Minggu, 21 Januari 2024

Bab 41. Keharamannya Berani -Durhaka- Kepada Orangtua Dan Memutuskan Ikatan Kekeluargaan

Loading

 

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*

 

Bab 41. Keharamannya Berani -Durhaka- Kepada Orangtua Dan Memutuskan Ikatan Kekeluargaan

 

قال اللَّه تعالى:  { فهل عسيتم إن توليتم أن تفسدوا في الأرض، وتقطعوا أرحامكم؛ أولئك الذين لعنهم اللَّه، فأصمهم وأعمى أبصارهم } .

Allah Ta'ala berfirman: "Apakah barangkali andaikata engkau semua berkuasa, maka engkau semua akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan ikatan kekeluargaanmu semua. Orang-orang yang sedemikian itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, lalu Allah memekakkan pendengaran mereka dan membutakan penglihatan mereka." (Muhammad: 22-23)

وقال تعالى:  { والذين ينقضون عهد اللَّه من بعد ميثاقه، ويقطعون ما أمر اللَّه به أن يوصل، ويفسدون في الأرض، أولئك لهم اللعنة ولهم سوء الدار } .

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan orang-orang yang merusak janji Allah sesudah teguhnya dan pula memutuskan apa-apa yang diperintah oleh Allah untuk dihubungkannya serta membuat kerusakan di bumi, maka mereka itulah yang mendapatkan kelaknatan dan akan memperoleh tempat kediaman yang buruk." (ar-Ra'ad: 25)

وقال تعالى:  { وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا  وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا} .

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan kalau salah seorang diantara keduanya ada di sisimu sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan "cis" -yakni ucapan merendahkan-, dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada keduanya itu ucapan yang mulia -penuh kehormatan-. "Dan turunkanlah sayap kerendahan -rendahkanlah dirimu- terhadap kedua orangtuamu itu dengan kasih sayang dan katakanlah: "Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orangtuaku itu sebagaimana keduanya mengasihi aku di kala aku masih kecil." (al-Isra': 23-24)

 

وعن أبي  بكرةَ نُفيْع بنِ الحارثِ رضي اللَّه عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : «أَلا أُنَبِّئُكمْ بِأكْبَرِ الْكَبائِرِ ؟ » ثلاثاً قُلنا : بلَى يا رسولَ اللَّه : قال : « الإِشْراكُ بِاللَّهِ، وعُقُوقُ الْوالِديْن » وكان مُتَّكِئاً فَجلَسَ ، فقال:«أَلا وقوْلُ الزُّورِ وشهادُة الزُّورِ »فَما زَال يكَرِّرُهَا حتَّى قُلنَا : ليْتهُ سكتْ .متفق عليه.

336. Dari Abu Bakrah yaitu Nufai' bin al-Harits radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tidakkah engkau semua suka saya beritahukan perihal sebesar-besarnya dosa besar?" Beliau menyabdakan ini sampai tiga kali. Kita -para sahabat- menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Menyekutukan kepada Allah dan berani kepada kedua orangtua." Semula beliau shalallahu alaihi wasalam bersandar lalu duduk kemudian bersabda lagi: "Ingatlah, juga mengucapkan kedustaan serta bersaksi secara palsu -maksudnya sebagai saksi palsu dan berkata dusta saat menjadi saksi-." Beliau shalallahu alaihi wasalam senantiasa mengulang-ulanginya kata-kata yang akhir ini, sehingga kita mengucapkan: "Alangkah baiknya, jikalau beliau diam berhenti mengucapkannya." (Muttafaq 'alaih)

 

وعن عبد اللَّهِ بنِ عمرو بن العاص رضي اللَّه عنهما عن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : «الْكبائرُ : الإِشْراكُ بِاللَّه ، وعقُوق الْوالِديْنِ ، وقَتْلُ النَّفْسِ ، والْيمِينُ الْغَموس» رواه البخاري .  « اليمِين الْغَمُوسُ » التي يَحْلِفُهَا كَاذِباً عامِداً ، سُمِّيت غَمُوساً ، لأَنَّهَا تَغْمِسُ الحالِفَ في الإِثم

337. Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda, bersabda: "Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan kepada Allah, berani kepada kedua orangtua, membunuh seseorang -tidak sesuai dengan haknya- serta bersumpah secara palsu." (Riwayat Bukhari) Alyaminul ghamus ialah sesuatu yang disumpahkan oleh seorang dengan dusta dan disengaja, dinamakan ghamus, sebab sumpah sedemikian itu menerjunkan orang yang bersumpah itu ke dalam dosa.

 

وعنه أَن رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « مِنَ الْكبائِرِ شتْمُ الرَّجلِ والِدَيْهِ ،» قالوا : يا رسولَ اللَّه وهَلْ يشْتُمُ الرَّجُلُ والِديْهِ ؟، قاـل : « نَعمْ ، يَسُبُّ أَبا الرَّجُلِ، فيسُبُّ أَباه ، ويسُبُّ أُمَّهُ ، فَيسُبُّ أُمَّهُ » متفقٌ عليه .

338. Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash radhiyallahu anhu pula bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Termasuk dalam golongan dosa-dosa besar ialah jikalau seorang itu memaki-maki kedua orang tuanya sendiri." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, adakah seseorang itu -yang- memaki-maki kedua orang tuanya sendiri." Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: "Ya, yaitu apabila seseorang itu memaki-maki ayah seseorang, lalu orang yang dimaki-maki ayahnya itu lalu -membalas- memaki-maki ayahnya sendiri -yang memaki tersebut-. Atau seseorang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang yang dimaki-maki ibunya ini -membalas- memaki-maki ibunya sendiri -yang memaki tersebut-." (Muttafaq 'alaih)

وفي روايـةٍ : « إِنَّ مِنْ أَكْبرِ الكبائِرِ أَنْ يلْعنَ الرَّجُلُ والِدَيْهِ ، » قيل : يا رسـول اللَّهِ كيْفَ يلْعنُ الرجُلُ والِديْهِ ؟، قال : « يسُبُّ أَبا الرَّجُل ، فَيسُبُّ أَبَاهُ ، وَيَسبُّ أُمَّه ، فيسُبُّ أُمَّهُ».

Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya termasuk sebesar-besarnya dosa besar ialah apabila seorang itu melaknat kepada kedua orang tuanya sendiri." Beliau shalallahu alaihi wasalam ditanya: "Ya Rasulullah, bagaimanakah seorang itu melaknat kedua orang tuanya sendiri?" Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Yaitu orang tadi memaki-maki ayah orang lain, lalu orang ini -membalas- memaki-maki ayahnya sendiri -yang memaki tersebut- atau orang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang ini -membalas- memaki-maki ibunya sendiri -yang memaki tersebut-."

 

وعن أبي  محمد جُبيْرِ بنِ مُطعِمٍ رضي اللَّه عنه أَن رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : «لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ » قال سفيان في روايته : يعْني : قاطِع رحِم . متفقٌ عليه.

339. Dari Abu Muhammad, yaitu Jubair bin Muth'im radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tidak akan masuk syurga seorang yang memutuskan." Sufyan berkata dalam riwayatnya bahwa yang dimaksudkan ialah memutuskan ikatan kekeluargaan. (Muttafaq 'alaih)

 

وعن أبي عِيسى المُغِيرةِ بنِ شُعْبةَ رضي اللَّه عنه عن النبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « إِنَّ اللَّهُ تعالى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الأُمهَاتِ ، ومنْعاً وهات ، ووأْدَ البنَاتِ ، وكَرَهَ لكُمْ قِيل وقالَ ، وكثرة السَؤالِ ، وإِضَاعة المالِ » متفقٌ عليه .

340. Dari Abu Isa, yaitu al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadamu semua akan berani kepada para ibu, juga mencegah -tidak melaksanakan- apa-apa yang wajib atas dirinya, meminta yang bukan miliknya serta menanam anak-anak perempuan hidup-hidup. Allah membenci kepada kata-kata qil wa qal -yakni-: katanya dari si Anu, ujarnya dari si Anu, tetapi tidak ada kepastiannya, juga memperbanyak pertanyaan serta menyia-nyiakan harta dibelanjakan kepada sesuatu yang bukan semestinya." (Muttafaq 'alaih)

قولُهُ : « منعاً » معنَاهُ : منعُ ما وجَبَ عَلَيْهِ وَ « هَاتِ » : طَلَبُ مَا لَيسَ لَهُ و « وَأْدَ البنَاتِ» معْنَاه : دَفْنُهُنَّ في الحَياةِ ، وَ « قِيلَ وقَالَ » مَعْنَاهُ : الحدِيثُ بِكُلِّ مَا يَسمعُهُ ، فيقُولُ: قيلَ كَذَا ، وقَالَ فُلانٌ كَذَا مِمَّا لا يَعلَمُ صِحَّتَهُ ، ولا يَظُنُّهَا ، وكَفى بالمرْءِ كذِباً أَنْ يُحَدِّث بِكُلِّ ما سَمِعَ . و « إِضَاعَةُ المال » : تبذيره وصرفُهُ في غَيْرِ الوُجُوهِ المأْذُون فِيهَا مِنْ مَقَاصِدِ الآخِرِةِ والدُّنيا ، وتَرْكُ حِفْظِهِ مع إِمْكَانِ الحفْظِ . و « كثرةُ السُّؤَالِ » الإِلحاحُ فِيمَا لا حاجةَ إِلَيْهِ .

وفي الباب أَحادِيثُ سبقَتْ في البابِ قبله كَحَدِيثَ « وأَقْطعُ مَنْ قَطَعكِ» وحديث«مَن قطَعني قَطَعهُ اللَّه » .

Sabda Nabi shalallahu alaihi wasalam man'an ialah mencegah atau tidak menunaikan apa-apa yang diwajibkan atau yang sudah menjadi kewajiban dirinya. Hati artinya meminta yang bukan milik atau haknya, Wa'dul banal, yaitu menanam anak-anak perempuan dengan hidup-hidup. Qil wa qal maknanya ialah segala sesuatu yang didengarnya -sekalipun belum pasti kebenarannya-. Orang yang suka qil wa qal itu suka mengatakan: "Dikatakan oleh si Fulan itu begini, atau si Fulan itu berkata demikian, semua kata-kata itu tidak dapat diketahui kebenarannya atau bahkan tidak disangka bahwa kata-kata itu benar. Cukuplah seseorang itu disebut berdusta, jikalau ia mempercakapkan segala apa yang didengarnya. Idha'atul mal, yaitu ditabzirkan, diobralkan atau dibelanjakan untuk jurusan-jurusan yang tidak diizinkan oleh syariat, yaitu baik yang berhubungan dengan tujuan-tujuan keakhiratan atau keduniaan, atau tidak suka menyimpannya, padahal mungkin sekali untuk disimpan -yakin ia kuasa menyimpan-. Katsratus sual, yakni banyak bertanya atau meminta sesuatu yang ia sendiri tidak memerlukan itu. Dalam bab ini masih banyak lagi Hadits-hadits yang sudah disebutkan dalam bab sebelumnya seperti Hadis -yang artinya-: "Dan Aku memutuskan orang yang memutuskan engkau -kekeluargaan-, juga hadits -yang artinya-: "Barangsiapa yang memutuskan aku -kekeluargaan-, maka Allah memutuskan ia -lihat Hadits-hadits no.315 dan 323-.


 

 

 

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan