MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Perempuan merupakan tulang punggung keluarga dan masyarakat yang berdiri di garda depan dalam membangun generasi bangsa yang tangguh. Pasalnya, perempuan merupakan orang yang pertama kali akan memoles, membina, dan membentuk generasi penerus bangsa tersebut. Oleh karena itu, perempuan dikatakan sebagai madrasah yang pertama untuk putra putrid bangsa. Maka, Muhammadiyah melalui ‘Aisyiyah terus melakukan pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan melalui peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan berlandaskam agama.
Tulisan ini merupakan catatan tentang organisasi perempuan otonom yang ada di Muhammadiyah, yaitu organisasi ‘Aisyiyah. Tulisan ini secara komprehensif menjelaskan tentang alur sejarah berdirinya organisasi tersebut dan kiprah yang dilakukannya. Di satu sisi, tulisan ini juga menyinggung kesetaraan gender yang telah lama didengung-dengungkan oleh perempuan.
1. Pendahuluan
Organisasi ‘Aisyiyah adalah suatu organisasi otonom Muhammadiyah yang didirikan bersamaan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad pada tanggal 27 Rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M dan diketuai oleh Sitti Bariyah. Nama ‘Aisyiyah oleh KH. Fahruddin dan diambil agar perjuangan seperti ‘Aisyah istri Rasulullah. Nasiatul ‘Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan keputrian, dan bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang berdirinya diawali dengan pembentukan SP (Siswa Praja) dari ide-ide Somodirjo.
‘Aisyiyah dalam perannya untuk pemberdayaan perempuan dan masyarakat, dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dalam bidang pendidikan, ‘Aisyiyah mendirikan PAUD (Kelompok Bermain dan Taman Kenak-Kanak). Program Keluarga Sakinah juga memberi pengetahuan tentang adab berpakaian muslimah dalam Islam. Dalam bidang kesehatan, ‘Aisyiyah mendirikan RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak). Dalam bidang ekonomi, ‘Aisyiyah membuat suatu program home industry dan lain-lain. Peran Nasiyatul ‘Aisyiyah adalah membekali para remaja putrid pengetahuan dan keterampilan.
Selain itu, ‘Aisiyiyah juga memperhatikan masalah kaderisasi dan pengembangan sumber daya kader di lingkungan Angkatan muda Muhammadiyah (AMM) putri secara integrative dan professional yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar menuju masyarakat madani.
Terkait dengan kesetaraan gender dalam perspektif Muhammadiyah, dinyatakan bahwa wanita setara dengan laki-laki . Ini sesuai dengan perlakuan KH. Ahmad Dahlan yang sangat memperhatikan perempuan untuk dijadikan penerus perjuangan Islam, dan juga menyuruh para wanita untuk bersekolah di sekolah-sekolah milik Belanda.
Berdirinya ‘Aisyiyah tak luput dari sejarah berdirinya organisasi muhammadiyah. Sejak berdirinya Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan pembinaan kaum wanita. Kaum wanita yang berpotensial untuk berorganisasi dan memperjuangkan Islam akhirnya dididik oleh KH. Ahmad Dahlan. Diantara anak-anak perempuan yang dididik oleh KH. Ahmad Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro (putrid KH. Ahmad Dahlan sendiri), siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber. Dengan diadakan kelompok pengajian wanita dibawah bimbingan KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah (istri KH. Ahmad Dahlan) dengan nama “Sopo Treno”.
Pengajian Sopo Tresno belum merupakan suatu nama organisasi, tetapi hanya sebuah perkumpulan pengajian biasa, untuk member suatu nama yang kongkrit pada suatu perkumpulan. Lalu, berapa tokoh Muhammadiyah seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Mukhtar, KH. Fahruddin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah yang lain mengadakan pertemuan di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Waktu itu, diusulkan nama Fatimah, namun tidak disetujui. KH. Fahruddin mencetuskan nama ‘Aisyiyah yang kemudian dipandang tepat dengan harapan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan Aisyah, istri Muhammad Saw, yang selalu membantu berdakwah.
Peresmian ‘Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad pada tanggal 27 Rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M dan ‘Aisyiyah diketuai kali pertama oleh Siti Bariyah. Peringatan Isra’ Mi’raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Selanjutnya, KH. Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan organisasi, sedangkan untuk bimbingan jiwa keagamaannya diberikan langsung oleh KH. Ahmad Dahlan.
Setelah organisasnyai terbentuk, KH.Ahmad Dahlan memberikan pesan untuk para pengurus yang memperjuangkan Islam. Pesan itu berbunyi: 1) Dengan keikhlasan hati menunaikan tugasnya sebagai wanita Islam sesuai dengan bakat dan percakapannya, tidak menghendaki sanjung puji dan tidak mundur selangkah karena dicela. 2) Penuh keinsyafan, bahwa beramal itu harus berilmu. 3) Jangan mengadakan alas an yang tidak dianggap sah oleh Tuhan Allah hanya untuk menghidari suatu tugas yang diserahkan. 4) Membulatkan tekad untuk membela kesucian agama Islam. 5) Menjaga persaudaraan dan kesatuan kawan sekerja dan seperjuangan.
Lembaga ini sejak kehadirannya merupakan bagian horizontal dari Muhammadiyah yang membidangi kegiatan untuk kalangan putrid catau kaum wanita Muhammadiyah.. Komponen perempuan persyarikatan muhammadiyah telah memberikan corak tersendiri dalam ranah sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan yang selama ini menjadi titik tolak tgerakannya.Gerakan ‘Aisyiyah dari waktu ke waktu terus berkembang dan memberikan manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga perguruan tinggi. ‘Aisyiyah adalah organisasi persyarikatan Muhammadiyah yang berasaskan amar ma’ruf nahi munkar dan berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah.
2. Pemberdayaan Perempuan dan kesetaraan gender
Sebagai organisasi perempuan yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, ‘Aisyiyah diharapkan mampu menunjukkan komitmen dan kiprahnya untuk memajukan kehidupan masyarakat, terutama dalam pengetasan masyarakat miskin dan tenaga kerja. Dengan visi “Tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan aktifitas pemberdayaan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.. ‘Aisyiyah melalui Majelis Ekonomi bergerak dibidang pemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan menengah serta pengembangan-pengembangan ekonomi kerakyatan.
Beberapa program pemberdayaan perempuan diantaranya adalah mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini ’Aisyiyah memiliki dan membina Badan Usaha Ekonomi sebanyak 1.426 buah di Wilayah, Daerah dan Cabang Muhammadiyah yang berupa bada usaha koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil dan Toko.
Dalam bidang pendidikan, sejalan dengan pengembangan yang menjadi salah satu pilar utama gerakan ‘Aisyiyah, melalui Majelis Pendidikan Dasar dan Mrnengah serta Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan, ‘Aisyiyah mengembangkan visi pendidikan yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa. ‘Aisyiyah memajukan pendidikan (formal, non-formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diredhai Allah SWT. Berbagai program dikembangkan untuk menangani masalah pendidikan dari usia pra-sekolah, sekolah menengah umum dan kejuruan hingga adanya Universitas ‘Aisyiyah.
Dalam bidang kesehatan, ‘Aisiyiyah memiliki rumah sakit, rumah bersalin, badan kesehatan ibu dan anak, balai pegobatan dan pos yandu, semuanya berjumlah 280 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.’Aisyiyah melalui Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup juga melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat dan penanggulangan penyakit berbahaya dan menular, penanggulangan HIV/AIDS dan NAPZA, bahaya merokok dan minuman keras dengan menggunakan berbagai pendekatan dan bekerjasama dengan banyak pihak. ‘Aisyiyah meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan, menyelenggarakan pilot proyect sistim pelayanan terpadu dengan melibatkan lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi Islami.
Dalam bidang keagamaan ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Majelis Tablig untuk menjadi organisasi dakwah yang mampu memberi pencerahan kehidupan keagamaan guna membangun masyarakat madani. Mejelis Tablig mengembangkan gerakan-gerakan dakwah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, menguatkan kesadaran keagamaan masyarakat, mengembangkan materi, strategi dan media dakwah serta meningkatkan kualitas mubalighat.
Seiring dengan kesadaran perempuan yang mempertanyakan tentang sejauh mana peran agama dalam memberikan rasa aman kepada perempuan dari berbagai tekanan, ketakutan dan ketidakadilan, maka perlu direspon dengan tafsir keagamaan yang konstekstual dan dinamis. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah selagi tidak muncul suatu ketidakadilan dan diskriminasi, baik laki-laki dan perempuan. Ketidak adilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marjinalisasi subordinasi (anggapan tidak penting), stereotype (pelabelan negative), violence (kekerasan), dan beban kerja ganda atau lebih. Ketidaksetaraan gender yang menimbulkan ketidakadilan ini menyebabkan kerugian bagi laki-laki maupun perempuan. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia harus ikut serta menyumbangkan pemikirannya dalam masalah pemberdayaan perempuan ini. Tuntutan ini sebenarnya sejala dengan semangat tajdid (perubahan) Muhammadiyah yang sudah digagaskan oleh KH. Ahmad Dahlan.
Pandangan KH.Ahmad Dahlan yang tegas terhadap tajdid dan keterbukaanya terhadap perubahan menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang dinamis dan bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Dengan somboyan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. KH. Ahmad Dahlan bersikap tegas terhadap aspek-aspek cultural yang disebut bid’ah dan sikap taqlid yang membelenggu umat pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Penguburan jenazah yang sederhana merupakan suatu contoh yang mengajarkan kepada umat Islam agar berhemat tanpa menghilangkan unsur-unsur yang diajarkan Islam.
Di sisi lain, ini juga membuka Muhammadiyah untuk terbuka dan fleksibel tehadap unsur-unsur inovasi baru yang membawa maslahat, walau dari manapun asalnya inovasi itu, asalkan tidak bertentangan dengan kedua prinsip di atas., yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Ini sejalan dengan keterbukaan KH. Ahmada Dahlan yang beradaptasi terhadap pemikiran dan institusi yang berasal dari colonial barat dan Kristen, seperti pendidikan, kurikulum, pakaian, panti asuhan, dan lain sebagainya.
3. Peran Perempuan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana ini, ‘Aisyiyah telah banyak memiliki amal usaha di berbagai bidang antara lain adalah pendidikan, kewanitaan, PKK, kesehatan dan organisasi wanita. Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah berusaha member pendidikan di kalangan wanita Islam untuk berpakaian muslimat yang baik, bermoral dan bermental luhur, memberikan bimbingan perkawinan dan kerumahtanggaan, tanggung jawab istri dalam dan di luar rumah tangga, memberikan motivasi keluarga sejahtera, keluarga bahagia, memberikan bimbingan pemeliharaan bayi sehat, keluarga berencana, berIslam dan juga bimbingan serta pendidikan lainnya.
Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) bergerak dalam bidang dan organisasi gerakan putrid Islam, bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian, Nasyiatul ‘Aisyiyah meberikan torobosan baru yang inovatif, yaitu mengadakan kegiatan SP (Siswa Praja) Wanita. NA melatih wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga yang bersifat kontributif, mebekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) juga mengadakan shalat Jum’at bersama, mengadakan tabligh ke luar kota dan kampung-kampung, mengadaka kursus administrasi, dan ikut memasyarakatkan organisasi Muhammadiyah. Kegiatan SP (Siswa Praja) wanita juga memiliki banyak terobosan yang inovatif dalam melakukan emansipasi wanita di tengah kultur masyarakat feodal saat itu dan saat ini. Kultur patriarkis saat itu bnar-benar mendomestifikasi wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah ttangga. Para orng tua seringkali melarang anak perempuannya keluar rumah untuk aktifitas-aktifitas yang emangsipatif. Namun, dengan munculnya SP (Siswa Praja) Wanita, kultur patriarkis dan feodal tersebut bisa didobrak. Hadirnya SP (Siswa Praja) Wanita sangat dirasakan manfaatnya karena SP (Siswa Praja) Wanita membekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan.
Prinsip gerakan Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) sering juga disebut Nasyiah, adalah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan putrid Islam di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian. Tujuan organisasi ini ialah membentuk pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, keluarga dan bangsa menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Muhammadiyah berpandangan bahwa perempuan dalam berkiprah dalam kehidupan bangsa dan Negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan Negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai dengan kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan. Langkah-langkah strategis tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah strategi —————> organisasi ————–> Managemen (AD/ART: Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga)
Di dalam AD/ART terdapat MKCH (Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup) yang semuanya masuk dalam visi dan misi Muhammadiyah, yaitu: amar ma’ruf, mencerdaskan, sejahtera dan madani. Dengan demikia, jelas terdapat langkah-langkah kongkrit sebagai bentuk perjuangan, antara lain: memperjuangkan politik, memperjuangkan pendidikan, memperjuangkan ekonomi dan memperjuangkan sosial dan budaya. Hal ini dilakukan sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab dalam mewujudkan “Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur”, Negara yang makmur, sejahtera dan adil.
Peran NA dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan Negara. Kedua, melalui kediatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan Negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan Negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
Muammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis dari pada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk membentuk masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya Negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah.
Perjuangan untuk meraih kekuasaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan Negara, yang peranannya secara formal dan lansung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik Negara melalui sistim politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara obyektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistim politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan Negara.
Sejak awal, manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangan (Adam dan Hawa), laki-laki dan perempuan. Oleh karena berpasangan inilah, manusia menjadi semakin bertambah jumlahnya seiring dengan kebutuhan biologisnya. Semakin berkembang manusia di dunia ini, semakin berkembang pula kebutuhan untuk pemenuhan hidupnya sehari-hari, mulai dari kebutuhan sandang, pangan, sampai papan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia saling berinteraksi satu sama lain. Hubungan antarmanusia hanya dapat dilakukan dalam suatu kelompok atau komunitas. Oleh karena itu, Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, dan setiap manusia selalu berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bansa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideology, budaya, dan/atau sejarah. Mereka umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama. Dalam kamus ilmu politik, dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsure, antara lain: satu kesatuan bahasa, satu kesatuan daerah, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan hubungan ekonomi, dan satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Sebagian ahli berpendapat bahwa bansa itu mirip dengan komunitas etnik, meskipun tidak sama. Bansa adalah suatu komunitas etnik yang cirri-cirinya adalah memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu. Istilah bangsa sering disebut sama dengan istilah rakyat.
Negara merupakan integrasi kekuasaan politik, agency (alat) masyarakat yang memegang kekuasaan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian, Negara mengintegrasikan dan membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya kea rah tujuan bersama. Istilah Negara merupakan terjemahan dari kata staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris), etat (bahasa Prancis), lo stato (bahasa Italia) dan der sataat (bahasa Belanda). Menurut bahasa Sanskerta, negeri atau Negara yang berarti kota, sedangkan menurut bahasa suku-suku di Indonesia sering disebut negeri atau Negara, yang berarti tempat tinggal. Istilah staat mula-mula dpergunakan di Eropah Barat pada abad ke 15. Kata staat, state, etat itu dialihkan dari kata status atau statum (bahasa latin) yang secara etimologis berarti sesuatu yang memiliki sifat-sifat tegak dan tetap. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Negara adalah persekutuan bangsa yang hidup dalam suatu daerah/wilayah dengan batas-batas tertentu yang diperintah dan diurus oleh suatu badan pemerintahan dengan teratur.
Siapapun tentu tidak meragukan peranan Muhammadiyah dalam keterlibatannya untuk membangun bangsa. Muhammadiyah semenjak didirikan telah berkhidmat untuk bangsa. Salah satu diantara peran-peran yang sangat menonjol berada dalam bidang pendidikan. Salah satu kelebihan Muhammadiyah dalam pendidikan adalah visi dan misi yang sama dalam membangun pendidikan. Keseragaman dalam nomenklatur nama lembaga pendidikan ini juga menjadi kekuatan tersendiri di kalangan Muhammadiyah.
Kekuatan Muhammadiyah justru terletak pada keseragaman lembaga tersebut, sehingga semua lembaga pendidikan di bawah Muhammadiyah memiliki nama yang sama. SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA muhammadiyah, Universitas Muhammadiyah dan sebagainya. Maka, Muhammadiyah bisa menerapkan kebijakan yang sama tentang pendidikan di kalangan Muhammadiyah. Sebagai organisasi yang dihuni oleh kebanyakan kaum intelektual, Muhammadiyah memang sudah menjadi organisasi modern. Salah satu indikasinya adalah pada kelayakan manajemennya yang sudah bertaraf modern tersebut. Melalui manajemen modern yang sudah di dalam genggaman, lembaga-lembaga di bawah Muhammadiyah tampak sudah setaraf lebih maju. Hampir semua lembaga pendidikan Muhammadiyah dalam semua levelnya sudah memasuki kawasan “maju”.
Menjadi modern tentu tidaklah mudah. Kebanyakan organisasi keagamaan terjebak pada keinginan untuk mempertahankan tradisi-tradisinya yang lama dan sacral. Di tengah pendekatan untuk menjadi modern di antara tarikan tradisionalisme, Muhammadiyah bisa melakukan terobosan cerdas, antara lain dengan menerpkan konsep yang jelas dalam bidang teologi dan ritual. Torobosan ini memacu modernitas dari sisi kelembagaannya. Akibatnya, lembaga Muhammadiyah menjadi modern dalam manajemen, tetapi tetap rigid dalam teologi dan ritual.
Secara organisasional, Muhammadiyah memang beruntung sebab tidak pernah terlibat di dalam dunia politik yang sangat profane. Muhammadiyah tidak pernah menjadi partai politik. Secara organisasional, Muhammadiyah berada dalam ruang netral politis, jika ada orang Muhammadiyah bertindak dalam ruang politik, ketelibatan itu bersifat individual dan bukan organisasional. Maka, Muhammadiyahsecara organisasional menjadi tidak terlibat.
Akibatnya, Muhammadiyah tidak pernah berhadapan dengan kekuatan politik, baik pemerintah maupun partai politik. Sehingga, Muhammadiyah selalu selamat dalam perhelatan politik di negeri ini. Dukungan politik yang diberikan oleh Muhammadiyah adalah dukungan individual, bukan dukungan institusional. Oleh Karen itu, Muhammadiyah bisa mengembangkan lembaga pendidikannya, pusat kesehatannya dan juga lembaga ekonominya.
Akhirnya, dapat dikatakan bahwa semua hal di atas dilakukan oleh Muhammadiyah semata-mata untuk berpartisipasi dalam proyek kemanusiaan, mengembangkan sumber daya manusia.
Sumber :
AIK III; Kemuhammadiyahan
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2016.
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan