena kesaksian ini akan membangkitkan rasa taku kepada Allah, hingga mendorongnya untuk senantiasa mentaati Allah dan menjauhi kemaksiatan. Hal ini akan menjadikannya jauh dari neraka dan dekat kepada keridlaan Allah swt.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang berkata di pagi hari, “SubhaanallaaHi wa bihamdiHi” seribu kali, maka telah menjual dirinya kepada Allah. Dan itulah hari terakhir dia membebaskan dirinya dari neraka.”
Tidak ada jual beli kecuali hanya untuk Allah.
Seorang mukmin adalah manusia yang penuh wibawa dan kemuliaan. Ia tidak rela
menjual dirinya kecuali hanya kepada Allah swt. Karena tak ada satu pun makhluk
yang bisa membeli dirinya dengan harga yang sesuai. Terlebih memang telah
terjadi transaksi sejak zaman azali antara orang mukmin dan penciptanya.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (at-Taubah: 111) karenanya,
mereka senantiasa berusaha untuk mendapatkan keridlaan Allah, menolak semua hal
yang menyebabkan kemarahan Allah, agar mendapatkan bayaran secara utuh. Ia
tidak terpedaya oleh dunia ataupun tertipu oleh harta. Bahkan langkahnya tidak
akan surut oleh ancaman atau rasa takut terhadap kematian. Mahabenar Allah,
yang telah berfirman: “Dan di antara manusia, ada orang yang menjual
[mengorbankan] dirinya karena mencari keridlaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya.” (al-Baqarah: 207)
“Di antara orang-orang mukmin itu, ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah [janjinya].” (al-Ahzab: 23)
8. Iman adalah keyakinan, ucapan, dan perbuatan. Bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan amalan-amalan shalih. Berkurang dengan kemaksiatan dan dosa.
9. Semua amalan akan ditimbang, ada yang berat dan ada
juga yang ringan. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai nash, di antaranya:
“Dua kalimat yang dicintai Allah. Keduanya berat timbangannya dan sangat ringan
untuk diucapkan, SubhaanallaaHi wa bihamdiHi, subhaanallaaHil ‘adhiim.” (HR
Bukhari dan Muslim)
“Sesuatu yang paling berat timbangannya adalah akhlak yang terpuji.”
10. Anjuran untuk menjaga shalat, tepat pada waktunya, lengkap dengan syarat-syaratnya, dengan memperhatikan rukun, wajib, sunah dan adabnya.
11. Memperbanyak infak untuk kebaikan, bersegera memenuhi kebutuhan orang-orang fakir dan orang-orang senasib dengan keikhasanuntuk Allah semata.
12. Sabar terhadap segala penderitaan, terutama yang
menimpaseorang muslim ketika mengemban tugas dakwah dan amar ma’ruf nahi
munkar. Firman Allah: “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan [oleh Allah].”
(Luqman: 17).
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul telah bersabar….” (al-Ahqaaf: 35)
13. Al-Qur’an adalah dasar hidup bagi setiap muslim. Ia harus dibaca, dipahami dan diimplementasikan dalam tindakan konkret.
14. Seorang muslim senantiasa berusaha mengisi waktunya untuk mentaati Allah swt. Ia hidup hanya untuk Allah, dan tidak menyibukkan diri kecuali hal-hal yang membawa manfaat bagi dunia dan akhiratnya.
Tema-tema hadits :
1. Keutamaan bersuci : 9 : 108, 2 : 222
2. Keutamaan dan kekuatan zikir: 8 : 45, 13 : 28
3. Shadaqah : 2 : 261, 57 : 18, 33 : 35.
4. Interaksi dengan Al Quran : 4 : 82, 7 : 204, 25 : 30
5. Perbuatan manusia kembali kepada dirinya: 17 : 7
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan