Rabu, 16 Januari 2013

Tafsir Al-Qur'an Kewajiban Pengusaha Dan Majikan Dalam Perspektif Al-Qur’an (1)

Loading


PROF. DR. H MUHAMMAD CHIRZIN, M.AG.
GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
 
“Kelompok pekerja harus bekerja sama dengan para majikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang saling enguntungkan.” (Lech Walesa, penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 1983) Kerja adalah aktivitas yang sama tuanya dengan kehadiran manusia di muka bumi. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhanpaling pokok hingga kebutuhan pelengkap. Mula-mula manusia bergantung kepada kemurahan Allah Subhanahu wata’ala yang tersedia di alam bebas berupa tumbuh-tumbuhan dengan buah-buahan dan binatang untuk mencukupi kebutuhan akan makanan. Mereka pun mengandalkan ketersedian bahan makanan itu di suatu tempat tertentu. Bilamana persediaan makanan di suatu tempat telah habis, maka mereka pindah ke tempat lain. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain secara bergerombol untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka dengan mengambil hasil bumi dan dengan berburu binatang. Kemudian manusia mengembangkan keterampilan untuk memperoleh makanan di tempat tertentu, sekaligus membuat tempat tinggal untuk menetap di sana.Manakala seseorang tidak cukup mampu mengerjakan semua pekerjaannya secara mandiri, maka ia mempekerjakan orang lain untuk melakukan aktivitas tersebut dengan mengupahnya.

Kerja adalah ibadah. Orang yang memberikan peluang kerja niscaya mendapat pahala berlipat ganda. Mensyukuri anugerah kemampuan berusaha dapat dilakukan dengan mengajarkan keterampilan dan meningkatkan kemampuan karyaannya. Hal itu menambah pahala untuk dirinya. Salim, orang terkaya di planet bumi saat ini, melebihi Bill Gates, menyatakan, “Pebisnis itu lebih baik berbuat kebaikan dengan menciptakan lapangan kerja dan kekayaan melalui investasi, bukan bertindak seperti Santa Claus... Kekayaan itu harus dilihat sebagai tanggung jawab, bukan keistimewaan. Tanggung jawab itu untuk menciptakan kekayaan yang lebih baik lagi. Ini seperti memelihara anggrek, kita harus memberikan hasilnya kepada orang lain, tetapi bukan pohonnya.”

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.3

Hubungan pekerja dengan pengusaha adalah kerjasama saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Tidak mungkin pengusaha bertindak sendiri tanpa bersama pekerja, dan tidak mungkin pekerja bekerja tanpa kehadiran pengusaha. Kewajiban pengusaha dan majikan kepada karyawan atau pekerja antara lain memberi upah yang layak, menyediakan tempat kerja, memberikan kenyamanan, jaminan keselamatan dan keamanan, meningkatkan kecakapan dan keterampilan pekerja, mengembangkan kepribadian pekerja, membantu karyawan untuk sukses dan memberi penghargaan atas prestasi serta tunjangan sosial dan pesangon.

1. Memberikan Upah

Kosakata dalam Al-Qur’an yang mengandung makna upah adalah ajr, dari akar kata ajara-ya‘jur-ajr-ujrah, yang artinya imbalan perbuataan/kerja, apa yang kembali dari imbalan kerja, duniawi maupun ukhrawi, atas dasar kontrak atau perjanjian dan selalu
digunakan dalam arti positif, yakni bermanfaat, seperti tertera dalam Al-Quran4 Jika kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak meminta upah sedikit pun dari kamu. Upahku hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya menjadi golongan orang yang berserah diri kepada- Nya”. (Yunus [10]: 72)

Ayat di atas menegaskan bahwa para Nabi Allah bekerja suka rela tanpa mengharapkan dan meminta upah sedikit pun kepada umatnya. Upahnya hanyalah dari Allah subhanahu wata’ala belaka. Dan dia berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah, dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sungguh mereka akan bertemu dengan Tuhannya; aku memandangmu kaum yang tidak mengetahui”. (Hud [11]: 29)

Para Rasul berdakwah sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan harta benda apa pun sebagai upah seruannya. Allah lah yang memberikan upah kepadanya. Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di kan perbuatan buruk menimbulkan respons negatif dari sesama.

"Cepat-cepatlah dalam berlomba mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga  seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang bertakwa. Mereka yang menafkahkan hartanya di waktu lapang atau dalam  kesempitan; dapat menahan amarah dan dapat memaafkan orang. Allah mencintai orang yang berbuat baik. Dan mereka yang  bila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera mengingat Allah dan memohon ampunan atas segala dosanya; dan siapa yang dapat  mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa demikian padahal mereka tahu. Balasan bagi  mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, tempat mereka tinggal  selamanya dan itulah pahala terbaik bagi orang yang beramal". (Ali Imran [3]: 133-136)

Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan balasan surga bagi orangorang yang suka membelanjakan hartanya untuk keperluan di  jalan Allah, orang-orang yang menahan amarah dan orang-orang yang suka memaaf kan pihak lain serta orang-orang yang suka  melakukan introspeksi diri.

Tidak sepatutnya penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai  Rasulullah berperang, dan tidak patut bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak mengalami kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjakkan kaki di  tempat yang membangkitkan amarah orangorang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.  (At-Taubah [9]: 120)

Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan imbalan tak terhingga bagi mereka yang berbuat baik dan menanggung penderitaan  dalam berjihad di jalan Alah sampai hari kiamat.8 Sistem upah dan pengupahan untuk sebuah pekerjaan juga telah dikenal pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

"Dan bila ia sampai di sebuah mata air di Madyan,  didapatinya ada sekelompok orang sedang mengambil air untuk ternak, dan di belakang mereka ada dua orang perempuan sedang memagari ternak itu. Musa berkata, “Ada apa dengan kamu berdua?” Mereka menjawab, “Kami tak dapat memberi  minum ternak kami sebelum gembala-gembala itu selesai, sedang ayah kami sudah tua sekali.” Maka Musa memberi minum untuk ternak itu kedua mereka, kemudian ia pun kembali ke tempat semula berteduh, dan berdoa, “Tuhanku! Sungguh aku  memerlukan anugerah yang Engkau turunkan kepadaku!” Kemudian salah seorang dari kedua gadis itu datang kembali kepadanya, berjalan tersipu-sipu sambil berkata, “Ayahku mengundang kau untuk dapat membalas jasamu karena telah  memberi minum ternak kami”. Maka setelah Musa berkunjung kepadanya dan menceritakan kisah pengalamannya, Syu’- aib  berkata, “Janganlah takut; kau telah lepas dari kaum yang zalim.” Salah seorang dari kedua gadis itu berkata, “Ayah! ambillah ia  sebagai pekerja upahan; sebenarnya yang terbaik dalam mengupah orang ialah yang kuat dan jujur.” Ia berkata, “Aku  bermaksud menikahkan kaudengan salah seorang puteriku ini, dengan ketentuan kau bekerja padakuselama delapan tahun; tapi kalau kau sempurnakan sampai sepuluh tahun, maka itu suatu kebaikan dari pihakmu. Aku tidak bermaksud menyusahkan kau;  insya Allah akan kaulihat bahwa aku termasuk orang yang shalih.” Musa berkata, “Demikianlah perjanjian antara kita berdua;  yang mana saja antara kedua waktu yang ditentukan itu akan kulaksanakan; aku tidak akan menyalahi janji; atas apa yang kita ucapkan Allah juga Yang menjadi Saksi.” (Al-Qashash [28]: 23-28).l Bersambung

footnote

1Kompas Sabtu 20 Maret 2010, h 16.
2Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 2 dan 5.
3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 6.
4Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 1 (Kairo: Darul Hadits, 2003), 84, Ar-Raghib al-Asfahani, Mu’jamu Mufradati Alfazhil Quran (Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun),
6, Samih ‘Athif az-Zain, Mu’jamu Mufradati Alfazh al-Quran (Beirut: ad-Dar al- Ifriqiyah, 2991), 47, Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith (Kairo: Maktabah asy-Syuruq ad-Dauliyyah, 2004), 7.
5Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Syaamil, 2005), 399 footnote 621.
6Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 30.
7Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88.
8Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al- Manar, juz 11 (Mesir: Maktabah Muhammad ‘Ali Shubaih, 1954), 76.
Puasa Dan Perolehannya Dalam Al-Qur’an (2)
Prof. DR. H, Muhammad Chirzin, M.Ag.
Guru BEsar UIN Sunan Kalijaga Dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada malam hari puasa, Mukmin boleh bercampur dengan istrinya. Istri pakaian suami, dan suami pun pakaian istri. Laki-laki dan perempuan saling menopang, saling menghibur dan saling melindungi. Menyesuaikan diri satu sama lain, seperti pakaian yang disesuaikan badan kita. Pakaian juga untuk memperlihatkan dan untuk menutupi diri.
Pada malam Ramadlan Mukmin menunaikan shalat tarawih dan bertadarus Al-Qur'an. Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang melaksanakan shalat sunat pada malam Ramadlan dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah, dosanya yang telah lalu diampuni." (Bukhari dan Muslim).
Ramadlan adalah bulan yang agung.Rasulullah saw pernah bersabda, "Di dalam bulan Ramadlan, umatku diberi Allah lima keistimewaan, yang tidak pernah diberikan kepada Nabi sebelumku: (1) pada permulaan malam Ramadlan, Allah 'Azza wa Jalla memandang manusia. Siapa yang telah dipandang Allah, maka orang itu tidak akan disiksa-Nya; (2) bau mulut orang yang berpuasa, di sore hari, lebih harum di hadirat Allah ketimbang bau minyak kesturi; (3) para malaikat memohonkan ampun kepadaAllah buat mereka, siang dan malam; (4) Allah bertitah kepada surga-Nya,'Bersiap-siaplah engkau dan berhiaslah untuk hamba-hamba-Ku, kalau-kalau di antara mereka akan beristirahat dari kelelahan dunia kehadirat-Ku'; (5) pada setiap akhir malam di bulan itu Allah berkenan mengampuni mereka semua." Salah seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu pada malam Lailatul-Qadar?" Rasulullah saw menjawab, "Bukan. Bukankah para pekerja itu bila telah menyelesaikan pekerjaannya diberikan kepada mereka upah mereka?" (Ahmad, Al-Bazzar dan Al-Balhaqi dari sahabat Jabir ra).
Demikian keutamaan yang terdapat dalam bulan Ramadlan, sehingga Rasulullah saw bersabda, "Andaikata orang mengetahui rahasia kebaikan bulan Ramadlan, pasti mereka menginginkan agarbulan sepanjang tahun itu Ramadlan."
IbnuAbbas ra berkata, "Rasulullah adalah orang yang paling pemurah, lebih-lebih dalam bulan Ramadlan... Jibril menemuibeliau setiap malam bulan Ramadlan untukbertadarus Al-Qur'an..." (Bukhari dan Muslim).
Puasa meningkatkan kualitas hidup Muslim, baik secara pribadi maupun bersama: membuahkan ketakwaan kepada Allah SwT. Keberhasilan puasa tidaklah sempurna dengan genapnya seseorangberpuasa sebulan lamanya, dan memenuhi kewajiban zakat fitrah di akhir Ramadian. Imam Al-Ghazali berkata, "Puasaawambernilai biasa; puasa orang-khususbernilai bagus; puasa orang-khusus-dari yang-khusus bernilai istimewa, karenaseluruhjiwa raga: hati, pikiran dan perasaan terkendali.

Puasa menggembleng rohani untuk tabah dan sabar menghadapi cobaan, mampu menahan amarah, mengendalikan hawa nafsu dari kesenangan hidup sementara, jujur, berdisiplin waktu dalam kerja dan setia kepada janji. Puasa dikatakan berhasil dan mencapai sasarannya jika sesudahnya Muslim mencerminkan sikap dan kelakuan yang terpuji. Dari segi kejiwaan: patuh dan disiplin terhadap peraturan, dapat menguasai diri, tekun, sabar dan tahan menghadapi derita. Dari segijasmani: kesehatan terjaga; teratur dan dalam batas-batas tertentu dalam makan, minum, bekerja dan istirahat. Dari segi kemasyarakatan: Muslim mengerti penderitaan orang miskin dan rela membagi kelebihan harta.
Puasa meningkatkan kesetiakawanan sosial, kerelaan berkorban untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama, mempersatukan potensi untuk menegakkan bangunan sosial atas landasan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SwT. Rasulullah saw bersabda, "Umatku akan tetap dalam kebalkan sepanjang mereka menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah perbuatan munkar serta bertolong-menolong dalam kebajikan. Kalau mereka tidak melaksanakan, maka dicabutlah berkah dari mereka, lalu sebagian dari mereka akan menindas sebagian yang lain, tanpa ada seorang penolong pun,  baik dibumi maupun dilangit. "Di dalam surga terdapat bilik-bilik yang tampak jelas dari luar ke dalam dan dari dalam ke luar." Para sahabat bertanya, "Untuk siapakah itu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Kamar-kamar itu buat orang yang berkata-kata baik, member makan, selalu berpuasa dan melakukan shalat malam ketika orang lain nyenyak tidur." (Ahmad, Ibnu Hibban dan Al- Baihagi).
Sahabat Mu'adz bin Jabal RA berkata, 'Ketika saya menyertai Rasulullah dalam suatu perjalanan, beliau bersabda, "Wahai Mu'adz, maukab engkau kutunjuki pintu- pintu kebaikan?" Saya menjawab, 'Mau yaRasulullah.'Lalubellaubersabda,"Puasa itu perisai, yakni dari perbuatan maksiat  dan dari apineraka, dan shadaqah menghapuskan kesalahan, sebagaimana air  memadamkan api." (Tirmidzi).
 Rasulullah pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian  puasa Ramadlan dan disunatkan bagi kalian melaksanakan shalat tarawih pada malam harinya. Barang siapa berpuasa dan  menunaikan shalat tarawih atas dasar iman dan mengharapkan kebaikan dari Allah, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ketika la dilahirkan oleh ibunya”. (An-Nasa'i dan Ahmad).

 Rasulullah saw juga bersabda: Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Allah telah berfirman Semua amai perbuatan anak Adam untuk dirinya, kecuali puasa, maka la untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa itu perisai, make jika seseorang sedang berpuasa, janganlah berkata  keji atau ribut-ribut dan kalau seseorang mencaci maki, atau mengajak berkelahi make hendaknya berkata: Aku berpuasa. Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa begi Allah lebih harum daripada bau minyak kasturi. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kotika berbuka puasa dan kotika la menghadap kepada Tuhannya; gembira karena puasanya “(Bukhar & Muslim).

Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda Siapa yang berpuasa  Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampunilah dosa nya yang telah lalu “(Bukhar & Muslim).
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Jika bulan Ramdlan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan di belenggulah semua setan (Bukhari & Muslim).
Demikian agungnya ibadah puasa,  hingga bilamana seseorang meninggal dunia dan mempunyai hutang puasa, walinya boleh mempuasakannya.
Aisyah ra berkatabahwa Rasulullah saw bersabda: Siapa yang mati dan mempunyai hutang puasa, maka boleh dipuasakan oleh walinya (Bukhari & Muslim).
Rasulullah saw melakukan i'tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan. Nabi saw tidak pernah meninggalkan i'tikaf di bulan Ramadlan sejak beliau hijrah ke Madinah. Para ulama membolehkan i'tikaf walau beberapa saat, asal jangan sekadar seperti saat melakukan thuma'ninah dalam ruku'. I'tikaf yang terbaik dan dianjurkan adalah 10 hari terakhir bulan Ramadlan. l'tikaf harus dilakukan di masjid, tetapi waktunya bebas kapan saja Mukmin menginginkan. Surat Al-Baqarah ayat 187 mengisyaratkan i'tikaf di malam hari bulan Ramadjan unfuk bordzjkjr dan berdoa.
Puasa adalah proklamasi kebebasan individu dari hawa nafsu. Allah SwT menyampaikan pesan tentang doa dalam ayat berikut ini di sela-sela ayat-ayat tentang puasa Ramadlan.
 Dan bila hamba-Ku bertanya kepada mu tentang Aku, maka Aku dekat sekali kepada mereka. Aku mengabulkan permohonan setiap orang yang berdoa bila berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka menjalankan perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, supaya mereka berada dalam jalan yang benar “(Al-Baqarah [2): 186).
Allah SwT dekat sekali kepada hamba-hamba-Nya, dan Allah SwT mengabulkan permohonan setiap orang yang berdoa kepada-Nya. Untuk itu setiap Mukmin diseru untuk menjalankan perintah Allah dan beriman kepada-Nya agar selalu berada dalam jalan yang benar. Disisipkannya ayat doa ini di tengah-tengah ayat puasa mengisyaratkan bahwa bulan Ramadlan adalah saat yang mustajabah untuk berdoa, maka selayaknya setiap Mukmin memanfaatkan saat-saat mustajabah ini untuk khusyuk berdoa dan memohon kepada-Nya Yang Maha Kaya, Maha Pengasih dan Maha  Penyayang.
 web. muhammadiyah

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan