Manifesto gerakan Intelektual Profetik IMM dapat dijabarkan dengan beberapa indikator Gerakan Transformasif Profetik, gerakan transformasi profetik tersebut berdasarkan tiga pilar dalam etika profetik nyatu; humanisasi, liberasi dan trasendensi, dapat
diterjemahkan kedalam indikator yang meliputi Indikator Cendikiawan
atau Intelektual Profetis, Metodologi Transfomasi Profetis, Indikator
Transformasi Profetis, dan Aksi Transformasif Profetis.
A. Indikator Cendekiawan Profetis
Keinginan seseorang untuk menjadi seorang cendekiawan adalah merupakan keputusan yang sulit. Bukan
keterpelajaran dan kecerdasan saja layaknya seorang sarjana atau
profesor yang dibutuhkan. Sebut sajalah gologan yang cerdik dan pandai
yang menerbangkan pada permadani menara gading tempat huniannya, tetapi
cendekiawan tentunya mementa lebih dari itu. Seperti halnya nabi
Muhammad, betapa cendekiawanya telah membawa konflik lahir dan batin
dalam dirinya manakala ia dihadapkan dengan pertanyaan dan persoalan
kaumnya. Seyogyanya seorang cendekiawan kerap merasakan konflik dan
gelisah, gusar, serta serah tatkala ada diskrepansi apa yang ia rasakan
dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Cendekiawan merupakan salah
satu unsur yang dapat melakukan transformasi sosial, bila mana sadar
diri dan sadar sosial ditengah-tengah masa yang talah tidur bahkan
sedang amnestia. Mereka memiliki kepedualan untuk
membangkitkan kesadaran masyarakatnya dan menjadi motor penggerak bagi
perubahan sosial menuju ke arah yang lebih baik. Bagi Kuntowijoyo
cendekiwan berani pilihan dan jalan cara dalam melakukan transformasi
sosial, memiliki sifat independen dan hurus berani, tidak berpangkat dan
tak berhata. Bahkan sifat kecendekiawan Kunto dapat terlihat dalam
salah satu puisinya dari judul bukunya Daun Makrifat, Makrifat Daun, ia menuliskan; sebagai
hadiah, malaikat menanyakan, apakah aku ingin berjalan diatas mega, dan
aku menolak, karena kakiku masih di bumi, sampai kejahatan terkhir
dimusnahkan, sampai dhu’afa dan mustadh’afin, diangkat Tuhan dari
penderitaan.
Indikator intelektual terbagi menjadi dua macam pada individu kader dan ikatan atau kolektif kader yang berada dalam ikatan;
1. Individu Kader
Kategori
individu menunjukan masing-masing individu dalam ikatan memiliki
kemampuan cendekiawan sebagai salah satu manifestasi dari kesedaran
profetik dalam transformasi profetik. Karakter cendekiawan meliputii
beberapa klasifikasi.
a. Sadar dengan dirinya sendiri
Seorang
cendekiawan menyadari potensi yang ada dalam diri sebagai anugrah dari
Tuhan dan berupaya memalukan anugrah tersebut untuk kepentingan
kemanusiaan. Potensi yang berasal dari dalam diri dapat dilihat dari
eksistensi manusia yang dari berbagai macam dimensi. Potensi yang
berasal dalam diri tersebut dikembangankan menjadi sebuah eksistensi
yang berada dalam diri manusia, menjadi mahluk yang sadar dengan diri
sebagai seorang khalifah, hamba Tuhan dan melakukan tugas kemanusiaan
karena rasa cinta yang Ikhlas untuk Tuhan sebagai hamba-Nya dalam rangka
menebar sifat-sifat Tuhan di muka bumi. Seorang
cendekiawan dengan sadar diri melakukan pilihan apa yang dilakukan untuk
tugas kemanusiaan dalam rangka menggantikan Tuhan di muka bumi.
Proyek-proyek yang dilkukan oleh cendekiawan adalah yang berkaitan untuk
kepentingan kemanusiaan dan memberikan kebermanfaatan bagi alam, sesama
dalam rangka ibadah kepada Tuhan. Senada yang telah
diutarakan oleh Kunto bahwa cendekiawan independen, berani tidak
berpangkat dan berharta dalam rangka melakukan transformasi profetik.
Cendekiawan dilahirkan dari sikap, kesadaran diri dan mengerti diri
potensi yang dimiliki baik secara anugrah dan disiplin keilmuan yang
dimilikinya. Cendekiawan yang dimaksudkan merupakan manusia yang
berupaya tidak bergulat dalam dataran keilmuannya atau hanya tinggal
dipermadani kaumnya tanpa melihat realitas sosial dan melakukan
tranformasi.
b. Sadar terhadap realitas sosial
Kesadaran
dalam realitas seorang kader ikatan menyadari bahwa realitas bersifat
terbuka, dan bisa diubah bukan tertutup (given). Dunia atau realitas
merupakan lahir dari kesadaran manusia, kreasi manusia dan dapat diubah
oleh manusia. Kesadaran manusia disini dapat merubah,
rekayasa terhadap realitas dalam rangka untuk kemanusiaan dan
kebermanfaatan bagi alam semesta. Realitas merupakan bentukan manusia
seperti dalam bukunya Peter L. Berger, Tafsir Sosial Atas Kenyataan; Risalah tentang Sosiologi Pegetahuan, realitas
merupakan dialektika internalisasi, eksternalisasi dan objektivasi yang
terus menerus tak berkesudahan. Realitas yang merupakan bentukan
manusia melalui internalisasi dan manusia bentukan realitas melalui
internalisasi dan cara merubah realitas tersebut dengan cara
mengekternalisasi realitas. Perubahan atau rekayasa terhadap realitas
sepenuhnya dilakukan oleh manusia lewat potensi yang dimilikinya.
c. Peka terhadap realitas sosial
Kaderikatan
memiliki kepekaan terhadap realitas sosial dan dapat membaca serta
menguraikan struktur serta kelompok yang berkepentingan dalam realitas.
Individu kader memiliki kemampuan untuk memilihat kontradiksi dalam
segala hal baik agama, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan
dapat mengkaitakan relasi masing-masing kelompok sosial. Karakter peka
yang dimiliki kader dapat mengurai adanya berbagai kontradiksi, relasi
pelaku dan tarik menarik kepentingan dari suatu fenomena. Seorang kader
dapat membaca dan menganalisa hal yang terjadi dalam lingkunganya dan
sekitar tempat kader berkembang dalam memahami realitas sosial.
d. Peduli terhadap realitas sosial
Karakter
peduli yang berada dalam ikatan merupakan tindak lanjut dari sadar
diri, sadar dengan realitas dan peka maka seorang kader memiliki
kepedulian, memiliki rasa tanggungjawab sebagai bagain dari realitas.
Kepedulian merupakan hasrat, ketetapan hati, dan komitmen serta
konsisten bahwa realitas harus di ubah dan wajib untuk diubah demi
kondisi yang lebih baik. Sikap peduli merupakan ruh bahwa ia harus
berbuat dalam aksi merubah realitas sosial. Peduli disini baru sikap
empati dan merasa bertanggungjawab terhadap realitas sosial yang terjadi
kenapa begini, mengapa begitu, serta apa yang dapat dilakukan dalam
menghadapi dan merubah realitas tersebut sehingga menuju yang lebih baik
untuk kemanusiaan dan alam.
e. Aksi nyata sebagai respon terhadap realitas sosial
Aksi
merupakan suatu tindakan nyata dalam melakukan transfomasi dalam
rangkai keasadaran intelektual yang memiliki tradisi profetik seperiti
yang diakukan olen para nabi untuk membebaskan umatnya. Karakter aksi
merupakan simpul yang penting dan tidak boleh lepas karena itu yang
ditunggu dalam memakukan transformasi. Aksi merupaka keterlibatan
sepenuhnya dan sebenarnya dalam proses transformasi pada kondisi yang
lebih baik. Pada karakter aksi tersebut kader memiliki keberpihaklan
yang jelas siap yang akan dibela oleh ikatan dalam ralasi kelompok yang
berkepentingan. Pemilihan pemihakan merupakan pilihan yang sulit harus
dilakukan oleh ikatan dan melakukan kajian siapa pihak yang dirugikan
tertindas dalam suatu relasi dari realitas sosial. Keberpihakan
merupakan pintu gerbang yang utama dari pintu masuk untuk melakukan aksi
nyata dalam melakukan transformasi sosial.
f. Evaluasi
Sebagaimana perkataan bijak dari seorang filosof Socrates “hidup yang tak direfleksikan tak pantas untuk dijalani”. Begitupula
dengan kader ikatan melakukan evaluasi pada diri apa yang talah
dilakukan bagaimanakah respon setelah aksi tersebut dilakukan. Cara
evaluasi yang dilakukan oleh kader dengan melihat tingkat perubahan pada
subjek dalam transformasi dengan cara melakukan, proses melakukan dan
hasil dari tindakan tersebut. Evaluasi yang dilakukan oleh kader sesuai
dengan apa transformasi yang dilakukan dalam menuju kearah yang lebih
baik. Evaluasi yang dilakukan dengan cara pada individu kader dan subjek
dalam transformasi atau evaluasi bersama dan penuh sifat keterbukaan.
2. Ikatan/organisasi dalam bentuk kolektif.
Sebagai
sebuah organisasi sebagai yang menisbatkan diri sebagai gerakan
intelektual profetik dalam ikatan harus dilaksanakan dalam segala level
organisasi dengan berkesadaran profetik. Kebijakan yang diambil oleh
organisasi berdasarkan nilai-nilai yang berazaskan intelektual profetik.
Kesadaran intelektual profetik bergerak dalam semua lini kehidupan dan
menjadi pilihan sadar ikatan dalam melakukan transformasi sosial untuk
menuju yang lebih baik. Kesadaran intelektual profetik menjadi paradigma
gerakan yang menjadi kesadaran kolektif dalam ikatan, yang memiliki
klasifikasinya sebagai berikut;
a. Sadar dengan diri ikatan
Sadar
dengan diri ikatan merupakan unsur yang penting sebelum melakukan
transformasi sosial yang akan dilakukan. Kesadaran dalam ikatan
merupakan penilaian ikatan dalam berbagai sisi dan potensi atau kekuatan
ikatan dalam melakukan transformasi sosial yang akan dilakukan. Potensi
yang berada dalam ikatan merupakan. Potensi dalam ikatan tersebut
merupakan esensi ikatan yang harus dieksistensikan kedalam dan keluar
ikatan agar dapat memberikan makna bagi kader yang bersangkutan dan
masyarakat pada umumnya. Pengeksistensianya ikatan dalam ranah puplik
menjadikan ikatan memiliki makna dan bernilai bagi pergerakan yang lain.
Eksistensi ikatan yang dalam ranah puplik didasari oleh tiga pilar
profetik yang menjadi paradigma ikatan dalam melihat dan melakukan
transformasi sosial yang dilakukan menuju khoirul ummat.
b. Sadar terhadap realitas sosial
Karakter
sadar terhadap realitas sosial yang dalam ikatan hampir sama dengan
yang berada dalam idividu kader. Karakter sadar dalam individu kader
diperluas menjadi kesadaran kolektif dalam ikatan menjadi suatu
organisasi yang penting dan bagian dari realitas sosial. Dalam artian
kesadaran tersebut menjadikan ikatan harus bertanggung jawab terhadap
kondisi realitas sosial sehingga menciptan yang lebih baik.
c. Peka terhadap realitas sosial
Peka
dalam keoraginasasian merupakan hampir sam dengan yang berada dalam
individu ikatan dan perluasnya terdapat pada relasi antar kelompok
sosial dan tarik-menarik kelompok yang berkepentingan didalamnya. Ikatan
dapat menempatkan diri sebagai bagian dari kelompok sosial yang
berkepentingan dan merupakan konfigurasi dari realitas sosial.
Kepentingan dari ikatan disini menjadi modal yang dan arah tujuan yang
jelas dari perjuangan atau pilihan yang dilakukan dalam menempuh
perjuangan dalam melakukan transformasi sosial. Ikatan memiliki latar
belakang sebagai seorang mahasiswa dan merupakan bagian dari ortom
Muhammadiyah merupakan kelompok yang berkepentingan sesuai dengan tujuan
terbentuknya ikatan. Pilihan yang dilakukan ikatan merupakan kader
penerus dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah, yang merupakan bagian
dari realitas sosial yang bergerak pilihan dalam ranah intektual. Maka
yang menjadi pilihan gerakan ilmu yang dilakukan oleh ikatan agar masuk
dalam segala lini berdasarkan keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing
kader.
d. Peduli dan responsif terhadap realitas sosial
Karakter
peduli tersebut disertai dengan responsif terhadp realitas sosial.
Perluasan penambahan responsif ini merupakan langkah awal dari ikatan.
Perluasan ini juga merupakan ikatan merupakan suatu bagaian dari kelmpok
sosial dalam masyarakat. Responsif tersebut diperluka dikarenakan
ikatan komunitas dalam masyarakat, responsif ikatan merupakan kemampuan
ikatan untuk menanggapi dan mengartikulasi kepentingan kelompok yang
diwakilinya dan bagaimana dengan ikatan.
e. Aksi/tindakan nyata
Pada
karakter bagian ini merupakan sudah jelas, ikatan tidak hanya terlibat
dalam melakukan transformasi tetapi menjadi pelaku utama dalam
transformasi yang dilakukan. Aksi yang dilakukan oleh ikatan merupakan
tindakan real yang dilakukan agar terbentuk masyarakat yang
dicita-citakan oleh ikatan. Aksi tersebut merupakn tindakan nyata
sebagai mana dalam perkataan bijak Karl Marx, “tugas filosof bukan untuk menginterpratasi dunia tetapi untuk merubah dunia”. Begitupula dengan ikatan bukan hanya untuk menafsirkan tentang dunia tetapi bagaimana cara merubahnya.
f. Kesadaran perlunya kolektivitas
Kesadaran
dan aksi tersebut tidak hanya dilakukan oleh individu tetapi menjadi
kesadaran kolektif dalam ikatan dan melibatkan semua komponen dalam
suatau komunitas sosial dan dalam diri ikatan segenap level pimpinan.
Pada karakter tersebut menjadikan bahwa ikatan bukan satunya organ yang
melakukan perubahan sosial, tetepi disini ikatan dapat melakukan
kerjasama dengan pergerakan yang lain atau kelompok yang sama dengan apa
yang dicita-citakan oleh ikatan. Kerjasama yang dilakukan oleh ikatan
merupakan aksi yang dilakukan bersama guna tercapainya tujuan yang
diidam-idamkan bersama.
g. Visioner dan pelopor
Karakter
ini menjadikan ikatan menjadi pelopor dan visioner dalam pembacaan,
analisa terhadap realitas sosial, dan melakukan transformasi sosial.
Ikatan disini memiliki mimpi atau cita-cita dalam realitas sosial yang
akan datang. Sifat tersebut menjadikan dasar analisa terhadap realitas
sosial yang sekarang dan bagaimana mewujudkan mimpi tersebut. Pemahaman
tersebut diaharapkan memberikan pemilihan gerakan, aksi dan pemilihan
program yang dilakukan oleh ikatan dan diutamakan dalam ikatan guna
tercapai cita-citanya.
B. Metodologi (Proses) Transfomasi Profetis
Metodologi
merupakan bagaian yang penting, hal tersebut dikarenakan dengan
metodologi menjadikan ikatan berfikir dan bertindak dalam mewujudkan
cita-cta yang diinginkan dapat di pantau perkembangannya. Dengan
pemantauan tersebut iktan dapat melakukan evaluasi terhadap program yang
telah dilaksanakan. Dalam metodologi profetis yang beradasarkan tiga
pilar tersebut paling tidak terdapat tiga ciri utama; refleksi dengan
belajar dari pengalaman, dialogis dan pengkontektualisasian doktrin
agama, serta arahannya.
1. Refleksi dengan belajar dari pengalaman.
Refleksi
merupakan unsur yang penting dari suatu realitas, dengan refleksi
tersebut menjadikan pembelajaran terhadap pengalaman yang terjadi dalam
masyarakat. Pembelajaran dari pengalaman menjadikan yang nyata bukanlah
para teoritikus melainkan keadaan nyata dalam masyarakat dan pengalaman
seseorang atau kelompok yang terlibat langsung dalam masyarakat.
Pembelajaran dari pengalaman menjadikan pengetahuan tidaklah menjadi
dewa dan memiliki otoritas yang tinggi, tetapi keabsahan dari
pengetahuan dilihat dari pembuktiannya dalam realitas menjadi pengalaman
langsung bukannya dalam dataran teoiritis atapun retorika belaka.
2. Dialogis
Pemahaman
dialogis disini merupakan unsur penting dalam perubahan yang dilakukan
guna mewujudkan cita-cita ikatan. Proses transformasi yang dilakukan
ikatan sebagai fasilitator dan tidak ada guru dan murid. Pembelajaran
dan pemahaman terhadap realitas silakukan bersama oleh pemberlaku
pemberdayaan dan dalam iklim dialogis komunikasi tidak ada dominasi.
Proses dialogis dengan komunikasi aktif dan keterbukaan dalam mewujudkan
masyarakat komunikastif.
3. Pengkontekstualisasian doktrin agama serta arahannya.
Kontekstualisasi
merupakan objektifiaksi terhadap kalam Ilahi agar tidak bersifat
subjektif dan diterima objektif diluar golongan Islam. Dengan
objektifikasi menjadikan agama menjadi ruh dan kalam ilahi menjadi
rahmat bagi semesta dan manusia. Kontekstualisasi menjadikan agama
sebagai proses pembebasan terhadap problem kemanusian yang terjadi.
Dengan agama ini menjadikan ruh juga arahan dalam transformasi sosial
yang dilakukan yang dicita-citakan dalam khoirul ummat.
Metodologi
profetis dilakukan melalui proses suatu daur belajar dari pengalaman
yang terstruktur didasari dengan nilai-nilai Ilahiah. Pembelajaran ini
tersistematiskan sebagai berikut; pembacaan realitas, melakukan
(refleksi) menjadi realitas I, merangkai ulang (rekontruksi), analisis,
kesimpulan, menerapkan, evaluasi. Gambaran dalam metodologi profetis
sebagai berikut;
1. Pembacaan terhadap realitas
Pembacaan
merupakan proses awal dalam metodologi kritis, hal tersebut dikarenakan
ikatan harus mengenali subjek yang akan dijadikan sebagai lahan dalam
melakukan transformasi sosial. Pembacaan ikatan dapat mengenali kekuatan
subjek dalam transformasi, bentuk transformasi yang akan dilakukan dan
pemilihan gerakan dalam melakukan transformasi yang lebih baik.
2. Melakukan (refleksi) menjadi realitas I
Selanjutnya
setelah pembacaan terhadap realitas adalah melakukan dengan cara
merefleksikan pengalaman ataui perristiwa-peristiwa nyata dari subjek.
Melakukan merupakan langkah awal karena penggalian pengalaman subjek
yang akan dijak melakukan perubahan yang lebih baik.
3. Merangkai ulang
Merangkai
ulang merupakan pengungkapan kembali rincian (fakta, unsur-unsur,
urutan kejadian (prosesnya) dari realitas/pengelaman/peristiwa. Setelah
pengungkapan kembali dari realitas tersebut maka memberikan tanggapan,
kesan terhadap peristiwa tersebut. Tanggapan dan pengungkapan fakata
dalam realitas merupakan langkah awal sebelum melakukan analisa karena
merupakan data awal terhadap realitas yang real.
4. Analisis
Tahapan
selanjutnya analisis merupakan kita menguraikan fakata dan data yang
diperoleh dari rangkaian ulang peristowa yang telah terjadi. Analisis merupakan
uraian dan pengkajian terhadap sebab-sebab, dan kemajemukan dari suaru
permasalahan yang ada dalam realitas. Analisis yang dilakukan meliputi
tatanan, aturan, sistem, yang menjado akar persolan.
5. Menyimpulkan
Menyimpulkan
merupakan tahapan selanjutnya dari analisis, menyimpulkan merupakan
merumuskan makna atau hakekat dari realitas sebagai suatau pembelajaran
dan pemahaman pengertian baru yang lebih utuh. Kesimpulan tersebut
berupa prinsip-prinsip berbentuk kesimpulan umum (generalisasi) hasil
dari pengkajian atas pengalaman. Kesimpulan merupakan langkah pengkajian
terhadap realitas dan mengambil penyebab dari persoalan yang terjadi
dalam masyarakat dan bagaimana cara melakukan transformasi sehingga
terciptanya tatanan yang lebih baik.
6. Menerapkan
Setelah
melakukan analisis maka tahapan selanjutnya menerapkan, menerapkan
yakni memutuskan untuk melakukan tindakan baru dalam merubah realitas
sosial. Menerapkan merupakan langkah bagaimana melakukan
transformasi dan bentuk transformasi yang dilakukan oleh ikatan. Tahapan
melakukan ini memilki rencana, tujuan, target sehingga dapat dilihat
proses dan hasilnya. Proses melakukan tersebut pada gilirannya akan
menjadi pengalaman yang harus dipelajari dan merupakan bagain awal dari
metodologi kristis.
7. Evaluasi
Evaluasi
merupakan bagian yang penting dikarenakan semua program dalam
melakuklan transformasi sosial dapat dioraskan oleh subjek tersebut dan
fasilitataornya. Evaluasi yang dilakukan dengan cara sistematika
metodologinya, evaluasi yang dilakukan menjadikan dalam metodologi
tersebut bersiofat lingkaran singuler dan tahapan selanjutnya menjadi
realitas II dan selanjutnya tanpa berkesudahan.
Bagan Metodologi Transformasi Profetis
Realitas II
Pembacaan I Evaluasi II Refleksi II
Evaluasi I Refleksi I Menerapkan II
Merangkai ulang II
Menerapkan I Menyimpulkan II
Merangkai ulang I
Analisis II
Menyimpulkan I Analisis I
C. Indikator Transformasi Profetis
Indikator profetis merupakan
suatu proses perubahan yang berakarter kenabian yang diilakukan secara
menyeluruh (sistemik) dengan melibatkan seluruh komponen
(partisipatoris) dan peubahan tidak hanya dalam bentuk materi melainakan
yang terutama adalah kesadaran dan kerangka berfikir terhadap realitas.
Perubahan tersebut dilakukan buklan hanya dalam dataran sendiri atau
individu kader tetapi dilakukan oleh seluruh elemen dari realitas sosial
tersebut. Ikatan beertugas sebagai fasilitator dalam melakukan
transformasi yang akan dilakukan. Berikut ini merupakan indikator profetis dalam melakukan transformasi sosial yang dilakukan;
1. Perubahan sistematis
Perubahan
yang sistematis merupakan tujuan dari transformasi yang dilakukan oleh
ikatan dengan bentuk transformasi menyentuh seluruh komponen dari suatu
realitas sosial. Bentuk transformasi sosial yang dilakukan
buka bersifat parsial tetapi memiliki genelogi yang jelas dan arah
tujuan yang jelas pula. Perubahan yang sistematis dengan bentuk
transformasi sosial yang dilakukan seperti revolusi yang pernah terjadi
pada masa nabi yakni perubahan secara radikal dan menyeluruh.
2. Partisipatoris
Transformasi
yang dilakukan oleh ikatan besifat partisipatoris fungsi ikatan hanya
sebagai fasilitator dalam perubahan biarlah subjek digerakkan
berdasarkan kesadaran mereka terhadap diri dalam memahami realitas dan
masyarakat menentukan arah transformasi menuju yang lebih baik.
Partisipatoris perubahan yang dilakukan melibatkan sebenar-benarnya
seluruh elemen masyarakat. Transformasi yang dilakukan bukan hanya pada
kelompok yang dominan atau rezim penguasa dimana kelompok moniritas
hanya boleh mengikuti saja. Perubahan tidak dilakukan oleh organ luar selayaknya dewa maha tahu terhadap
realitas suatu komunitas. Bentuk transformasi merupakan milik seluruh
elemen yang bersangkutan, hal ini dikarenakan transformasi menjadi milik
semua elemen dan masayarakat sendiri yang menentukan cara dalam
melaksanakan transformasi yang dilakukan.
3. Perubahan spiritual dan material
Perubahan
dalam bentuk spiritual dan material dalam artian dalam melakukan
transformasi sosial meliputi dua dimensi transformasi kesadaran yang
berifat spiritual denga melakukan rekontruksi terhadap pemahaman agama
yang tak bersifat liberatif dan agama sebagai sarana pemecahan terhadap
persolan kemodernan seperti persolan gender, problem humanisasi,
kerusakan alam dan yang lain. Beangkat dari perubahan dalam bentuk
kesadaran, menjadikan semangat serta arahan dalam transformasi dalam
bentuk material. Sebagaimana yang telah dikatan oleh Kunto, kesadaran super struktur menentukan kesadaran struktur. Kesadaran tersebut merupakan kesadaran yang berada dalam ajaran agama Islam.
4. Alur metodologi profetis
Proses
transformasi profetis mendasarkan diri pada metodologi profetis.
Transformasi profetis tidak dapat dilepaskan dari kesadaran intelektual
profetis dan metodologi profetis. Transformasi profetis
yang dilakukan oleh ikatan merupakan jalan untuk mencapai tujuan dan
cita-cita ikatan guna mewujudkan khoirul umat.
D. Aksi Transformasi Profetis
Transformasi
profetis yang dimaksudkan transformasi yang dilakukan oleh ikatan
berdasarkan nilai-nilai Ilahiah sebagai bentuk yang transformasi yang
dilakukan oleh organ atau gerakan yang lain. Bahasa yang digunakan oleh
cendekiawan profetik dalam melakukan transformasi sosial adalah
menggunakan bahasa kaumnya, dan menghunungkan agama dengan
kencendrungannya untuk melakukan perubahan sosial menuju yang lebih
baik. Transformasi profetis merupakan tindak lanjut dari sikap
intelektual profetik dengan melakukan perubahan sosial yang berkarakter
profetis, yang dapat disebut dengan transformasi profetis. Transformasi
profetis tidak dapat dilepaskan dengan cendekiawan profetis, layaknya
seorang dikatakan intelektual profetis dalam tindakannya atau prilakunya
harus dilakukan dengan transformasi profetis. Sebaliknya transformasi
profetis tidak dapat dilakukan tanpa melalui pemahaman seorang
cendekiwan profetis dalam melihat realitas sosial. Prilaku profetis
mereflesikan bentuk pra aksi dan transformasi profetis menggambarkan
bentuk real aksi yang dilakukan.
Dalam
aksi transfomasi profetis terdapat proses ataupun metodologi yang
dilalui , dan berikut ini merupakan rincian dalam trasformasi profetis;
1. Prioritas (pilihan) isu/program/kasus
Setelah
mel;akukan pembacaan terhadap realitas dan melkukan analisis kritas
maka merumuskan hasil bacaan tersebut. Dengan melakukan pembacaan
terhadap realitas belum tetu analisis terhadap realitas selesai,
analisis tetap dilakukan dan sekarang merupakan tindakan konkret atau
aksinyata dalam melakukan transformasi profetis. Tetapi, sebelum
melaksanakan aksi profetis ikatan perlu melakan pilihan isu atau program
yang dilakukan dalam melakukan transformasi profetis. Pemilihan isu
tersebut, merupakan hal yang penting dikarenakan isu tersebut hars dapat
dirasakan oleh semua kader yang bersangkutan di semua level pimpinan
dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan transformasi
tersebut.
2. Pemililihan pemihakan
Setelah
melakukan kajian dan menentukan pilihan isu yang dijadikan suatu
persolan sosial maka yang selanjutnya menentukan pilihan pemihakan.
Analisis klritis yang dilakukan oleh intektual profetis didapatkan skema
pelaku-pelaku (stakeholder) yang terdapat posisi relasi dalam suatu
kasus yang terdapat dalam realitas sosial. Pada tahapan ini ikatan
menetukan pemilihan pemihakan terhdap kasus tau problem yang terjadi
dalam realitas sosial, sebagai pelaku dalam transformasi profetis.
Pemilihan pemihakan yang dilakukan oleh ikatan dilakukan secara sadar
dan tanggungjawan dengan pemihakan terhadap yang termarginalkan,
dirugikan atau tertindas.
3. Membentuk kelompok inti
Sarana untuk memalukan perubahan ssosial menurut Jalaluddin Rahamat adalah membentuk creative minority.
Begitupula, dengan ikatan harus ada segolongan atau kelompok yang
peduli terhadap ikatan yang meberikan sumbangsihnya dengan bercurah
gagasan dan ide dalam melakukan transformasi profetik. Creative minority merupaka
kelompok yang memiliki peranan, penggagas, pengerak, pemrakarsa,
pengendali utama dalam melakukan transformasi profetis, sekaligus
pemenggang kebijakan, tema atau isu strategi dan sasaran dari sutau aksi
transformasi profetis yang dilakukan oleh ikatan. Kelompok minoritas
tersebut tidak hanya dalam dataran idea melakukan konsep tetapi ia
sebagai pemengang dan penngendali konsep dalam tindakan nyata dalam
melakukan transformasi profetis yang dilakukan oleh ikatan.
4. Merancang sasaran dan strategi
Merancang
sasaran dan strategi dalam melakukan transformasi sangat penting
dikarenakan agar sasaran dan stragetgi dalam meakukan transforasi dapat
terlihat dan dilakukan analisis dan yang terpenting adalah terpantau.
Merncang dan menentukan strategi sudah termasuk dalam dataran teoritis
sekaligus praktis, dikarenakan kita merancang praktis dalam melakukan
transforamsi profetis. Rancangan tersebut dapat mengikuti tolak ukur
SMART, yang meliputi sebagai berikut;
a. Spesifik (khusus)
Dalam
menentukan rumusan dan sasaran kelompok bersifat spesifik, konreat,
jelas, fokus dan tidak terlalu umum. Sifat ini menjadikan jelas siapa
dan kenapa memilih kelompok untuk menjadikan subjek dalam transformasi.
b. Measurable (terukur)
Dalam
proses melakukan transformasi dapat dilakukan evaluasi dan
memperbaikinya. Jadi hasil dan proses dalam transformasi cukup terukur
(memiliki indikataor yang jelas bisa dipantaui dan diketahui)
c. Achievable (dapat diraih)
Apa
yang dilakukan merupakan suatu uotopia, tetapi transformasi yang
dilakukan oleh ikatan bukan hanya bersifat angan-angan, hal tersebut
dilakukan karena memiliki tujuan serta indikator yang jelas. Begitupula,
transformasi yang dilakukan merupakan sesuatu yang dapat diraih,
diwujudkan dan bukan hanya sekedar angan-angan kosong.
d. Realistik (sesuai kenyataan)
Ikatan
dalam melakukan transformasi dalam bentuk yang realistik dengan
situasi, keadaan ikatan serta kelompok yang dijadikan subjek dalam
transformasi. Ikatan atau kelompok yang dijadikan subjek transformasi
mampu melakukan, melaksanakan, dan dapat mencapainya (memiliki sumber
daya, kemampuan dan akses).
e. Time-bond (batas waktu)
apa
yang dilakukan oleh ikatan seperti dalam transformasi memiliki batas
waktu yang jelas (kapan dan berapa lama) kelompok ataupun ikatan yang
melakukan transfomasi.
5. Menggalang skutu dan pendukung
Pelaksanaan
transfomasi yang dilakukan dengan hasil penganalisaan maka terbagi
kelompok yang mendukung dan yang tidak. Oleh karena itu ikatan mencari
kelompok yang dijadikan sekutu dan pendukung dalam melakukan
transformasi yang akan dilakukan. Dalam transformasi terdapat lingkaran
inti ia sebagai penggerak untama dalam aksi transformasi profetis. Aksi
transformati profetis terdiri dari kelompok-kelompk yang mendukung dalam
transformasi. Kelompok dalam transformasi ini terdiri dari; kelompok
basis (lingkaran inti), kelompok pendukung, dan kelompok sekutu (sebagai
garis depan).berikut ini merupakan rincian dari masing-masing kelompok;
· Kelompok inti
Kelompok
ini sebagai konseptor, pemegang kebijakan dalam aksi yang dilakukan
oleh ikatan sekaligus sebagai pionir dalam transformasi tersebut.
· Kelompok pendukung
Kelompok ini memiliki tugas sebagai menyediakan dukungan dalam bentuk dana, logistik, informasi, data, sekaligus akses.
· Kelompok sekutu-pelaksana aksi
Kelompok ini memiliki tugas dilapangan dan dalam garis depan dalam melakukan transformasi yang dilakukan oleh ikatan.
6. Membentuk pendapat umum
Salah
satu bentuk yang dilakukan oleh ikatan dalam melakukan transformasi
memberitahukan kepada hal layak dalam bentuk kampanye dan propaganda
tentau isu atau aksi yang dilakukan. Harapannya adalah mendapatkan
simpati dan dukungan dari masyarakat, kampanye dan propaganda ini
dilakukan dalam media masa, atau pelatihan, demontrasi dan sebagainya
semala masih dalam bentuk perlawanan.
7. Pemantauan dan evaluasi program aksi
Pelaksanaan
yang dilakukan secara terprogram dan terlihat dapat dilkuan evaluasi
sehingga dapat memperbaiki dan melakukan kajian yang lebioh mendalam
lagi. Pemantauan aksi tersebut memerlukan instrumen yang meliputi empat
unsur.
· Sasaran hasil
Sasaran hasil merupakan suatu keadaan tertentu yang diinginkan dicapai setelah pelaksanaan kegiatan.
· Indikator
Indikator adalah beberapa petujuk tertentu yang akan meyakinkan apakah sasaran atau hasil sudah tercapai atau belum
· Pengujian
Pengujian
merupakan cara yang digunakan untuk memmperoleh bukti-bukti yang
menunjukan bahwa indikator tersebut mencapai tujuan atau tidak.
· Asumsi
Asumsi
merupakan suatu keadaan tau hal tertentu yang menjadi prasyarat
terlaksananya kegiatan yang direncanakan sehingga indikator benar-benar
terwujud dan sasaran dapat dicapai.
http://profetik.wordpress.com/2007/09/07/indikator-dan-metodologi-intelektual-profetik-penjelasan-manifesto-gerakan-intelektual-profetik-imm/
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan