Pertanyaan 4 :
Saya ingin sekali shalat fardlu berjamaah secara rutin setiap waktu di masjid, karena Rasulullah mengajarkan seperti itu. Tetapi beberapa masjid/mushalla di lingkungan saya diimami orang yang bacaan al-Qur’annya tidak fasih/tartil yang dapat merubah makna atau arti ayat. Bagaimana sebaiknya sikap saya, apakah saya tetap ikut berjamaah (bermakmum) di masjid tersebut ataukah saya shalat berjamaah di rumah bersama istri dan keluarga ?
Jawaban :
Dalam hadits dari Ibnu Mas’ud diterangkan:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَائَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَ فِي رِوَايَةٍ: سِنًّا، وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ (رواه مسلم)
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda: ‘Yang mengimami suatu kaum (jamaah) itu hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (al-Qur’an)nya. Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang as-Sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya tentang as-Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam’. Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Yang paling tua usianya. Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya dan jangan pula ia duduk di rumahnya, yakni di tempat terhormat baginya kecuali dengan izinnya.’” (HR. Muslim)
Memperhatikan pertanyaan yang Saudara ajukan, kami berpraduga baik, sesungguhnya di kalangan jamaah masjid di sekitar saudara, masih ada yang bacaan al-Qur’annya lebih baik dari imam yang saudara sebutkan, yakni setidak-tidaknya saudara sendiri, karena saudara dapat menilai bahwa bacaan imam yang ada di lingkungan saudara kurang fasih. Hanya orang yang tahu yang dapat menilai. Oleh karena itu lebih baik jika di masjid yang terdekat dengan tempat tinggal saudara; - dengan pendekatan sedemikian rupa, - justru saudara yang diminta menjadi imamnya. Dalam kesempatan ini saudara sekaligus dapat membimbing dan membina umat Islam di lingkungan itu untuk kelak dapat membaca al-Qur’an secara fasih.
Dengan demikian saudara tidak perlu mendirikan jamaah sendiri di rumah, kecuali ada alasan-alasan yang mendesak. Dengan cara seperti itu pula berarti sekaligus saudara telah memakmurkan masjid. Telah disebutkan dalam al-Qur’an:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (التوبة {9}:18)
Artinya : “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah {9):18).
Dalam pada itu, kami juga mendoakan agar saudara termasuk orang yang pikiran dan hatinya tertambat dengan masjid, sehingga kelak akan mendapat perlindungan di hari tiada perlindungan kecuali dari Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ اْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ وَ رَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ وَ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَ افْتَرَقَا عَلَيْهِ وَ رَجُلٌ ذَكَرَ اللهُ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَ رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَ جَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ وَ رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ (رواه مسلم عن أبى هريرة)
Artinya : “Ada tujuh kelompok orang yang kelak mendapat perlindungan Allah di hari tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya, yakni pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh (hidup) untuk beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid; jika ia keluar dari masjid ingin selalu kembali ke masjid itu lagi, dua orang yang saling mencinta karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sunyi sehingga meleleh air matanya, seseorang yang diajak berbuat serong oleh seorang perempuan yang punya kedudukan lagi cantik; ia menolak dengan mengatakan: ‘saya takut kepada Allah Tuhan semesta alam’, dan orang yang bershadaqah kemudian menyembunyikan perbuatannya itu sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Pertanyaan 5 :
Apakah sah shalat seseorang di atas karpet yang terdapat kotoran cicak kecil-kecil yang banyak kita jumpai di masjid-masjid ?
Jawaban :
Najisnya kotoran disebutkan dalam hadits dari Ibnu Mas’ud:
أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ هَذَا رِجْسٌ (رواه البخاري و ابن ماجة و ابن حزيمة)
Artinya : “Pada suatu ketika Nabi SAW akan buang air besar, kemudian beliau memerintahkan saya untuk mengambilkan tiga buah batu. Kemudian kudapati dua buah batu dan kucari yang ketiga, akan tetapi tidak kutemukan. Kemudian saya mengambil kotoran, lalu saya berikan kepada beliau. Beliau mengambil dua buah batu itu dan dibuang kotoran tersebut. Beliau bersabda: ‘Ini najis’.” (HR. Al-Bukhari, Ibnu Majah, dan Ibnu Huzaimah).
Tentang sucinya tempat difahami dari hadits Abu Hurairah:
قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَأَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ (رواه الجماعة الا مسلما)
Artinya : “Seorang laki-laki desa berdiri dan kencing di masjid. Maka orang-orang pun berdiri untuk menangkapnya. Kemudian Nabi SAW bersabda: ‘Biarkan ia, dan tuangkanlah pada air kencingnya itu satu timba atau satu waskom air. Maka sesungguhnya kalian diutus adalah untuk memberi kemudahan bukan untuk memberi kesukaran’.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Muslim).
Hadits-hadits di atas mengajarkan agar tempat shalat suci dari kotoran karena kotoran itu najis. Tempat shalat yang terkena kotoran harus disucikan sejauh yang dapat dilakukan tanpa menimbulkan sesuatu yang menyukarkan atau menyulitkan. Oleh karena itu, tempat shalat harus dijaga kesuciannya dari kotoran, termasuk kotoran cicak. Tempat shalat yang terkena kotoran cicak harus dibersihkan sejauh yang dapat dilakukan, agar lebih dapat terjamin keabsahan shalat yang dilakukan. *(dw)
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan