PROF. DR. H MUHAMMAD CHIRZIN, M.AG.
GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
“Kelompok
pekerja harus bekerja sama dengan para majikan untuk menciptakan lingkungan
kerja yang saling enguntungkan.” (Lech Walesa, penerima Hadiah Nobel Perdamaian
pada 1983) Kerja adalah aktivitas yang sama tuanya dengan kehadiran manusia di
muka bumi. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhanpaling
pokok hingga kebutuhan pelengkap. Mula-mula manusia bergantung kepada kemurahan
Allah Subhanahu wata’ala yang tersedia di alam bebas berupa tumbuh-tumbuhan
dengan buah-buahan dan binatang untuk mencukupi kebutuhan akan makanan. Mereka
pun mengandalkan ketersedian bahan makanan itu di suatu tempat tertentu.
Bilamana persediaan makanan di suatu tempat telah habis, maka mereka pindah ke
tempat lain. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain secara
bergerombol untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka dengan mengambil hasil bumi
dan dengan berburu binatang. Kemudian manusia mengembangkan keterampilan untuk
memperoleh makanan di tempat tertentu, sekaligus membuat tempat tinggal untuk
menetap di sana.Manakala seseorang tidak cukup mampu mengerjakan semua
pekerjaannya secara mandiri, maka ia mempekerjakan orang lain untuk melakukan
aktivitas tersebut dengan mengupahnya.
Kerja adalah ibadah. Orang yang memberikan peluang kerja niscaya mendapat pahala berlipat ganda. Mensyukuri anugerah kemampuan berusaha dapat dilakukan dengan mengajarkan keterampilan dan meningkatkan kemampuan karyaannya. Hal itu menambah pahala untuk dirinya. Salim, orang terkaya di planet bumi saat ini, melebihi Bill Gates, menyatakan, “Pebisnis itu lebih baik berbuat kebaikan dengan menciptakan lapangan kerja dan kekayaan melalui investasi, bukan bertindak seperti Santa Claus... Kekayaan itu harus dilihat sebagai tanggung jawab, bukan keistimewaan. Tanggung jawab itu untuk menciptakan kekayaan yang lebih baik lagi. Ini seperti memelihara anggrek, kita harus memberikan hasilnya kepada orang lain, tetapi bukan pohonnya.”
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.3
Hubungan pekerja dengan pengusaha adalah kerjasama saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Tidak mungkin pengusaha bertindak sendiri tanpa bersama pekerja, dan tidak mungkin pekerja bekerja tanpa kehadiran pengusaha. Kewajiban pengusaha dan majikan kepada karyawan atau pekerja antara lain memberi upah yang layak, menyediakan tempat kerja, memberikan kenyamanan, jaminan keselamatan dan keamanan, meningkatkan kecakapan dan keterampilan pekerja, mengembangkan kepribadian pekerja, membantu karyawan untuk sukses dan memberi penghargaan atas prestasi serta tunjangan sosial dan pesangon.
1. Memberikan Upah
Kosakata dalam Al-Qur’an yang mengandung makna upah adalah ajr, dari akar kata ajara-ya‘jur-ajr-ujrah, yang artinya imbalan perbuataan/kerja, apa yang kembali dari imbalan kerja, duniawi maupun ukhrawi, atas dasar kontrak atau perjanjian dan selalu
digunakan dalam arti positif, yakni bermanfaat, seperti tertera dalam Al-Quran4 Jika kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak meminta upah sedikit pun dari kamu. Upahku hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya menjadi golongan orang yang berserah diri kepada- Nya”. (Yunus [10]: 72)
Ayat di atas menegaskan bahwa para Nabi Allah bekerja suka rela tanpa mengharapkan dan meminta upah sedikit pun kepada umatnya. Upahnya hanyalah dari Allah subhanahu wata’ala belaka. Dan dia berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah, dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sungguh mereka akan bertemu dengan Tuhannya; aku memandangmu kaum yang tidak mengetahui”. (Hud [11]: 29)
Para Rasul berdakwah sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan harta benda apa pun sebagai upah seruannya. Allah lah yang memberikan upah kepadanya. Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di kan perbuatan buruk menimbulkan respons negatif dari sesama.
"Cepat-cepatlah dalam berlomba mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang bertakwa. Mereka yang menafkahkan hartanya di waktu lapang atau dalam kesempitan; dapat menahan amarah dan dapat memaafkan orang. Allah mencintai orang yang berbuat baik. Dan mereka yang bila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera mengingat Allah dan memohon ampunan atas segala dosanya; dan siapa yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa demikian padahal mereka tahu. Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, tempat mereka tinggal selamanya dan itulah pahala terbaik bagi orang yang beramal". (Ali Imran [3]: 133-136)
Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan balasan surga bagi orangorang yang suka membelanjakan hartanya untuk keperluan di jalan Allah, orang-orang yang menahan amarah dan orang-orang yang suka memaaf kan pihak lain serta orang-orang yang suka melakukan introspeksi diri.
Tidak sepatutnya penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah berperang, dan tidak patut bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak mengalami kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjakkan kaki di tempat yang membangkitkan amarah orangorang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. (At-Taubah [9]: 120)
Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan imbalan tak terhingga bagi mereka yang berbuat baik dan menanggung penderitaan dalam berjihad di jalan Alah sampai hari kiamat.8 Sistem upah dan pengupahan untuk sebuah pekerjaan juga telah dikenal pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
"Dan bila ia sampai di sebuah mata air di Madyan, didapatinya ada sekelompok orang sedang mengambil air untuk ternak, dan di belakang mereka ada dua orang perempuan sedang memagari ternak itu. Musa berkata, “Ada apa dengan kamu berdua?” Mereka menjawab, “Kami tak dapat memberi minum ternak kami sebelum gembala-gembala itu selesai, sedang ayah kami sudah tua sekali.” Maka Musa memberi minum untuk ternak itu kedua mereka, kemudian ia pun kembali ke tempat semula berteduh, dan berdoa, “Tuhanku! Sungguh aku memerlukan anugerah yang Engkau turunkan kepadaku!” Kemudian salah seorang dari kedua gadis itu datang kembali kepadanya, berjalan tersipu-sipu sambil berkata, “Ayahku mengundang kau untuk dapat membalas jasamu karena telah memberi minum ternak kami”. Maka setelah Musa berkunjung kepadanya dan menceritakan kisah pengalamannya, Syu’- aib berkata, “Janganlah takut; kau telah lepas dari kaum yang zalim.” Salah seorang dari kedua gadis itu berkata, “Ayah! ambillah ia sebagai pekerja upahan; sebenarnya yang terbaik dalam mengupah orang ialah yang kuat dan jujur.” Ia berkata, “Aku bermaksud menikahkan kaudengan salah seorang puteriku ini, dengan ketentuan kau bekerja padakuselama delapan tahun; tapi kalau kau sempurnakan sampai sepuluh tahun, maka itu suatu kebaikan dari pihakmu. Aku tidak bermaksud menyusahkan kau; insya Allah akan kaulihat bahwa aku termasuk orang yang shalih.” Musa berkata, “Demikianlah perjanjian antara kita berdua; yang mana saja antara kedua waktu yang ditentukan itu akan kulaksanakan; aku tidak akan menyalahi janji; atas apa yang kita ucapkan Allah juga Yang menjadi Saksi.” (Al-Qashash [28]: 23-28).l Bersambung
footnote
1Kompas Sabtu 20 Maret 2010, h 16.
2Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 2 dan 5.
3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 6.
4Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 1 (Kairo: Darul Hadits, 2003), 84, Ar-Raghib al-Asfahani, Mu’jamu Mufradati Alfazhil Quran (Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun),
6, Samih ‘Athif az-Zain, Mu’jamu Mufradati Alfazh al-Quran (Beirut: ad-Dar al- Ifriqiyah, 2991), 47, Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith (Kairo: Maktabah asy-Syuruq ad-Dauliyyah, 2004), 7.
5Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Syaamil, 2005), 399 footnote 621.
6Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 30.
7Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88.
8Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al- Manar, juz 11 (Mesir: Maktabah Muhammad ‘Ali Shubaih, 1954), 76.
Kerja adalah ibadah. Orang yang memberikan peluang kerja niscaya mendapat pahala berlipat ganda. Mensyukuri anugerah kemampuan berusaha dapat dilakukan dengan mengajarkan keterampilan dan meningkatkan kemampuan karyaannya. Hal itu menambah pahala untuk dirinya. Salim, orang terkaya di planet bumi saat ini, melebihi Bill Gates, menyatakan, “Pebisnis itu lebih baik berbuat kebaikan dengan menciptakan lapangan kerja dan kekayaan melalui investasi, bukan bertindak seperti Santa Claus... Kekayaan itu harus dilihat sebagai tanggung jawab, bukan keistimewaan. Tanggung jawab itu untuk menciptakan kekayaan yang lebih baik lagi. Ini seperti memelihara anggrek, kita harus memberikan hasilnya kepada orang lain, tetapi bukan pohonnya.”
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.3
Hubungan pekerja dengan pengusaha adalah kerjasama saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Tidak mungkin pengusaha bertindak sendiri tanpa bersama pekerja, dan tidak mungkin pekerja bekerja tanpa kehadiran pengusaha. Kewajiban pengusaha dan majikan kepada karyawan atau pekerja antara lain memberi upah yang layak, menyediakan tempat kerja, memberikan kenyamanan, jaminan keselamatan dan keamanan, meningkatkan kecakapan dan keterampilan pekerja, mengembangkan kepribadian pekerja, membantu karyawan untuk sukses dan memberi penghargaan atas prestasi serta tunjangan sosial dan pesangon.
1. Memberikan Upah
Kosakata dalam Al-Qur’an yang mengandung makna upah adalah ajr, dari akar kata ajara-ya‘jur-ajr-ujrah, yang artinya imbalan perbuataan/kerja, apa yang kembali dari imbalan kerja, duniawi maupun ukhrawi, atas dasar kontrak atau perjanjian dan selalu
digunakan dalam arti positif, yakni bermanfaat, seperti tertera dalam Al-Quran4 Jika kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak meminta upah sedikit pun dari kamu. Upahku hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya menjadi golongan orang yang berserah diri kepada- Nya”. (Yunus [10]: 72)
Ayat di atas menegaskan bahwa para Nabi Allah bekerja suka rela tanpa mengharapkan dan meminta upah sedikit pun kepada umatnya. Upahnya hanyalah dari Allah subhanahu wata’ala belaka. Dan dia berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah, dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sungguh mereka akan bertemu dengan Tuhannya; aku memandangmu kaum yang tidak mengetahui”. (Hud [11]: 29)
Para Rasul berdakwah sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan harta benda apa pun sebagai upah seruannya. Allah lah yang memberikan upah kepadanya. Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di kan perbuatan buruk menimbulkan respons negatif dari sesama.
"Cepat-cepatlah dalam berlomba mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang bertakwa. Mereka yang menafkahkan hartanya di waktu lapang atau dalam kesempitan; dapat menahan amarah dan dapat memaafkan orang. Allah mencintai orang yang berbuat baik. Dan mereka yang bila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera mengingat Allah dan memohon ampunan atas segala dosanya; dan siapa yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa demikian padahal mereka tahu. Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, tempat mereka tinggal selamanya dan itulah pahala terbaik bagi orang yang beramal". (Ali Imran [3]: 133-136)
Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan balasan surga bagi orangorang yang suka membelanjakan hartanya untuk keperluan di jalan Allah, orang-orang yang menahan amarah dan orang-orang yang suka memaaf kan pihak lain serta orang-orang yang suka melakukan introspeksi diri.
Tidak sepatutnya penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah berperang, dan tidak patut bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak mengalami kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjakkan kaki di tempat yang membangkitkan amarah orangorang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. (At-Taubah [9]: 120)
Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan imbalan tak terhingga bagi mereka yang berbuat baik dan menanggung penderitaan dalam berjihad di jalan Alah sampai hari kiamat.8 Sistem upah dan pengupahan untuk sebuah pekerjaan juga telah dikenal pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
"Dan bila ia sampai di sebuah mata air di Madyan, didapatinya ada sekelompok orang sedang mengambil air untuk ternak, dan di belakang mereka ada dua orang perempuan sedang memagari ternak itu. Musa berkata, “Ada apa dengan kamu berdua?” Mereka menjawab, “Kami tak dapat memberi minum ternak kami sebelum gembala-gembala itu selesai, sedang ayah kami sudah tua sekali.” Maka Musa memberi minum untuk ternak itu kedua mereka, kemudian ia pun kembali ke tempat semula berteduh, dan berdoa, “Tuhanku! Sungguh aku memerlukan anugerah yang Engkau turunkan kepadaku!” Kemudian salah seorang dari kedua gadis itu datang kembali kepadanya, berjalan tersipu-sipu sambil berkata, “Ayahku mengundang kau untuk dapat membalas jasamu karena telah memberi minum ternak kami”. Maka setelah Musa berkunjung kepadanya dan menceritakan kisah pengalamannya, Syu’- aib berkata, “Janganlah takut; kau telah lepas dari kaum yang zalim.” Salah seorang dari kedua gadis itu berkata, “Ayah! ambillah ia sebagai pekerja upahan; sebenarnya yang terbaik dalam mengupah orang ialah yang kuat dan jujur.” Ia berkata, “Aku bermaksud menikahkan kaudengan salah seorang puteriku ini, dengan ketentuan kau bekerja padakuselama delapan tahun; tapi kalau kau sempurnakan sampai sepuluh tahun, maka itu suatu kebaikan dari pihakmu. Aku tidak bermaksud menyusahkan kau; insya Allah akan kaulihat bahwa aku termasuk orang yang shalih.” Musa berkata, “Demikianlah perjanjian antara kita berdua; yang mana saja antara kedua waktu yang ditentukan itu akan kulaksanakan; aku tidak akan menyalahi janji; atas apa yang kita ucapkan Allah juga Yang menjadi Saksi.” (Al-Qashash [28]: 23-28).l Bersambung
footnote
1Kompas Sabtu 20 Maret 2010, h 16.
2Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 2 dan 5.
3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 6.
4Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 1 (Kairo: Darul Hadits, 2003), 84, Ar-Raghib al-Asfahani, Mu’jamu Mufradati Alfazhil Quran (Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun),
6, Samih ‘Athif az-Zain, Mu’jamu Mufradati Alfazh al-Quran (Beirut: ad-Dar al- Ifriqiyah, 2991), 47, Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith (Kairo: Maktabah asy-Syuruq ad-Dauliyyah, 2004), 7.
5Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Syaamil, 2005), 399 footnote 621.
6Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 30.
7Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88.
8Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al- Manar, juz 11 (Mesir: Maktabah Muhammad ‘Ali Shubaih, 1954), 76.
Puasa Dan Perolehannya
Dalam Al-Qur’an (2)
Prof. DR. H, Muhammad
Chirzin, M.Ag.
Guru BEsar UIN Sunan
Kalijaga Dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pada malam hari puasa,
Mukmin boleh bercampur dengan istrinya. Istri pakaian suami, dan suami pun
pakaian istri. Laki-laki dan perempuan saling menopang, saling menghibur dan
saling melindungi. Menyesuaikan diri satu sama lain, seperti pakaian yang
disesuaikan badan kita. Pakaian juga untuk memperlihatkan dan untuk menutupi
diri.
Pada malam Ramadlan
Mukmin menunaikan shalat tarawih dan bertadarus Al-Qur'an. Rasulullah saw
bersabda, "Siapa yang melaksanakan shalat sunat pada malam Ramadlan
dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah, dosanya yang telah lalu
diampuni." (Bukhari dan Muslim).
Ramadlan adalah bulan
yang agung.Rasulullah saw pernah bersabda, "Di dalam bulan Ramadlan,
umatku diberi Allah lima keistimewaan, yang tidak pernah diberikan kepada Nabi
sebelumku: (1) pada permulaan malam Ramadlan, Allah 'Azza wa Jalla memandang
manusia. Siapa yang telah dipandang Allah, maka orang itu tidak akan
disiksa-Nya; (2) bau mulut orang yang berpuasa, di sore hari, lebih harum di
hadirat Allah ketimbang bau minyak kesturi; (3) para malaikat memohonkan ampun
kepadaAllah buat mereka, siang dan malam; (4) Allah bertitah kepada surga-Nya,'Bersiap-siaplah
engkau dan berhiaslah untuk hamba-hamba-Ku, kalau-kalau di antara mereka akan
beristirahat dari kelelahan dunia kehadirat-Ku'; (5) pada setiap akhir
malam di bulan itu Allah berkenan mengampuni mereka semua." Salah
seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu pada malam
Lailatul-Qadar?" Rasulullah saw menjawab, "Bukan. Bukankah para
pekerja itu bila telah menyelesaikan pekerjaannya diberikan kepada mereka upah
mereka?" (Ahmad, Al-Bazzar dan Al-Balhaqi dari sahabat Jabir ra).
Demikian keutamaan yang terdapat dalam bulan Ramadlan, sehingga Rasulullah
saw bersabda, "Andaikata orang mengetahui rahasia kebaikan bulan Ramadlan,
pasti mereka menginginkan agarbulan sepanjang tahun itu Ramadlan."
IbnuAbbas ra berkata, "Rasulullah adalah orang yang paling pemurah,
lebih-lebih dalam bulan Ramadlan... Jibril menemuibeliau setiap malam bulan
Ramadlan untukbertadarus Al-Qur'an..." (Bukhari dan Muslim).
Puasa meningkatkan
kualitas hidup Muslim, baik secara pribadi maupun bersama: membuahkan ketakwaan
kepada Allah SwT. Keberhasilan puasa tidaklah sempurna dengan genapnya
seseorangberpuasa sebulan lamanya, dan memenuhi kewajiban zakat fitrah di akhir
Ramadian. Imam Al-Ghazali berkata, "Puasaawambernilai biasa; puasa
orang-khususbernilai bagus; puasa orang-khusus-dari yang-khusus bernilai
istimewa, karenaseluruhjiwa raga: hati, pikiran dan perasaan terkendali.
Puasa menggembleng
rohani untuk tabah dan sabar menghadapi cobaan, mampu menahan amarah,
mengendalikan hawa nafsu dari kesenangan hidup sementara, jujur, berdisiplin
waktu dalam kerja dan setia kepada janji. Puasa dikatakan berhasil dan mencapai
sasarannya jika sesudahnya Muslim mencerminkan sikap dan kelakuan yang terpuji.
Dari segi kejiwaan: patuh dan disiplin terhadap peraturan, dapat menguasai
diri, tekun, sabar dan tahan menghadapi derita. Dari segijasmani: kesehatan
terjaga; teratur dan dalam batas-batas tertentu dalam makan, minum, bekerja dan
istirahat. Dari segi kemasyarakatan: Muslim mengerti penderitaan orang miskin
dan rela membagi kelebihan harta.
Puasa meningkatkan
kesetiakawanan sosial, kerelaan berkorban untuk kepentingan dan kemaslahatan
bersama, mempersatukan potensi untuk menegakkan bangunan sosial atas landasan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SwT. Rasulullah saw bersabda,
"Umatku akan tetap dalam kebalkan sepanjang mereka menyeru kepada yang
ma'ruf dan mencegah perbuatan munkar serta bertolong-menolong dalam kebajikan.
Kalau mereka tidak melaksanakan, maka dicabutlah berkah dari mereka, lalu
sebagian dari mereka akan menindas sebagian yang lain, tanpa ada seorang
penolong pun, baik dibumi maupun
dilangit. "Di dalam surga terdapat bilik-bilik yang tampak jelas dari luar
ke dalam dan dari dalam ke luar." Para sahabat bertanya, "Untuk
siapakah itu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Kamar-kamar itu
buat orang yang berkata-kata baik, member makan, selalu berpuasa dan melakukan
shalat malam ketika orang lain nyenyak tidur." (Ahmad, Ibnu Hibban dan
Al- Baihagi).
Sahabat Mu'adz bin
Jabal RA berkata, 'Ketika saya menyertai Rasulullah dalam suatu perjalanan,
beliau bersabda, "Wahai Mu'adz, maukab engkau kutunjuki pintu- pintu
kebaikan?" Saya menjawab, 'Mau yaRasulullah.'Lalubellaubersabda,"Puasa
itu perisai, yakni dari perbuatan maksiat
dan dari apineraka, dan shadaqah menghapuskan kesalahan, sebagaimana
air memadamkan api." (Tirmidzi).
Rasulullah pernah bersabda,
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian puasa Ramadlan dan disunatkan bagi kalian
melaksanakan shalat tarawih pada malam harinya. Barang siapa berpuasa dan menunaikan shalat tarawih atas dasar iman dan
mengharapkan kebaikan dari Allah, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada
hari ketika la dilahirkan oleh ibunya”. (An-Nasa'i dan Ahmad).
Rasulullah saw juga bersabda: Abu Hurairah
ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Allah telah berfirman Semua amai
perbuatan anak Adam untuk dirinya, kecuali puasa, maka la untuk-Ku dan Aku
sendiri yang akan membalasnya. Puasa itu perisai, make jika seseorang sedang
berpuasa, janganlah berkata keji atau
ribut-ribut dan kalau seseorang mencaci maki, atau mengajak berkelahi make
hendaknya berkata: Aku berpuasa. Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, bau
mulut orang yang berpuasa begi Allah lebih harum daripada bau minyak kasturi.
Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kotika berbuka puasa dan
kotika la menghadap kepada Tuhannya; gembira karena puasanya “(Bukhar &
Muslim).
Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda Siapa yang
berpuasa Ramadlan karena iman dan
mengharap pahala dari Allah, maka diampunilah dosa nya yang telah lalu “(Bukhar &
Muslim).
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Jika bulan Ramdlan
tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan
di belenggulah semua setan (Bukhari & Muslim).
Demikian agungnya
ibadah puasa, hingga bilamana seseorang
meninggal dunia dan mempunyai hutang puasa, walinya boleh mempuasakannya.
Aisyah ra berkatabahwa Rasulullah saw bersabda: Siapa yang mati dan
mempunyai hutang puasa, maka boleh dipuasakan oleh walinya (Bukhari &
Muslim).
Rasulullah saw
melakukan i'tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan. Nabi saw
tidak pernah meninggalkan i'tikaf di bulan Ramadlan sejak beliau hijrah ke
Madinah. Para ulama membolehkan i'tikaf walau beberapa saat, asal jangan
sekadar seperti saat melakukan thuma'ninah dalam ruku'. I'tikaf yang terbaik
dan dianjurkan adalah 10 hari terakhir bulan Ramadlan. l'tikaf harus dilakukan
di masjid, tetapi waktunya bebas kapan saja Mukmin menginginkan. Surat
Al-Baqarah ayat 187 mengisyaratkan i'tikaf di malam hari bulan Ramadjan unfuk
bordzjkjr dan berdoa.
Puasa adalah proklamasi kebebasan individu dari hawa nafsu. Allah SwT
menyampaikan pesan tentang doa dalam ayat berikut ini di sela-sela ayat-ayat
tentang puasa Ramadlan.
“Dan bila hamba-Ku bertanya kepada mu
tentang Aku, maka Aku dekat sekali kepada mereka. Aku mengabulkan permohonan
setiap orang yang berdoa bila berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka
menjalankan perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, supaya mereka berada dalam jalan
yang benar “(Al-Baqarah [2): 186).
Allah SwT dekat sekali
kepada hamba-hamba-Nya, dan Allah SwT mengabulkan permohonan setiap orang yang
berdoa kepada-Nya. Untuk itu setiap Mukmin diseru untuk menjalankan perintah
Allah dan beriman kepada-Nya agar selalu berada dalam jalan yang benar.
Disisipkannya ayat doa ini di tengah-tengah ayat puasa mengisyaratkan bahwa
bulan Ramadlan adalah saat yang mustajabah untuk berdoa, maka selayaknya setiap
Mukmin memanfaatkan saat-saat mustajabah ini untuk khusyuk berdoa dan memohon
kepada-Nya Yang Maha Kaya, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
web. muhammadiyah
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan