Rabu, 05 Februari 2014

FIQIH DAKWAH (Pendekatan Tafsir Tematik)

Loading

FIQIH DAKWAH
(Pendekatan Tafsir Tematik)
Oleh: Drs. H. Anhar Anshori, M.SI.

Pendahuluan
Dakwah amar ma'ruf nahi munkar secara praktis telah berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah dengan hamba-Nya (periode Nabi Adam AS), dan akan berakhir bersamaan dengan berakhimya kehidupan di dunia ini. Pada awalnya Allah mengajar Nabi Adam AS nama-nama benda, Allah melarang Nabi Adam mendekati pohon dan Allah memerintahkan para malaikat sujud kepada Nabi Adam, semua Malaikat pada sujud kecuali Iblis, dia enggan dan takabur. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di bumi.  Berdakwah, beramar makruf dan bernahi munkar adalah salah satu fungsi strategis kekhalifahan manusia, fungsi tersebut berjalan terus-menerus seiring dengan kompleksitas problematika kehidupan manusia dari zaman ke- zaman,  dakwah tidak berada dalam sket masyarakat yang statis, tetapi berada dalam sket masyarakat yang dinamis dan tantangan dakwah yang semakin luas dan komplek, oleh karena itu peningkatan kualitas kompetensi muballigh harus secara terus menerus dilakukan secara efektif.
Sehubungan dengan itu, memahami fiqih dakwah salah satu proses mencapai kompetensi da’i, dan dalam makalah ini akan diuraikan secara selayang pandang seputar pengertian dakwah, hakikat dakwah, hukum dakwah, sistematika dakwah, dan garis-garis besar managemen dakwah.

Pengertian Dakwah
1. Secara Etimologi
Kata dakwah ( دعوة ) artinya: "do’a", "seruan ", “panggilan”,  "ajakan", "undangan", "dorongan" dan "permintaan", berakar dari kata kerja. " دعا “ yang berarti "berdo 'a", " memanggil, "'menyeru ", "mengundang", "mendorong", dan "mengadu".
Dakwah secara etimologis bebas nilai, artinya bisa mengajak kepada kebaikan atau ke jalan Allah  bisa juga mengajak kepada kemungkaran, jalan syetan atau berbuat maksiat seperti apa yang telah didramatisir oleh Zulaiha dengan mengajak Yusuf berbuat maksiat sebagaimana Firman Allah SWT:
فدعا ربه ءا ن  مغلوب فا نتصر
Artinya: “Maka dia mengadu kepada Tuhan-Nya, bahwasannya  aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah aku”. [ Q.S.Al-Qamar/54.10]
والله  يدعوا الى دا رالسلا م و يهد ى  من يشاء  الى صرا ط المستقم         Artinya: “ Allah menyeru [manusia] ke- Darussalaam [Surga], dan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus [Islam][Q.S. Yunus/10.25]

      اولئك يدعون الى النار والله يدعون الى الجنة
 …...  Artinya: “ Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah SWT mengajak ke Surga “,,,,,. [Q.S.Al-Baqarah/2.221].

قال رب السجن أحب الى مما يدعو ننى ءاليه والأ نصرف عنى ديد هن اصبءاليهن  و اكن من  الجهلين                                                        
Artinya: “ Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk [memenuhi keinginan mereka], dan tentulah aku masuk orang-orang yang bodoh “.[Q.S.Yunus/12.33].

2. Secara Terminologi
Dakwah adalah menyeru, mengajak manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran islam sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad saw (sabilillah). Sebagaimana Firman Allah Swt :

ولنكن منكم ا مة  يدعو ن اء لى الخير و يأ مرون با لمعروف و ينهون عن المنكر
و أ و لئك هم المفلحون                                                             
Artinya : "dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Ali- Imran : 104). [1]1
ادع الي ربك
         Artinya: “ Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu .......[Q.S.An-Nahl/16.125].

Hukum Dakwah
Jika min yang ada pada Surat Ali Imaron ayat. 125 di atas [ minkum ] adalah min lil bayaniyah, maka     dakwah menjadi kewajiban bagi setiap orang [ individual ] orang Islam, tetapi jika min  dalam ayat tersebut  adalah min littab ‘idhiyyah [ menyatakan untuk sebahagian ] maka dakwah menjadi kewajiban ummat secara kolektif atau pardhu kifayah.  Dua pengertian tersebut dapat digunakan sekaligus.  Untuk hal-hal yang mampu  dilaksanakan secara individual, dakwah menjadi kewajiban setiap muslim [ fardhu ‘ain ] , sedangkan untuk hal-hal yang hanya mampu dilaksanakan secara kolektif, maka dakwah menjadi kewajiban yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah ].  Setiap muslim dan muslimat yang sudah baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif.  Secara pasif dalam arti semua sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat.                                                            
          Kewajiban berdakwah bagi setiap individu, selain dinyatakan dalam ayat tersebut di atas ditegaskan juga dalam Al-Qur’an, dan pesan Rasulullah Saw pada waktu Haji Wada’, :


والعصر 1  اء ن الاء نسن لفي خسر 2  اء لا الذين ا منوا وعملوا ا لصلحت وتوا صوا با لحق وتوا صوا با لصبر 3

            Artinya: “ Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran “.[Q.S. Al-‘Ashr/103].

فليبلغ الشا هد الغا ئب فاء نه رب مبلغ يبلغه لمن هو او عى له ( رواه البخا رى )
  “ ....maka hendaklah yang menyaksikan di antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena boleh jadi yang hadir itu menyampaikannya kepada orang ..”. [ H.R. Bukhari ][2].
         
 Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda :
 


بلغو اعني ولو اية (رواه البخاري)
Artinya: "..... sampaikanlah apa yang (kamu terima) dariku, walaupun satu ayat..."
(HR Bukhari)[3]

Hakikat Dakwah:
Aktivitas dakwah pada hakikatnya suatu proses mengadakan perubahan secara normatif sesuai dengan Al-Qur’an, dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh adalah perubahan dari beriman kepada selain Allah SWT menjadi beriman Kepada Allah SWT, atau dari ideologi  yang batil,  sesat kepada  ideologi yang benar, dari kebodohan kepada kepintaran, dari kultur, dan akhlaq yang sesat kepada kultur, dan akhlaq yang benar, dan mulia, dari malas beribadah menjadi rajin beribadah, dari kehidupan yang bertentangan dengan Islam menjadi berkehidupan yang Islami, dari tidak perduli pada agama menjadi perduli dan semangat beragama dll

Sistematika Dakwah
Dakwah sebagai suatu ilmu yang relatif muda bila dibandingkan dengan ilmu filsafat. Dakwah sebagai suatu ilmu memiliki sistematika yang terdiri dari 8 seb sistem. Kurang berhasilnya gerakan dakwah pada umumnya lebih disebabkan oleh lemahnya sub sistem dakwah secara keseluruhan,   oleh karena itu agar gerakan dakwah lebih efektif, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah membangun keseluruhan sub sistem dakwah secara keseluruhan. Uraian secara global akan diarahkan kepada 8 subsistem dakwah  sebagai berikut :

1. Subjek Dakwah (Da'i)
  Da'i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang  di jalan Allah [ fi-Sabiilillah ], atau mengajak orang  untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW.  Berhasil tidaknya gerakan dakwah  sangat ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan perilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi metodologis :

1.1. Kompetensi Substantif :
       1]. Memahami agama Islam secara konverhensif, tepat dan benar.
       2]. Memiliki al-akhlaq al- kariimah,  seorang pribadi yang menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak orang menuju kemuliaan, tentulah seorang da’i  memiliki  akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya, seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar,
tawaddhu’, adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, dan sifat-sifat mulia lainnya, lebih dari itu kunci utama keberhasilan da’i adalah satu kata dan perbuatan.  Allah mengancam seorang da’i atau siapa saja yang perkataannya tidak sejalan dengan perbuatannya , atau hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat. Allah SWT berfirman :

يا ا يها ا لذ ين أ منوا لم تقو لو ن ما لأ تفعلو ن( 2) كبر مقتا عند ا لله ا ن  تقو لوا  ما لأ تفعلو ن                                                                
         “ Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. “ [ Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 ][4]
       3]. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi informasi baik cetak maupun elektronik, ilmu patologi sosial dll.
       4]. Memahami hakikat dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan perubahan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai contoh : Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang batil kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama Islam menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang dengan keikhlasan, tekat yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman :

اء ن ا لله لأ يغير ما بقو م  حثى يغير ما بانفسهم                                           

              “ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka menguh keadaan yang ada pada diri mereka sendiri “. [ Q.S. ar-Ra’d 13: 11 ] [5]
           5]. Mencintai objek dakwah [ mad’u ] dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi seorang  da’i dalam berdakwah, rasa cinta dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa ketenangan dalam berdakwah, seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apapun, walaupun dalam keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau meremehkan  bahkan membenci, kecintaan da’i terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian, hati da’i boleh prihatin dan dibalik keprihatinan tersebut seyogyanya da’i dengan ikhlas hati mendo’akan agar mad’u mendapat petunjuk dari Allah SWT karena demikianlah yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW :
لا يو منو ا حدكم حتى يخب لأ خيه ما يخب لنفسه                                   
        Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” [ HR. Bukhari dan Muslim ] [6].
           Waktu Nabi Muhammad SAW berdakwah, beliau dicaci maki dan disakiti secara fisik, Nabi Muhammad SAW berdo’a :
ا للهم ا غفر لقومى فاء نهم لا يعلمون                                                 
         “ Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.” [7]
        6]. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik. Da’i harus memahami latar belakang kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah, paling tidak mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
            7]. Memiliki kejujuran dan rasa ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupakan faktor yang sangat prinsip, dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT, dan aktifitas dakwah yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari Allah SWT.

1.2. Kompetensi Metodologis :
           1]. Da’i atau muballigh harus mampu mengidentifikasi  permasalahan dakwah yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menemukan kondisi objektif permasalahan yang dihadapi oleh objek dakwah.
          2]. Muballigh harus mampu mencari dan mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektif objek dakwah serta kondisi lingkungannya.
          3].  Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua di atas seorang da’i akan mampu menyusun langkah-langkah perencanaan bagi kegiatan dakwah yang dilakukannya.
          4].  Berkemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam melaksanakan kegiatan dakwah.[8]
Objek Dakwah [ mad’u ]  
          Objek dakwah [ mad’u ] ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT :
وما ا ر سلنا ك  الآ كا فة لنا س  بشيرا  و نذيرا  ولكن اكشرا لنا س  لا يعلمون 
           “ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Q.S. As-Saba’ 34: 28 ].[9]
          Berdasarkan ayat tersebut dapat difahami bahwa objek atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau  dari berbagai aspek secara khusus sebagai berikut :
          1. Aspek usia ; anak-anak, remaja dan orang tua.
          2. Aspek kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
          3. Aspek agama ; Islam dan kafir atau non muslim
          4. Aspek sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan
              kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
          5. Aspek struktur kelembagaan ; Legislatif, ekskutif, dan yudikatif.
          6. Aspek kultur ke-beragamaan ; Priyayi, abangan dan santri.
          7. Aspek ekonomi ; Golongan kaya, menegah, dan miskin.
          8. Aspek mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan,
              karyawan, buruh dll.
          9. Aspek khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra,  
   tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
        10. Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni
              pahat, seni tari, artis, aktris dll.[10]
           Para da’i tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek atau sasaran dakwah itu sendiri.  Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu’amalah [ pndidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya dll ]
Tujuan Dakwah [ al-ahdafuddakwah ]
          Pada dasarnya tujuan takwah sifatnya bertahap, dan sangat beragam, ini terkait dengan  heterogenitas objek dakwah, dan perbedaan-perbedaan problematik yang dihadapi oleh objek dakwah, sebagai contoh ; Bagi objek dakwah yang beragama Islam, tetapi belum memahami ajaran Islam tentang ibadah sholat, maka tujuan dakwah tentu agar mad’u mengetahui sholat dan tata cara pelaksanaannya, bagi mad’u yang sudah bisa sholat, tetapi belum mau melaksanakan sholat, sudah tentu tujuan dakwah, agar mad’u termotivasi untuk melaksanakan ibadah sholat.  Dengan demikian tujuan dakwah paling tidak dapat dibagi menjadi dua garis besar sebagai berikut :

Tujuan Umum : Agar manusia memahami ajaran Islam, dan melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang diperintahkan. dan menjauhi larangan Allah Swt sebagai mana yang dilarang oleh Allah Swt.

Tujuan Umum :
         1. Agar orang kafir menjadi masuk Islam
         2. Agar orang Islam dapat memahami sumber-sumber, dan pokok-
  pokok  ajaran Islam.
         3. Agar orang Islam bisa bertuhan, beribadah, berakhlaq, dan bisa
             bermu’amalah sesuai dengan al-Qur’an, dan Sunnah Nabi SAW.

Materi Dakwah
          Allah SWT telah memberi petunjuk  tentang materi dakwah yang harus disampaikan, untuk lebih jelasnya perlu mencermati firman Allah SWT sebagai berikut :
و لتكن منكم يدعو ن  اء لى ا لخير ويأ مرون با لمعروف وينهون عن المنكر    
          “ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar……[Q.S. Ali-Imran : 104 ].[11]

أ د ع ا لى سبيل ربك                                                                       
           “ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu…..” [ Q.S. As-Nahl: 125][12]
           Dalam ayat tersebut yang dimaksud al-Khair adalah nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, Al-Khair menurut Rasulullah Saw sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Katsir dalam Tafsirnya adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw, sedangkan Al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat selama sejalan dengan Al-Khair.[13]    Yang dimaksud dengan Sabili Rabbika adalah jalan yang ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajaran Islam. [14]
         Dari dua ayat tersebut dapat difahami bahwa materi dakwah pada garis besarnya dapat dibagi dua :
         1. Al-Qur’an dan Hadits
         2. Pokok-pokok ajaran Islam yaitu ; aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalah mencakup pendidikan, ekonomi, sosial, politik, budaya dll.

Metode Dakwah
          Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah SWT, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :

أدع الى سبيل ربك با لحكمة والمو عظة الحسنة وجادلهم با لتى هى ا حسن      

           “ Serulah [ manusia ] kepada  jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16: 125 ].[15]
        Dari ayat tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama’ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
2. Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.
3. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya  Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap  bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.[16]    Demikianlah antara lain pendapat sebagian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut.  Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسا نه فان لم يستطع فبقلبه وذا لك اضعف الا ءيمان  ( رواه مسلم                                                      

            “ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ]. [17]
         Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
1. Metode dengan tangan [ bilyadi ], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dakwah dengan lisan [ billisan ], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
3. Metode dakwah dengan hati [  bilqolb ],   yang dimaksud  dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar,  tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

         Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh perilaku yang baik dalam segala hal.  Keberhasilan dakwah  Nabi Muhammad SAW hanya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Sarana Dakwah

          Sarana dakwah yang baik, strategis dan memadai, menjadi salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan dakwah Islam, sarana yang dimaksud antara lain adalah Masjid, musholla, sekolah, perpustakaan, kantor, balai desa dll.

Media Dakwah

           Media adalah alat yang menjadi  saluran yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang sangat vital yang merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah.  Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi sekarang ini  seolah – olah menjadikan seluruh dunia menjadi satu kampung saja, perpindahan informasi dari suatu benua ke benua lain bagai cepatnya kilat,   sehingga seseorang  yang sedang berbicara di Mesir umpamanya, dapat didengar, dilihat dan dipantau dari berbagai penjuru dunia. Padahal sebelumnya, ketika seorang muballigh berbicara di suatu Masjid, mungkin jama’ah yang khadir tidak semuanya bisa melihat wajah muballighnya, dan barangkali juga tidak mendengar suara muballigh.
         Pemanfaatan kemajuan media teknologi informasi baik cetak maupun elektronik sangat menentukan effektifitas dakwah, baik dilihat dari aspek luasnya jangkauan wilayah dakwah maupun dari aspek daya komunikatifnya.

Dana Dakwah

          Dana adalah salah satu faktor yang sangat menentukan kelancaran dan efektifitas kegiatan dakwah, karena dana berkaitan langsung dengan sub-sub system dakwah yang lain, dan idealnya gerakan dakwah yang bersifat organisatoris, perlu diplaningkan semacam bank da’wah.

Managemen Dakwah 

        Managamen dakwah memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah. Yang dimaksud dengan managemen dakwah adalah suatu proses pemampatan serta pendayagunaan keseluruhan sub system dakwah dakwah secara effektif untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah.
Dalam upaya membangun managemen dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip managemen secara keseluruhan, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip managemen dakwah adalah :

1. Organisasi dakwah.  Organisasi dakwah yang dibentuk dengan baik, dengan menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sesuai dengan bidang, bakat, dan minat mereka masing masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi kekuatan gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif, dan akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.
2. Planing dakwah. Perencanaan dakwah yang baik dan terprogran secara rapi, dan bertahap akan sangat menetukan tahapan-tahapan apa yang harus dicapai, sebaliknya dakwah yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang matang akan sulit mencapai sasaran dan tujuan yang jelas.
3. Aktuating dakwah atau pelaksanaan dakwah,  dakwah yang dilaksanakan
dengan berlandaskan perencanaan dakwah yang matang biasanya kegiatan dakwah akan dapan dilaksanakan secara tertib,  teratur, dan efektif.
4. Kontroling dakwah.  Mengontrol kegiatan dakwah sangat penting untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses dakwah, dan sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses kegiatan dakwah.
5. Evaluasi dakwah. Untuk mengetahui apakah dakwah itu berhasil atau tidak, gagal atau tidak harus ada proses evaluasi yang cermat, teliti, dan objektif, dengan menetapkan parameter-parameter keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu aktifitas dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif dapat dijadikan konsideran untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang lebih efektif pada masa berikutnya, dan isyarat untuk mengadakan evaluasi terdapat dalam firman Allah SWT :
ياّ يا الذين أ منوا ا تقوا اللّه و لتنظر نفس ما قدّ مت لغد                            
         “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” [ Q.S. Al-Hasyr 59: 18 ].[18]
       Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa perlu adanya suatu proses evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, untuk merencanakan hidup yang lebih baik di masa-masa yang akan datang, termasuk kegiatan dakwah yang telah dilakukan perlu di evaluasi.

Penutup
         Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.




[1] Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahannya, [ Lembaga Percetakan Raja Fahd, tt ], hal. 93.

[2] al-Bukhari: 67, 4402; Muslim; 1679 daam CD Mawsu’at al-Hadits al-Syarif, Mesir.
[3] .  Hasbi  Ash-Shiddieqy TM, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang Jakarta, 1977, hal. 60.
[4] Yayasan Penyelenggara Penerjemah, alQur’an; hal. 928.
              [5]. Yauasan Penyelenggara Penerjemah, al-Qur’an, h. 370.
[6]. Ali Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardiyah, Gema Insani Press, Jakarta 1995. 64.
[7]. Ibid, h. 150.
[8] . Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tabligh, Islam Dan Dakwah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tabligh Jogjakarta 1987, hal. 137 – 142.
[9] .    Yayasan Penyelenggara Penerjemah, al-Qur’an, hal. 688.
[10] . H.M.Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, Bulan Bintang Jakarta 1977, hal. 13-14.
[11] .  Yayasan Penyelenggaraan Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 93.
[12]. Yayasan Penyelenggara Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 421.
[13]. M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Jilid.2, Lentera Hati, Jakarta 2000, hal.143-44.
[14]. Jilid 7, Ibid, hal. 
[15]. Yayasan Penyelenggara Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 421.
[16]. Anhar Anshori, Skripsi  Perkembangan Dakwah di Yogyakarta priode 1972 – 1984, Yogyakarta 1984, hal. 16.
[17]. Said Bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Gema Insani Press Jakarta 1994, hal. 98.
[18] . Yayasan Penyelenggara Penerjemah, al-Qur’an, hal. 919.

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan