Minggu, 21 Januari 2024

Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap Berusaha-, 'Afaf -Enggan Meminta-minta-, Berlaku Sederhana Dalam Kehidupan Dan Berbelanja, Serta Mencela Meminta Tanpa Darurat

Loading

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*

 

Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap Berusaha-, 'Afaf -Enggan Meminta-minta-, Berlaku Sederhana Dalam Kehidupan Dan Berbelanja, Serta Mencela Meminta Tanpa Darurat

 

قال اللَّه تعالى:  { وما من دابة في الأرض إلا على اللَّه رزقها }

Allah Ta'ala berfirman: "Tiada sesuatupun binatang yang bergerak di bumi itu, kecuali atas tanggungan Allah jualah keadaan rezekinya." (Hud: 6)

وقال تعالى:  { للفقراء الذين أحصروا في سبيل اللَّه لا يستطيعون ضرباً في الأرض يحسبهم الجاهل أغنياء من التعفف تعرفهم بسيماهم لا يسألون الناس إلحافاً } .

Allah Ta'ala juga berfirman: "Berikanlah sedekah itu kepada kaum fakir yang terikat dalam menjalankan jihad fisabilillah, mereka tidak dapat berjalan keliling negeri. Orang-orang yang tidak mengetahui akan mengira bahwa mereka itu adalah orang-orang yang kaya karena bersikap ta'affuf -enggan meminta-minta-. Engkau dapat mengenal mereka itu dengan tanda-tandanya yakni bahwa mereka itu tidak mau meminta kepada para manusia secara berulang kali -yakni menyangat-nyangatkan permintaannya-." (al-Baqarah: 273)

وقال تعالى (:  { والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا، وكان بين ذلك قواماً }

Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka -hamba-hamba Allah yang berbakti- itu apabila menafkahkan hartanya, maka mereka itu tidak melampaui batas -terlalu boros- dan tidak pula bersikap kikir, tetapi pertengahan antara keduanya itu." (al-Furqan: 67)

وقال تعالى:  { وما خلقت الإنس والجن إلا ليعبدون، ما أريد منهم من رزق وما أريد أن يطعمون }

Allah Ta'ala berfirman pula: "Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia itu melainkan supaya menyembah padaKu. Aku tidak hendak meminta rezeki kepada mereka dan Aku tidak hendak meminta supaya mereka memberi makanan kepadaKu." (adz-Dzariyat: 56-57)

 

Adapun Hadits-haditsnya, maka sebagian besar telah diuraikan dalam kedua bab yang ada di muka. Di antaranya yang belum terdapat di muka ialah:

 

عن أبي هُرَيْرَةَ رضي اللَّه عنه عن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « لَيس الغِنَي عَن كثْرَةِ العَرضِ ، وَلكِنَّ الغنِيَ غِنَي النَّفسِ » متفقٌ عليه .

520. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam sabdanya: "Bukannya yang dinamakan kaya itu karena banyaknya harta, tetapi yang dinamakan kaya -yang sebenarnya- ialah kayanya jiwa." (Muttafaq 'alaih)

 

وعن عبد اللَّه بن عمرو رضي اللَّه عنهما أَن رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « قَدْ أَفلَحَ مَنْ أَسَلَمَ ، وَرُزِقَ كَفَافاً ، وَقَنَّعَهُ اللَّه بما آتَاهُ » رواه مسلم .

521. Dari Abdullah bin 'Amr radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam dan diberi rezeki cukup serta dikaruniai sifat qana'ah oleh Allah dengan apa-apa yang direzekikan kepadanya itu." (Riwayat Imam Muslim)

 

وعن حَكيم بن حِزَام رضي اللَّه عنه قال : سَأَلْتُ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَأَعطَاني ، ثم سَأَلْتُهُ فَأَعطَاني ، ثم سَأَلْتُهُ فَأَعطَاني ، ثم قال : « يا حَكيمُ ، إِنَّ هذا المَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ، فَمن أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفس بُوركَ لَهُ فِيه ، وَمَن أَخَذَهُ بِإِشرَافِ نَفْسٍ لَم يُبَارَكْ لهُ فيهِ ، وكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ ولا يَشْبَعُ ، واليدُ العُلَيا خَيرٌ مِنَ اليَدِ السُّفلَى » قال حَكيمٌ فقلتُ : يا رسول اللَّه وَالَّذِي بَعثَكَ بالحَقِّ لا أَرْزَأُ أَحداً بَعدَكَ شَيْئاً حَتَّى أُفَارِقَ الدُّنيَا ، فَكَانَ أَبُو بكرٍ رضي اللَّه عنه يَدْعُو حَكيماً لِيُعطيَهُ العَطَاءَ ، فَيَأْبَى أن يَقْبَلَ مِنْهُ شَيْئاً . ثُمَّ إِنَّ عُمر رضي اللَّه عنه دَعَاهُ لِيُعطيهُ ، فَأَبَى أَن يَقْبلَهُ . فقال : يا مَعشَرَ المُسْلمينَ ، أُشْهِدُكُم عَلى حَكيمٍ أَنِي أَعْرضُ عَلَيه حَقَّهُ الَّذِي قَسَمَهُ اللَّه لَهُ في هذا الْفيءِ ، فيَأْبَى أَن يَأْخُذَهُ . فَلَمْ يَرْزَأْ حَكيمُ أَحداً مِنَ النَّاسِ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم حَتَّى تُوُفي . متفقٌ عليه .

522. Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu, katanya: "Saya meminta kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, lalu beliau memberikan sesuatu padaku, lalu saya meminta lagi pada beliau, kemudian beliaupun memberikan pula sesuatu padaku, selanjutnya beliau bersabda: "Hai Hakim, sesungguhnya harta ini adalah sebagai benda yang kehijau-hijauan -yakni enak dirasakan dan nyaman dipandang juga manis-. Maka barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa kedermawanan -dari orang yang memberikannya serta memintanya itu dengan tidak memaksa-, tentulah harta itu memperoleh berkah Tuhan, tetapi barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa kelobaan -atau ketamakan-, maka tidak memperoleh berkah Tuhan dalam harta tadi. Ia adalah sebagai seorang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang. Tangan yang bagian atas -yang memberi- adalah lebih mulia daripada yang bagian bawah -yang diberi-." Hakim lalu berkata: "Ya Rasulullah, demi Zat yang mengutus Tuan dengan membawa kebenaran, saya tidak akan suka lagi menerima sesuatu dari seorangpun sepeninggal Tuan nanti, sehingga saya akan berpisah dengan dunia -yakni sampai mati-." Abu Bakar radhiyallahu anhu pernah mengundang Hakim karena hendak memberikan sesuatu padanya, tetapi Hakim menolak untuk menerima sesuatupun dari pemberian itu. Seterusnya Umar radhiyallahu anhu pernah pula memanggilnya untuk memberikan sesuatu pada Hakim itu, tetapi ia juga enggan menerima pemberian tadi. Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma itu memanggil di kala keduanya menjabat sebagai khalifah secara bergantian. Umar lalu berkata: "Hai sekalian kaum Muslimin, saya mempersaksikan kepadamu semua atas diri Hakim ini, bahwasanya saya menawarkan padanya akan haknya yang saya wajib membagikan untuknya dari harta rampasan, tetapi ia enggan mengambil haknya itu. Hakim memang tidak pernah menerima sesuatu pemberian dari seorangpun setelah wafatnya Nabi shalallahu alaihi wasalam, sehingga ia meninggal dunia. (Muttafaq 'alaih)

 

وعن أبي بُردَةَ عن أبي موسى الأشعَريِّ رضي اللّه عنه قال : خَرَجْنَا مَعَ رَسُول اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في غَزوَةٍ ، ونحْن سِتَّةُ نَفَرٍ بيْنَنَا بَعِير نَعْتَقِبهُ ، فَنَقِبتْ أَقدامُنا ، وَنَقِبَتْ قَدَمِي ، وَسَقَطَتْ أَظْفاري ، فَكُنَّا نَلُفُّ عَلى أَرْجُلِنا الخِرَقَ ، فَسُميت غَزوَةَ ذَاتِ الرِّقاعِ لِما كُنَّا نَعْصِبُ عَلى أَرْجُلِنَا الخِرَقَ ، قالَ أَبو بُردَةَ : فَحَدَّثَ أَبو مُوسَى بِهَذا الحَدِيثِ ، ثُمَّ كَرِهَ ذلكَ، وقالَ : ما كنْتُ أَصْنَعُ بِأَنْ أَذْكُرهُ ، قالَ : كَأَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يَكُونَ شَيْئاً مِنْ عَمَلِهِ أَفْشاهُ . متفقٌ عليه .

523. Dari Abu Burdah dari Abu Musa al-Asy'ari radhiyallahu anhu, katanya: "Kita semua keluar bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dalam melakukan sesuatu peperangan. Kita semua ada enam orang banyaknya -yakni yang menyertai Nabi shalallahu alaihi wasalam itu-, diantara kita ada seekor unta yang kita gunakan untuk ganti berganti menaikinya. Maka berlobang-lobanglah kaki-kaki kita, juga kakikupun berlobang-lobang pula dan jatuhlah kuku-kukuku. Oleh sebab itu kita lalu membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita itu dan dengan demikian peperangan itu dinamakan perang Dzatu riqa' -mempunyai beberapa balutan kain-, karena kita membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita tadi." Abu Burdah berkata: "Abu Musa menceritakan hadits ini, kemudian ia merasa tidak senang dalam menguraikannya itu dan ia mengatakan: "Apa yang dapat saya lakukan dengan menyebut-nyebutkannya itu?" Abu Burdah melanjutkan katanya: "Seolah-olah Abu Musa itu tidak senang kalau menyebutkan sesuatu amalannya, lalu disiar-siarkannya." (Muttafaq 'alaih) Maksudnya: Oleh sebab adanya bala' sampai kaki-kaki menjadi rusak dan kuku-kuku lepas itu adalah semata-mata urusan antara manusia dengan Tuhan, maka menurut anggapan Abu Musa radhiyallahu anhu tidak perlu diterang-terangkan, supaya tidak dianggap sebagai memamerkan jasa atau amalan."

 

وعن عمرو بن تَغْلِب بفتح التاءِ المثناةِ فوقَ وإِسكان الغين المعجمة وكسر الَّلام رضي اللّه عنه ، أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أُتِيَ بمالٍ أَوْ سبي فَقسَّمهُ ، فَأَعْطَى رجالاً ، وتَرَكَ رِجالاً ، فَبَلَغَهُ أَنَّ الَّذِينَ تَرَكَ عَتبُوا ، فَحَمِدَ اللَّه ، ثُمَّ أَثْنَى عَلَيهِ ، ثُمَّ قال : « أَمَا بَعدُ ، فَوَاللَّه إِنِّي لأُعْطِي الرَّجُلَ وَأَدَعُ الرَّجُلَ ، والَّذِي أَدَعُ أَحَبُّ إليَّ مِنَ الَّذِي أُعْطِي ، وَلكِنِّي إِنَّمَا أُعْطِي أَقوَاماً لِما أَرى في قُلُوبِهِمْ مِن الجَزعِ والهَلَعِ ، وَأَكِلُ أَقْواماً إِلى ما جعَلَ اللَّه في قُلُوبِهِمْ مِنَ الغِني والخَيْرِ ، مِنْهُمْ عَمْروُ بنُ تَغلِبَ » قال عمرُو بنُ تَغْلِبَ : فَواللَّهِ ما أُحِبُّ أَن لي بِكلِمةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم حُمْرَ النَّعَمِ . رواه البخاري .

524. Dari 'Amr bin Taghlib -dengan fathahnya ta' mutsannat di atas dan sukunnya ghain mu'jamah dan kasrahnya fam- radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam didatangi -memperoleh- harta atau rampasan, lalu beliau shalallahu alaihi wasalam membagikan itu. Ada beberapa orang yang beliau beri dan ada pula beberapa orang yang beliau tinggalkan -yakni tidak diberi bagian-. Kemudian sampailah suatu berita kepada beliau bahwa orang-orang yang tidak diberi itu sama mencela cara beliau membagikan tadi. Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bertahmid kepada Allah lalu memujiNya, kemudian bersabda: "Amma ba'du." Sesungguhnya saya memberikan bagian kepada golongan -beberapa orang-, karena saya mengetahui keluh kesah dalam hati mereka itu serta sesambatan mereka yang amat sangat, sedang segolongan lain saya serahkan kepada Allah, karena Allah telah memberikan kekayaan bathin dan kebaikan dalam hati mereka ini, diantara mereka ini adalah 'Amr bin Taghlib." 'Amr bin Taghlib berkata: "Demi Allah, saya amat gembira mendengar pujian beliau shalallahu alaihi wasalam itu pada saya, sehingga karena gembiranya, maka saya tidak suka andaikata kalimat Rasulullah shalallahu alaihi wasalam yang ditujukan kepada saya itu ditukar dengan ternak-ternak merah -sebagai kiasan sebaik-baik harta bagi bangsa Arab-." (Riwayat Bukhari)

 

وعن حَكيمِ بن حِزامٍ رضي اللَّه عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : « اليدُ العُليا خَيْرُ مِنَ اليَدِ السُّفْلى ، وابْدَأ بمنْ تَعُولُ ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ ما كان عنْ ظَهْرِ غِني ، ومَنْ يَسْتعْففْ يُعفُّهُ اللَّه ، ومَنْ يَسْتغْن يُغْنِهِ اللَّه » متفقٌ عليه . وهذا لفظ البخاري ، ولفظ مسلم أَخصر.

525. Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tangan yang bagian atas -yang memberi- adalah lebih mulia daripada tangan yang bagian bawah -yang diberi-. Dan dahulukanlah dalam pemberian itu kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu -yakni yang wajib dinafkahi-. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar kebutuhan -yakni keadaan diri sendiri dan keluarga sudah dicukupi-. Barangsiapa yang enggan  meminta, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan barangsiapa tidak membutuhkan pemberian manusia, maka Allah akan memberikan kekayaan padanya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari, sedang lafaznya Imam Muslim adalah lebih ringkas lagi.

 

وعن سفيانَ صَخْرِ بنِ حَرْبٍ رضي اللَّه عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لا تُلْحِفُوا في المسأَلَةِ ، فوَاللَّه لا يَسْأَلُني أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئاً، فَتُخرِجَ لَهُ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي شَيْئاً وَأَنا لَهُ كارِهٌ ، فَيُبَارَكَ لَهُ فيما أَعْطَيْتُهُ » رواه مسلم .

526. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah engkau semua mempersangatkan dalam meminta sesuatu, sebab demi Allah, tidaklah seorang dari engkau semua itu meminta sesuatu, kemudian karena permintaannya itu lalu dapat mengeluarkan sesuatu pemberian daripadaku untuknya, sedangkan saya tidak senang dengan cara memintanya, selanjutnya lalu diberkahi untuk orang tadi dalam apa-apa yang saya berikan." (Riwayat Muslim) Maksudnya bahwa rezeki yang berasal dari meminta, apabila rezeki itu menjadi bertambah banyak dan kekal karena dibuat berusaha umpamanya, maka yang diminta dengan baik yakni tidak seolah-olah memaksa adalah lebih baik dan lebih banyak berkahnya dari yang diminta dengan nada yang seolah-olah memaksa.

 

وعن أبي عبدِ الرحمنِ عَوف بن مالك الأَشْجَعِيِّ رضي اللَّه عنه قالَ : كُنَّا عِنْدَ رسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم تِسَعْةً أَوْ ثمانيةً أَوْ سَبْعَةً ، فَقَال : أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وكُنَّا حَدِيثي عَهْدٍ بِبيْعَةٍ ، فَقُلْنا : قَدْ بايعْناكَ يا رسُولَ اللَّهِ ، ثم قال : « ألا تبايعون رسول الله ؟ » فبسطنا أيدينا وقلنا قد بايعناك يا رسول الله فَعَلاَم نَبَايِعُكَ ؟ قال : « على أَنْ تَعْبُدُوا اللَّه ولا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً ، والصَّلَوَاتِ الخَمْس وَتِطيعُوا » وَأَسرَّ كلمَة خَفِيةً : « وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسِ شَيْئاً » فَلَقَدْ رَأَيتُ بَعْضَ أُولِئكَ النَّفَرِ يَسْقُطُ سَوْطُ أَحدِهِمْ فَما يَسْأَلُ أَحَداً يُنَاوِلُهُ إِيَّاهُ رواه مسلم .

527. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu 'Auf bin Malik al-Asyja'i radhiyallahu anhu, katanya: "Kita semua ada di sisi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan kita ada sembilan, delapan atau tujuh orang, kemudian beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Padahal kita semua baru beberapa hari saja melakukan pembai'atan pula pada beliau itu, oleh sebab itu kita berkata: "Kita semua telah membai'at Tuan, ya Rasulullah." Kemudian beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda lagi: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Kita lalu membeberkan tangan-tangan kita dan kita berkata: "Kita semua dulu sudah berbai'at kepada Tuan, ya Rasulullah dan sekarang kita berbai'at lagi dalam hal apakah?" Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: "Hendaklah engkau semua menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan jangan menyekutukan sesuatu denganNya, tetapi tetaplah mengerjakan shalat lima waktu dan sampai engkau semua mendengarkan serta melakukan ketaatan," lalu beliau memperlahankan suaranya dan bersabda dengan berbisik: "Dan jangan meminta sesuatu apapun dari orang-orang." Maka sungguh saya pernah melihat ada orang yang termasuk golongan orang-orang di atas itu, ketika cemetinya jatuh, ia tidak meminta seorang supaya diambilkan cemetinya tadi." (Riwayat Muslim)

 

وعن ابن عمر رضي اللَّه عنهما أَنَّ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « لاَ تَزَالُ المَسأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتى يَلْقى اللَّه تعالى ولَيْسَ في وَجْهِهِ مُزْعةُ لَحْمٍ » متفقٌ عليه .

528. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tidak henti-hentinya permintaan itu menghinggapi seorang diantara engkau semua -yakni orang yang senantiasa mempunyai tabiat suka meminta-minta itu tidak akan berhenti-, sehingga ia menemui Allah Ta'ala -yaitu pada hari kiamat nanti- sedang di wajahnya itu tidak terdapat sepotong dagingpun -jadi dalam keadaan sangat hina dina-." (Muttafaq 'alaih)

 

وعنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال وهو على المِنبرِ ، وَذَكَرَ الصَّدقَةَ والتَّعَفُّفَ عَنِ المسأَلَةِ : « اليَد العلْيا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلى » وَاليَد العُليا هِيَ المُنْفِقة ، والسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَة. متفقٌ عليه .

529. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu pula bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda, sedang di kala itu beliau berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri dari meminta: "Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah. Tangan yang bagian atas itu adalah yang menafkahkan -yakni yang memberikan sedekah, sedang tangan yang bagian bawah adalah yang meminta-." (Muttafaq 'alaih)

 

وعن أبي هُريرة رضي اللَّه عنه قال : قال رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ سَأَلَ النَّاس تَكَثُّراً فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْراً ، فَلْيسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ » رواه مسلم .

530. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya menjadi banyak apa yang dimilikinya -jadi sudah cukup tetapi terus saja meminta-minta-, maka sebenarnyalah orang itu meminta bara api. Maka dari itu baiklah ia memilih hendak mempersedikitkan atau memperbanyakkan -siksanya-." (Riwayat Muslim)

 

Keterangan:

 

Hadis di atas dapat diartikan bahwa orang sebagaimana yang tersebut itu yakni yang meminta-minta lebih dari keperluannya atau untuk mencari yang sebanyak-banyaknya akan disiksa dalam neraka dan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dikiaskan sebagai orang-orang yang meminta bara api. Tetapi dapat pula diartikan dengan makna yang sebenarnya menurut lahiriyah sabda beliau shalallahu alaihi wasalam, yaitu bahwa bara api akan dimasukkan dalam seterika dan kepada orang sebagaimana di atas itu akan diseterikakan pada punggung dan lambungnya, seperti juga keadaan orang yang sudah berkewajiban zakat, namun enggan mengeluarkan atau menunaikan kewajiban zakatnya. Demikianlah yang diuraikan oleh al-Qadhi'Iyadh dalam menafsiri hadits di atas.

 

وعن سمُرَةَ بنِ جُنْدبٍ رضي اللَّه عنه قال : قال رسُولُ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسَلَّم : « إِنَّ المَسأَلَةَ كَدُّ يكُدُّ بها الرَّجُلُ وجْهَهُ ، إِلاَّ أَنْ يَسأَلَ الرَّجُلُ سُلْطاناً أَوْ في أَمْر لابُدَّ مِنْهُ » رواهُ الترمذي وقال : حديث حسن صحيح

531. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya permintaan adalah suatu cakaran yang seorang itu mencakarkan sendiri ke arah mukanya, kecuali jikalau seorang itu meminta kepada sultan -penguasa negara- atau ia meminta untuk sesuatu keperluan yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

وعن ابن مسعودٍ رضيَ اللَّه عنه قال : قال رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ أَصابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فاقَتُهُ ، وَمَنْ أَنْزَلها باللَّه ، فَيُوشِكُ اللَّه لَهُ بِرِزقٍ عاجِلٍ أَوْ آجِلِ » رواهُ أبو داود ، والترمذي وقال : حديث حسن .

532. Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu, katanya: Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang dihinggapi oleh kemelaratan, lalu diturunkannya kepada manusia -yakni meminta tolong kepada sesama manusia agar dihilangkan kemelaratannya itu-, maka tentu tidak akan tertutuplah kemelaratannya tadi. Tetapi barangsiapa menurunkannya kepada Allah -yakni mohon kepadaNya agar dihilangkan kemelaratannya-, maka bersegeralah Allah akan memberinya rezeki yang kontan -cepat diberikannya- atau rezeki yang dilambatkan memberikannya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

Meminta kepada Sultan itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut pautnya dengan soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk kepentingan umat dan masyarakat.

 

وعَنْ ثَوْبانَ رضيَ اللَّه عنه قال : قال رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ تَكَفَّلَ لي أَن لا يسْأَلَ النَّاسَ شَيْئاً ، وَأَتَكَفَّلُ له بالجَنَّة ؟ » فقلتُ : أَنا ، فَكَانَ لاَ يسْأَلُ أَحَداً شَيْئاً ، رواه أبو داود بإِسنادٍ صحيح .

533. Dari Tsauban radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan kepada saya bahwa ia tidak akan meminta apapun dari para manusia dan saya memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga?" Saya berkata: "Saya." Maka Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada siapa saja. Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad shahih.

 

وعن أبي بِشْرٍ قَبِيصَةَ بن المُخَارِقِ رضي اللَّه عنه قال : تَحمَّلْت حمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَسْأَلُهُ فيها ، فقال : « أَقِمْ حَتَّى تَأْتِينَا الصَّدَقَةُ فَنأْمُرَ لكَ بِها » ثُمَّ قال : «ياَ قَبِيصَةُ إِنَّ المَسأَلَةَ لا تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاثَةٍ : رَجُلٌ تَحَمَّلَ حمالَةً ، فَحَلَّتْ لَهُ المَسْأَلَةُ حَتَّى يُصيبَها ، ثُمَّ يُمْسِكُ . ورجُلٌ أَصابَتْهُ جائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مالَهُ ، فَحَلَّتْ لهُ المَسأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَاماً مِنْ عيْشٍ ، أَوْ قال : سِداداً مِنْ عَيْشٍ ، ورَجُلٌ أَصابَتْهُ فاقَة ، حَتى يقُولَ ثلاثَةٌ مِنْ ذَوي الحِجَى مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاناً فَاقَةٌ ، فحلَّتْ لَهُ المسْأَلةُ حتَّى يُصِيبَ قِواماً مِنْ عَيْشٍ ، أَوْ قالَ: سِداداً مِنْ عَيْشٍ . فَمَا سِواهُنَّ مِنَ المَسأَلَةِ يا قَبِيصَةُ سُحْتٌ ، يأَكُلُها صاحِبُها سُحْتاً » رواهُ مسلم .

534. Dari Abu Bisyr yaitu Qabishah bin al-Mukhariq radhiyallahu anhu, katanya: "Saya mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, lalu saya datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam untuk meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Berdiamlah di sini dulu sampai ada harta sedekah -zakat- yang datang pada kita, maka dengan harta itu kita akan menyuruh guna diberikan padamu," selanjutnya beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak boleh dilakukan kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: seorang yang mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, maka bolehlah ia meminta sehingga memperoleh sejumlah harta yang diperlukan tadi, kemudian menahan diri -jangan meminta-minta lagi-. Juga seorang yang mendapatkan sesuatu bencana, sehingga menyebabkan kemusnahan hartanya -lalu menjadi miskin-, maka bolehlah ia meminta, sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Demikian pula seorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada tiga orang dari golongan orang-orang yang berakal di kalangan kaumnya mengatakan: "Benar-benar si Fulan itu telah dihinggapi oleh kemelaratan," maka orang semacam itu bolehlah meminta sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya." Adapun selain tiga macam orang tersebut di atas, maka permintaannya itu, hai Qabishah adalah merupakan suatu perbuatan dosa yang dimakan oleh orang yang memintanya tadi dengan memperoleh dosa." (Riwayat Muslim)

 

Alhamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran ataupun pertengkaran lain-lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri. Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah. Aljaihah ialah sesuatu bencana yang mengenai harta seorang -sehingga ia menjadi miskin-. Alqiwam dengan kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan seorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya. Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Alfaqah ialah kekafiran. Alhija ialah akal.

 

وعن أبي هريرة رضيَ اللَّه عنه أَنَّ رسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « لَيْسِ المِسْكِينُ الَّذِي يطُوفُ عَلى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ واللُّقْمَتانِ ، وَالتَّمْرَةُ والتَّمْرتَانِ ، وَلَكِنَّ المِسْكِينَ الَّذِي لا يجِـدُ غِنًى يُغنِيهِ ، وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ ، فَيُتَصدَّقَ عَلَيْهِ ، وَلاَ يَقُومُ فَيسْأَلَ النَّاسَ » متفقٌ عليه .

535. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Bukannya orang miskin itu orang yang berkeliling mendatangi orang banyak -keluar masuk dari rumah ke rumah, dari pintu ke pintu- lalu ditolak ketika meminta sebiji atau dua biji kurma atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya, tidak pula diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui tentu ia akan diberi sedekah bahkan tidak pula ia suka berdiri lalu meminta-minta sesuatu kepada orang-orang." (Muttafaq 'alaih)


 

 

 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan