Andi Murtaki, Andimurtaki@hotmail.com
Kasus :
Ada pertanyaan dari saya mengenai warisan; ada sepasang suami istri sebut saja A dan B, punya anak 3 yaitu C (laki-laki), D (laki-laki), dan E (perempuan). E paling kecil tapi kawin lebih dahulu hingga punya anak laki-laki sebut saja F. Ketika F berumur sekitar 6 bulan E meninggal. F kemudian diasuh oleh D dan istrinya yang tinggal bersama dengan A dan B. Ketika F berumur sekitar sepuluh tahun, A (kakek dari F) meninggal. F tetap diasuh oleh D dan istrinya sampai besar dan sekolah sampai sarjana.
F sekarang sudah berkeluarga dan punya anak 4. Sedangkan D punya anak laki-laki 5 orang dan anak perempuan 2 orang. C punya anak 1 perempuan dan 1 laki-laki. Semua anak C dan D sudah besar-besar. Dan B sudah meninggal juga. Si F sudah diberi hak tanah oleh A dan B ketika F masih kecil dan sekarang tanah tersebut sudah diberikan kepada F oleh D.
Pertanyaan :
Apakah F mendapat warisan dari A dan B atau tidak, soalnya ibunya F (E) meninggal lebih dulu daripada A dan B (orang tua E)? Kalau mendapat, berapa bagian? Mohon penjelasan berikut dasar hukumnya menurut Al-Qur'an dan Hadits. Sekian, terima kasih.
Jawaban :
Untuk memudahkan melihat hubungan dan susunan keluarga yang saudara tanyakan perlu kami buat gambar sebagai berikut:
Dalam ketentuan Hukum Islam, pewarisan terjadi apabila telah meninggal dunia orang yang akan mewariskan hartanya,dan masih hidupnya orang yang akan mewarisi (menerima warisan).
Atas dasar ketentuan tersebut, maka dari kasus yang saudara tanyakan, sesunggunya dalam kaitan dengan pewarisan harta A dan B, telah terjadi dua kali peristiwa pewarisan, yakni:
1. Di kala A meninggal dunia, maka ahli warisnya yang masih hidup, yaitu B (istrinya), C dan D (masing-masing adalah anak laki-lakinya). Sedangkan F (anak laki-laki dari anak perempuan yakni E) yang menurut jumhur (kebanyakan) ulama termasuk dzawul arham (kerabat jauh). Dalam pembagian harta waris dari A; yaitu B (istri A) memperoleh bagian 1/8 (seperdelapan), berdasarkan firman Allah;
... وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... [النسآء {4}: 12]
Artinya: “… Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu …” (QS. An-Nisa, {4}: 12)
Sedangkan sisanya yang 7/8 (tujuh per delapan) dibagi sama antara C dan D, sehingga masing-masing memperoleh bagian 7/16 (tujuh per enam belas). Sedangkan F, tidak mendapat bagian dari harta waris tersebut, karena ia sebagai dzawul arham, tidak mendapat bagian warisan selagi dalam pembagian itu masih terdapat ahli waris dzawul furudl (ahli waris yang mendapat bagian tertentu yang dalam kasus ini, yaitu B (istri) dan ahli waris ‘ashabah (yang menghabiskan sisa harta waris) yang dalam kasus ini yaitu anak laki-laki yakni C dan D.
Namun jika kasus pembagian harta waris ini diselesaikan dengan menggunakan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, dalam Pasal 185 disebutkan:
a. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.*
b. Bagian dari ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pembagiannya menjadi sebagai berikut:
B (istri) memperoleh 1/8 (seperdelapan). C dan D masing-masing sebagai anak laki-laki dan F sebagai pengganti ibunya yaitu E sebagai anak perempuan yang telah meninggal dunia. Mereka bertiga memperoleh selebihnya harta waris setelah diberikan kepada B, yakni sebanyak 7/8 (tujuh per delapan) dari harta waris dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan, berdasarkan firman Allah:
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ. [النسآء {4}: 11]
Artinya: “Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa, {4}: 11)
Dengan demikian, C mendapat dua bagian, D mendapat dua bagian, dan F (sebagai pengganti ibunya) mendapat satu bagian. Jika dijumlahkan bagian mereka adalah 5 bagian, sehingga perolehan masing-masing yaitu:
C memperoleh 2/5 x 7/8 = 14/40 dari harta waris.
D memperoleh 2/5 x 7/8 = 14/40 dari harta waris.
F memperoleh 1/5 x 7/8 = 7/40 dari harta waris.
2. Di kala B meninggal dunia, maka ahli warisnya yang masih hidup yaitu C dan D masing-masing sebagai anak laki-laki. Sedangkan F (anak laki-laki dari anak perempuan yaitu E) yang menurut Jumhur (sebagian besar) ulama sebagai dzawul arham. Pembagian harta waris dari B, yaitu semua harta waris diberikan kepada C dan D, dengan dibagi sama besar atau masing-masing memperoleh separoh harta waris tersebut. Sedangkan F sebagai dzawul arham tidak mendapat bagian, dengan alasan seperti yang telah disebutkan di atas.
Namun jika dalam pembagian harta waris tersebut, menggunakan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, maka harta waris tersebut dapat diwarisi oleh C dan D masing-masing sebagai anak laki-laki dan oleh F sebagai pengganti ibunya yaitu E sebagai anak perempuan dengan ketentuan seorang anak laki-laki memperoleh dua kali bagian seorang anak perempuan, berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nisa' (4): 11 sebagai yang telah disebutkan di muka.
Pembagiannnya adalah sebagai berikut:
C memperoleh dua bagian, D memperoleh dua bagian, dan F memperoleh satu bagian. Jika dijumlahkan menjadi 5 bagian. Sehingga perolehan masing-masing adalah:
C memperoleh 2/5.
D memperoleh 2/5.
F memperoleh 1/5.
Akan tetapi jika dicermati kasus yang saudara tanyakan, maka sesungguhnya pemberian tanah oleh A dan B kepada F adalah pemberian yang dilakukan di saat A dan B masih hidup. Dalam Hukum Waris Islam pemberian di saat orang yang akan mewariskan (calon pewaris) masih hidup tidak dapat dikatakan sebagai pembagian harta waris, melainkan dapat dipandang sebagai hibah. *dw)
* Pasal 173 menyatakan: Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh dan menganiaya berat pada pewaris.
b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau yang lebih berat.
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan