MELAYAT BERPAKAIAN HITAM DAN
SHALAT SUNAT RAWATIB
Penanya:
Eet Hudawati, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Pertanyaan:
1. Apakah ada dasarnya (al-Qur’an atau hadits) memakai pakaian hitam pada waktu melayat orang meninggal dunia?
2. Ada dua versi dalam mengerjakan shalat sunat rawatib. Yang pertama: dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sebelum Ashar, dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah Isya’. Yang kedua: dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah zhuhur, dua rakaat sebelum Maghrib, dua rakaat sesudah Isya’ dan dua rakaat sebelum Shubuh.
Jawaban:
1. Berpakaian warna hitam waktu melayat orang meninggal dunia
Tidak ditemukan tuntunan dalam al-Qur’an dan al-Hadits tentang berpakaian warna hitam waktu melayat orang meninggal dunia. Yang ada adalah perintah Rasulullah saw agar segera menyelenggarakan jenazah, seperti memandikan, mengkafani, menshalatkan, mengantar jenazah sampai ke kubur, mendoakannya dan sebagainya. Hukum menyelenggarakan jenazah itu fardlu kifayah.
2. Tentang shalat sunat rawatib
Dalam memahami hadits-hadits Nabi saw tentang shalat sunat rawatib, para ulama membaginya kepada mu‘akkad dan ghairu mu‘akkad. Dalam menetapkan mana yang termasuk mu‘akkad dan mana yang termasuk ghairu mu‘akkad para ulama berbeda pendapat.
Shalat sunat rawatib mu‘akkad terdiri atas dua atau empat rakaat sebelum shalat Zhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah shalat Maghrib, dua rakaat setelah shalat Isya’ dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh. Semuanya ada sepuluh atau dua belas rakaat. Dasarnya ialah hadits-hadits sebagai berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ. [رواه أحمد ومسلم وأبو داود والترمذى وابن ماجه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Aku ingat dari Nabi saw sepuluh rakaat; dua rakaat sebelum shalat Zhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah shalat Maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah shalat Isya’ di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh.” [HR. al-Bukhari, Muslim, dan Imam-imam yang lain].
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ. [رواه البخاري وأبو داود]. وَرَوَى عَنْهَا أَيْضًا عِنْدَ مَا سُئِلَتْ عَنِ صَلاَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ التَّطَوُّعِ قَالَتْ كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا فِي بَيْتِي ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى بَيْتِي فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ الْمَغْرِبَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى بَيْتِي فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ يُصَلِّي بِهِمْ الْعِشَاءَ ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتِي فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ.
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwasanya Nabi saw tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum shalat Zhuhur dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh.” [HR. al-Bukhari dan Abu Dawud]. “Diriwayatkan pula dari ‘Aisyah, ketika ditanya tentang sebagian shalat sunat Nabi saw, ia berkata: Beliau shalat sebelum Zhuhur empat rakaat di rumahku kemudian pergi (shalat berjamaah di masjid), lalu beliau kembali ke rumahku dan shalat dua rakaat, kemudian beliau shalat Maghrib dengan orang banyak (di masjid) lalu kembali ke rumahku dan shalat dua rakaat, kemudian beliau shalat Isya’ berjamaah (di masjid) lalu masuk rumahku dan shalat dua rakaat.”
Dari hadits riwayat Aisyiyah tersebut dapat difahami bahwa Rasulullah saw mengerjakan shalat sunat rawatib di rumah beliau, bukan di masjid. Tentu saja perbuatan Rasulullah saw itu lebih utama, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengerjakan shalat sunat rawatib di masjid. Pada riwayat lain dinyatakan:
عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ummi Habibah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang shalat (sunat rawatib) dua belas rakaat dalam sehari semalam, niscaya dibuatkan bagi mereka sebuah rumah di surga.” [HR. Muslim].
Yang termasuk shalat sunat rawatib ghairu mu‘akkad ialah:
a. Empat rakaat sebelum shalat Ashar, berdasarkan hadits:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا. [رواه أحمد وأبو داود والترمذى وحسنه وابن حبان وصححه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar, diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: Allah memberi rahmat kepada orang yang mengerjakan shalat empat rakaat sebelum shalat Ashar.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan dinyatakan sebagai hadits hasan, sedangkan Ibnu Hibban menyatakannya shahih].
b. Dua rakaat sebelum shalat Maghrib, berdasarkan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ الْمُغَفَّل أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلُّوا قَبْلَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ صَلُّوا قَبْلَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً. [رواه البخاري].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin al-Mughaffal, bahwasanya Nabi saw bersabda: Shalatlah kamu sebelum Maghrib, shalatlah kamu sebelum Maghrib, bersabda pada kali yang ketiga: bagi siapa yang suka. (Ibnu Mughaffal berkata) beliau mengatakan demikian karena beliau khawatir dipandang orang sebagai sunat mu‘akkad.” [HR. al-Bukhari].
c. Empat rakaat setelah shalat Isya’, berdasarkan hadits:
عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَبِي أَوْفَى أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا سُئِلَتْ عَنْ صَلاَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ فَقَالَتْ كَانَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى أَهْلِهِ فَيَرْكَعُ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يَأْوِي إِلَى فِرَاشِهِ وَيَنَامُ. [رواه أبو داود].
Artinya: “Diriwayatkan dari Zurarah bin Abi Aufa, bahwasanya Aisyah ditanya tentang shalat Rasulullah saw pada malam hari, ia berkata: Rasulullah saw shalat Isya’ berjamaah kemudian kembali kepada keluarganya, lalu shalat empat rakaat, kemudian pergi ke tempat tidur dan tidur.” [HR. Abu Dawud].
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ada shalat sunat rawatib yang lain, sesuai dengan penilaian mereka terhadap hadits-hadits yang mereka jadikan sebagai dasar hujjah.
Adapun di dalam Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah, dinyatakan bahwa shalat sunat rawatib itu terdiri atas: dua rakaat sebelum Shubuh, dua atau empat rakaat sebelum dan sesudah Zhuhur, dua rakaat sebelum Ashar, dua rakaat sebelum dan sesudah maghrib, dan dua atau empat rakaat sesudah Isya’ (Lihat Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah Cetakan III, Kitab Shalat-shalat Tathawwu’, tentang Shalat Rawatib, halaman 319-320, beserta dalil-dalilnya halaman 328-332). *km)
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan