Sebagaimana
tercantumkan dalam tujuan IMM yang sesuai dengan AD IMM dalam bab II
pasal 6 adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak
mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dari sini merupakan
cita-cita dari personal kader yang menjadikan spirit dalam diri untuk
berproses dalam menjalankan kehidupan. Dalam proses terbentukya
akademisi Islam merupakan tujuan dari organisatoris dan mengapa IMM ini
didirikan. Yang paling penting IMM adalah merupakan salah satu ortom
dari Muhammadiyah dimana terbentuknya IMM merupakan salah satu usaha
untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. Ikatan merupakan pionir dari
Muhammadiyah hal tersebut dikarenakan sudah jelas dalam tujuan Ikatan
terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah. Ikatan merupakan harapan bagi Muhammadiyah dalam
dataran sebagai kader Muhammadiyah cendikiawan Islam yang berakhlak
mulia dan secara organisatoris Ikatan bergerak dalam dataran keilmuan.
Ikatan memiliki tugas yang berat disini menjadikan ikatan sebagai proses
dan eksperimen menuju masyarakat ilmu sebagai mana dikatakan oleh
Kuntowijoyo sebagai masayarakat Ilmu. Masyarakat ilmu ini menjadikan
bersifat ilmiah, rasional dan melakukan praxis kemanusiaan. Masyarakat
ilmu yang menjadi tugas dari ikatan merupakan kewajiban dari ikatan
untuk memilih yang menjadi gerakan adalah basic keilmuan atau bergerak
dalam nalar ilmu bukan dalam nalar politis Gerakan ikatan dalam bidang
ilmu ini yang membedakan ikatan dengan organ pergerakan yang lain serta
ortom yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Latar belakang gerakan
ikatan dalam ilmu menjadikan pilihan sadar dimana melihat basic dari
kader bergerak dalam dataran akademisi yang terbiasa dengan logika
ilmiah bukannya emosional. Gerakan ilmu yang dimiliki oleh ikatan ini
menjadikan tradisi serta etos dari suatu komunitas yang membedakan
dengan organ yang lain. Lontaran tersebut merupakan interpretasi yang
singkat dari tujuan mengapa IMM didirikan dengan terbentuknya akademisi
Islam yang berakhlak mulia.
Manusia merupakan mahluk simbolis (homo simbolicum)
yang dalam perbuatan dan prilakunya membentuk suatu simbol-simbol dalam
membaca dan memahami sesuatu. Oleh karena itu, memerlukan tafsiran lain
dalam rangka memahami simbol yang ia ciptakan dan memperoleh makna dari
simbol tersebut. Simbol yang berada pada manusia sangat diperlukan
dikarenakan untuk mengenalkan dirinya dengan yang lain. Begitupula
dengan organ ia mencitrakan diri agar berbeda dengan organ yang lain,
misalkan dengan KAMMI dengan pencitraan sebagai seorang kadernya
tercermin dalam pakaian yang ia kenakan dan corak pemikiran dalam
pemahaman keagamaan dengan pendekatan ideologis. Simbol yang ia ciptakan
merupakan sebagai alat untuk mempersatukan emosional anggotanya dan
membedakan anggotanya dengan organ yang lain. Sebagaimana dengan ikatan
memiliki semboyan ataupun semacam logo yang dikenal oleh setiap kader
ikatan. Semboyan ikatan Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual,
merupakan doktrin untuk kader yang menjadikan spirit dalam langkahnya
di ikatan. Pengkajian lebih dalam tentang kenapa semboyan itu mencul itu
merupakan hal yang penting dalam rangka dapat menggungkapkan makna yang
dimiliki oleh semboyan. Hasil terhadap simbol tersebut diinternalkan
kepada kader sebagai pengenalan ikatan terhadap kader dan organ yang
lain.
Sejarah
tentang ungkpan semboyan IMM selama ini belum ada yang mecoba
mengungkapkan dimana kader menerima semboyan tersebut dan tanpa
mengkritisinya. Semboyan yang dimilki oleh ikatan ini merupakan suatu
lambang ataupun motto yang digunakan oleh santriwati/siswa madrasah
mualimat Yogyakarta dan seterusnya diadopsi oleh ikatan. Pengadopsian
ini dikarenakan adanya suatu bahasa yang sederhana tetapi memiliki arti
yang mendalam. Sebagai salah satu kader ikatan yang sudah mengenal
semboyan tersebut mencoba melakukan kritisi terhadapnya. Pengkritisan
itu sebenarnya sudah dilakukan sejak didalam pimpinan komisariat hingga
terkhir terbawa pada Musda yang ke-XII DPD IMM Yogyakarta. Semboyan
ikatan anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual secara
setruktur kalimat tidak memiliki masalah merupakan kata majemuk yang
digabungkan memiliki arti yang utuh tidak dapat dipisahkan. Tetepi jika
dilihat dalam sisi lain dengan menggunakan logika atapun alur berfikir
secara filosofis maka itu akan bertentangan atapun saling tumpang tindih
dalam kata tersebut. Sebagaimana dalam filsafat yang merupakan satu
kesatuan berlaku secara sistematis berbicara tentang ontologi,
epistemologi dan axiologi. Kiranya dapat dianalisa kata anggun dalam moral dalam kajian filsafat merupakan bagian dari axiologi yang berisi etika dan estetika sedangkan unggul dalam intelektual, merupakan
wilayah epistemlogi dimana mengkaji tentang sumber pengetahuan dan
bagaima cara memperoleh pengetahuan. Intelektual disi merupakan cara
memperoleh pengetahuan sedangkan moral dalam kata anggun
merupakan wilayah axiologi. Oleh karena itu, dengan pertanyaan yang
mudahnya bagaimana cara mengetahui baik dan buruk, jika tidak mengenali
apakah yang dikatakan baik dan buruk dan bagaimana cara memperolehnya.
Jadi secara filosofis struktur dalam semboyan ikatan adalah tidak
sistematis tetapi disini adanya kerancuan dalam logika berfikir dalam
semboyan tersebut.
Pembenahan
terhadap semboyan ini menjadikan kader menginternalisasi semboyan
dengan logika berfikir yang sistemtis, benar. Dalam semboyan Ikatan yang
dahulunya anggun dalam moran, unggul dalam intelektual dibalik menjadi unggul dalam intelektual, anggun dalam moral, dan radikal dalam gerakan. Penambahan kata radikal dalam gerakan
ini merupakan tindakan praxis dalam melakukan suatu gerakan untuk
melakukan transformasi sosial. Radikal memiliki arti secara mengakar,
menyeluruh dan mendalam, sehingga yang ingin diharapkan ikatan dalam
memlakukan suatu tindakan yang menjadi gerakan dilakukan secara mendalam
dan bersifat menyeluruh serta praxis dalm gerakan. Gambaran yang
sederhana seorang kader ikatan memilki kecerdasan intelektual,
kecerdasan moral dan melakukan aksi nyata yang tercermin dalam prilaku
seorang kader. Kata dalam semboyan ini bersifat berkelindan intralistik
dan tidak dapat dipisahkan jadi memiliki arti yang menyeluruh bahwa
kader ikatan pintar memiliki moral yang baik dan diterjemahkan atau
tercermin dalam tingkah laku. Pembenahan terhadap semboyan ikatan
tersebut menjadikan sebagai kader mencoba menggali apa yang selama ini
sudah mapan dan perlu diduskisan kembali dalam rangka memahami makna
yang berada dalam semboyan tersebut. Rekontruksi terhadap semboyan ini
menjadikan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan IMM dibentuk yaitu
terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia. Akademisi Islam yang
berakhlak mulia ini sesuai dengan semboyan di Ikatan unggul dalam moral, anggun dalam moral dan radikal dalam gerakan.
Secara struktur kata sesuai dengan semboyan ikatan kata akademisi
merupakan kesesuaian dengan intelektual, hal ini dikarenakan intelektual
merupakan bagaian yang terindentikan dengan akademisi begitu pula
sebaliknya. Sedangkan kata yang beraklak mulia sesuai dengan kata anggun
dalam moral hal ini dikarenakan sama dalam segi axiologi yang berkaitan
dengan etika atau filsafat moral.
Ikatan
sebagi sebuah organisasi memiliki tugas yang imban dalam rangka
melakukan transformasi sosial. Ikatan merupakan pergerakan kemahasiswaan
yang memiliki basic kader adalah mahasiswa memiliki kultur yang berbeda
dengan pergerakan yang lain. Pergerakan ikatan masih dalam lingkungan
Muhammadiyah untuk bangsa dan agama Islam. Oleh karena itu yang perlu di
kerjakan oleh ikatan tercantumkan dalam bidang atau garapan ikatan yang
tertuang dalam trilogi IMM kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan.
Trilogi yang dimiliki oleh ikatan ini merupakan tugas berat teman-teman
untuk melaksanakan ketiganya sebagai cerminan dari ikatan dalam
melakukan transformasi sosial. Sifat dari trilogi tersebut merupakan
kesatuan yang intergral dimana satu-sama lain tidak dapat dipisahkan
tetapi dapat dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan
cerminan dari realitas pada diri ikatan, meliputi asal, latar belakang,
basic kader ikatan, basic keagamaan dan lahan garap untuk melakukan
transformasi sosial baik dalam wilayah kemahasiswaan, keaagmaan dan
kemasyarakatan. Trilogi yang berada dalam diri ikatan merupakan sarana
ataupun tempat dalam melakukan transformasi sosial yang dilakukan oleh
IMM.
Penerjemahan
trilogi yang berada dalam ikatan merupakan suatu hal yang penting
sebelum melakukan transformasi sosial dalam ketiga ranah tersebut.
Pengungkapan makna trilogi ini menjadikan suatu disiplin keilmuan atapun
semangat yang dibawa oleh ikatan yang tertuang dalam trilogi tersebut.
Pengungkapan makna pada simbol yang tertera pada trilogi ikatan
menjadikan ikatan memiliki daya tawar yang khas dengan pergerakan yang
lain dan dapat dienternalkan pada kader. Pengungkapan ini menjadikan
suatu karakteristik atau profil kader yang berada dalam ikatan, dimana
merupakan pemaknaan yang menjadi unsur dari ikatan. Pengungkapan ini
menjadikan langkah yang diambil oleh ikatan dalam melukan penbacaan
ulang terhadap yang sudah mapan yang terdapat dalam ikatan. Pemaknaan
yang tertera pada trilogi ingin menjadikan spirit atau yang harus
dimiliki oleh ikatan sebagai seorang kader. Interpretasi terhadap simbol
ini yang tertuang dalam trilogi keagamaan, kemahasiswaan, dan
kemasyarakatan. Interpretasi tersebut menjadi keagamaan menjadi religiusitas (trasendensi), kemahasiswaan menjadi intelektualitas dan kemasyarakatan menjadi liberatif dan humanitas. Jadi
unsur ketiga ini yang dapat dikatakan menjadi IMM dihadapkan dengan
pergerakan yang laian dan diri ikatan dimata kader-kadernya.
Pengungkapan
dari masing-masing trilogi ini menjadikan seorang kader ikatan dalam
salah satu triloginya seperti keagamaan maka seorang kader menguasai
tiga tradisi dalam pengembangan keagamaan. Sebagai mana dikemukakan oleh
Hasan Hanafi dalam melukan tugas pembangunan peradaban. Ketiga tradisi
tersebut adalah tradisi klasik yang digunakan agama sebagai semangat
pembebasan dan praxix sosial, kedua adalah tradisi sekarang yang dikenal
dengan Oksidentalism. Tradisi sekarang ini menjadikan umat Islam
melihat peradaban barat yang sudah sangat maju dan kita belajar pada
mereka dan melengkapinya dan memiliki kedudukan yang sama antara barat
dengan Islam sama-sama mengkaji pengetahuaan. Mengutip bahasanya Hasan
Hanafi kesejajaran ego barat dengan Islam. Tradisi yang ketiga tradisi
masa depan tradisi masa depan ini menjadikan Islam bersentuhan dengan
tradisi sekarang dan meramalkan ataupun mimpi yang dibawa oleh Islam
untuk merekontruksi peradaban. Menurut Hasan Hanafi dalam mencapai
tradisi kedepan tersebut penggalian atau pemaknaan ajaran agam bercorak
liberatif, emansipatoris, berpihak dan tidak bebas nilai. Umat Islam
juga berhak menilai dirinya sendiri dan dapat menilai dan melakukan
kajian terhadap peradaban barat, dari sini maka terjadinya kesejajaran
ego antara barat dengan Islam. Pemahaman keagamaan ikatan berbeda dengan
yang lain menjadikan ciri yang khas pada ikatan dengan menjadikan agama
Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Pelaksaan agama Islam menjadi
rahmat dengan mendialogkan antara kesalehan individual dan keshalehan
sosial. Keshalehan individual merupakan cerminan dari sifat sufistik
orang-orang tasawuf dan kesalehan sosial merupakan cerminan dari gerakan
liberatif kaum marxian. Dari perpaduan tersebut sebenarnya sudah
dilaksanakan oleh para nabi terhadahulu yang menjadi panutan bersama
dalam membebaskan kaumny dan kaum tersebut mau dibawa kemana (transformasi profetik).
Pelaksanaan trnasformasi profetik ini menjadikan Islam sebagai rahmat
untuk alam dan menjadikan ajaran Isalam bersifat melampaui zaman dan
waktunya ketika itu. Bahkan semangat agama membebaskan atau berpihak
sudah di terapkan oleh pendiri Muhammadiyah dengan berdirinya sekolah,
pantai asuhan, rumah sakit dan lembaga sosial yang lain. Semangat yang
di bawa oleh Ahmad Dahlan adalah semangat profetis agama dalam melakukan
transformasi sosial. Pemahaman keagamaan ikatan kita dapat menggali
dari pemikiran tokoh-tokoh keagamaan dan beberapa ilmuan sosial yang
menjadikan ilmunya untuk kemanusia bukan kepentingan penguasa dan
pemodal. Islam disini menjadi sumber dan inspirasi dalam mengatasi
problem sosial kemanusian dan problem lam yang terekploitasi oleh
kepentingan modal dan tak memberikan manfaat bagai manusia yang lain
serta generasi mendatang. Bahkan yang masih polpuler sekarang Islam
sebagai ajarannya dapat bersikap damai bukannya dilabelkan sebagai agama
teroris yang mengupayakan segala cara untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Interpretasi
terhadap simbol trilogi yang kedua kemahasiswaan menjadi
intelektualitas. Mahasiswa merupakan salah satu generasi yang peka
terhadap perkembangan dan keadaan bangsa dan bagaimana menyikapi.
Kalangan mahasiswa juga dikatakan sebagai generasi akademis yang menjadi
salah satu sifatnya keterbukaan, siap menerima kritikan dan menghargai
kebenaran bersifat plural corak berfikir futuristik.
Menggunakan apa yang dicitakan oleh Kuntowijoyo sebagai contoh
eksperimen dari masyarakat ilmu. Masayarakat ilmu ini perlu dimiki oleh
ikatan yang berlatar belakang kader seorang mahasiswa yang diterjemahkan
dalam kajiannya bersifat mimpi kedepan untuk melakukan transformasi
profetik dalam mengatasi problem bangsa yang tak bertepi dan berujung.
Gerakan yang dilakukan oleh ikatan memiliki sifat keilmuan yang akademis
sebagai pengembangan dari kekayaan keilmu kader serta bentuk
transforamsi sosialnya bersikap profesional dan mejadikan kesatuan
paradigma gerakan dalam ikatan. Tetapi ketika sudah selesai dari ikatan
bentuk transformasi sesuai dengan keahlian dan basic keilmuan kader,
bairkanlah kader yang ditanam dalam lingkungan dapat mewarnai. Mungkin
menggunakan istilah yang mudah biarkan kader di tanam di manapun agar
tanah yang tadinya tandus menjadi subur atau mungkin menjadi tanah yang
berintan, permata, emas atau mungkin yang lain selama bisa bermanfaat
bagi yang lain. Gerakan yang dilakukan ikatan adalah keilmu bukan
politis, itu pula yang membedakan gerakan Muhammadiyah dengan SI.
Gerakan keilmuan yang dilakukan dengan mengutip Kuntowijoyo
mengibaratkan menanam pohon jati, dimana pohon tersebut dalam hasilnya
memakan waktu berpuluh-puluh tahun dan bahkan satu generasi untuk
mengungguh buah yang dihasilkan. Bedanya dengan gerakan yang bersifat
politis mencari momentum yang tepat dibaratkan dengan pohon pisang
dimana cepat berbuah dan berkembang tetapi bersifat sementara dan yang
dihasilkan pun tak memuaskan, bahkan yang paling menyedihkan setelah
berbuah pohon pisang pun mati. Dapat dianalisis dalam sejarahnya
bagaimana SI dan Muhammadiayah gerakan yang dilakukan Muhammadiyah
dalam menanamnya memerlukan kesabaran dan waktu yang lama tetapi dalam
sejarahnya pada tahun 60-90an kader-kader Muhammadiyah banyak yang duduk
dalam dataran pemerintahan dan menggunakan perangkat dalam melakukan
transformasi sosial. Sedangkan apa yang dilakukan oleh SI dalam
sejarahnya anggota SI dari waktu yang singkat berkembang dengan pesat
terbukti dengan jumlah anggota yang mencapai wilayah nasional pada waktu
itu, tetapi seiring berjalannya waktu dan riwayat organisasi itu hilang
dimakan sejarah. Gerakan keilmuan dalam ikatan merupakan obor yang
menjadikan Ikatan sebagai kader Muhammadiyah yang membedakan dengan yang
lain. Ikatan harus berani dalam melakukan pilihan yang sadar dalam
menentukan gerakannya. Sebagaimana tujuan dari didirikannya ikatan
adalah untuk terbentuknya akademisi Islam yang beraklak mulia untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah. Ikatan harus
sadar bahwa ikhlas dan istiqomah dalam memilih itu penuh dengan
tantangan dan memerlukan waktu dalam mempertimbangkannya.
Pengungkapan
simbol yang selanjutnya kemasyarakatan dengan interpretasinya humanitas
dan liberatif. Humanitas yang dilakukan oleh ikatan merupakan suatu
tuntutan melihat realitas yang terjadinya dehumanisasi yang dilakukan
oleh manusia akibat konsep kesadaran yang ia miliki berdasarkan
antroposentris. Kesadaran ini pertama di gulirkan oleh seorang filosof
Rene Descartes seorang filosof dari Prancis dengan jargonnya saya
berfikir maka saya ada (cogito ergo sum). Kesadaran yang
dibangun oleh Descartes menjadikan manusia bersifat otonom dan
menentukan nasibnya sendiri dalam menanklukkan alam. Dari konsep
kesadaran yang dibangun oleh Descartes dalam perkembangannya melahirkan
tradisi kebudayaan barat yang sekarang dimana pada masyarakatnya terjadi
kemajuan teknologi yang dasyat dengan ditandai pada awal abad ke-19
penemuan metode ilmiah deduksi, induksi, ekperimen oleh Francis Bacon.
Perkembangan industri yang berjalan di Barat sampai sekarang sudah
menuju masyarakat postindustrial dalam istilah Daniel Bell. Masyarakat
barat dengan perkembangan postindustrialisme ini memiliki kehampaan
spiritual dan mereka memmbutuhkan sentuhan tentang religiusitas untuk
peradaban barat. Menurut Doni Grahal Adian maka menunculkan
istilah-istilah pragmatisme, anarkhisme, utilitiarisme dalam rangka
mengobati peradaban barat tersebut. Dalam masyarakat postindustrial ini
terjadinya peristiwa yang benar-benar yang tujuan teknologi dan sistem
kapitalis adalah untuk mempermudah manusia malahan mempersulit manusia,
hal ini sebagaimana dikatakan oleh oleh Weber dengan sangkar besi
rasionalisme. Sistem kapitalisme dan perkembangan teknolgi telah
berjalan sendri tanpa ada yang mengendalikan sehingga menjadi alat bagi
para pemodal dan menyebabkan pada manusia peristiwa dehumanisasi dan
pada ekologi kerusakan alam akibat ekploitasi yang telah dilakukan oleh
manusia. Masyarakat dan para intelektual telah terjerumus dalam lembah
hitam yang bekerja untuk kepentingan kekuasaan dan pengupayaan keilmuan
menjadi alat legitimasi kekuasaan serta tanpa sadar telah di arahkan
untuk kepentingan global berupa pasar bebas. Sejalannya sejarah
peristiwa humanisasi antroposentris telah berjalan dan malah menimbulkan
dehumanisasi. Ikatan sebagai organisai yang mengetahui dan sadar dengan
realitas tersebut memiliki banyak pilihan dalam memberikan tawaran
terhadap persolan yang tiada akhir dalam rangka menciptakan surga dunia dalam bahasanya Glen Fredly.
Melihat
problem yang terjadi sekarang dalam era postmodernisme yang mencoba
mengintegrasikan antara agama dengan ilmu pengetahuan atau penyapaan
bahasa langit dengan bumi. Pengintegrasian ini mencoba memberikan
tawaran terhadap problem dehumanisasi dengan menggunakan istilah Ali
Syari’ati yang dikutip oleh Kuntowijoyo dengan berdasarkan humanisme
teoantroprosentris. Humanisme ini mencoba humanisme yang didasarkan pada
nilai ajaran agama dalam melihat manusia bukan pada manusia itu
sendiri. Disini, Kuntowijoyo memberikan ilustrasi tentang fitrah adalah
memanusiakan manusia, pada derajat yang sesungguhnya atau sebaik-baik
manusia fi ahsani taqwin. Derajat manusia yang sesungguhnya
adalah yang mulia tidak mengalami keterhinaan baik yang dilakukan oleh
struktur ataupun super struktur yang menbentuk kesadran manusia.
Pemanusian manusia atau proses humanisasi tersebut didasarkan pada
teoatroprosentris bukan atroposentris. Proses manusiawisasi adalah upaya
melakukan transformasi kesadaran akan diri manusia yang sesungguhnya
berdasarkan nilai-nilai agama.
Liberatif
dengan bahasa mudahnya proses pembebasan, proses pembebasan ini
dilakukan oleh kaum marxis dalam menyelesaikan permasalahan sosial.
Proses liberatif yang dilakukukan bersifat kesadaran dari yang
dibebaskan mereka menyadari bahwa dirinya mengalami ketertindasan oleh
sistem yang selama ini berjalanan. Liberatif dalam ikatan memilki
megarah pada pembebasan dan sekaligus ada arah dan tujuan setelah
dibebaskan. Proses pembebasan tersebut dapat dikatakan dengan profetical of liberatif. Profetical of liberatif ini
dalam sejah kenabiaanya dapat kita merujuk pada pembebasan yang
dilakukan oleh nabi Musa dalam memerdekaan kaumnya dari penindasan oleh
Fir’aun dan setelah melakukan pembebasan dan benar merdeka dari sistem
tersebut maka nabi Musa mengarahkan agar kaumnya memiliki kesadaran akan
adany sang Pencipta. Semangat kenabian tersebut menjadikan proses
pembebasan yang dilakukan oleh ikatan berbeda dengan yang dilakukan oleh
marxian. Semangat pembebasan tersebut sebenarnya dalam sejarahnya
dilakukan oleh Ahmad Dalan dalam melakukan transformasi sosial untuk
konteks masyarakat Indonesia. Pembebasan yang dilakukan oleh Ahmad
Dahlan jika mengutip Abdul Munir Mulkhan adalah bersifat profetik hal
tersebut dikarenakan Ahmad Dahlan dalam melakukan tranformasi sosial
atau proses humanisasi, liberasi berdasarkan semangat trasendensi akibat
bersentuhannya teks terhadap realitas. Upaya yang dilakukan Ahmad
Dahlan metode kontekstualisasi dalam mendiologkan antara teks dengan
realias dan dibarengi dengan aksi kongreat yang dapat dirasakan oleh
masyarakat.
http://halimsani.wordpress.com/2007/09/12/menggali-makna-ikatan-interpretasi-terhadap-simbol-imm/
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan