Belajar Lagi

Pelantikan Pemuda Muhammadiyah di pendopo Tuban

Foto disek karo senior

Acara Pelantikan Pemuda Muhammadiyah Kab. Tuban.

Akhir Diklat Kokam

Duklat Kokam dan SAR Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Tuban.

RAKERDA PDPM DI MERAKURAK

rAPAT KERJA PIMPINAN DAERAH PEMUDA MUHAMMADIYAH.

BAB PCPM PALANG

Perkaderan Pemuda Muhammadiyah Palang

tanpa judul

pemandangan

MEMBACA ADALAH KUNCI UNTUK MENGETAHUI DUNIA

Kadang kala menunggu itu membosankan, akan tetapi berbeda kalau menunggunya sambil baca-baca

PANDANGAN MATA

Pandangan mata kadang kala, melabuhi hal-hal yang sebenarnya

Rabu, 31 Januari 2024

Bab 256. Uraian Perihal Ghibah -Mengumpat- Yang Dibolehkan

Loading

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*

 

Bab 256. Uraian Perihal Ghibah -Mengumpat- Yang Dibolehkan

 

Ketahuilah bahwasanya mengumpat itu dibolehkan karena adanya tujuan yang dianggap benar menurut pandangan syara' Agama Islam, yang tidak akan mungkin dapat sampai kepada tujuan tadi, melainkan dengan cara mengumpat itu. Dalam hal ini adalah beberapa macam sebab-sebabnya, diantaranya adalah:

 

1.      Dalam mengajukan pengaduan penganiayaan, maka bolehlah seorang yang merasa dirinya dianiaya apabila mengajukan pengaduan penganiayaan itu kepada sultan, hakim ataupun lain-lainnya dari golongan orang yang mempunyai jabatan atau kekuasaan untuk menolong orang yang dianiaya itu dari orang yang menganiayanya. Orang yang dianiaya tadi bolehlah mengucapkan: "Si Fulan itu menganiaya saya dengan cara demikian."

2.      Dalam meminta pertolongan untuk menghilangkan sesuatu kemungkaran dan mengembalikan orang yang melakukan kemaksiatan kepada jalan yang benar. Orang itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang ia harapkan dapat menggunakan kekuasaannya untuk menghilangkan kemungkaran tadi: "Si Fulan itu mengerjakan demikian, maka itu cegahlah ia dari perbuatannya itu," atau lain-lain sebagainya. Maksudnya adalah agar kemungkaran tadi lenyap. Jadi apabila tidak mempunyai maksud sedemikian, maka pengumpatan itu adalah haram hukumnya.

3.      Dalam meminta fatwa -yakni penerangan keagamaan-. Orang yang hendak meminta fatwa itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang dapat memberi fatwa yakni mufti: "Saya dianiaya oleh ayahku atau saudaraku atau suamiku atau si Fulan dengan perbuatan demikian demikian, apakah ia berhak berbuat sedemikian itu padaku? Dan bagaimana jalan untuk menyelamatkan diri dari penganiayaannya itu? Bagaimana untuk memperoleh hakku itu serta bagaimanakah caranya menolak kezhalimannya itu?" dan sebagainya. Pengumpatan semacam ini adalah boleh karena adanya keperluan. Tetapi yang lebih berhati-hati dan pula lebih utama ialah apabila ia mengucapkan: "Bagaimanakah pendapat Anda mengenai seseorang atau manusia atau suami yang berkeadaan sedemikian ini?" Dengan begitu, maka tujuan meminta fatwanya dapat dihasilkan tanpa menentukan atau menyebutkan nama seseorang. Sekalipun demikian, menentukan yakni menyebutkan nama seseorang itu dalam hal ini adalah boleh atau jaiz, sebagaimana yang akan kami cantumkan dalam Hadisnya Hindun -lihat hadits no.1532-. Insya Allah Ta'ala.

4.      Dalam hal menakut-nakuti kaum Muslimin dari sesuatu kejelekan serta menasihati mereka -jangan terjerumus dalam kesesatan karenanya-. Yang sedemikian dapat diambil dari beberapa sudut, diantaranya ialah memburukkan kepada para perawi hadits yang memang buruk ataupun para saksi -dalam sesuatu perkara-. Hal ini boleh dilakukan dengan berdasarkan ijma'nya seluruh kaum Muslimin, tetapi bahkan wajib karena adanya kepentingan. Di antaranya lagi ialah di waktu bermusyawarah untuk mengambil seseorang sebagai menantu, atau hendak berserikat dagang dengannya, atau akan menitipkan sesuatu padanya ataupun hendak bermuamalat dalam perdagangan dan lain-lain sebagainya, ataupun hendak mengambil seseorang sebagai tetangga. Orang yang dimintai musyawarahnya itu wajib untuk tidak menyembunyikan hal keadaan orang yang ditanyakan oleh orang yang meminta pertimbangan tadi, dan bolehlah ia menyebutkan beberapa cela yang benar-benar ada dalam dirinya orang yang ditanyakan itu dengan tujuan dan niat menasihati.

5.      Apabila seseorang melihat seorang ahli agama -pandai dalam seluk beluk keagamaan- yang mondar-mandir ke tempat orang yang ahli kebid'ahan atau orang fasik yang mengambil ilmu pengetahuan dari orang ahli agama tadi dan dikhawatirkan kalau-kalau orang ahli agama itu terkena bencana dengan pergaulannya bersama kedua macam orang tersebut di atas. Maka orang yang melihatnya itu bolehlah menasihatinya -yakni orang ahli agama itu- tentang hal ihwal dari orang yang dihubungi itu, dengan syarat benar-benar berniat untuk menasihati. Persoalan di atas itu seringkali disalah gunakan dan orang yang berbicara tersebut -yakni orang yang rupanya hendak menasihati- hanyalah karena didorong oleh kedengkian. Memang syaitan pandai benar mencampur-baurkan pada orang itu akan sesuatu perkara. Ia menampakkan pada orang tersebut, seolah-olah apa yang dilakukan itu adalah merupakan nasihat, tetapi sebenarnya adalah karena lain tujuan, misalnya kedengkian, iri hati dan sebagainya. Oleh sebab itu hendaklah seorang itu pandai-pandai meletakkan sesuatu dalam persoalan ini.

6.      Di antaranya lagi misalnya ada seorang yang sedang mempunyai sesuatu jabatan yang tidak menetapi ketentuan-ketentuan.

 

عَنْ عَائِشَةَ رضي اللَّه عَنْهَا أن رَجُلاً استأْذَن عَلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم  فقَالَ : « ائذَنُوا لهُ، بئس أخو العشِيرَةِ ؟ » متفقٌ عليه .

1528. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya ada sesorang lelaki meminta izin kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam untuk menemuinya, lalu beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda untuk menemuinya, lalu beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda -kepada sahabat-sahabat-: "Izinkanlah ia, ia adalah seburuk-buruknya orang dari seluruh keluarganya." (Muttafaq ‘alaih) Imam Bukhari mengambil keterangan dari hadits ini akan bolehnya mengumpat kepada orang-orang yang suka membuat kerusakan serta ahli bimbang -tidak berpendirian tetap-.

 

وعنْهَا قَالَتْ : قَالَ رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَا أَظُن فُلاناً وفُلاناً يعرِفَانِ مِنْ ديننا شَيْئاً » رواه البخاريُّ .

1529. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Saya tidak menyakinkan kepada si fulan dan si fulan itu bahwa keduanya itu mengetahui sesuatu perihal agama kita." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Ia berkata: “Allaits bin Sa’ad, salah seorang yang meriwayatkan hadits ini berkata: "Kedua orang lelaki ini termasuk golongan kaum munafik".

 

وعنْ فَاطِمةَ بنْتِ قَيْسٍ رضي اللَّه عَنْها قَالَتْ : أَتيْتُ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فقلت : إنَّ أبا الجَهْمِ ومُعاوِيةَ خَطباني ؟ فقال رسول اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « أمَّا مُعَاوِيةُ ، فَصُعْلُوكٌ لا مالَ له ، وأمَّا أبو الجَهْمِ فلا يضَعُ العَصا عنْ عاتِقِهِ » متفقٌ عليه . وفي روايةٍ لمسلمٍ : « وأمَّا أبُو الجَهْمِ فضَرَّابُ للنِّساءِ »

1530. Dari Fathimah binti Qais radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendatangi Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu saya berkata: "Sesungguhnya Abuljahm dan Mu'awiyah itu sama-sama melamar diriku." Rasulullah shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: "Adapun Mu'awiyah itu adalah seorang fakir yang tiada berharta, sedangkan Abuljahm adalah seorang yang tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Adapun Abuljahm, maka ia adalah seorang yang gemar memukul wanita." Ini adalah sebagai tafsiran dari riwayat yang menyebutkan bahwa ia tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya. Ada pula yang mengartikan lain ialah bahwa "tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya" itu artinya banyak sekali berpergiannya.

 

وعن زيْد بنِ أرْقَمَ رضي اللَّه عنهُ قال : خَرجْنَا مع رسولِ اللِّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في سفَرٍ أصاب النَّاس فيهِ شِدةٌ ، فقال عبدُ اللَّه بنُ أبي : لا تُنْفِقُوا على منْ عِنْد رسُولِ اللَّه حتى ينْفَضُّوا وقال : لَئِنْ رجعْنَا إلى المدِينَةِ ليُخرِجنَّ الأعزُّ مِنْها الأذَلَّ ، فَأَتَيْتُ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، فَأَخْبرْتُهُ بِذلكَ ، فأرسلَ إلى عبد اللَّه بن أبي فَاجْتَهَد يمِينَهُ : ما فَعَل ، فقالوا : كَذَب زيدٌ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فَوقَع في نَفْسِي مِمَّا قالوهُ شِدَّةٌ حتى أنْزَل اللَّه تعالى تَصْدِيقي: { إذا جاءَك المُنَافِقُون }  ثم دعاهم النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، لِيَسْتغْفِرَ لهم فلَوَّوْا رُؤُوسَهُمْ . متفقٌ عليه .

1531. Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu anhu, katanya: "Kita keluar bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dalam suatu perjalanan yang menyebabkan orang-orang banyak memperoleh kesukaran, lalu Abdullah bin Ubay berkata: "Janganlah engkau semua memberikan apa-apa kepada orang yang ada di dekat Rasulullah, sehingga mereka pergi -yakni berpisah dari sisi beliau shalallahu alaihi wasalam itu-." Selanjutnya ia berkata lagi: "Sesungguhnya kalau kita sudah kembali ke Madinah, sesungguhnya orang yang berkuasa akan mengusir orang yang rendah." Saya lalu mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan memberitahukan perihal ucapannya Abdullah bin Ubay di atas. Beliau shalallahu alaihi wasalam menyuruh Abdullah bin Ubay datang padanya, tetapi ia bersungguh-sungguh dalam sumpahnya bahwa ia tidak melakukan itu -yakni tidak berkata sebagaimana di atas-. Para sahabat lalu berkata: "Zaid berdusta kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam" Dalam jiwaku terasa amat berat sekali karena ucapan mereka itu, sehingga Allah Ta'ala menurunkan ayat, untuk membenarkan apa yang saya katakan tadi, yaitu -yang artinya-: "Jikalau orang-orang munafik itu datang padamu." (al-Munafiqun: 1) Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu memanggil mereka untuk dimintakan pengampunan -yakni supaya orang-orang yang mengatakan bahwa Zaid berdusta itu dimohonkan pengampunan kepada Allah oleh beliau shalallahu alaihi wasalam-, tetapi orang-orang itu memalingkan kepalanya -yakni enggan untuk dimintakan pengampunan-." (Muttafaq 'alaih)

 

وعنْ عائشةَ رضي اللَّه عنها قالتْ : قالت هِنْدُ امْرأَةُ أبي سُفْيانَ للنبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : إنَّ أبا سُفيانَ رجُلٌ شَحِيحُ ولَيْس يُعْطِيني ما يَكْفِيني وولَدِي إلاَّ ما أخَذْتُ مِنه ، وهَو لا يعْلَمُ ؟ قال : « خُذِي ما يكْفِيكِ ووَلَدَكِ بالمعْرُوفِ » متفقٌ عليه .

1532. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Hindun yaitu istrinya Abu Sufyan berkata kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam: "Sesungguhnya Abu Sufyan itu seorang lelaki yang kikir, ia tidak memberikan nafkah yang dapat mencukupi kebutuhanku serta untuk keperluan anakku, melainkan dengan cara saya mengambil sesuatu daripadanya, sedang ia tidak mengetahuinya." Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: "Ambil sajalah yang sekiranya dapat mencukupi kebutuhanmu dan untuk kepentingan anakmu dengan baik-baik -yakni jangan berlebih-lebihan-." (Muttafaq 'alaih)


Bab 255. Haramnya Mendengar Kata Umpatan -Ghibah- Dan Menyuruh Kepada Orang Yang Mendengar Umpatan Yang Diharamkan Itu supaya Menolaknya

Loading

 

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*

 

Bab 255. Haramnya Mendengar Kata Umpatan -Ghibah- Dan Menyuruh Kepada Orang Yang Mendengar Umpatan Yang Diharamkan Itu supaya Menolaknya dan Mengingkari -Tidak Menyetujui- Kepada Orang Yang Mengucapkannya. Jikalau Tidak Kuasa Ataupun Orang Tadi Tidak Suka Menerima Nasihatnya, Supaya Ia Memisahkan Diri Dari Tempat Itu Jikalau Mungkin Ia Berbuat Demikian

 

قال اللَّه تعالى:  { وإذا سمعوا اللغو أعرضوا عنه }

Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau mereka -yakni orang-orang mu'min- mendengar kata-kata yang tidak berguna, maka mereka berpaling daripadanya." (al-Qashash: 55)

وقال تعالى:  { والذين هم عن اللغو معرضون }

Allah Ta'ala juga berfirman: "Orang-orang mu'min ialah orang-orang yang berpaling dari kata-kata yang tidak berguna." (al-Mu'minun: 3)

وقال تعالى:  { إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولاً }

Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diberi pertanyaan -tentang apa-apa yang dilakukan masing-masing-." (al-Isra': 36)

وقال تعالى:  { وإذا رأيت الذين يخوضون في آياتنا فأعرض عنهم حتى يخوضوا في حديث غيره، وإما ينسينك الشيطان فلا تقعد بعد الذكرى مع القوم الظالمين }

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan apabila engkau melihat orang-orang yang memperolok-olokkan keterangan-keterangan Kami, hendaklah engkau menghindarkan diri dari mereka itu, sehingga mereka membicarakan perkara yang lain. Dan jikalau engkau terlupa karena godaan syaitan, janganlah engkau terus duduk sesudah teringat itu bersama-sama dengan orang-orang yang menganiaya -diri sendiri-." (al-An'am: 68)

 

وعنْ أبي الدَّرْداءِ رضي اللَّه عَنْهُ عنِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : « منْ ردَّ عَنْ عِرْضِ أخيهِ، ردَّ اللَّه عنْ وجْههِ النَّارَ يوْمَ القِيَامَةِ » رواه الترمذي وقالَ : حديثٌ حسنٌ .

1525. Dari Abuddarda' radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Barangsiapa yang menolak dari kehormatan saudaranya -seperti mencegah orang yang hendak mengumpat saudaranya itu di hadapannya-, maka Allah menolak orang itu dari neraka pada hari kiamat" - Saudara yang dimaksudkan ialah orang yang sesama muslim atau mu'min. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

وعنْ عِتْبَانَ بنِ مالِكٍ رضي اللَّهُ عنْهُ في حدِيثِهِ الطَّويلِ المشْهورِ الَّذي تقدَّم في باب الرَّجاءِ قَالَ : قامَ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم  يُصلِّي فَقال : « أيْنَ مالِكُ بنُ الدُّخْشُمِ ؟ » فَقَال رجل: ذلكَ مُنافِقٌ لا يُحِبُّ اللَّه ورسُولَهُ ، فَقَال النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لا تقُلْ ذلكَ ، ألا تَراه قد قَال : لا إلهَ إلاَّ اللًه يُريدُ بذلك وجْه اللَّه ، وإن اللَّه قدْ حَرَّمَ على النَّارِ منْ قال : لا إله إلاَّ اللَّه يبْتَغِي بِذلكَ وجْهَ اللَّه » متفقٌ عليه .

1526. Dari 'Itban bin Malik radhiyallahu anhu dalam hadisnya yang panjang lagi masyhur yang telah dibahas uraiannya dalam bab Harapan -lihat hadits no.416-, katanya: "Nabi shalallahu alaihi wasalam berdiri untuk shalat lalu bersabda: "Manakah Malik bin Addukhsyum?" Lalu ada seorang yang berkata: "Ia adalah seorang munafik yang tidak mencintai Allah dan RasulNya-." Kemudian Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah engkau berkata demikian, tidakkah engkau melihat bahwa ia juga telah mengucapkan La ilaha illallah, yang dengan membacanya ia menghendaki keridhaan Allah. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada neraka orang yang mengucapkan La ilaha illallah yang dengan mengucapkannya itu ia mengharapkan keridhaan Allah itu." (Muttafaq 'alaih) 'Itban dengan kasrahnya 'ain menurut keterangan yang masyhur dan ada yang menceritakan dengan didhammahkan 'ainnya itu dan sehabis 'ain ialah ta' yang bertitik dua diatas lalu ba' bertitik satu. Adapun Addukhsyum dengan dhammahnya dal dan sukunnya kha' serta dhammahnya syin. Kha' dan syin itu mu'jamah semuanya.

 

وعَنْ كعْبِ بنِ مالكٍ رضي اللَّه عَنْهُ في حدِيثِهِ الطَّويلِ في قصَّةِ توْبَتِهِ وقد سبقَ في باب التَّوْبةِ . قال : قال النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وهُو جَالِسٌ في القَوْم بِتبُوكَ : « ما فعل كَعْبُ بنُ مالك ؟ » فقالَ رجُلٌ مِنْ بَني سلِمَةَ : يا رسُولَ اللَّه حبسهُ بُرْداهُ ، والنَّظَرُ في عِطْفيْهِ . فقَال لَهُ معاذُ بنُ جبلٍ رضي اللَّه عنْه : بِئس ما قُلْتَ ، واللَّهِ يا رسُولَ اللَّهِ ما عَلِمْنا علَيْهِ إلاَّ خيْراً ، فَسكَتَ رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم .متفق عليه .

1527. Dari Ka'ab bin Malik radhiyallahu anhu dalam hadisnya yang panjang dalam kisah taubatnya dan sudah lampau keterangannya dalam bab Taubat -lihat hadits no.21-, ia berkata: "Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda dan waktu itu beliau sedang duduk di kalangan kaum di Tabuk -yakni orang-orang yang sama-sama mengikuti peperangan Tabuk-: "Apakah yang dikerjakan oleh Ka'ab bin Malik?" Kemudian ada seorang dari Bani Salimah berkata: "Ya Rasulullah, ia tertahan oleh baju indahnya dan keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Mu'az bin Jabal lalu berkata: "Buruk sekali yang engkau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak mengetahui tentang diri Ka'ab itu melainkan yang baik-baik saja." Rasulullah shalallahu alaihi wasalam lalu berdiam diri. (Muttafaq 'alaih) 'Ithfahu artinya di kedua tepinya atau sekelilingnya, ini adalah sebagai isyarat keheranan seseorang pada dirinya sendiri.


Bab 254. Haramnya Mengumpat dan Perintah Menjaga Lisan

Loading

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*

 

Bab 254. Haramnya Mengumpat dan Perintah Menjaga Lisan

 

قال اللَّه تعالى:  { ولا يغتب بعضكم بعضاً، أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتاً فكرهتموه! واتقوا اللَّه إن اللَّه تواب رحيم }

Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah sebagian diantara engkau semua itu mengumpat sebagian yang lainnya. Sukakah seorang diantara engkau semua makan daging saudaranya dalam keadaaan ia sudah mati, maka tentu engkau semua membenci -karena jijik terhadap perbuatan tersebut-. Takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Menerima taubat lagi Penyayang." (al-Hujurat: 12)

وقال تعالى:{ ولا تقف ما ليس لك به علم؛ إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولاً }

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mengetahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diberi pertanyaan -apa saja yang telah dilakukan olehnya-." (al-Isra': 36)

وقال تعالى:  { ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد }

Allah Ta'ala juga berfirman: "Tidaklah seorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf: 18)

 

Ketahuilah bahwasanya setiap seorang mukallaf -yakni akil baligh- itu seyogyanya menjaga lisannya dari segala macam perkataan, melainkan perkataan yang di dalamnya tampak nyata adanya kemaslahatan. Apabila sama nilainya antara berbicara dan tidak berbicara menurut pandangan kemaslahatan, maka sunnahnya ialah menahan mulut dari berkata-kata itu, sebab kadang-kadang perkataan yang mubah -yakni boleh dan tidak haram itu- dapat menyeret kepada keharaman atau kemakruhan. Hal ini banyak dalam adat kebiasaannya, sedangkan keselamatan itu tidak dapat diimbangi nilainya oleh sesuatu apapun.

 

وَعنْ أبي هُريْرَةَ رضي اللَّه عنْهُ عَنِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم  قَالَ : « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَليقُلْ خَيْراً ، أوْ ليَصْمُتْ » متفقٌ عليه .

1508. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau -kalau tidak dapat berkata yang baik-, hendaklah ia diam saja." (Muttafaq 'alaih) hadits ini secara terang sekali menjelaskan bahwasanya seyogyanya seorang itu tidak berbicara, melainkan jikalau pembicaraannya itu berupa suatu kebaikan yakni pembicaraan yang tampak nyata adanya kemaslahatan di dalamnya. Oleh sebab itu, jikalau ia sangsi tentang akan timbulnya kemaslahatan dalam pembicaraannya tadi, maka janganlah berbicara.

 

وعَنْ أبي مُوسَى رضي اللَّه عَنْهُ قَال : قُلْتُ يا رَسُولَ اللَّهِ أيُّ المُسْلِمِينَ أفْضَلُ؟ قال : « مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسَانِهِ وَيَدِهِ » . متفق عليه .

1509. Dari Abu Musa radhiyallahu anhu, katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?" Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: "Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari tangannya." (Muttafaq 'alaih)

 

وَعَنْ سَهْلِ بنِ سعْدٍ قَال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ يَضْمَنْ لي ما بيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بيْنَ رِجْلَيْهِ أضْمنْ لهُ الجَنَّة » . متفقٌ عليهِ .

1510. Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada diantara kedua tulang rahangnya -yakni mulut- serta antara kedua kakinya -yakni kemaluannya-, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya." (Muttafaq 'alaih)

 

وَعَنْ أبي هُرَيْرَةَ رضي اللَّه عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقُولُ : إنَّ الْعَبْد لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمةِ مَا يَتَبيَّنُ فيهَا يَزِلُّ بهَا إلى النَّارِ أبْعَدَ مِمَّا بيْنَ المشْرِقِ والمغْرِبِ » . متفقٌ عليهِ .

1511. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya ia mendengar Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba itu berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan -baik atau buruknya-, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (Muttafaq 'alaih) Makna yatabayyanu ialah memikirkan apakah perkataannya itu baik atau tidak.

 

وَعَنْهُ عن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « إنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالى مَا يُلقِي لهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللَّه بهَا دَرَجاتٍ ، وَإنَّ الْعبْدَ لَيَتَكلَّمُ بالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ تَعالى لا يُلْقي لهَا بالاً يهِوي بهَا في جَهَنَّم » رواه البخاري .

1512. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu pula dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Sesungguhnya seorang hamba itu mengatakan suatu perkataan dari apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta'ala yang ia sendiri tidak banyak mengambil perhatian dengan kata-katanya, lalu Allah mengangkatnya dengan beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu mengatakan suatu perkataan dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah Ta'ala yang ia sendiri tidak banyak mengambil perhatian dengan kata-katanya, lalu orang itu terjatuh dalam neraka Jahanam sebab kata-katanya tadi." (Riwayat Bukhari)

 

وعَنْ أبي عَبْدِ الرَّحمنِ بِلال بنِ الحارثِ المُزنيِّ رضي اللَّه  عَنْهُ أنَّ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم  قالَ : « إنَّ الرَّجُلَ ليَتَكَلَّمُ بالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوانِ اللَّهِ تَعالى ما كَانَ يَظُنُّ أنْ تَبْلُغَ مَا بلَغَتْ يكْتُبُ اللَّه اللَّه بهَا رِضْوَانَهُ إلى يَوْمِ يلْقَاهُ ، وَإنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلِمةِ مِنْ سَخَطِ اللَّه مَا كَانَ يظُنُّ أن تَبْلُغَ ما بلَغَتْ يكْتُبُ اللَّه لَهُ بهَا سَخَطَهُ إلى يَوْمِ يلْقَاهُ ».رواهُ مالك في « المُوطَّإِ » والترمذي وقال :حديثٌ حسنٌ صحيحٌ .

1513. Dari Abu Abdur Rahman yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya seseorang itu berkata dengan suatu perkataan dari apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta'ala, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatat untuknya bahwa ia akan memperoleh keridhaanNya sampai pada hari ia menemuiNya -yakni hari kematiannya atau pada hari kiamat nanti-. Dan sesungguhnya seorang itu berkata dengan suatu perkataan dari apa-apa yang menjadikan kemurkaan Allah, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatatkan untuknya bahwa ia akan memperoleh kemurkaanNya sampai pada hari ia menemuiNya." Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Al-Muwaththa' dan juga oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

وعَنْ سُفْيان بنِ عبْدِ اللَّهِ رضي اللَّه عنْهُ قَال : قُلْتُ يا رسُولَ اللَّهِ حَدِّثني بأمْرٍ أعْتَصِمُ بِهِ قالَ : « قُلْ ربِّي اللَّه ، ثُمَّ اسْتَقِمْ » قُلْتُ : يا رسُول اللَّهِ ما أَخْوفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ ؟ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ، ثُمَّ قَال : « هذا » . رواه الترمذي وقال : حديثٌ حسنٌ صحيحٌ .

1514. Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallahu anhu, katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya sesuatu perkara yang saya wajib tetap berpegangan dengannya itu!" Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: "Katakanlah: "Tuhanku adalah Allah," kemudian berbuat luruslah." Saya bertanya lagi: "Ya Rasulullah, apakah yang paling Tuan takutkan atas diri saya?" Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu mengambil lisannya, kemudian bersabda: "Ini." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

وَعَن ابنِ عُمَر رضي اللَّه عنْهُمَا قَالَ : قَالَ رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لا تُكْثِرُوا الكَلامَ بغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ ، فَإنَّ كَثْرَة الكَلامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّه تَعالَى قَسْوةٌ لِلْقَلْبِ ، وإنَّ أبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ القَلبُ القَاسي » . رواه الترمذي .

1515. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Janganlah engkau semua memperbanyak kata, selain untuk berdzikir kepada Allah Ta'ala, sebab sesungguhnya banyaknya pembicaraan -membuat- kerasnya hati dan sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari Allah ialah yang berhati keras -yakni enggan menerima petunjuk yang baik-". (Riwayat Tirmidzi)

 

وعنْ أبي هُريرَة رضي اللَّه عَنهُ قَالَ : قال رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ وَقَاهُ اللَّه شَرَّ مَا بيْنَ لَحْييْهِ ، وشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الجنَّةَ » رَوَاه التِّرمِذي وقال : حديث حسنٌ.

1516. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang dijaga oleh Allah akan keburukannya yang ada diantara kedua rahangnya -yakni mulut- dan keburukannya apa yang ada diantara kedua kakinya -yakni kemaluan-, maka dapatlah ia masuk syurga." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih

 

وَعَنْ عُقْبةَ بنِ عامِرٍ رضي اللَّه عنْهُ قَالَ : قُلْتُ يا رَسول اللَّهِ مَا النَّجاةُ ؟ قَال : « أمْسِكْ عَلَيْكَ لِسانَكَ ، وَلْيَسَعْكَ بيْتُكَ ، وابْكِ على خَطِيئَتِكَ » رواه الترمذي وقالَ : حديثٌ حسنٌ .

1517. Dari 'Utbah bin 'Amir radhiyallahu anhu katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, apakah yang menyebabkan keselamatan itu?" Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Tahanlah lidahmu -yakni hati-hatilah dalam berbicara-, hendaklah rumahmu itu dapat merasakan luas padamu -maksudnya: lakukanlah sesuatu yang dapat menyebabkan engkau suka tetap berada di rumah seperti melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala dan lain-lain- dan menangislah atas kesalahan yang engkau kerjakan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

وعن أبي سَعيدٍ الخُدْرِيِّ رضي اللَّه عَنْهُ عن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « إذا أَصْبح ابْنُ آدم ، فَإنَّ الأعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسانَ ، تَقُولُ : اتِّقِ اللَّه فينَا ، فَإنَّما نحنُ بِكًَ : فَإنِ اسْتَقَمْتَ اسَتقَمْنا وإنِ اعْوججت اعْوَججْنَا » رواه الترمذي .

1518. Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: "Jikalau anak Adam -yakni manusia- itu berpagi-pagi, maka sesungguhnya semua anggota itu memberikan sikap tunduk kepada lidah -maksudnya: menasihati agar berhati-hati dengan lisannya-. Anggota-anggota itu berkata: "Takutlah engkau kepada Allah dalam urusan kita semua ini, sebab keselamatan kita ini tergantung daripada kelakuanmu -wahai lidah-. Jikalau engkau lurus, maka kitapun lurus, sedang jikalau engkau bengkok, maka kitapun bengkok pula." (Riwayat Tirmidzi) Makna tukaffirul lisan ialah menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepada lidah.

 

وعنْ مُعاذ رضي اللَّه عنهُ قال : قُلْتُ يا رسُول اللَّهِ أخبرني بِعَمَلٍ يُدْخِلُني الجَنَّة ، ويُبَاعِدُني عن النَّارِ ؟ قَال : « لَقدْ سَأَلْتَ عنْ عَظِيمٍ ، وإنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلى منْ يَسَّرَهُ اللَّه تَعَالى علَيهِ : تَعْبُد اللَّه لا تُشْركُ بِهِ شَيْئاً ، وتُقِيمُ الصَّلاةَ ، وتُؤتي الزَّكَاةَ ، وتصُومُ رمضَانَ وتَحُجُّ البَيْتَ إن استطعت إِلَيْهِ سَبِيْلاً، ثُمَّ قَال : « ألا أدُلُّك عَلى أبْوابِ الخَيْرِ ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ . ،َالصَّدَقةٌ تطْفِيءُ الخَطِيئة كما يُطْفِيءُ المَاءُ النَّار ، وصلاةُ الرَّجُلِ منْ جوْفِ اللَّيْلِ » ثُمَّ تَلا : {تتجافى جُنُوبهُمْ عَنِ المَضَاجِعِ }  حتَّى بلَغَ { يعْمَلُونَ }  [ السجدة : 16 ] . ثُمَّ قال: « ألا أُخْبِرُكَ بِرَأسِ الأمْرِ ، وعمودِهِ ، وذِرْوةِ سَنامِهِ » قُلتُ : بَلى يا رسول اللَّهِ : قَالَ : « رأْسُ الأمْرِ الإسْلامُ ، وعَمُودُهُ الصَّلاةُ . وذروةُ سنامِهِ الجِهَادُ » ثُمَّ قال : « ألا أُخْبِرُكَ بـِمِلاكِ ذلكَ كله ؟» قُلْتُ : بَلى يا رسُولَ اللَّهِ . فَأَخذَ بِلِسَانِهِ قالَ : « كُفَّ علَيْكَ هذا » قُلْتُ: يا رسُولَ اللَّهِ وإنَّا لمُؤَاخَذون بمَا نَتَكلَّمُ بِهِ ؟ فقَال : ثَكِلتْكَ أُمُّكَ ، وهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ في النَّارِ على وَجُوهِهِم إلاَّ حصَائِدُ ألْسِنَتِهِمْ ؟ » .رواه الترمذي وقال : حدِيثٌ حسنٌ صحيحٌ ، وقد سبق شرحه .

1519. Dari Mu'az radhiyallahu anhu, katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya dengan sesuatu amalan yang dapat menyebabkan saya masuk syurga dan menjauhkan saya dari neraka." Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya engkau itu menanyakan sesuatu persoalan yang agung -yakni penting-, tetapi sesungguhnya hal itu adalah mudah bagi orang yang dipermudahkan oleh Allah. Yaitu supaya engkau menyembah kepada Allah, tidak menyekutukan sesuatu denganNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dalam bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji di Baitullah." Selanjutnya beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sukakah engkau saya tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai -dari berbuat kemaksiatan-, sedekah itu dapat melenyapkan kesalahan -yakni dosa- sebagaimana air memadamkan api dan pula shalat seorang di tengah malam." Seterusnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam membaca ayat yang artinya: "Lambung-lambung mereka meninggalkan tempat-tempat tidur -yakni mereka tidak tidur-" sehingga sampai pada firmanNya yang artinya: "Apa yang mereka kerjakan." Selanjutnya beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda lagi: "Sukakah engkau saya beritahu tentang pokok perkara -yakni Agama Islam ini-, tiangnya dan pula puncak punggungnya?" Saya menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: "Pokoknya ialah Islam, tiangnya ialah shalat, sedang puncak punggungnya ialah jihad." Seterusnya beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda pula: "Sukakah engkau saya beritahu tentang pangkal yang mengemudikan semua itu?" Saya menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau shalallahu alaihi wasalam kemudian mengambil lisannya lalu bersabda: "Tahanlah ini atas dirimu -yakni berhati-hatilah mengemudikan lidah itu-." Saya berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita ini pasti akan dituntut -yakni diterapi hukuman- dengan apa yang kita bicarakan itu?" Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: "Kehilangan engkau ibumu -Ini merupakan kata kebiasaan bagi bangsa Arab, semacam kita mengatakan: Celaka engkau ini-, tidakkah para manusia itu dimasukkan dalam neraka dengan tersungkur di atas muka-mukanya itu, melainkan hanya karena hasil perkataannya?" Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Uraian tentang hadits ini sudah ada di muka. Keterangan: Dalam Riyadhus Shalihin belum ada hadits ini di muka.

 

وعنْ أبي هُرَيرةَ رضي اللَّه عنهُ أنَّ رسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « أَتَدْرُونَ ما الغِيبةُ؟» قَالُوا : اللَّه ورسُولُهُ أَعْلَمُ . قال : « ذِكرُكَ أَخَاكَ بما يكْرَهُ » قِيل : أَفرأيْتَ إن كان في أخِي ما أَقُولُ ؟ قَالَ : « إنْ كانَ فِيهِ ما تقُولُ فَقَدِ اغْتَبْته ، وإنْ لَمْ يكُن فِيهِ ما تَقُولُ فَقَدْ بهتَّهُ » رواه مسلم .

1520. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui, apakah mengumpat itu?" Para sahabat menjawab: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui." Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang ada dalam diri saudaramu dengan apa-apa yang tidak disukai olehnya." Beliau shalallahu alaihi wasalam ditanya: "Bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau dalam diri saudara saya itu memang benar-benar ada apa yang dikatakan itu?" Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: "Jikalau benar-benar ada dalam dirinya apa yang engkau ucapkan itu, maka sungguh-sungguh engkau telah mengumpatnya dan jikalau tidak ada dalam dirinya apa yang engkau ucapkan itu, maka sungguh-sungguh engkau telah membuat-buat kedustaan pada dirinya -memfitnahnya-." (Riwayat Muslim)

 

وعنْ أبي بكْرةَ رضي اللَّه عنْهُ أنَّ رسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال في خُطْبتِهِ يوْم النَّحر بِمنىً في حجَّةِ الودَاعِ : « إنَّ دِماءَكُم ، وأمْوالَكم وأعْراضَكُم حرامٌ عَلَيْكُم كَحُرْمة يومِكُم هذا ، في شهرِكُمْ هذا ، في بلَدِكُم هذا ، ألا هَلْ بلَّغْت » متفقٌ عليه .

1521. Dari Abu Bakrah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda dalam khutbahnya pada hari Nahar -yakni hari raya Kurban-, di Mina dalam melakukan haji wada' -ibadah haji terakhir bagi beliau shalallahu alaihi wasalam sebagai mohon diri-: "Sesungguhnya darah-darahmu, harta-hartamu dan kehormatan-kehormatanmu semua itu adalah haram dilanggar sebagaimana kesucian harimu itu -'Idul Adha- dalam bulanmu ini dan dalam negerimu ini. Ingatlah, tidakkah saya telah menyampaikan?" (Muttafaq 'alaih)

 

وعنْ عائِشة رضِي اللَّه عنْها قَالَتْ : قُلْتُ للنبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم حسْبُك مِنْ صفِيَّة كذا وكَذَا قَال بعْضُ الرُّواةِ : تعْني قَصِيرةٌ ، فقال : « لقَدْ قُلْتِ كَلِمةً لو مُزجتّ بماءِ البحْر لمَزَجتْه ، » قَالَتْ : وحكَيْتُ له إنساناً فقال : « ما أحِبُّ أني حكَيْتُ إنْساناً وإنَّ لي كذا وَكَذَا » رواه أبو داود ، والترمذي وقال : حديثٌ حسنٌ صحيحٌ .  

1522. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya berkata kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam: "Cukuplah bagi Tuan Shafiyah itu demikian demikian" -Shafiyah adalah istrinya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam pula, sebagaimana halnya Aisyah. Sebagian para perawi hadits ini mengatakan: Yang dimaksudkan Aisyah itu ialah bahwa Shafiyah itu pendek-. Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: "Benar-benar engkau telah mengucapkan sesuatu perkataan yang apabila perkataan tadi itu dicampur dengan air laut, tentu dapat mencampurinya" -yakni mengubah air laut itu menjadi berubah rasa dan baunya-. Aisyah berkata: "Saya pernah pula menceritakan perihal seorang kepada beliau shalallahu alaihi wasalam, lalu beliau berkata: "Saya tidak suka menceritakan hal ihwal seseorang -yang buruk- sebab sesungguhnya sayapun mempunyai demikian, demikian" -yakni setiap orang tentu ada celanya sendiri-. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

Makna muzajtahu yakni engkau campurkan dengan percampuran yang dapat menyebabkan perubahan dalam rasa atau baunya, karena sangat bacinnya bau perkataan tadi dan sangat sekali buruknya. Hadis ini termasuk salah satu ancaman yang terkeras untuk melarang mengumpat atau ghibah. Allah Ta'ala berfirman -yang artinya-: "Muhammad itu tidaklah mengatakan menurut hawa nafsu -kemauannya- sendiri. Itu hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya." (an-Najm: 3-4)

 

وَعَنْ أنَسٍ رضي اللَّه عنهُ قالَ : قَالَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لمَّا عُرِجَ بي مررْتُ بِقَوْمٍ لهُمْ أظْفَارٌ مِن نُحاسٍ يَخمِشُونَ بهَا وجُوهَهُمُ وَصُدُورَهُم ، فَقُلْتُ : منْ هؤلاءِ يَا جِبْرِيل ؟ قَال : هؤلاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُوم النَّاسِ ، ويَقَعُون في أعْراضِهمْ ، » رواهُ أبو داود.

1523. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Ketika saya dimi'rajkan, saya berjalan melalui suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga yang dengan kuku-kuku tadi mereka menggaruk-garukkan muka serta dada-dada mereka sendiri. Saya bertanya: "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab: "Itulah orang-orang yang makan daging sesama manusia -yakni mengumpat- dan menjatuhkan kehormatan mereka." (Riwayat Abu Dawud)

 

وعن أبي هُريْرة رضي اللَّه عنْهُ أنَّ رسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « كُلُّ المُسلِمِ عَلى المُسْلِمِ حرَامٌ : دَمُهُ وعِرْضُهُ وَمَالُهُ » رواهُ مسلم .

1524. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu pula bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Setiap Muslim atas sesama Muslim itu haramlah darahnya, kehormatannya serta hartanya -yakni haram dilanggar-." (Riwayat Muslim)


Bab 253. Keutamaan Para Waliyullah

Loading

 

 

Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

*

 

Bab 253. Keutamaan Para Waliyullah

 

قال اللَّه تعالى:  { ألا إن أولياء اللَّه لا خوف عليهم ولا هم يحزنون، الذين آمنوا وكانوا يتقون، لهم البشرى في الحياة الدنيا وفي الآخرة، لا تبديل لكلمات اللَّه؛ ذلك هو الفوز العظيم } .

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Ingatlah bahwasanya para waliyullah -yakni kekasih-kekasih Allah- itu tiada ketakutan atas mereka dan merekapun tidak akan bersedih hati. Mereka itu ialah orang-orang yang beriman dan juga bertaqwa. Bagi mereka adalah kegembiraan di dalam kehidupan dunia dan juga di akhirat. Tiada perubahan sama sekali untuk kalimat-kalimat Allah. Yang sedemikian itu adalah kebahagiaan yang agung." (Yunus: 62)

وقال تعالى:  { وهزي إليك بجذع النخلة تساقط عليك رطباً جنياً فكلي واشربي }  الآية.

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan goyangkanlah olehmu -hai Maryam- pohon kurma itu, sesungguhnya ia akan menjatuhkan kepadamu buah kurma yang baru masak. Maka makanlah dan minumlah," sampai habisnya ayat. (Maryam: 25-26)

وقال تعالى:  { كلما دخل عليها زكريا المحراب وجد عندها رزقاً، قال: يا مريم أني لك هذا؟ قالت هو من عند اللَّه؛ إن اللَّه يرزق من يشاء بغير حساب } .

Allah Ta'ala berfirman pula: "Setiap kali Zakaria masuk kepadanya yaitu di mihrab, didapati makanan di dekatnya. Ia berkata: "Hai Maryam, bagaimanakah engkau dapat memperoleh ini?" Maryam menjawab: "Itu adalah dari sisi Allah, sesungguhnya Allah itu mengaruniakan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya tanpa ada batas hitungannya." (Ali-Imran: 37)

وقال تعالى:  { وإذ اعتزلتموهم وما يعبدون إلا اللَّه فأووا إلى الكهف ينشر لكم ربكم من رحمته ويهيِّء لكم من أمركم مرفقاً، وترى الشمس إذا طلعت تزاور عن كهفهم ذات اليمين وإذا غربت تقرضهم ذات الشمال }  الآية.

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan diwaktu engkau semua meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, carilah tempat persembunyian di dalam gua, nanti Tuhanmu semua akan menyebarkan kerahmatan-Nya untukmu semua dan menyediakan apa-apa yang berguna dari pekerjaanmu itu untuk kepentinganmu semua pula. Engkau lihat matahari ketika terbitnya miring dari gua mereka di sebelah kanan dan ketika terbenam, meninggalkan mereka di sebelah kiri," sampai habisnya ayat. (al-Kahf: 16-17)

 

وعنْ أبي مُحَمَّدٍ عَبْدِ الرَّحْمن بنِ أبي بكر الصِّدِّيقِ رضي اللَّه عنْهُما أنَّ أصْحاب الصُّفَّةِ كانُوا أُنَاساً فُقَرَاءَ وأنَّ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ مرَّةً « منْ كانَ عِنْدَهُ طَعامُ اثنَينِ ، فَلْيذْهَبْ بِثَالث ، ومَنْ كَانَ عِنْدهُ طعامُ أرْبَعَةٍ ، فَلْيَذْهَبْ بخَامِسٍ وبِسَادِسٍ » أوْ كَما قَالَ ، وأنَّ أبَا بَكْرٍ رضي اللَّه عَنْهُ جاءَ بثَلاثَةٍ ، وَانْطَلَقَ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم بِعَشرَةٍ ، وَأنَّ أبَا بَكْرٍ تَعَشَّى عِنْد النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، ثُّمَّ لَبِثَ حَتَّى صلَّى العِشَاءَ ، ثُمَّ رَجَعَ ، فَجَاءَ بَعْدَ ما مَضَى من اللَّيلِ مَا شاءَ اللَّه . قَالَتْ امْرَأَتُهُ : ما حبسَكَ عَنْ أضْيافِكَ ؟ قَالَ : أوَ ما عَشَّيتِهمْ ؟ قَالَتْ : أبوْا حَتَّى تَجِيءَ وَقدْ عرَضُوا عَلَيْهِم قَال : فَذَهَبْتُ أنَا ، فَاختبأْتُ ، فَقَالَ : يَا غُنْثَرُ ، فجدَّعَ وَسَبَّ وَقَالَ : كُلُوا هَنِيئاً ، واللَّه لا أَطْعمُهُ أبَداًِ ، قال : وايمُ اللَّهِ ما كُنَّا نَأْخذُ منْ لُقْمةٍ إلاَّ ربا مِنْ أَسْفَلِهَا أكْثَرُ مِنْهَا حتَّى شَبِعُوا ، وصَارَتْ أكثَرَ مِمَّا كَانَتْ قَبْلَ ذلكَ ، فَنَظَرَ إلَيْهَا أبُو بكْرٍ فَقَال لا مْرَأَتِهِ : يَا أُخْتَ بني فِرَاسٍ مَا هَذا ؟ قَالَتْ : لا وَقُرّةِ عَيني لهي الآنَ أَكثَرُ مِنْهَا قَبْلَ ذَلكَ بِثَلاثِ مرَّاتٍ ، فَأَكَل مِنْهَا أبُو بكْرٍ وَقَال : إنَّمَا كَانَ ذلكَ مِنَ الشَّيطَانِ ، يَعني يَمينَهُ ، ثُمَّ أَكَلَ مِنهَا لٍقمةً ، ثُمَّ حَمَلَهَا إلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَأَصْبَحَت عِنْدَهُ . وكانَ بَيْننَا وبَيْنَ قَومٍ عهْدٌ ، فَمَضَى الأجَلُ ، فَتَفَرَّقنَا اثني عشَرَ رَجُلاً ، مَعَ كُلِّ رَجُلٍ مِنْهُم أُنَاسٌ ، اللَّه أعْلَم كَمْ مَعَ كُلِّ رَجُلٍ فَأَكَلُوا مِنْهَا أَجْمَعُونَ .

وفي روايَة : فَحَلَفَ أبُو بَكْرٍ لا يَطْعمُه ، فَحَلَفَتِ المرأَةُ لا تَطْعِمَه ، فَحَلَفَ الضِّيفُ ­ أوِ الأَضْيَافُ ­ أن لا يَطعَمَه ، أوْ يطعَمُوه حَتَّى يَطعَمه ، فَقَالَ أبُو بَكْرٍ : هذِهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ، فَدَعا بالطَّعامِ فَأَكَلَ وَأَكَلُوا ، فَجَعَلُوا لا يَرْفَعُونَ لُقْمَةً إلاَّ ربَتْ مِنْ أَسْفَلِهَا أَكْثَرَ مِنْهَا ، فَقَال: يَا أُخْتَ بَني فِرَاس ، ما هَذا ؟ فَقالَتْ : وَقُرَّةِ عَيْني إنهَا الآنَ لأَكْثَرُ مِنْهَا قَبْلَ أنْ نَأْكُلَ ، فَأَكَلُوا ، وبَعَثَ بهَا إلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فذَكَرَ أَنَّه أَكَلَ مِنهَا .

وفي روايةٍ : إنَّ أبَا بَكْرٍ قَالَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ : دُونَكَ أَضْيافَكَ ، فَإنِّي مُنْطَلِقٌ إلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فَافْرُغْ مِنْ قِراهُم قَبْلَ أنْ أجِيءَ ، فَانْطَلَقَ عبْدُ الرَّحمَن ، فَأَتَاهم بمَا عِنْدهُ . فَقَال : اطْعَمُوا ، فقَالُوا : أيْنَ رَبُّ مَنزِلَنَا ؟ قال : اطعموا ، قَالُوا : مَا نَحْنُ بآكِلِين حتَى يَجِيىء ربُ مَنْزِلَنا ، قَال : اقْبَلُوا عَنَّا قِرَاكُم ، فإنَّه إنْ جَاءَ ولَمْ تَطْعَمُوا لَنَلقَيَنَّ مِنْهُ ، فَأَبَوْا ، فَعَرَفْتُ أنَّه يَجِد عَلَيَّ ، فَلَمَّا جاءَ تَنَحَّيْتُ عَنْهُ ، فَقالَ : ماصنعتم ؟ فأَخْبَروهُ ، فقالَ يَا عَبْدَ الرَّحمَنِ فَسَكَتُّ ثم قال : يا عبد الرحمن. فسكت ، فَقَالَ : يا غُنثَرُ أَقْسَمْتُ عَلَيْكَ إن كُنْتَ تَسمَعُ صوتي لما جِئْتَ ، فَخَرَجتُ ، فَقُلْتُ : سلْ أَضْيَافِكَ ، فَقَالُوا : صَدقَ ، أتَانَا بِهِ . فَقَالَ: إنَّمَا انْتَظَرْتُموني وَاللَّه لا أَطعَمُه اللَّيْلَةَ ، فَقالَ الآخَرون : وَاللَّهِ لا نَطعَمُه حَتَّى تَطعمه ، فَقَالَ : وَيْلَكُم مَالَكُمْ لا تَقْبَلُونَ عنَّا قِرَاكُم ؟ هَاتِ طَعَامَكَ ، فَجاءَ بِهِ ، فَوَضَعَ يَدَه ، فَقَالَ: بِسْمِ اللَّهِ ، الأولى مِنَ الشَّيطَانِ فَأَكَلَ وَأَكَلُوا . متفقٌ عليه .

1500. Dari Abu Muhammad yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, bahwasanya ash-habush shuffah adalah para manusia yang fakir-fakir dan bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam pernah pada suatu ketika bersabda: "Barangsiapa yang disisinya ada makanan cukup untuk dua orang, maka hendaklah pergi dengan tiga orang dan barangsiapa yang disisinya ada makanan cukup untuk empat orang, maka hendaklah pergi dengan lima atau enam orang," atau seperti yang sedemikian itulah kurang lebih sabda beliau shalallahu alaihi wasalam itu. Abu Bakar datang dengan membawa tiga orang sedang Nabi shalallahu alaihi wasalam berangkat dengan membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di tempat Nabi shalallahu alaihi wasalam kemudian menetap di situ sehingga ia shalat Isya'. Kemudian kembali lalu datang di rumahnya setelah lewat waktu malam -yakni sampai jauh malam- sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Istrinya lalu berkata: "Apa yang menyebabkan Anda tertahan untuk menemui tamu-tamu Anda?" Abu Bakar bertanya: "Apakah orang-orang itu belum engkau beri makan malam?" Ia menjawab: "Mereka tidak mau sehingga Anda datang dan para pelayan sudah menawarkan pada mereka itu." Abdur Rahman berkata: "Saya lalu pergi kemudian bersembunyi. Abu Bakar berkata: "Hai Tolol" dan seterusnya iapun mencaci dan memaki, lalu berkata kepada keluarganya: "Makanlah engkau semua tanpa adanya kecukupan. Demi Allah, saya tidak makan makanan ini selama-lamanya." Abdur Rahman berkata: "Demi Allah, tiada sesuap makananpun yang kita ambil, melainkan bertambahlah makanan dari bawahnya, lebih banyak dari keadaannya semula. Orang-orang sama makan sampai kenyang, tetapi makanan itu menjadi lebih banyak lagi dari yang sebelumnya dimakan. Abu Bakar melihat makanan itu, lalu berkata kepada istrinya: "Hai saudarinya Bani Firas, apakah yang terjadi ini?" Istrinya menjawab: "Entahlah, demi kecintaan mataku, sesungguhnya makanan ini, keadaannya sekarang lebih banyak dari tadinya, bahkan jumlahnya tiga kali lipat -dari semula-. Abu Bakar lalu makan daripadanya dan berkata: "Sesungguhnya sumpah yang saya ucapkan tadi adalah dari godaan syaitan." Selanjutnya ia makan pula sesuap daripadanya kemudian dibawa ke tempat Nabi shalallahu alaihi wasalam dan paginyapun tempat makanan itu masih ada di tempat beliau shalallahu alaihi wasalam Antara kita dengan sesuatu kaum ada suatu janji, lalu waktu yang ditentukan -dalam janji- itu lewatlah. Kita semua terpisah-pisah menjadi duabelas orang yang setiap seorang diantara mereka itu disertai orang banyak. Allah lebih mengetahui beberapa jumlah yang dibawa oleh setiap orang itu. Mereka semua lalu makan." Dalam riwayat lain disebutkan: "Abu Bakar bersumpah tidak akan makan makanan itu, istrinyapun lalu bersumpah tidak akan makan, akhirnya para tamu itupun bersumpah pula tidak akan makan, sehingga Abu Bakar suka makan lebih dulu. Abu Bakar lalu berkata: "Ah, sumpah ini adalah dari syaitan belaka." Ia lalu meminta makanan itu, kemudian ia makan dan keluarga serta para tamupun makan juga. Tetapi tiada sesuappun yang mereka angkat, melainkan bertambahlah makanan itu dari bagian bawahnya, yang keadaannya lebih banyak dari semula. Abu Bakar lalu berkata: "Hai saudarinya Bani Firas apakah yang terjadi ini?" Istrinya menjawab: "Demi kecintaan mataku, sesungguhnya makanan itu keadaannya kini lebih banyak daripada sebelumnya kita makan tadi." Mereka lalu makan lagi, kemudian dikirimkanlah makanan itu kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam dan Abdur Rahman menyebutkan bahwa beliau shalallahu alaihi wasalam juga makan daripadanya." Dalam riwayat yang lain lagi disebutkan: "Abu Bakar berkata kepada Abdur Rahman: "Layanilah tamu-tamumu itu, sebab saya akan berangkat kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam Jadi selesaikanlah semua hidangan untuk menghormati mereka itu sebelum saya datang kembali." Abdur Rahman berangkat -ke tempat para tamu- lalu mendatangkan makanan yang ada di sisinya. Ia berkata kepada mereka: "Ayolah makan." Para tamu bertanya: "Manakah tuan rumah kita ini -yang mereka maksudkan ialah Abu Bakar as-Shiddiq?" Abdur Rahman berkata lagi: "Ayolah makan." Mereka berkata pula: "Kita tidak akan makan,sehingga tuan rumah kita ini datang." Abdur Rahman berkata lagi: "Terimalah hidangan untuk menghormat Anda sekalian ini, sebab sesungguhnya Abu Bakar, jikalau nanti datang dan Anda sekalian belum makan, tentu kami akan mendapat marah daripadanya." Para tamu tetap menolak, maka saya merasa dalam hatiku bahwa Abu Bakar tentu akan marah pada saya. Setelah Abu Bakar datang, saya lalu menyingkir daripadanya. Ia berkata -kepada para tamu-: "Apakah yang Anda sekalian kerjakan ini." Mereka lalu memberitahukan kepadanya perihal belum makannya itu. Selanjutnya Abu Bakar berkata: "Hai Abdur Rahman." Tetapi saya berdiam saja. Ia berkata lagi: "Hai Abdur Rahman." Saya tetap diam saja. Sekali lagi ia berkata: "Hai tolol, saya bersumpah padamu, kalau engkau mendengar suaraku ini, supaya engkau datang ke mari." Saya lalu keluar, kemudian saya berkata: "Tanyakan sendiri pada tamu-tamu Bapak." Mereka -para tamu- menjawab: "Betul, ia telah datang dengan membawa makanan itu." Abu Bakar berkata lagi: "Jadi Anda sekalian hanya hendak menantikan saya, demi Allah, saya tidak akan makan makanan ini pada malam ini." Orang-orang yang lain berkata: "Demi Allah, kita tidak makan juga sehingga Anda suka pula makan." Ia berkata: "Celaka Anda sekalian ini, mengapa Anda sekalian tidak suka menerima hidangan sebagai penghormatan kepada Anda sekalian ini?" Lalu ia berkata kepada keluarganya: "Coba bawa ke mari makananmu itu." Abu Bakar datang dengan membawa makanan lalu ia meletakkan tangannya dan mengucapkan: "Bismillah," kemudian berkata lagi: "Sumpah tadi itu dari godaan syaitan." Ia makan dan orang-orang lainpun makan pula." (Muttafaq 'alaih) Ucapannya: Ghuntsar dengan dhammahnya ghain mu'jamah, lalu nun sukun kemudian tsa' bertitik tiga, artinya ialah orang yang bodoh lagi tolol. Ucapannya: fa-jadda'a artinya mencaci-maki, sedang aljad'u artinya pemutusan -atau pemisahan-. Ucapannya yajidu 'alayya dengan kasrahnya jim, artinya marah.

 

وعنْ أبي هُرَيْرَة رضي اللَّه عَنْهُ قَالَ : قال رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لَقَدْ كَان فِيما قَبْلَكُمْ مِنَ الأُممِ نَاسٌ محدَّثونَ ، فإن يَكُ في أُمَّتي أَحَدٌ ، فإنَّهُ عُمَرُ » رواه البخاري ، ورواه مسلم من روايةِ عائشةَ

1501. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya di kalangan umat-umat yang sebelummu semua itu ada orang-orang yang diberi ilham. Maka andaikata ada seorang yang sedemikian itu di kalangan umat saya, maka sesungguhnya ia adalah Umar," Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari riwayat Aisyah. Dalam riwayat kedua ahli hadits itu Ibnu Wahab berkata: Muhaddatsun artinya ialah orang-orang yang memperoleh ilham.

 

وعنْ جَابِر بن سمُرَةَ ، رضي اللَّه عَنْهُمَا . قَالَ : شَكَا أهْلُ الكُوفَةِ سَعْداً ، يَعْنِي : ابْنِ أبي وَقَّاصٍ ، رضي اللَّه عَنْهُ ، إلى عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ ، رضي اللَّه عَنْهُ ، فَعزَلَه وَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ عمَّاراً ، فَشَكَوْا حَتَّى ذكَرُوا أَنَّهُ لا يُحْسِنُ يُصَلِّي ، فَأْرسَلَ إلَيْهِ ، فَقَالَ: ياأَبا إسْحاقَ ، إنَّ هؤُلاءِ يزْعُمُونَ أنَّكَ لا تُحْسِنُ تُصَلِّي. فَقَالَ : أمَّا أَنَا واللَّهِ فَإنِّي كُنْتُ أُصَلِّي بِهمْ صَلاةَ رَسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لا أَخْرِمُ عَنْهَا أُصَلِّي صَلاةَ العِشَاءِ فَأَرْكُدُ في الأُولَيَيَنِ ، وَأُخِفُّ في الأُخْرَييْنِ ، قال : ذَلِكَ الظَنُّ بكَ يَا أبَا إسْحاقَ ، وأَرسلَ مَعَهُ رَجُلاً ­ أَوْ رجَالاً ­ إلَى الكُوفَةِ يَسْأَلُ عَنْهُ أَهْلَ الكُوفَةِ ، فَلَمْ يَدَعْ مَسْجِداً إلاَّ سَأَلَ عَنْهُ ، وَيُثْنُونَ مَعْرُوفاً، حَتَّى دَخَلَ مَسْجِداً لِبَني عَبْسٍ ، فَقَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ ، يُقَالُ لَهُ أُسامةُ بنُ قَتَادَةَ ، يُكَنَّى أبا سَعْدَةَ، فَقَالَ : أَمَا إذْ نَشَدْتَنَا فَإنَّ سَعْداً كانَ لا يسِيرُ بِالسَّرِيّةِ ولا يَقْسِمُ بِالسَّويَّةِ ، وَلا يعْدِلُ في القَضِيَّةِ ، قَالَ سعْدٌ : أَمَا وَاللَّهِ لأدْعُوَنَّ بِثَلاثٍ : اللَّهُمَّ إنْ كَانَ عبْدكَ هذا كَاذِباً ، قَام رِيَآءً ، وسُمْعَةً ، فَأَطِلْ عُمُرَهُ ، وَأَطِلْ فَقْرَهُ ، وَعَرِّضْهُ للفِتَنِ ، وَكَانَ بَعْدَ ذلكَ إذا سُئِلَ يَقُولُ : شَيْخٌ كَبِيرٌ مَفْتُون ، أصَابتْني دَعْوةُ سعْدٍ .

قَالَ عَبْدُ الملِكِ بنُ عُميْرٍ الرَّاوِي عنْ جَابرِ بنِ سَمُرَةَ  فَأَنا رَأَيْتُهُ بَعْدَ قَدْ سَقَط حَاجِبَاهُ عَلى عيْنيْهِ مِنَ الكِبَرِ ، وَإنَّهُ لَيَتَعَرَّضُ للجوارِي في الطُّرقِ فَيغْمِزُهُنَّ . متفقٌ عليهِ .

1502. Dari Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Para penduduk Kufah mengadukan Sa'ad -yakni Sa'ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu kepada Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu- yang pada waktu itu menjabat sebagai khalifah, sedang Sa'ad sebagai gubernur yang diangkat olehnya untuk daerah Kufah. Oleh sebab itu Umar lalu memecat Sa'ad dan meggunakan 'Ammar untuk memerintah penduduk Kufah itu -sebagai penggantinya Sa'ad-. Orang-orang Kufah itu mengadukan, sampai-sampai mereka itu menyebutkan bahwasanya Sa'ad itu tidak bagus dalam mengerjakan shalatnya. Sa'ad diminta datang oleh Umar radhiyallahu anhu lalu berkata: "Hai Abu Ishaq -yakni Sa'ad bin Abu Waqqash-, sesungguhnya orang-orang Kufah menyangka bahwa engkau tidak bagus dalam melakukan shalat." Sa'ad menjawab: "Tentang saya ini, demi Allah, sesungguhnya saya shalat dengan orang-orang itu sebagaimana shalatnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, tidak saya kurangi sedikitpun. Saya shalat Isya', lalu saya perpanjangkan dalam kedua rakaat yang pertama, sedang kedua rakaat yang penghabisan saya peringankan." Umar berkata: "Itu adalah penyangkaan orang-orang padamu, hai Abu Ishaq." Selanjutnya Umar mengirimkan Sa'ad bersama seorang atau beberapa orang ke daerah Kufah untuk menanyakan kepada penduduk Kufah tentang diri Sa'ad tadi. Tiada suatu masjidpun yang diri Sa'ad itu dan para penduduk Kufah itu sama memuji akan kebaikannya. Akhirnya masuklah di suatu masjid di lingkungan Bani 'Abs. Kemudian ada seorang lelaki diantara mereka itu berdiri, namanya Usamah bin Qatadah yang diberi nama gelar yaitu Abu Sa'dah. Ia berkata: "Adapun kalau Anda bertanya kepada kami tentang Sa'ad, maka sesungguhnya Sa'ad itu tidak pernah ikut pergi memimpin pasukan -ke medan perang-, tidak pernah mengadakan pembagian -harta rampasan- dengan sama rata dan tidak pernah menjatuhkan putusan dengan berdasarkan keadilan." Sa'ad lalu berkata: "Aduh, demi Allah, sesungguhnya saya akan berdoa dengan tiga macam permohonan: "Ya Allah, jikalau hambamu ini -Usamah bin Qatadah- berkata dusta dan melakukan hanya karena congkak dan kesombongan belaka, maka panjangkanlah usianya, langsungkanlah kefakirannya dan permudahkanlah ia untuk berbagai kefitnahan." Sesudah beberapa saat berlalu, orang itu jikalau ditanya, siapa dirinya, ia menjawab: "Aku adalah orangtua bangka yang terkena fitnah, karena doanya Sa'ad sudah mengena pada diriku." Abdulmalik bin Umair yang meriwayatkan hadits ini dari Jabir bin Samurah berkata: "Saya sendiri melihat orang itu sesudah tuanya, kedua alisnya telah rontok-rontok di atas kedua matanya karena amat lanjut usianya itu dan sesungguhnya ia menampakkan diri pada kaum wanita sambil menarik-narik tangan mereka itu." (Muttafaq 'alaih)

 

وعنْ عُرْوَةَ بن الزُّبيْر أنَّ سعِيدَ بنَ زَيْدٍِ بْنِ عمْرو بْنِ نُفَيْلِ ، رضي اللَّه عَنْهُ خَاصَمتْهُ أرْوَى بِنْتُ أوْسٍ إلى مَرْوَانَ بْنِ الحَكَم ، وَادَّعَتْ أنَّهُ أَخَذَ شَيْئاً مِنْ أرْضِهَا ، فَقَالَ سَعِيدٌ : أنَا كُنْتُ آخُذُ مِنْ أرْضِها شَيْئاً بعْدَ الذي سمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ،؟ قَالَ : مَاذا سمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ؟ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقُولُ : « مَنْ أَخَذَ شِبْراً مِنَ الأرْضِ ظُلْماً ، طُوِّقَهُ إلى سبْعِ أرضينَ » فَقَالَ لَهُ مرْوَانٌ : لا أسْأَلُكَ بَيِّنَةً بعْد هذا ، فَقَال سعيدٌ : اللَّهُمَّ إنْ كانَتْ كاذبِةً ، فَأَعْمِ بصرهَا ، وَاقْتُلْهَا في أرْضِهَا ، قَالَ : فَمَا ماتَتْ حَتَّى ذَهَبَ بَصَرُهَا ، وبيْنَما هِي تمْشي في أرْضِهَا إذ وَقَعَتْ في حُفْرةٍ فَمَاتتْ . متفقٌ عليه .

وفي روايةٍ لمسلِمٍ عنْ مُحمَّدِ بن زَيْد بن عبد اللَّه بن عُمَر بمَعْنَاهُ وأَنَّهُ رآهَا عَمْياءَ تَلْتَمِسُ الجُدُرَ تَقُولُ : أصَابَتْني دعْوَةُ سعًيدٍ ، وَأَنَّها مرَّتْ عَلى بِئْرٍ في الدَّارِ التي خَاصَمَتْهُ فِيهَا ، فَوقَعتْ فِيها ، وَكانَتْ قَبْرهَا .

1503. Dari 'Urwah bin az-Zubair bahwasanya Said bin 'Amr bin Nufail radhiyallahu anhu diajukan sebagai lawan oleh Arwa binti Uwais kepada Marwan bin al-Hakam -yang waktu itu sebagai khalifah-. Wanita itu mendakwa bahwa Said mengambil sebagian dari tanahnya. Said lalu berkata: "Saya sudah mengambil sebagian tanahnya, padahal saya sudah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda." Marwan bertanya: "Apa yang Anda dengar dari Rasulullah shalallahu alaihi wasalam?" Ia menjawab: "Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang mengambil tanah sejengkal secara penganiayaan, maka tanah itu akan dikalungkan di lehernya sampai tujuh lapis bumi di bawahnya." Marwan lalu berkata: "Saya tidak lagi akan meminta keterangan tentang kebenaranmu setelah mendengar ini." Said lalu berdoa: "Ya Allah, jikalau wanita itu dusta, maka butakanlah matanya dan matikanlah ia dalam tanahnya sendiri." 'Urwah berkata; "Wanita itu tidak mati-mati sehingga peng-lihatannya lenyap -yakni menjadi buta matanya-, dan pada suatu ketika ia berjalan di tanahnya sendiri, tiba-tiba terjerumuslah ia dalam suatu lubang, kemudian mati di situ." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar, yang isinya semakna dengan uraian di atas itu dan bahwasanya ia melihat wanita tadi sudah buta mencari-cari dinding -di waktu berjalan- sambil mengucapkan: "Saya terkena oleh doanya Said." Selanjutnya ketika wanita itu berjalan melalui sumur yang ada di dalam rumah yang dijadikan bahan pertengkaran dulu, tiba-tiba ia jatuh di dalamnya, lalu itulah yang menjadi kuburnya -yakni sebab kematiannya-.

 

وَعَنْ جَابِرِ بنِ عبْدِ اللَّهِ رضي اللَّه عَنْهُما قَال : لمَّا حَضَرَتْ أُحُدٌ دَعاني أبي مِنَ اللَّيْلِ فَقَال : مَا أُرَاني إلاَّ مَقْتُولا في أوَّل مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أصْحابِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وَإنِّي لا أَتْرُكُ بعْدِي أعزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرِ نَفْسِ رسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وإنَّ علَيَّ دَيْناً فَاقْضِ ، واسْتَوْصِ بِأَخَوَاتِكَ خَيْراً : فأَصْبَحْنَا ، فَكَانَ أوَّل قَتِيلٍ ، ودَفَنْتُ مَعهُ آخَرَ في قَبْرِهِ ، ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نفسي أنْ أتْرُكهُ مع آخَرَ ، فَاسْتَخْرَجته بعْدَ سِتَّةِ أشْهُرٍ ، فَإذا هُو كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ غَيْر أُذُنِهِ ، فَجَعَلتُهُ في قَبْرٍ عَلى حٍدَةٍ . رواه البخاري .

1504. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ketika tiba waktunya peperangan Uhud, ayah saya memanggil saya di waktu malam, lalu berkata: "Saya tidak mengira pada diriku sendiri ini, melainkan rasanya akan terbunuh dalam permulaan orang-orang yang terbunuh dari sahabat-sahabat Nabi shalallahu alaihi wasalam Sesungguhnya saya tidak meninggalkan sesudah matiku sesuatu yang bagiku lebih mulia daripada dirimu sendiri selain diri Rasulullah shalallahu alaihi wasalam -yakni beliau shalallahu alaihi wasalam yang dianggap termulia kemudian anaknya itu-. Sesungguhnya saya mempunyai tanggungan hutang, maka dari itu tunaikanlah hutangku itu dan berikanlah baik-baik kepada saudara-saudaramu." Kemudian kita berpagi-pagi -untuk melakukan peperangan-, kemudian ayahku adalah pertama kali orang yang terbunuh. Saya tanamkan bersamanya orang lain dalam satu kubur. Kemudian jiwaku tidak enak kalau ayahku saya tinggalkan satu kubur bersama orang lain itu, lalu saya keluarkan lagi tubuhnya setelah dalam kuburnya itu selama enam bulan, tiba-tiba ia masih dalam keadaan seperti waktu saya meletakkan dahulu, kecuali telinganya saja -yang rusak-. Selanjutnya saya jadikanlah ia dalam kubur sendirian -yakni tidak disertai orang lain dalam kubur-." (Riwayat Bukhari)

 

وَعَنْ أنَسٍ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَجُلَيْنِ مِنْ أصْحابِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم خَرَجا مِنْ عِنْدِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم  في لَيْلَةٍ مُظْلِمَةَ ومَعهُمَا مِثْلُ المِصْبَاحَينِ بيْنَ أيديهِما ، فَلَمَّا افتَرَقَا ، صارَ مَعَ كلِّ واحِدٍ مِنهما وَاحِدٌ حَتى أتَى أهْلَهُ . رواه البخاري مِنْ طرُقٍ

1505. Dari Anas radhiyallahu anhu bahwasanya ada dua orang lelaki dari para sahabatnya Nabi shalallahu alaihi wasalam keluar dari sisi Nabi shalallahu alaihi wasalam di waktu malam yang gelap gulita, tiba-tiba bersama kedua orang itu seperti ada dua lampu yang ada di hadapannya. Setelah keduanya berpisah maka tiap seorang dari keduanya itupun seperti ada sebuah lampu yang menyertainya, sehingga ia datang kepada keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari beberapa jalan, diantara sebagian jalan itu disebutkan bahwa kedua orang lelaki itu ialah Usaid bin Hudhair dan 'Abbad bin Bisyr radhiallahu 'anhuma.

 

وعنْ أبي هُرَيْرةَ ، رضي اللَّه عَنْهُ ، قَال : بَعثَ رَسُولُ اللِّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَشَرَةَ رهْطٍ عَيْناً سَريَّةً ، وأمَّرَ عليْهِم عَاصِمَ بنَ ثابِتٍ الأنصاريَّ ، رضي اللَّه عنْهُ ، فَانطَلَقُوا حتَّى إذا كانُوا بالهَدْاةِ ، بيْنَ عُسْفانَ ومكَّةَ ، ذُكِرُوا لَحِيِّ منْ هُذَيْلٍ يُقالُ لهُمْ : بنُوا لِحيَانَ ، فَنَفَرُوا لهمْ بقَريب منْ مِائِةِ رجُلٍ رَامٍ فَاقْتَصُّوا آثَارَهُمْ ، فَلَمَّا أحَسَّ بهِمْ عاصِمٌ ؤَأصحابُهُ ، لجَأوا إلى مَوْضِعٍ ، فَأحاطَ بهمُ القَوْمُ ، فَقَالُوا انْزلوا ، فَأَعْطُوا بأيْدِيكُمْ ولكُم العَهْدُ والمِيثاقَ أنْ لا نَقْتُل مِنْكُم أحداً ، فَقَالَ عاصم بن ثابت : أيها القومُ ، أَمَّا أَنَا فلا أَنْزِلُ عَلَى ذِمةِ كَافرٍ . اللهمَّ أخْبِرْ عَنَّا نَبِيَّكَ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَرمَوْهُمْ بِالنَّبْلِ فَقَتَلُوا عَاصِماً ، ونَزَل إلَيْهِمْ ثَلاثَةُ نَفَرٍ على العهدِ والمِيثاقِ ، مِنْهُمْ خُبيْبٌ ، وزَيْدُ بنُ الدَّثِنِة ورَجُلٌ آخَرُ ، فَلَمَّا اسْتَمْكَنُوا مِنْهُمْ أطْلَقُوا أوْتَار قِسِيِّهمْ ، فرَبطُوهُمْ بِها ، قَال الرَّجلُ الثَّالِثُ : هذا أوَّلُ الغَدْرِ واللَّهِ لا أصحبُكمْ إنَّ لي بهؤلاءِ أُسْوةً ، يُريدُ القَتْلى ، فَجرُّوهُ وعالجوه ، فَأبي أنْ يَصْحبَهُمْ ، فَقَتَلُوهُ ، وانْطَلَقُوا بخُبَيْبٍ ، وَزيْدِ بنِ الدَّثِنَةِ ، حتى بَاعُوهُما بمكَّةَ بَعْد وَقْعةِ بدرٍ ، فَابتَاعَ بَنُو الحارِثِ ابنِ عامِرِ بن نوْفَلِ بنِ عَبْدِ مَنَافٍ خُبَيْباً ، وكانَ خُبَيبُ هُوَ قَتَل الحَارِثَ يَوْمَ بَدْرٍ ، فلَبِثَ خُبيْبٌ عِنْدهُم أسِيراً حَتى أجْمَعُوا على قَتْلِهِ ، فَاسْتَعارَ مِنْ بعْضِ بنَاتِ الحارِثِ مُوسَى يَسْتحِدُّ بهَا فَأَعَارَتْهُ ، فَدَرَجَ بُنَيُّ لهَا وَهِي غَافِلةٌ حَتى أَتَاهُ ، فَوَجَدْتُه مُجْلِسَهُ عَلى فَخذِهِ وَالمُوسَى بِيده ، فَفَزِعتْ فَزْعَةً عَرَفَهَا خُبَيْبٌ ، فَقَال : أتَخْشيْنَ أن أقْتُلَهُ ما كُنْتُ لأفْعل ذلكَ ، قَالَتْ : وَاللَّهِ ما رأيْتُ أسِيراً خَيْراً مِنْ خُبيبٍ ، فواللَّهِ لَقَدْ وَجدْتُهُ يوْماً يأَكُلُ قِطْفاً مِنْ  عِنبٍ في يدِهِ ، وإنَّهُ لمُوثَقٌ بِالحديدِ وَما بمَكَّةَ مِنْ ثمَرَةٍ ، وَكَانَتْ تقُولُ: إنَّهُ لَرزقٌ رَزقَهُ اللَّه خُبَيباً ، فَلَمَّا خَرجُوا بِهِ مِنَ الحَرمِ لِيقْتُلُوهُ في الحِلِّ ، قَال لهُم خُبيبُ : دعُوني أُصلي ركعتَيْنِ ، فتَرَكُوهُ ، فَركعَ رَكْعَتَيْنِ، فقالَ : واللَّهِ لَوْلا أنْ تَحسَبُوا أنَّ مابي جزَعٌ لَزِدْتُ : اللَّهُمَّ أحْصِهمْ عدداً ، واقْتُلهمْ بَدَداً ، ولا تُبْقِ مِنْهُم أحداً . وقال:

فلَسْتُ أُبالي حينَ أُقْتلُ مُسْلِماً         على أيِّ جنْبٍ كَانَ للَّهِ مصْرعِي

وذلِكَ في ذَاتِ الإلَهِ وإنْ يشَأْ         يُبَارِكْ عَلَى أوْصالِ شِلْوٍ مُمَزَّعِ  

 وكانَ خُبيْبٌ هُو سَنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ قُتِلَ صبْراً الصَّلاةَ وأخْبَر ­ يعني النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم . أصْحَابهُ يوْمَ أُصِيبُوا خبرهُمْ ، وبعَثَ نَاسٌ مِنْ قُريْشٍ إلى عاصِم بن ثابتٍ حينَ حُدِّثُوا أنَّهُ قُتِل أنْ يُؤْتَوا بشَيءٍ مِنْهُ يُعْرفُ . وكَانَ قتَل رَجُلاً مِنْ عُظَمائِهِمْ ، فبَعثَ اللَّه لِعَاصِمٍ مِثْلَ الظُّلَّةِ مِنَ الدَّبْرِ ، فَحَمَتْهُ مِنْ رُسُلِهِمْ ، فَلَمْ يقْدِرُوا أنْ يَقْطَعُوا مِنهُ شَيْئاً . رواه البخاري .

1506. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam mengirimkan sepuluh orang sebagai mata-mata pada suatu pasukan dan mengangkatnya 'Ashim bin Tsabit al-Anshari radhiyallahu anhu sebagai kepala untuk memimpin mereka itu. Mereka lalu berangkat, sehingga datanglah mereka di suatu tempat bernama al-Hudat yang terletak antara 'Usfan dan Makkah. Kedatangan mereka itu disebut-sebut oleh suatu kabilah dari orang-orang Hudzail yang dinamakan Bani Lihyan, mereka ini mengejar sepuluh orang tersebut, sedang para pengejar dari Bani Lihyan itu berjumlah hampir seratus orang ahli pemanah. Mereka meneliti jejak-jejak sepuluh orang tadi. Setelah 'Ashim dan kawan-kawannya merasa akan memperoleh perlawanan, lalu mereka berlindung di suatu tempat, kemudian tempat ini dikepung oleh kaum -musuh-. Para pengejar itu berkata: "Turunlah engkau semua -hai sepuluh orang-, lalu serahkanlah tanganmu dan engkau semua memperoleh janji dan ikatan kata dari kita, bahwa kita tidak akan membunuh seorangpun dari engkau semua. 'Ashim berkata: "Hai kaum -kafirin-, saya tidak akan turun untuk menjadi orang yang memperoleh jaminan hidup dari orang kafir. Ya Allah, beritahukanlah tentang hal ihwal kita ini kepada NabiMu yaitu Muhammad shalallahu alaihi wasalam" Musuh lalu melempari mereka dengan panah, lalu 'Ashim dapat mereka bunuh. Ada tiga orang yang turun -hendak menyerah- dengan berdasarkan janji dan ikatan kata -yakni tidak akan dibunuh-. Di antara mereka ini ialah Khubaib, Zaid bin Datsinah dan seorang lelaki lain. Setelah tiga orang ini dapat mereka pegang, mereka lalu melepaskan tali busurnya masing-masing, kemudian tiga orang itu mereka ikat kuat-kuat. Orang yang ketiga -yang tidak disebut namanya di atas- berkata: "Inilah pertama-tama pengkhianatan. Demi Allah, sesungguhnya saya tidak akan suka lagi menemui engkau semua -untuk terus berjalan-. Bagi saya sudah ada penuntun -dalam persoalan ini- yakni dengan mereka -yang dimaksudkan ialah orang-orang yang sudah mati terbunuh-. Jadi ringkasnya ia lebih suka mengikuti kematian kawan-kawannya itu. Orang ini lalu mereka tarik-tarik dan mereka perlakukan dengan menyiksanya. Tetapi orang ini tetap enggan untuk mengawani kaum musuh -untuk meneruskan perjalanan-. Akhirnya orang ini mereka bunuh. Selanjutnya kaum Bani Lihyan tersebut berangkat dengan membawa Khubaib dan Zaid bin Datsinah, sehingga mereka menjual kedua orang tawanan ini di Makkah sesudah peperangan Badar berakhir. Keluarga al-Harits bin 'Amir bin Naufal bin 'Abdi Manaf membeli Khubaib. Khubaib adalah yang membunuh al-Harits pada hari peperangan Badar dulu. Dengan demikian berada di tempat keluarga al-Harits sebagai seorang tawanan sehingga seluruh keluarga itu berkehendak akan membunuhnya. Khubaib meminjam sebuah pisau cukur dari salah seorang puteri al-Harits untuk mencukur rambut kemaluannya, lalu wanita ini meminjamkan pisau cukur itu padanya. Ada seorang anak kecil yaitu anak wanita yang meminjami pisau cukur tadi merangkak ke tempat Khubaib, sedang wanita tadi sedang lalai mengamat-amati anaknya tadi, sehingga anak itu mendatangi Khubaib, lalu wanita itu melihat sendiri bahwa Khubaib mendudukkan anak tersebut di atas pahanya, sementara pisau cukur masih tetap ada di tangannya. Wanita itu amat terkejut sekali dan hal yang sedemikian ini diketahui oleh Khubaib. Terkejutnya ialah karena takut kalau anaknya itu akan disembelih oleh tawanannya. Khubaib lalu berkata: "Adakah Anda takut kalau saya membunuh anak ini. Ah, saya tidak akan mengerjakan perbuatan sekeji itu." Wanita -yang diuraikan di atas itu berkata-: "Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang tawananpun yang lebih baik daripada Khubaib. Demi Allah, benar-benar saya pernah menemuinya pada suatu hari, ia sedang makan sedompol -seikat- anggur ditangannya, sedangkan ia di waktu itu sedang diikat erat-erat dengan besi, lagi pula tiada buah-buahan seperti itu di Makkah. "Wanita itu melanjutkan katanya: "Hal itu sesungguhnya suatu rezeki yang dikaruniakan oleh Allah kepada Khubaib." Setelah orang-orang Bani Lihyan keluar dengan membawa Khubaib dari tanah suci untuk membunuhnya di tanah halal -bukan Tanah Haram yakni tanah suci Makkah-, maka Khubaib berkata kepada mereka: "Lepaskanlah aku sebentar karena aku hendak shalat dua rakaat." Mereka membiarkannya, lalu ia shalat dua rakaat, kemudian ia berkata: "Demi Allah andaikata engkau semua tidak akan timbul sangkaan bahwasanya saya dalam ketakutan -karena akan mati-, sesungguhnya aku akan menambah shalatku ini lagi. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka ini, bunuh mereka secara berganti-ganti menurut gilirannya dan janganlah meninggalkan seorangpun diantara mereka itu." Selanjutnya Khubaib berkata pula: Saya takkan memperdulikan, asalkan aku mati sebagai Muslim. Dalam keadaan bagaimanapun, kematianku adalah untuk Allah. Hal itu adalah Zat Tuhan, Jikalau Dia berkehendak, pasti akan memberikan keberkahan, atas semua anggota tubuh yang terceraikan. Khubaib adalah seorang yang membuat sunnah yang pertama kali bagi setiap orang Muslim untuk dibunuh dengan kesabaran, supaya melakukan shalat dahulu. Nabi shalallahu alaihi wasalam memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya perihal berita sepuluh orang di atas pada hari mereka mendapatkan musibah -yakni bencana yang menimpa mereka sebagaimana di atas-. Ada beberapa orang dari golongan kaum Quraisy menyuruh orang-orang lain ke tempat 'Ashim bin Tsabit ketika mereka diberitahu bahwa 'Ashim telah terbunuh, supaya orang-orang yang dikirimkan itu datang dengan membawa sesuatu anggota badan dari 'Ashim yang dapat dikenal. 'Ashim dahulu pernah membunuh seorang dari golongan pembesar-pembesarnya kaum Quraisy. Tetapi Allah lalu mengirimkan kepada jenazah 'Ashim itu semacam awan dan terdiri dari lebah. Lebah-lebah itulah yang melindungi tubuh 'Ashim dari utusan-utusan kaum Quraisy -yang hendak memotong sebagian anggotanya untuk dijadikan bukti kematiannya-. Oleh sebab itu musuh-musuh tadi tidak dapat memotong sesuatu anggotapun dari tubuh 'Ashim. (Riwayat Bukhari)

 

Ucapannya: Al-Hudat adalah sebuah tempat dan adbdhullah ialah awan, sedang addabru, artinya lebah. Ucapannya: Uqtulhum bidadan, boleh dengan ba'nya dikasrahkan atau difathahkan lalu berbunyi badadan. Bagi orang yang membacanya kasrah, maka ia berkata: "Itu adalah jama'nya biddah dengan kasrahnya ba', artinya bagian. Maknanya ialah: "Bunuhlah mereka itu -ya Allah- dalam waktu yang terbagi-bagi menurut pembagian gilirannya masing-masing." Adapun bagi orang yang membaca fathahnya ba', maka maknanya iaiah secara berpisah-pisah dalam membunuhnya itu, yakni satu demi satu, yaitu dari kata attabdid. Dalam bab ini banyak hadits lain yang shahih yang sudah terdahulu dalam tempatnya masing-masing dalam kitab ini, diantaranya ialah Hadisnya anak yang mendatangi pendeta dan ahli sihir -lihat Hadis no.30, juga Hadisnya juraij no.259, demikian pula Hadisnya orang-orang yang melarikan diri dalam gua yang tertutup oleh batu besar no.12, Hadisnya orang yang mendengar suara dalam awan no.560 yang mengatakan: "Siramlah kebun si Fulan itu dan lain-lain lagi. Bukti-bukti tentang kekaramahan para waliyullah itu amat banyak sekali lagi masyhur. Wa billahit taufik.

 

وعَن ابْنِ عُمر رضي اللَّه عنْهُما قال : ما سمِعْتُ عُمرَ رضي اللَّه عنْهُ يَقُولُ لِشَيءٍ قطُّ : إنِّي لأظُنَّهُ كَذا إلاَّ كَانَ كَمَا يَظُنُّ ، رواهُ البُخَاري .

1507. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Tidak pernah sama sekali saya mendengar Umar radhiyallahu anhu berkata kepada sesuatu: "Sesungguhnya saya mengira perkara itu begini," melainkan kejadian perkara tersebut adalah tepat sebagaimana yang diperkirakan olehnya." (Riwayat Bukhari)