Sumairi Techan,
Pekajangan Gang 8/3, Kedungwuni, Pekalongan, Jawa Tengah
Kasus :
Arisan yang di dalamnya ada unsur mengadu nasib atau judi adalah tidak benar dan dilarang agama (Fatwa Agama, SM No. 05 Th. ke86). Sehingga, ketika Koperasi Surya yang beranggotakan guru dan karyawan Muhammadiyah se-Kabupaten Pekalongan hendak mengadakan Arisan sebagaimana dimaksud, dengan adanya fatwa tersebut maka kemudian dibatalkan.
Namun kini muncul lagi arisan dengan nama Tabungan Amal dan dikelola oleh Lembaga Pengembangan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (LP-BUMM). Usaha untuk membatalkan arisan Tabungan Amal tersebut sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil. Ketua BUMM tersebut pernah mengatakan bahwa Tabungan Amal itu bukan arisan. Tabungan Amal tersbut dimaksud untuk menggalang dana guna mengatasi keuangan organisasi yang makin payah. Perlu diketahui pula, arisan serupa sudah dipraktekkan pula di Cabang lain di Kabupaten Pekalongan ini.
Adapun pelaksanaan Tabungan Amal Shadaqah Mingguan tersebut adalah sebagai berikut;
1. Mulai 17 Agustus 2003
Lama tabungan 30 minggu
Besar tabungan Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah)
Tiap orang boleh mengikuti lebih dari satu peserta
Peserta khusus orang Muslim/warga Muhammadiyah.
2. Minggu Pertama s.d. Minggu ke-29 memutar Amal Shadaqah
Pada minggu ke-1 s.d. minggu ke-29 bagi peserta yang nomor atau namanya keluar mendapat amal sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) dan minggu berikutnya sampai rampung tabungan tidak setor.
3. Minggu terakhir ke-30
Semua peserta yang belum mendapat amal dari minggu pertama s.d. minggu ke-29, berhak mengikuti putaran akhir berupa sepeda motor merk HONDA atau lainnya dari toko atas nama pribadi peserta yang dapat atau barang lainnya apabila jumlah peserta memungkinkan.
Pertanyaan :
Apakah suatu masalah atau laku perbuatan yang telah dinyatakan dilarang oleh Agama dengan diganti sebutan masalah atau laku perbuatan itu akan menjadi berubah hukumnya dan kemudian menjadi diperbolehkan oleh Agama?.
Jawaban :
Setelah kami membaca dan mempelajari tatacara pelaksanaan Tabungan Amal Shadaqah Mingguan yang digagas oleh Lembaga Pengembangan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (LP-BUMM) Kabupaten Pekalongan, dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Terjadi ketidakjelasan dan kesamaran dalam tabungan amal ini, yakni pada:
a. Dalam pelaksanaan tabungan amal ini disebutkan: Pada minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-29, bagi peserta yang nomor atau namanya keluar mendapat amal sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), dan minggu seterusnya sampai rampung tabungan tidak setor. Dalam kalimat itu tidak jelas atau tidak dijelaskan cara nomor/nama peserta yang keluar. Sungguhpun demikian, dapat kami perkirakan bahwa cara untuk mengeluarkan nomor/nama peserta dilakukan dengan undian. Demikian pula, dalam kalimat tersebut terdapat kata amal. Apa arti amal dalam kalimat tersebut? Kata amal berasal dari Bahasa Arab, yang terjemahnya dalam Bahasa Indonesia adalah perbuatan atau pekerjaan. Apakah di sini diartikan dengan shadaqah? Kalau diartikan shadaqah, tentunya pemberiannya dilakukan secara langsung kepada orang yang dituju, tidak perlu dilakukan dengan undian. Dalam tabungan amal ini, andaikata disebut shadaqah, juga tidak jelas posisi masing-masing peserta, apakah sebagai yang bershadaqah atau penerima shadaqah, sebelum perbuatan itu terjadi, yakni sebelum dilakukan undian. Dalam shadaqah, semenjak awal harus sudah diketahui siapa yang bershadaqah dan siapa yang menerima shadaqah. Sedangkan dalam tabungan amal ini, posisi tersebut baru dapat diketahui setelah dilakukan undian. Jika demikian, betulkah orang ini bershadaqah, atau ia “bershadaqah” karena kalah dalam undian?
b. Disebutkan pula dengan kalimat: Semua peserta yang belum mendapat amal dari minggu pertama s.d. minggu ke-29, berhak mengikuti putaran akhir berupa sepeda motor merk HONDA atau lainnya dari toko atas nama pribadi peserta yang dapat atau barang lainnya apabila jumlah peserta memungkinkan. Dalam kalimat ini tidak dijelaskan jumlah uang yang diterima kembali oleh peserta yang mengikuti putaran minggu ke-30 ini, yang pada hakekatnya mereka masing-masing telah setor uang sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Kemudian, kalau mereka berhak mengikuti putaran akhir untuk mendapat sepeda motor atau barang lainnya, lalu bagaimana cara mendapatkannya? Kami cenderung untuk mengatakan, inipun dilakukan dengan undian, karena di situ terdapat kata-kata apabila jumlah peserta memungkinkan. Dengan kata-kata ini menunjukkan bahwa jumlah peserta yang memperoleh sepeda motor atau barang lain itu lebih kecil daripada jumlah peserta.
Informasi yang tidak jelas dari pihak penyelenggara tabungan amal, tidak menutup kemungkinan menimbulkan perbedaan pendapat dengan pihak-pihak peserta, yang pada gilirannya akan membuka pintu terjadinya sengketa atau konflik dan permusuhan, yang jelas dilarang agama. Allah SWT berfirman:
وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (المائدة:62)
Artinya: “Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Maidah:62)
Informasi yang tidak lengkap, dikhawatirkan – baik sengaja atau tidak, tidak menampakkan atau menyembunyikan bagian atau unsur yang dilarang agama, sehingga akan mengesankan seolah-olah tidak ada larangan agama. Hal ini tidak menutup kemungkinan menyebabkan seseorang tergelincir kepada perbuatan yang menghalalkan yang diharamkan oleh Allah SWT, atau mengharamkan yang dihalalkan oleh Allah SWT.
Di samping itu dilihat dari sudut mu’amalat, islam mengajarkan agar aqad (perjanjian/perikatan/persetujuan) dilakukan secara transparan, diketahui secara pasti dan jelas oleh pihak-pihak yang melakukan aqad. Sebagai contoh dalam aqad salam (pesanan barang), Nabi SAW mengajarkan agar jelas ukuran, timbangan, dan batas waktunya.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ (رواه الجماعة)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ketika Nabi SAW di Madinah, mereka (penduduk Madinah) biasa melakukan pemesanan kurma untuk jangka satu atau dua tahun. Kemudian beliau bersabda: Barangsiapa melakukan pemesanan, hendaklah dipesan dalam takaran yang diketahui, timbangan yang diketahui, dan batas waktu yang diketahui (oleh kedua belah pihak).”
Sejalan dengan itu, Nabi SAW melarang praktek jual beli yang mengandung kesamaran atau ketidakjelasan. Dalam hadits ditegaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW melarang jual beli dengan melempar batu (untung-untungan) dan jual beli sesuatu yang samar (tidak jelas).” (HR. Muslim).
2. Dalam kegiatan menabung, orang yang menabung hanya dapat mengambil tabungannya maksimal sama dengan jumlah tabungannya, karena sesungguhnya jumlah tabungan itu yang dimiliki. Jadi ia tidak akan menerima lebih dari jumlah uang yang ditabung. Padahal dalam tabungan amal ini, seorang penabung yang nomor dan namanya keluar pada putaran ke-1 sampai dengan ke-29, - tentunya yang dilakukan dengan undian, - akan menerima uang sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), padahal bagi yang nomor dan namanya keluar pada putaran ke-1, setorannya atau “tabungannya” hanya sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) karena ia tidak perlu lagi pada putaran berikutnya sampai rampung untuk menyetor atau menambah jumlah tabungannya, yang masih kurang Rp. 145.000,00 (seratus empat puluh lima ribu rupiah). Demikian pula yang memperoleh putaran ke-2 sampai dengan ke-29, akan meneima lebih dari yang ditabung, hanya saja semakin besar nomor putaran, akan semakin kecil kelebihan tersebut, yakni bagi yang memperoleh putaran ke-2, hanya setor Rp. 10.000,00, putaran ke-3 hanya setor Rp. 15.000,00, dan seterusnya.
Dari paparan di atas, dapat ditarik tiga makna dalam tabungan amal tersebut, yakni;
Pertama, uang yang diterima penabung lebih besar dari uang yang ditabung, bahkan di awal-awal putaran dapat berlipat ganda. Apakah uang kelebihan yang diterima ini dapat dikatakan shadaqah? Kami cenderung untuk mengatakan bukan dan tidak termasuk shadaqah. Di samping keberatan-keberatan yang telah kami kemukakan pada butir 1a, juga sesungguhnya pada diri masing-masing peserta dengan undian itu ada harapan untuk memperoleh kelebihan tersebut, bukan untuk shadaqah. Jika ia berniat untuk shadaqah, tentunya tidak disertai harapan sebagai penerima kelebihan itu. Kami cenderung untuk menyatakan kelebihan itu adalah riba, yang dilarang oleh agama. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (البقرة:275)
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah:275).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً (آل عمران:130)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (QS. Ali Imran:130).
Kedua, dalam tabungan amal ini terdapat unsur spekulasi atau untung-untungan atau gambling. Jika “beruntung”, nomor/namanya akan keluar pada putaran awal, sehingga akan mendapatkan “amal” lebih besar daripada yang nomor/namanya keluar pada putaran belakangan. Spekulasi atau untung-untungan seperti ini menurut hemat kami termasuk salah satu bentuk perjudian yang dilarang oleh agama. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (المائدة:90)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah:90).
Ketiga, adanya penerimaan yang tidak sebanding dengan setoran, merupakan salah satu bentuk perilaku yang tidak adil. Demikian pula jumlah setoran yang tidak sama antara peserta yang nomor/namanya keluar pada putaran lebih awal dengan yang nomor/namanya keluar pada putaran berikutnya (lebih belakangan), juga menunjukkan perilaku yang tidak adil. Islam sangat mementingkan tegaknya keadilan, dan merupakan salah satu prinsip dalam hukum Islam. Dalam Al-Qur’an antara lain disebutkan:
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى (المائدة:8)
Artinya: “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS. Al-Maidah:8)
3. Sepeda motor atau barang lain yang akan “disediakan” pada putaran ke-30, tentunya adalah dibeli dengan uang peserta yang belum memperoleh “amal” pada putaran ke-1 sampai dengan ke-29. Dalam pandangan syari’at Islam, barang yang dibeli secara bersama, adalah menjadi milik bersama (syirkatul milk), kecuali sebagian di antara mereka menghibahkan atau memindahkan pemilikannya kepada yang lain dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syari’at Islam. Namun dalam tabungan amal ini, barang tersebut menjadi milik sebagian di antara peserta dengan jalan diundi, sehingga di dalamnya terkandung unsur spekulasi atau untung-untungan. Oleh karena itu kami berpendapat cara yang dilakukan seperti ini, juga termasuk perjudian yang dilarang agama, sebagaimana yang telah diterangkan pada ayat 90 surat Al-Maidah yang telah dikemukakan.
4. Dalam tabungan amal sebagaimana telah disebutkan di depan dalam pandangan kami, terdapat unsur riba dan unsur perjudian, seperti halnya dalam arisan yang dimuat dalam Fatwa Agama Suara Muhammadiyah No. 5 Th. ke-86. Sekalipun nama berbeda, yakni dengan nama Tabungan Amal Shadaqah Mingguan, tetapi jika terdapat unsur-unsur yang sama dengan yang terdapat dalam arisan yang telah dimuat dalam fatwa Agama Suara Muhammadiyah di atas, maka hukumnya pun sama. Perbedaan atau perubahan nama dan redaksi tidak menjadi dasar dalam penetapan hukum, namun yang menjadi dasar penetapan hukum adalah substansinya, yakni makna dan maksud yang terkandung di dalamnya. Dalam qa’idah fiqhiyah diterangkan:
العِبْرَةُ فِي اْلعُقُوْدِ لِلْمَقَاصِدِ وَاْلمَعَانِي لاَ لِلْأَلْفَاظِ واْلمَبَانِي
Artinya: “Yang dipakai untuk menentukan hukum dalam akad adalah maksud dan maknanya, bukan perkataan dan redaksinya.”
5. Berdasarkan hasil kajian yang telah kami kemukakan di atas, kami, Bidang Fatwa Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berpendapat bahwa Tabungan Amal Shadaqah Mingguan yang digagas oleh Pimpinan LP-BUMM Kabupaten Pekalongan atau yang lain termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama.
Pada akhirnya, perkenankanlah kami menghimbau agar dalam penggalangan dana dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat, lebih ditingkatkan pelaksanaan zakat, infaq, shadaqah, dan waqaf, serta partisipasi umat Islam (warga Muhammadiyah) terhadap muamalah yang dituntunkan atau yang sesuai dengan syari’ah Islam, seperti Bank Muamalah, Bank Perkreditan Syari’ah, Baitul Mal wat Tamwil, Takaful, Gadai Syari’ah, dan sebagainya.
Sebagai penutup kami tulis peringatan Allah dalam Al-Qur’an:
فَلاَ تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’:130). *dw)
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan