Riyadhus
Shalihin – Imam Nawawi
*
|
Bab
253. Keutamaan Para Waliyullah
قال
اللَّه تعالى: { ألا إن أولياء اللَّه لا
خوف عليهم ولا هم يحزنون، الذين آمنوا وكانوا يتقون، لهم البشرى في الحياة الدنيا
وفي الآخرة، لا تبديل لكلمات اللَّه؛ ذلك هو الفوز العظيم } .
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Ingatlah bahwasanya para waliyullah -yakni kekasih-kekasih
Allah- itu tiada ketakutan atas mereka dan merekapun tidak akan bersedih hati.
Mereka itu ialah orang-orang yang beriman dan juga bertaqwa. Bagi mereka adalah
kegembiraan di dalam kehidupan dunia dan juga di akhirat. Tiada perubahan sama
sekali untuk kalimat-kalimat Allah. Yang sedemikian itu adalah kebahagiaan yang
agung." (Yunus: 62)
وقال
تعالى: { وهزي إليك بجذع النخلة تساقط
عليك رطباً جنياً فكلي واشربي }
الآية.
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan goyangkanlah olehmu -hai Maryam- pohon kurma itu,
sesungguhnya ia akan menjatuhkan kepadamu buah kurma yang baru masak. Maka
makanlah dan minumlah," sampai habisnya ayat. (Maryam: 25-26)
وقال
تعالى: { كلما دخل عليها زكريا المحراب
وجد عندها رزقاً، قال: يا مريم أني لك هذا؟ قالت هو من عند اللَّه؛ إن اللَّه يرزق
من يشاء بغير حساب } .
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Setiap kali Zakaria masuk kepadanya yaitu di mihrab,
didapati makanan di dekatnya. Ia berkata: "Hai Maryam, bagaimanakah engkau dapat
memperoleh ini?" Maryam menjawab: "Itu adalah dari sisi Allah, sesungguhnya
Allah itu mengaruniakan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya tanpa
ada batas hitungannya." (Ali-Imran: 37)
وقال
تعالى: { وإذ اعتزلتموهم وما يعبدون إلا
اللَّه فأووا إلى الكهف ينشر لكم ربكم من رحمته ويهيِّء لكم من أمركم مرفقاً، وترى
الشمس إذا طلعت تزاور عن كهفهم ذات اليمين وإذا غربت تقرضهم ذات الشمال } الآية.
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan diwaktu engkau semua meninggalkan mereka dan apa yang
mereka sembah selain Allah, carilah tempat persembunyian di dalam gua, nanti
Tuhanmu semua akan menyebarkan kerahmatan-Nya untukmu semua dan menyediakan
apa-apa yang berguna dari pekerjaanmu itu untuk kepentinganmu semua pula. Engkau
lihat matahari ketika terbitnya miring dari gua mereka di sebelah kanan dan
ketika terbenam, meninggalkan mereka di sebelah kiri," sampai habisnya ayat.
(al-Kahf: 16-17)
وعنْ أبي
مُحَمَّدٍ عَبْدِ الرَّحْمن بنِ أبي بكر الصِّدِّيقِ رضي اللَّه عنْهُما أنَّ
أصْحاب الصُّفَّةِ كانُوا أُنَاساً فُقَرَاءَ وأنَّ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم قَالَ مرَّةً « منْ كانَ عِنْدَهُ طَعامُ
اثنَينِ ، فَلْيذْهَبْ بِثَالث ، ومَنْ كَانَ عِنْدهُ طعامُ أرْبَعَةٍ ،
فَلْيَذْهَبْ بخَامِسٍ وبِسَادِسٍ » أوْ كَما قَالَ ، وأنَّ أبَا بَكْرٍ رضي
اللَّه عَنْهُ جاءَ بثَلاثَةٍ ، وَانْطَلَقَ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم
بِعَشرَةٍ ، وَأنَّ أبَا بَكْرٍ تَعَشَّى عِنْد النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم
، ثُّمَّ لَبِثَ حَتَّى صلَّى العِشَاءَ ، ثُمَّ رَجَعَ ، فَجَاءَ بَعْدَ ما مَضَى
من اللَّيلِ مَا شاءَ اللَّه . قَالَتْ امْرَأَتُهُ :
ما حبسَكَ عَنْ أضْيافِكَ ؟ قَالَ : أوَ ما
عَشَّيتِهمْ ؟ قَالَتْ : أبوْا حَتَّى تَجِيءَ
وَقدْ عرَضُوا عَلَيْهِم قَال : فَذَهَبْتُ أنَا
، فَاختبأْتُ ، فَقَالَ : يَا غُنْثَرُ ،
فجدَّعَ وَسَبَّ وَقَالَ : كُلُوا هَنِيئاً ،
واللَّه لا أَطْعمُهُ أبَداًِ ، قال : وايمُ اللَّهِ ما كُنَّا نَأْخذُ منْ لُقْمةٍ إلاَّ ربا مِنْ
أَسْفَلِهَا أكْثَرُ مِنْهَا حتَّى شَبِعُوا ، وصَارَتْ أكثَرَ مِمَّا كَانَتْ
قَبْلَ ذلكَ ، فَنَظَرَ إلَيْهَا أبُو بكْرٍ فَقَال لا مْرَأَتِهِ : يَا أُخْتَ بني فِرَاسٍ مَا هَذا ؟ قَالَتْ : لا وَقُرّةِ عَيني لهي الآنَ أَكثَرُ مِنْهَا قَبْلَ ذَلكَ
بِثَلاثِ مرَّاتٍ ، فَأَكَل مِنْهَا أبُو بكْرٍ وَقَال : إنَّمَا كَانَ ذلكَ مِنَ الشَّيطَانِ ، يَعني
يَمينَهُ ، ثُمَّ أَكَلَ مِنهَا لٍقمةً ، ثُمَّ حَمَلَهَا إلى النبي صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم فَأَصْبَحَت عِنْدَهُ . وكانَ بَيْننَا وبَيْنَ قَومٍ عهْدٌ ،
فَمَضَى الأجَلُ ، فَتَفَرَّقنَا اثني عشَرَ رَجُلاً ، مَعَ كُلِّ رَجُلٍ مِنْهُم
أُنَاسٌ ، اللَّه أعْلَم كَمْ مَعَ كُلِّ رَجُلٍ فَأَكَلُوا مِنْهَا أَجْمَعُونَ
.
وفي روايَة :
فَحَلَفَ أبُو بَكْرٍ لا يَطْعمُه ، فَحَلَفَتِ المرأَةُ لا تَطْعِمَه ، فَحَلَفَ
الضِّيفُ أوِ الأَضْيَافُ أن لا يَطعَمَه ، أوْ يطعَمُوه حَتَّى يَطعَمه ،
فَقَالَ أبُو بَكْرٍ : هذِهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
، فَدَعا بالطَّعامِ فَأَكَلَ وَأَكَلُوا ، فَجَعَلُوا لا يَرْفَعُونَ
لُقْمَةً إلاَّ ربَتْ مِنْ أَسْفَلِهَا أَكْثَرَ مِنْهَا ، فَقَال: يَا أُخْتَ بَني فِرَاس ، ما هَذا ؟ فَقالَتْ : وَقُرَّةِ عَيْني إنهَا الآنَ لأَكْثَرُ مِنْهَا قَبْلَ أنْ
نَأْكُلَ ، فَأَكَلُوا ، وبَعَثَ بهَا إلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم فذَكَرَ أَنَّه أَكَلَ مِنهَا .
وفي روايةٍ :
إنَّ أبَا بَكْرٍ قَالَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ : دُونَكَ
أَضْيافَكَ ، فَإنِّي مُنْطَلِقٌ إلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ،
فَافْرُغْ مِنْ قِراهُم قَبْلَ أنْ أجِيءَ ، فَانْطَلَقَ عبْدُ الرَّحمَن ،
فَأَتَاهم بمَا عِنْدهُ . فَقَال : اطْعَمُوا ،
فقَالُوا : أيْنَ رَبُّ مَنزِلَنَا ؟ قال :
اطعموا ، قَالُوا :
مَا نَحْنُ بآكِلِين حتَى يَجِيىء ربُ مَنْزِلَنا ، قَال : اقْبَلُوا عَنَّا قِرَاكُم ، فإنَّه إنْ جَاءَ ولَمْ
تَطْعَمُوا لَنَلقَيَنَّ مِنْهُ ، فَأَبَوْا ، فَعَرَفْتُ أنَّه يَجِد
عَلَيَّ ، فَلَمَّا جاءَ تَنَحَّيْتُ عَنْهُ ، فَقالَ :
ماصنعتم ؟ فأَخْبَروهُ ، فقالَ يَا عَبْدَ
الرَّحمَنِ فَسَكَتُّ ثم قال : يا عبد
الرحمن. فسكت ، فَقَالَ : يا غُنثَرُ أَقْسَمْتُ
عَلَيْكَ إن كُنْتَ تَسمَعُ صوتي لما جِئْتَ ، فَخَرَجتُ ، فَقُلْتُ : سلْ أَضْيَافِكَ ، فَقَالُوا : صَدقَ ، أتَانَا بِهِ . فَقَالَ: إنَّمَا انْتَظَرْتُموني وَاللَّه لا أَطعَمُه اللَّيْلَةَ
، فَقالَ الآخَرون : وَاللَّهِ لا نَطعَمُه
حَتَّى تَطعمه ، فَقَالَ : وَيْلَكُم مَالَكُمْ
لا تَقْبَلُونَ عنَّا قِرَاكُم ؟ هَاتِ
طَعَامَكَ ، فَجاءَ بِهِ ، فَوَضَعَ يَدَه ، فَقَالَ: بِسْمِ اللَّهِ ، الأولى مِنَ الشَّيطَانِ فَأَكَلَ
وَأَكَلُوا . متفقٌ عليه .
1500. Dari Abu Muhammad
yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, bahwasanya
ash-habush shuffah adalah para manusia yang fakir-fakir dan bahwasanya Nabi
shalallahu alaihi wasalam pernah pada suatu ketika bersabda: "Barangsiapa yang
disisinya ada makanan cukup untuk dua orang, maka hendaklah pergi dengan tiga
orang dan barangsiapa yang disisinya ada makanan cukup untuk empat orang, maka
hendaklah pergi dengan lima atau enam orang," atau seperti yang sedemikian
itulah kurang lebih sabda beliau shalallahu alaihi wasalam itu. Abu Bakar datang
dengan membawa tiga orang sedang Nabi shalallahu alaihi wasalam berangkat dengan
membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di tempat Nabi shalallahu alaihi
wasalam kemudian menetap di situ sehingga ia shalat Isya'. Kemudian kembali lalu
datang di rumahnya setelah lewat waktu malam -yakni sampai jauh malam-
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Istrinya lalu berkata: "Apa yang
menyebabkan Anda tertahan untuk menemui tamu-tamu Anda?" Abu Bakar bertanya:
"Apakah orang-orang itu belum engkau beri makan malam?" Ia menjawab: "Mereka
tidak mau sehingga Anda datang dan para pelayan sudah menawarkan pada mereka
itu." Abdur Rahman berkata: "Saya lalu pergi kemudian bersembunyi. Abu Bakar
berkata: "Hai Tolol" dan seterusnya iapun mencaci dan memaki, lalu berkata
kepada keluarganya: "Makanlah engkau semua tanpa adanya kecukupan. Demi Allah,
saya tidak makan makanan ini selama-lamanya." Abdur Rahman berkata: "Demi Allah,
tiada sesuap makananpun yang kita ambil, melainkan bertambahlah makanan dari
bawahnya, lebih banyak dari keadaannya semula. Orang-orang sama makan sampai
kenyang, tetapi makanan itu menjadi lebih banyak lagi dari yang sebelumnya
dimakan. Abu Bakar melihat makanan itu, lalu berkata kepada istrinya: "Hai
saudarinya Bani Firas, apakah yang terjadi ini?" Istrinya menjawab: "Entahlah,
demi kecintaan mataku, sesungguhnya makanan ini, keadaannya sekarang lebih
banyak dari tadinya, bahkan jumlahnya tiga kali lipat -dari semula-. Abu Bakar
lalu makan daripadanya dan berkata: "Sesungguhnya sumpah yang saya ucapkan tadi
adalah dari godaan syaitan." Selanjutnya ia makan pula sesuap daripadanya
kemudian dibawa ke tempat Nabi shalallahu alaihi wasalam dan paginyapun tempat
makanan itu masih ada di tempat beliau shalallahu alaihi wasalam Antara kita
dengan sesuatu kaum ada suatu janji, lalu waktu yang ditentukan -dalam janji-
itu lewatlah. Kita semua terpisah-pisah menjadi duabelas orang yang setiap
seorang diantara mereka itu disertai orang banyak. Allah lebih mengetahui
beberapa jumlah yang dibawa oleh setiap orang itu. Mereka semua lalu makan."
Dalam riwayat lain disebutkan: "Abu Bakar bersumpah tidak akan makan makanan
itu, istrinyapun lalu bersumpah tidak akan makan, akhirnya para tamu itupun
bersumpah pula tidak akan makan, sehingga Abu Bakar suka makan lebih dulu. Abu
Bakar lalu berkata: "Ah, sumpah ini adalah dari syaitan belaka." Ia lalu meminta
makanan itu, kemudian ia makan dan keluarga serta para tamupun makan juga.
Tetapi tiada sesuappun yang mereka angkat, melainkan bertambahlah makanan itu
dari bagian bawahnya, yang keadaannya lebih banyak dari semula. Abu Bakar lalu
berkata: "Hai saudarinya Bani Firas apakah yang terjadi ini?" Istrinya menjawab:
"Demi kecintaan mataku, sesungguhnya makanan itu keadaannya kini lebih banyak
daripada sebelumnya kita makan tadi." Mereka lalu makan lagi, kemudian
dikirimkanlah makanan itu kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam dan Abdur Rahman
menyebutkan bahwa beliau shalallahu alaihi wasalam juga makan daripadanya."
Dalam riwayat yang lain lagi disebutkan: "Abu Bakar berkata kepada Abdur Rahman:
"Layanilah tamu-tamumu itu, sebab saya akan berangkat kepada Nabi shalallahu
alaihi wasalam Jadi selesaikanlah semua hidangan untuk menghormati mereka itu
sebelum saya datang kembali." Abdur Rahman berangkat -ke tempat para tamu- lalu
mendatangkan makanan yang ada di sisinya. Ia berkata kepada mereka: "Ayolah
makan." Para tamu bertanya: "Manakah tuan rumah kita ini -yang mereka maksudkan
ialah Abu Bakar as-Shiddiq?" Abdur Rahman berkata lagi: "Ayolah makan." Mereka
berkata pula: "Kita tidak akan makan,sehingga tuan rumah kita ini datang." Abdur
Rahman berkata lagi: "Terimalah hidangan untuk menghormat Anda sekalian ini,
sebab sesungguhnya Abu Bakar, jikalau nanti datang dan Anda sekalian belum
makan, tentu kami akan mendapat marah daripadanya." Para tamu tetap menolak,
maka saya merasa dalam hatiku bahwa Abu Bakar tentu akan marah pada saya.
Setelah Abu Bakar datang, saya lalu menyingkir daripadanya. Ia berkata -kepada
para tamu-: "Apakah yang Anda sekalian kerjakan ini." Mereka lalu memberitahukan
kepadanya perihal belum makannya itu. Selanjutnya Abu Bakar berkata: "Hai Abdur
Rahman." Tetapi saya berdiam saja. Ia berkata lagi: "Hai Abdur Rahman." Saya
tetap diam saja. Sekali lagi ia berkata: "Hai tolol, saya bersumpah padamu,
kalau engkau mendengar suaraku ini, supaya engkau datang ke mari." Saya lalu
keluar, kemudian saya berkata: "Tanyakan sendiri pada tamu-tamu Bapak." Mereka
-para tamu- menjawab: "Betul, ia telah datang dengan membawa makanan itu." Abu
Bakar berkata lagi: "Jadi Anda sekalian hanya hendak menantikan saya, demi
Allah, saya tidak akan makan makanan ini pada malam ini." Orang-orang yang lain
berkata: "Demi Allah, kita tidak makan juga sehingga Anda suka pula makan." Ia
berkata: "Celaka Anda sekalian ini, mengapa Anda sekalian tidak suka menerima
hidangan sebagai penghormatan kepada Anda sekalian ini?" Lalu ia berkata kepada
keluarganya: "Coba bawa ke mari makananmu itu." Abu Bakar datang dengan membawa
makanan lalu ia meletakkan tangannya dan mengucapkan: "Bismillah," kemudian
berkata lagi: "Sumpah tadi itu dari godaan syaitan." Ia makan dan orang-orang
lainpun makan pula." (Muttafaq 'alaih) Ucapannya: Ghuntsar dengan dhammahnya
ghain mu'jamah, lalu nun sukun kemudian tsa' bertitik tiga, artinya ialah orang
yang bodoh lagi tolol. Ucapannya: fa-jadda'a artinya mencaci-maki, sedang
aljad'u artinya pemutusan -atau pemisahan-. Ucapannya yajidu 'alayya dengan
kasrahnya jim, artinya marah.
وعنْ أبي
هُرَيْرَة رضي اللَّه عَنْهُ قَالَ : قال رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم : « لَقَدْ كَان فِيما قَبْلَكُمْ مِنَ الأُممِ
نَاسٌ محدَّثونَ ، فإن يَكُ في أُمَّتي أَحَدٌ ، فإنَّهُ عُمَرُ » رواه
البخاري ، ورواه مسلم من روايةِ عائشةَ
1501. Dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda:
"Sesungguhnya di kalangan umat-umat yang sebelummu semua itu ada orang-orang
yang diberi ilham. Maka andaikata ada seorang yang sedemikian itu di kalangan
umat saya, maka sesungguhnya ia adalah Umar," Diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari riwayat Aisyah. Dalam riwayat
kedua ahli hadits itu Ibnu Wahab berkata: Muhaddatsun artinya ialah orang-orang
yang memperoleh ilham.
وعنْ جَابِر
بن سمُرَةَ ، رضي اللَّه عَنْهُمَا . قَالَ : شَكَا
أهْلُ الكُوفَةِ سَعْداً ، يَعْنِي : ابْنِ أبي وَقَّاصٍ ، رضي اللَّه عَنْهُ ، إلى
عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ ، رضي اللَّه عَنْهُ ، فَعزَلَه وَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ
عمَّاراً ، فَشَكَوْا حَتَّى ذكَرُوا أَنَّهُ لا يُحْسِنُ يُصَلِّي ، فَأْرسَلَ
إلَيْهِ ، فَقَالَ: ياأَبا إسْحاقَ ، إنَّ هؤُلاءِ يزْعُمُونَ أنَّكَ لا تُحْسِنُ
تُصَلِّي. فَقَالَ : أمَّا أَنَا واللَّهِ فَإنِّي كُنْتُ أُصَلِّي بِهمْ صَلاةَ
رَسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لا أَخْرِمُ عَنْهَا أُصَلِّي صَلاةَ
العِشَاءِ فَأَرْكُدُ في الأُولَيَيَنِ ، وَأُخِفُّ في الأُخْرَييْنِ ، قال :
ذَلِكَ الظَنُّ بكَ يَا أبَا إسْحاقَ ، وأَرسلَ مَعَهُ رَجُلاً أَوْ رجَالاً
إلَى الكُوفَةِ يَسْأَلُ عَنْهُ أَهْلَ الكُوفَةِ ، فَلَمْ يَدَعْ مَسْجِداً إلاَّ
سَأَلَ عَنْهُ ، وَيُثْنُونَ مَعْرُوفاً، حَتَّى دَخَلَ مَسْجِداً لِبَني عَبْسٍ ،
فَقَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ ، يُقَالُ لَهُ أُسامةُ بنُ قَتَادَةَ ، يُكَنَّى أبا
سَعْدَةَ، فَقَالَ : أَمَا إذْ نَشَدْتَنَا فَإنَّ سَعْداً كانَ لا يسِيرُ
بِالسَّرِيّةِ ولا يَقْسِمُ بِالسَّويَّةِ ، وَلا يعْدِلُ في القَضِيَّةِ ، قَالَ
سعْدٌ : أَمَا وَاللَّهِ لأدْعُوَنَّ بِثَلاثٍ : اللَّهُمَّ إنْ كَانَ عبْدكَ هذا
كَاذِباً ، قَام رِيَآءً ، وسُمْعَةً ، فَأَطِلْ عُمُرَهُ ، وَأَطِلْ فَقْرَهُ ،
وَعَرِّضْهُ للفِتَنِ ، وَكَانَ بَعْدَ ذلكَ إذا سُئِلَ يَقُولُ : شَيْخٌ
كَبِيرٌ مَفْتُون ، أصَابتْني دَعْوةُ سعْدٍ
.
قَالَ
عَبْدُ الملِكِ بنُ عُميْرٍ الرَّاوِي عنْ جَابرِ بنِ سَمُرَةَ فَأَنا رَأَيْتُهُ
بَعْدَ قَدْ سَقَط حَاجِبَاهُ عَلى عيْنيْهِ مِنَ الكِبَرِ ، وَإنَّهُ
لَيَتَعَرَّضُ للجوارِي في الطُّرقِ فَيغْمِزُهُنَّ . متفقٌ عليهِ
.
1502. Dari Jabir bin
Samurah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Para penduduk Kufah mengadukan Sa'ad
-yakni Sa'ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu kepada Umar bin al-Khaththab
radhiyallahu anhu- yang pada waktu itu menjabat sebagai khalifah, sedang Sa'ad
sebagai gubernur yang diangkat olehnya untuk daerah Kufah. Oleh sebab itu Umar
lalu memecat Sa'ad dan meggunakan 'Ammar untuk memerintah penduduk Kufah itu
-sebagai penggantinya Sa'ad-. Orang-orang Kufah itu mengadukan, sampai-sampai
mereka itu menyebutkan bahwasanya Sa'ad itu tidak bagus dalam mengerjakan
shalatnya. Sa'ad diminta datang oleh Umar radhiyallahu anhu lalu berkata: "Hai
Abu Ishaq -yakni Sa'ad bin Abu Waqqash-, sesungguhnya orang-orang Kufah
menyangka bahwa engkau tidak bagus dalam melakukan shalat." Sa'ad menjawab:
"Tentang saya ini, demi Allah, sesungguhnya saya shalat dengan orang-orang itu
sebagaimana shalatnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, tidak saya kurangi
sedikitpun. Saya shalat Isya', lalu saya perpanjangkan dalam kedua rakaat yang
pertama, sedang kedua rakaat yang penghabisan saya peringankan." Umar berkata:
"Itu adalah penyangkaan orang-orang padamu, hai Abu Ishaq." Selanjutnya Umar
mengirimkan Sa'ad bersama seorang atau beberapa orang ke daerah Kufah untuk
menanyakan kepada penduduk Kufah tentang diri Sa'ad tadi. Tiada suatu masjidpun
yang diri Sa'ad itu dan para penduduk Kufah itu sama memuji akan kebaikannya.
Akhirnya masuklah di suatu masjid di lingkungan Bani 'Abs. Kemudian ada seorang
lelaki diantara mereka itu berdiri, namanya Usamah bin Qatadah yang diberi nama
gelar yaitu Abu Sa'dah. Ia berkata: "Adapun kalau Anda bertanya kepada kami
tentang Sa'ad, maka sesungguhnya Sa'ad itu tidak pernah ikut pergi memimpin
pasukan -ke medan perang-, tidak pernah mengadakan pembagian -harta rampasan-
dengan sama rata dan tidak pernah menjatuhkan putusan dengan berdasarkan
keadilan." Sa'ad lalu berkata: "Aduh, demi Allah, sesungguhnya saya akan berdoa
dengan tiga macam permohonan: "Ya Allah, jikalau hambamu ini -Usamah bin
Qatadah- berkata dusta dan melakukan hanya karena congkak dan kesombongan
belaka, maka panjangkanlah usianya, langsungkanlah kefakirannya dan
permudahkanlah ia untuk berbagai kefitnahan." Sesudah beberapa saat berlalu,
orang itu jikalau ditanya, siapa dirinya, ia menjawab: "Aku adalah orangtua
bangka yang terkena fitnah, karena doanya Sa'ad sudah mengena pada diriku."
Abdulmalik bin Umair yang meriwayatkan hadits ini dari Jabir bin Samurah
berkata: "Saya sendiri melihat orang itu sesudah tuanya, kedua alisnya telah
rontok-rontok di atas kedua matanya karena amat lanjut usianya itu dan
sesungguhnya ia menampakkan diri pada kaum wanita sambil menarik-narik tangan
mereka itu." (Muttafaq 'alaih)
وعنْ عُرْوَةَ
بن الزُّبيْر أنَّ سعِيدَ بنَ زَيْدٍِ بْنِ عمْرو بْنِ نُفَيْلِ ، رضي اللَّه
عَنْهُ خَاصَمتْهُ أرْوَى بِنْتُ أوْسٍ إلى مَرْوَانَ بْنِ الحَكَم ، وَادَّعَتْ
أنَّهُ أَخَذَ شَيْئاً مِنْ أرْضِهَا ، فَقَالَ سَعِيدٌ : أنَا كُنْتُ آخُذُ مِنْ أرْضِها شَيْئاً بعْدَ الذي سمِعْتُ
مِنْ رَسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ،؟ قَالَ : مَاذا سمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم ؟ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقُولُ : « مَنْ
أَخَذَ شِبْراً مِنَ الأرْضِ ظُلْماً ، طُوِّقَهُ إلى سبْعِ أرضينَ »
فَقَالَ لَهُ مرْوَانٌ : لا أسْأَلُكَ بَيِّنَةً بعْد
هذا ، فَقَال سعيدٌ : اللَّهُمَّ إنْ كانَتْ
كاذبِةً ، فَأَعْمِ بصرهَا ، وَاقْتُلْهَا في أرْضِهَا ، قَالَ : فَمَا ماتَتْ حَتَّى ذَهَبَ بَصَرُهَا ، وبيْنَما هِي تمْشي
في أرْضِهَا إذ وَقَعَتْ في حُفْرةٍ فَمَاتتْ . متفقٌ عليه .
وفي روايةٍ
لمسلِمٍ عنْ مُحمَّدِ بن زَيْد بن عبد اللَّه بن عُمَر بمَعْنَاهُ وأَنَّهُ رآهَا
عَمْياءَ تَلْتَمِسُ الجُدُرَ تَقُولُ : أصَابَتْني
دعْوَةُ سعًيدٍ ، وَأَنَّها مرَّتْ عَلى بِئْرٍ في الدَّارِ التي خَاصَمَتْهُ
فِيهَا ، فَوقَعتْ فِيها ، وَكانَتْ قَبْرهَا .
1503. Dari 'Urwah bin
az-Zubair bahwasanya Said bin 'Amr bin Nufail radhiyallahu anhu diajukan sebagai
lawan oleh Arwa binti Uwais kepada Marwan bin al-Hakam -yang waktu itu sebagai
khalifah-. Wanita itu mendakwa bahwa Said mengambil sebagian dari tanahnya. Said
lalu berkata: "Saya sudah mengambil sebagian tanahnya, padahal saya sudah
mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda." Marwan bertanya: "Apa
yang Anda dengar dari Rasulullah shalallahu alaihi wasalam?" Ia menjawab: "Saya
mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa yang
mengambil tanah sejengkal secara penganiayaan, maka tanah itu akan dikalungkan
di lehernya sampai tujuh lapis bumi di bawahnya." Marwan lalu berkata: "Saya
tidak lagi akan meminta keterangan tentang kebenaranmu setelah mendengar ini."
Said lalu berdoa: "Ya Allah, jikalau wanita itu dusta, maka butakanlah matanya
dan matikanlah ia dalam tanahnya sendiri." 'Urwah berkata; "Wanita itu tidak
mati-mati sehingga peng-lihatannya lenyap -yakni menjadi buta matanya-, dan pada
suatu ketika ia berjalan di tanahnya sendiri, tiba-tiba terjerumuslah ia dalam
suatu lubang, kemudian mati di situ." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam
Muslim dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar, yang isinya semakna dengan
uraian di atas itu dan bahwasanya ia melihat wanita tadi sudah buta mencari-cari
dinding -di waktu berjalan- sambil mengucapkan: "Saya terkena oleh doanya Said."
Selanjutnya ketika wanita itu berjalan melalui sumur yang ada di dalam rumah
yang dijadikan bahan pertengkaran dulu, tiba-tiba ia jatuh di dalamnya, lalu
itulah yang menjadi kuburnya -yakni sebab kematiannya-.
وَعَنْ
جَابِرِ بنِ عبْدِ اللَّهِ رضي اللَّه عَنْهُما قَال :
لمَّا حَضَرَتْ أُحُدٌ دَعاني أبي مِنَ اللَّيْلِ فَقَال : مَا أُرَاني إلاَّ
مَقْتُولا في أوَّل مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أصْحابِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم
، وَإنِّي لا أَتْرُكُ بعْدِي أعزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرِ نَفْسِ رسُولِ اللَّهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وإنَّ علَيَّ دَيْناً فَاقْضِ ، واسْتَوْصِ
بِأَخَوَاتِكَ خَيْراً : فأَصْبَحْنَا ، فَكَانَ أوَّل قَتِيلٍ ، ودَفَنْتُ مَعهُ
آخَرَ في قَبْرِهِ ، ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نفسي أنْ أتْرُكهُ مع آخَرَ ،
فَاسْتَخْرَجته بعْدَ سِتَّةِ أشْهُرٍ ، فَإذا هُو كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ غَيْر
أُذُنِهِ ، فَجَعَلتُهُ في قَبْرٍ عَلى حٍدَةٍ . رواه البخاري .
1504. Dari Jabir bin
Abdullah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ketika tiba waktunya peperangan Uhud,
ayah saya memanggil saya di waktu malam, lalu berkata: "Saya tidak mengira pada
diriku sendiri ini, melainkan rasanya akan terbunuh dalam permulaan orang-orang
yang terbunuh dari sahabat-sahabat Nabi shalallahu alaihi wasalam Sesungguhnya
saya tidak meninggalkan sesudah matiku sesuatu yang bagiku lebih mulia daripada
dirimu sendiri selain diri Rasulullah shalallahu alaihi wasalam -yakni beliau
shalallahu alaihi wasalam yang dianggap termulia kemudian anaknya itu-.
Sesungguhnya saya mempunyai tanggungan hutang, maka dari itu tunaikanlah
hutangku itu dan berikanlah baik-baik kepada saudara-saudaramu." Kemudian kita
berpagi-pagi -untuk melakukan peperangan-, kemudian ayahku adalah pertama kali
orang yang terbunuh. Saya tanamkan bersamanya orang lain dalam satu kubur.
Kemudian jiwaku tidak enak kalau ayahku saya tinggalkan satu kubur bersama orang
lain itu, lalu saya keluarkan lagi tubuhnya setelah dalam kuburnya itu selama
enam bulan, tiba-tiba ia masih dalam keadaan seperti waktu saya meletakkan
dahulu, kecuali telinganya saja -yang rusak-. Selanjutnya saya jadikanlah ia
dalam kubur sendirian -yakni tidak disertai orang lain dalam kubur-." (Riwayat
Bukhari)
وَعَنْ أنَسٍ
رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَجُلَيْنِ مِنْ أصْحابِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم خَرَجا مِنْ عِنْدِ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في لَيْلَةٍ
مُظْلِمَةَ ومَعهُمَا مِثْلُ المِصْبَاحَينِ بيْنَ أيديهِما ، فَلَمَّا افتَرَقَا ،
صارَ مَعَ كلِّ واحِدٍ مِنهما وَاحِدٌ حَتى أتَى أهْلَهُ . رواه البخاري مِنْ طرُقٍ
1505. Dari Anas
radhiyallahu anhu bahwasanya ada dua orang lelaki dari para sahabatnya Nabi
shalallahu alaihi wasalam keluar dari sisi Nabi shalallahu alaihi wasalam di
waktu malam yang gelap gulita, tiba-tiba bersama kedua orang itu seperti ada dua
lampu yang ada di hadapannya. Setelah keduanya berpisah maka tiap seorang dari
keduanya itupun seperti ada sebuah lampu yang menyertainya, sehingga ia datang
kepada keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari beberapa jalan, diantara
sebagian jalan itu disebutkan bahwa kedua orang lelaki itu ialah Usaid bin
Hudhair dan 'Abbad bin Bisyr radhiallahu 'anhuma.
وعنْ أبي
هُرَيْرةَ ، رضي اللَّه عَنْهُ ، قَال : بَعثَ رَسُولُ
اللِّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَشَرَةَ رهْطٍ عَيْناً سَريَّةً ، وأمَّرَ
عليْهِم عَاصِمَ بنَ ثابِتٍ الأنصاريَّ ، رضي اللَّه عنْهُ ، فَانطَلَقُوا حتَّى
إذا كانُوا بالهَدْاةِ ، بيْنَ عُسْفانَ ومكَّةَ ، ذُكِرُوا لَحِيِّ منْ هُذَيْلٍ
يُقالُ لهُمْ : بنُوا لِحيَانَ ، فَنَفَرُوا لهمْ بقَريب منْ مِائِةِ رجُلٍ رَامٍ
فَاقْتَصُّوا آثَارَهُمْ ، فَلَمَّا أحَسَّ بهِمْ عاصِمٌ ؤَأصحابُهُ ، لجَأوا إلى
مَوْضِعٍ ، فَأحاطَ بهمُ القَوْمُ ، فَقَالُوا انْزلوا ، فَأَعْطُوا بأيْدِيكُمْ
ولكُم العَهْدُ والمِيثاقَ أنْ لا نَقْتُل مِنْكُم أحداً ، فَقَالَ عاصم بن ثابت :
أيها القومُ ، أَمَّا أَنَا فلا أَنْزِلُ عَلَى ذِمةِ كَافرٍ . اللهمَّ أخْبِرْ
عَنَّا نَبِيَّكَ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَرمَوْهُمْ بِالنَّبْلِ فَقَتَلُوا
عَاصِماً ، ونَزَل إلَيْهِمْ ثَلاثَةُ نَفَرٍ على العهدِ والمِيثاقِ ، مِنْهُمْ
خُبيْبٌ ، وزَيْدُ بنُ الدَّثِنِة ورَجُلٌ آخَرُ ، فَلَمَّا اسْتَمْكَنُوا مِنْهُمْ
أطْلَقُوا أوْتَار قِسِيِّهمْ ، فرَبطُوهُمْ بِها ، قَال الرَّجلُ الثَّالِثُ : هذا
أوَّلُ الغَدْرِ واللَّهِ لا أصحبُكمْ إنَّ لي بهؤلاءِ أُسْوةً ، يُريدُ القَتْلى ،
فَجرُّوهُ وعالجوه ، فَأبي أنْ يَصْحبَهُمْ ، فَقَتَلُوهُ ، وانْطَلَقُوا بخُبَيْبٍ
، وَزيْدِ بنِ الدَّثِنَةِ ، حتى بَاعُوهُما بمكَّةَ بَعْد وَقْعةِ بدرٍ ،
فَابتَاعَ بَنُو الحارِثِ ابنِ عامِرِ بن نوْفَلِ بنِ عَبْدِ مَنَافٍ خُبَيْباً ،
وكانَ خُبَيبُ هُوَ قَتَل الحَارِثَ يَوْمَ بَدْرٍ ، فلَبِثَ خُبيْبٌ عِنْدهُم
أسِيراً حَتى أجْمَعُوا على قَتْلِهِ ، فَاسْتَعارَ مِنْ بعْضِ بنَاتِ الحارِثِ
مُوسَى يَسْتحِدُّ بهَا فَأَعَارَتْهُ ، فَدَرَجَ بُنَيُّ لهَا وَهِي غَافِلةٌ حَتى
أَتَاهُ ، فَوَجَدْتُه مُجْلِسَهُ عَلى فَخذِهِ وَالمُوسَى بِيده ، فَفَزِعتْ
فَزْعَةً عَرَفَهَا خُبَيْبٌ ، فَقَال : أتَخْشيْنَ أن أقْتُلَهُ ما كُنْتُ لأفْعل
ذلكَ ، قَالَتْ : وَاللَّهِ ما رأيْتُ أسِيراً خَيْراً مِنْ خُبيبٍ ، فواللَّهِ
لَقَدْ وَجدْتُهُ يوْماً يأَكُلُ قِطْفاً مِنْ عِنبٍ في يدِهِ ، وإنَّهُ لمُوثَقٌ
بِالحديدِ وَما بمَكَّةَ مِنْ ثمَرَةٍ ، وَكَانَتْ تقُولُ: إنَّهُ لَرزقٌ رَزقَهُ
اللَّه خُبَيباً ، فَلَمَّا خَرجُوا بِهِ مِنَ الحَرمِ لِيقْتُلُوهُ في الحِلِّ ،
قَال لهُم خُبيبُ : دعُوني أُصلي ركعتَيْنِ ، فتَرَكُوهُ ، فَركعَ رَكْعَتَيْنِ،
فقالَ : واللَّهِ لَوْلا أنْ تَحسَبُوا أنَّ مابي جزَعٌ لَزِدْتُ : اللَّهُمَّ
أحْصِهمْ عدداً ، واقْتُلهمْ بَدَداً ، ولا تُبْقِ مِنْهُم أحداً .
وقال:
فلَسْتُ
أُبالي حينَ أُقْتلُ مُسْلِماً على أيِّ جنْبٍ كَانَ للَّهِ
مصْرعِي
وذلِكَ
في ذَاتِ الإلَهِ وإنْ يشَأْ يُبَارِكْ عَلَى أوْصالِ شِلْوٍ مُمَزَّعِ
وكانَ
خُبيْبٌ هُو سَنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ قُتِلَ صبْراً الصَّلاةَ وأخْبَر يعني النبي
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم . أصْحَابهُ يوْمَ أُصِيبُوا خبرهُمْ ، وبعَثَ نَاسٌ
مِنْ قُريْشٍ إلى عاصِم بن ثابتٍ حينَ حُدِّثُوا أنَّهُ قُتِل أنْ يُؤْتَوا بشَيءٍ
مِنْهُ يُعْرفُ . وكَانَ قتَل رَجُلاً مِنْ عُظَمائِهِمْ ، فبَعثَ اللَّه لِعَاصِمٍ
مِثْلَ الظُّلَّةِ مِنَ الدَّبْرِ ، فَحَمَتْهُ مِنْ رُسُلِهِمْ ، فَلَمْ يقْدِرُوا
أنْ يَقْطَعُوا مِنهُ شَيْئاً . رواه البخاري
.
1506. Dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, katanya: "Rasulullah shalallahu alaihi wasalam mengirimkan
sepuluh orang sebagai mata-mata pada suatu pasukan dan mengangkatnya 'Ashim bin
Tsabit al-Anshari radhiyallahu anhu sebagai kepala untuk memimpin mereka itu.
Mereka lalu berangkat, sehingga datanglah mereka di suatu tempat bernama
al-Hudat yang terletak antara 'Usfan dan Makkah. Kedatangan mereka itu
disebut-sebut oleh suatu kabilah dari orang-orang Hudzail yang dinamakan Bani
Lihyan, mereka ini mengejar sepuluh orang tersebut, sedang para pengejar dari
Bani Lihyan itu berjumlah hampir seratus orang ahli pemanah. Mereka meneliti
jejak-jejak sepuluh orang tadi. Setelah 'Ashim dan kawan-kawannya merasa akan
memperoleh perlawanan, lalu mereka berlindung di suatu tempat, kemudian tempat
ini dikepung oleh kaum -musuh-. Para pengejar itu berkata: "Turunlah engkau
semua -hai sepuluh orang-, lalu serahkanlah tanganmu dan engkau semua memperoleh
janji dan ikatan kata dari kita, bahwa kita tidak akan membunuh seorangpun dari
engkau semua. 'Ashim berkata: "Hai kaum -kafirin-, saya tidak akan turun untuk
menjadi orang yang memperoleh jaminan hidup dari orang kafir. Ya Allah,
beritahukanlah tentang hal ihwal kita ini kepada NabiMu yaitu Muhammad
shalallahu alaihi wasalam" Musuh lalu melempari mereka dengan panah, lalu 'Ashim
dapat mereka bunuh. Ada tiga orang yang turun -hendak menyerah- dengan
berdasarkan janji dan ikatan kata -yakni tidak akan dibunuh-. Di antara mereka
ini ialah Khubaib, Zaid bin Datsinah dan seorang lelaki lain. Setelah tiga orang
ini dapat mereka pegang, mereka lalu melepaskan tali busurnya masing-masing,
kemudian tiga orang itu mereka ikat kuat-kuat. Orang yang ketiga -yang tidak
disebut namanya di atas- berkata: "Inilah pertama-tama pengkhianatan. Demi
Allah, sesungguhnya saya tidak akan suka lagi menemui engkau semua -untuk terus
berjalan-. Bagi saya sudah ada penuntun -dalam persoalan ini- yakni dengan
mereka -yang dimaksudkan ialah orang-orang yang sudah mati terbunuh-. Jadi
ringkasnya ia lebih suka mengikuti kematian kawan-kawannya itu. Orang ini lalu
mereka tarik-tarik dan mereka perlakukan dengan menyiksanya. Tetapi orang ini
tetap enggan untuk mengawani kaum musuh -untuk meneruskan perjalanan-. Akhirnya
orang ini mereka bunuh. Selanjutnya kaum Bani Lihyan tersebut berangkat dengan
membawa Khubaib dan Zaid bin Datsinah, sehingga mereka menjual kedua orang
tawanan ini di Makkah sesudah peperangan Badar berakhir. Keluarga al-Harits bin
'Amir bin Naufal bin 'Abdi Manaf membeli Khubaib. Khubaib adalah yang membunuh
al-Harits pada hari peperangan Badar dulu. Dengan demikian berada di tempat
keluarga al-Harits sebagai seorang tawanan sehingga seluruh keluarga itu
berkehendak akan membunuhnya. Khubaib meminjam sebuah pisau cukur dari salah
seorang puteri al-Harits untuk mencukur rambut kemaluannya, lalu wanita ini
meminjamkan pisau cukur itu padanya. Ada seorang anak kecil yaitu anak wanita
yang meminjami pisau cukur tadi merangkak ke tempat Khubaib, sedang wanita tadi
sedang lalai mengamat-amati anaknya tadi, sehingga anak itu mendatangi Khubaib,
lalu wanita itu melihat sendiri bahwa Khubaib mendudukkan anak tersebut di atas
pahanya, sementara pisau cukur masih tetap ada di tangannya. Wanita itu amat
terkejut sekali dan hal yang sedemikian ini diketahui oleh Khubaib. Terkejutnya
ialah karena takut kalau anaknya itu akan disembelih oleh tawanannya. Khubaib
lalu berkata: "Adakah Anda takut kalau saya membunuh anak ini. Ah, saya tidak
akan mengerjakan perbuatan sekeji itu." Wanita -yang diuraikan di atas itu
berkata-: "Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang tawananpun yang lebih
baik daripada Khubaib. Demi Allah, benar-benar saya pernah menemuinya pada suatu
hari, ia sedang makan sedompol -seikat- anggur ditangannya, sedangkan ia di
waktu itu sedang diikat erat-erat dengan besi, lagi pula tiada buah-buahan
seperti itu di Makkah. "Wanita itu melanjutkan katanya: "Hal itu sesungguhnya
suatu rezeki yang dikaruniakan oleh Allah kepada Khubaib." Setelah orang-orang
Bani Lihyan keluar dengan membawa Khubaib dari tanah suci untuk membunuhnya di
tanah halal -bukan Tanah Haram yakni tanah suci Makkah-, maka Khubaib berkata
kepada mereka: "Lepaskanlah aku sebentar karena aku hendak shalat dua rakaat."
Mereka membiarkannya, lalu ia shalat dua rakaat, kemudian ia berkata: "Demi
Allah andaikata engkau semua tidak akan timbul sangkaan bahwasanya saya dalam
ketakutan -karena akan mati-, sesungguhnya aku akan menambah shalatku ini lagi.
Ya Allah, hitunglah jumlah mereka ini, bunuh mereka secara berganti-ganti
menurut gilirannya dan janganlah meninggalkan seorangpun diantara mereka itu."
Selanjutnya Khubaib berkata pula: Saya takkan memperdulikan, asalkan aku mati
sebagai Muslim. Dalam keadaan bagaimanapun, kematianku adalah untuk Allah. Hal
itu adalah Zat Tuhan, Jikalau Dia berkehendak, pasti akan memberikan keberkahan,
atas semua anggota tubuh yang terceraikan. Khubaib adalah seorang yang membuat
sunnah yang pertama kali bagi setiap orang Muslim untuk dibunuh dengan
kesabaran, supaya melakukan shalat dahulu. Nabi shalallahu alaihi wasalam
memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya perihal berita sepuluh orang di atas
pada hari mereka mendapatkan musibah -yakni bencana yang menimpa mereka
sebagaimana di atas-. Ada beberapa orang dari golongan kaum Quraisy menyuruh
orang-orang lain ke tempat 'Ashim bin Tsabit ketika mereka diberitahu bahwa
'Ashim telah terbunuh, supaya orang-orang yang dikirimkan itu datang dengan
membawa sesuatu anggota badan dari 'Ashim yang dapat dikenal. 'Ashim dahulu
pernah membunuh seorang dari golongan pembesar-pembesarnya kaum Quraisy. Tetapi
Allah lalu mengirimkan kepada jenazah 'Ashim itu semacam awan dan terdiri dari
lebah. Lebah-lebah itulah yang melindungi tubuh 'Ashim dari utusan-utusan kaum
Quraisy -yang hendak memotong sebagian anggotanya untuk dijadikan bukti
kematiannya-. Oleh sebab itu musuh-musuh tadi tidak dapat memotong sesuatu
anggotapun dari tubuh 'Ashim. (Riwayat Bukhari)
Ucapannya:
Al-Hudat adalah sebuah tempat dan adbdhullah ialah awan, sedang addabru, artinya
lebah. Ucapannya: Uqtulhum bidadan, boleh dengan ba'nya dikasrahkan atau
difathahkan lalu berbunyi badadan. Bagi orang yang membacanya kasrah, maka ia
berkata: "Itu adalah jama'nya biddah dengan kasrahnya ba', artinya bagian.
Maknanya ialah: "Bunuhlah mereka itu -ya Allah- dalam waktu yang terbagi-bagi
menurut pembagian gilirannya masing-masing." Adapun bagi orang yang membaca
fathahnya ba', maka maknanya iaiah secara berpisah-pisah dalam membunuhnya itu,
yakni satu demi satu, yaitu dari kata attabdid. Dalam bab ini banyak hadits lain
yang shahih yang sudah terdahulu dalam tempatnya masing-masing dalam kitab ini,
diantaranya ialah Hadisnya anak yang mendatangi pendeta dan ahli sihir -lihat
Hadis no.30, juga Hadisnya juraij no.259, demikian pula Hadisnya orang-orang
yang melarikan diri dalam gua yang tertutup oleh batu besar no.12, Hadisnya
orang yang mendengar suara dalam awan no.560 yang mengatakan: "Siramlah kebun si
Fulan itu dan lain-lain lagi. Bukti-bukti tentang kekaramahan para waliyullah
itu amat banyak sekali lagi masyhur. Wa billahit taufik.
وعَن ابْنِ
عُمر رضي اللَّه عنْهُما قال : ما سمِعْتُ عُمرَ رضي
اللَّه عنْهُ يَقُولُ لِشَيءٍ قطُّ : إنِّي لأظُنَّهُ كَذا إلاَّ كَانَ كَمَا
يَظُنُّ ، رواهُ البُخَاري .
1507. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Tidak pernah sama sekali saya mendengar Umar
radhiyallahu anhu berkata kepada sesuatu: "Sesungguhnya saya mengira perkara itu
begini," melainkan kejadian perkara tersebut adalah tepat sebagaimana yang
diperkirakan olehnya." (Riwayat Bukhari)