FIQIH DAKWAH
(Pendekatan
Tafsir Tematik)
Oleh: Drs. H. Anhar Anshori, M.SI.
Pendahuluan
Dakwah amar ma'ruf nahi munkar secara praktis telah
berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah dengan hamba-Nya (periode Nabi
Adam AS), dan akan berakhir bersamaan dengan berakhimya kehidupan di dunia ini.
Pada awalnya Allah mengajar Nabi Adam AS nama-nama benda, Allah melarang Nabi
Adam mendekati pohon dan Allah memerintahkan para malaikat sujud kepada Nabi
Adam, semua Malaikat pada sujud kecuali Iblis, dia enggan dan takabur. Manusia
diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di bumi.
Berdakwah, beramar makruf dan bernahi munkar adalah salah satu fungsi
strategis kekhalifahan manusia, fungsi tersebut berjalan terus-menerus seiring
dengan kompleksitas problematika kehidupan manusia dari zaman ke- zaman, dakwah tidak berada dalam sket masyarakat
yang statis, tetapi berada dalam sket masyarakat yang dinamis dan tantangan
dakwah yang semakin luas dan komplek, oleh karena itu peningkatan kualitas
kompetensi muballigh harus secara terus menerus dilakukan secara efektif.
Sehubungan dengan itu, memahami fiqih dakwah salah satu
proses mencapai kompetensi da’i, dan dalam makalah ini akan diuraikan secara
selayang pandang seputar pengertian dakwah, hakikat dakwah, hukum dakwah,
sistematika dakwah, dan garis-garis besar managemen dakwah.
Pengertian Dakwah
1. Secara Etimologi
Kata dakwah ( دعوة ) artinya: "do’a", "seruan ", “panggilan”, "ajakan", "undangan",
"dorongan" dan "permintaan", berakar dari kata kerja. " دعا “ yang berarti "berdo 'a", " memanggil, "'menyeru
", "mengundang", "mendorong", dan "mengadu".
Dakwah secara
etimologis bebas nilai, artinya bisa mengajak kepada kebaikan atau ke jalan
Allah bisa juga mengajak kepada
kemungkaran, jalan syetan atau berbuat maksiat seperti apa yang telah
didramatisir oleh Zulaiha dengan mengajak Yusuf berbuat maksiat sebagaimana
Firman Allah SWT:
فدعا
ربه ءا ن مغلوب فا نتصر
Artinya: “Maka dia
mengadu kepada Tuhan-Nya, bahwasannya
aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah aku”. [
Q.S.Al-Qamar/54.10]
والله يدعوا الى دا
رالسلا م و يهد
ى من يشاء الى صرا ط المستقم Artinya: “ Allah menyeru [manusia] ke-
Darussalaam [Surga], dan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya kepada
jalan yang lurus [Islam][Q.S. Yunus/10.25]
اولئك يدعون الى النار والله يدعون الى
الجنة
…... Artinya: “ Mereka mengajak ke neraka,
sedangkan Allah SWT mengajak ke Surga “,,,,,. [Q.S.Al-Baqarah/2.221].
قال رب السجن
أحب الى مما يدعو ننى ءاليه والأ نصرف عنى ديد هن اصبءاليهن و اكن من
الجهلين
Artinya: “ Yusuf
berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan
mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka,
tentu aku akan cenderung untuk [memenuhi keinginan mereka], dan tentulah aku
masuk orang-orang yang bodoh “.[Q.S.Yunus/12.33].
2. Secara
Terminologi
Dakwah adalah menyeru, mengajak manusia
untuk memahami dan mengamalkan ajaran islam sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Nabi
Muhammad saw (sabilillah). Sebagaimana Firman Allah Swt :
ولنكن منكم ا مة يدعو ن اء لى الخير و يأ مرون با لمعروف و
ينهون عن المنكر
و أ و لئك
هم المفلحون
Artinya :
"dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung." (QS Ali- Imran : 104). [1]1
ادع الي ربك
Artinya: “ Serulah [manusia] kepada jalan
Tuhanmu .......[Q.S.An-Nahl/16.125].
Hukum
Dakwah
Jika min yang ada pada Surat Ali Imaron ayat. 125 di atas
[ minkum ] adalah min lil bayaniyah, maka dakwah menjadi kewajiban bagi setiap orang
[ individual ] orang Islam, tetapi jika min dalam ayat tersebut adalah min littab ‘idhiyyah [
menyatakan untuk sebahagian ] maka dakwah menjadi kewajiban ummat secara
kolektif atau pardhu kifayah. Dua
pengertian tersebut dapat digunakan sekaligus.
Untuk hal-hal yang mampu
dilaksanakan secara individual, dakwah menjadi kewajiban setiap muslim [
fardhu ‘ain ] , sedangkan untuk hal-hal yang hanya mampu dilaksanakan secara
kolektif, maka dakwah menjadi kewajiban yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah
]. Setiap muslim dan muslimat yang sudah
baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara pasif dalam arti semua sikap dan
prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat
menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat.
Kewajiban berdakwah bagi setiap
individu, selain dinyatakan dalam ayat tersebut di atas ditegaskan juga dalam Al-Qur’an,
dan pesan Rasulullah Saw pada waktu Haji Wada’, :
والعصر 1 اء ن الاء
نسن لفي خسر 2 اء لا الذين ا منوا وعملوا
ا لصلحت وتوا صوا با لحق وتوا صوا با لصبر 3
Artinya: “ Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran “.[Q.S. Al-‘Ashr/103].
فليبلغ الشا هد الغا ئب فاء نه رب مبلغ يبلغه لمن هو او عى
له ( رواه البخا رى )
“ ....maka hendaklah yang menyaksikan di
antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena boleh jadi yang hadir
itu menyampaikannya kepada orang ..”. [ H.R. Bukhari ][2].
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda :
بلغو اعني ولو اية (رواه
البخاري)
Artinya: ".....
sampaikanlah apa yang (kamu terima) dariku, walaupun satu ayat..."
(HR
Bukhari)[3]
Hakikat
Dakwah:
Aktivitas dakwah pada hakikatnya suatu proses mengadakan perubahan secara normatif
sesuai dengan Al-Qur’an,
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh adalah perubahan dari beriman
kepada selain Allah SWT menjadi beriman Kepada Allah SWT, atau dari ideologi yang batil, sesat kepada
ideologi yang benar, dari kebodohan kepada kepintaran, dari kultur, dan
akhlaq yang sesat kepada kultur, dan akhlaq yang benar, dan mulia, dari malas
beribadah menjadi rajin beribadah, dari kehidupan yang bertentangan dengan
Islam menjadi berkehidupan yang Islami, dari tidak perduli pada agama menjadi
perduli dan semangat beragama dll
Sistematika
Dakwah
Dakwah sebagai suatu ilmu yang relatif muda bila dibandingkan dengan ilmu
filsafat. Dakwah sebagai suatu ilmu memiliki sistematika yang terdiri dari 8
seb sistem. Kurang berhasilnya gerakan dakwah pada umumnya lebih disebabkan
oleh lemahnya sub sistem dakwah secara keseluruhan, oleh karena itu agar gerakan dakwah lebih
efektif, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah membangun keseluruhan
sub sistem dakwah secara keseluruhan. Uraian secara global akan
diarahkan kepada 8 subsistem dakwah
sebagai berikut :
1. Subjek Dakwah (Da'i)
Da'i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah [ fi-Sabiilillah ], atau
mengajak orang untuk memahami dan mengamalkan
Al-Qur'an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW.
Berhasil tidaknya gerakan dakwah
sangat ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan
kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan perilaku
serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para
da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi
metodologis :
1.1. Kompetensi Substantif :
1]. Memahami agama Islam secara
konverhensif, tepat dan benar.
2]. Memiliki al-akhlaq al-
kariimah, seorang pribadi yang
menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak orang menuju kemuliaan, tentulah
seorang da’i memiliki akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh
aspek kehidupannya, seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar,
tawaddhu’,
adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, dan
sifat-sifat mulia lainnya, lebih dari itu kunci utama keberhasilan da’i adalah
satu kata dan perbuatan. Allah mengancam
seorang da’i atau siapa saja yang perkataannya tidak sejalan dengan
perbuatannya , atau hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat. Allah SWT
berfirman :
يا ا يها ا لذ ين أ منوا لم تقو لو ن ما لأ تفعلو ن( 2) كبر مقتا عند ا لله ا
ن تقو لوا ما لأ تفعلو ن
“ Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan. “ [ Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 ][4]
3]. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan
yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu
pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain,
ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi
informasi baik cetak maupun elektronik, ilmu patologi sosial dll.
4]. Memahami
hakikat dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan perubahan sesuai
dengan al-Qur’an dan al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif,
sebagai contoh : Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari
keimanan atau keyakinan yang batil kepada keyakinan yang benar, dari tidak
faham agama Islam menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi
mengamalkan ajaran Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan
kepada manusia untuk dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang dengan keikhlasan,
tekat yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman :
اء ن ا لله لأ يغير ما بقو م حثى يغير ما بانفسهم
“ Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka menguh keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri “. [ Q.S. ar-Ra’d 13: 11 ] [5]
5].
Mencintai objek dakwah [ mad’u ] dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah
salah satu modal dasar bagi seorang da’i
dalam berdakwah, rasa cinta dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa
ketenangan dalam berdakwah, seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah
adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan
apapun, walaupun dalam keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau
meremehkan bahkan membenci, kecintaan
da’i terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian, hati da’i boleh
prihatin dan dibalik keprihatinan tersebut seyogyanya da’i dengan ikhlas hati
mendo’akan agar mad’u mendapat petunjuk dari Allah SWT karena demikianlah yang
telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW :
لا يو منو ا حدكم حتى يخب لأ خيه ما يخب لنفسه
“ Tidak sempurna
iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri.” [ HR. Bukhari dan Muslim ] [6].
Waktu
Nabi Muhammad SAW berdakwah, beliau dicaci maki dan disakiti secara fisik, Nabi
Muhammad SAW berdo’a :
ا
للهم ا غفر لقومى فاء نهم لا يعلمون
6].
Mengenal kondisi lingkungan dengan baik. Da’i
harus memahami latar belakang kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan
berbagai dimensi problematika objek dakwah, paling tidak mendapat gambaran
selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar pesan dakwah komunikatif atau
sesuai dengan kebutuhan mad’u.
7]. Memiliki kejujuran dan rasa
ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupakan faktor yang sangat prinsip,
dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT, dan aktifitas dakwah
yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari Allah
SWT.
1.2.
Kompetensi Metodologis :
1]. Da’i atau muballigh harus mampu
mengidentifikasi permasalahan dakwah
yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menemukan kondisi objektif
permasalahan yang dihadapi oleh objek dakwah.
2]. Muballigh harus mampu mencari dan
mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektif objek dakwah serta kondisi
lingkungannya.
3].
Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua
di atas seorang da’i akan mampu menyusun langkah-langkah perencanaan bagi
kegiatan dakwah yang dilakukannya.
4].
Berkemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam
melaksanakan kegiatan dakwah.[8]
Objek
Dakwah [ mad’u ]
Objek dakwah [ mad’u ] ialah orang
yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT
:
وما
ا ر سلنا ك الآ كا فة لنا س بشيرا
و نذيرا ولكن اكشرا لنا س لا يعلمون
“
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” [Q.S. As-Saba’ 34: 28 ].[9]
Berdasarkan ayat tersebut dapat
difahami bahwa objek atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia,
dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau
dari berbagai aspek secara khusus sebagai berikut :
1. Aspek usia ; anak-anak, remaja dan orang tua.
2. Aspek
kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
3. Aspek
agama ; Islam dan kafir atau non muslim
4. Aspek
sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan
kota
besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
5. Aspek
struktur kelembagaan ; Legislatif, ekskutif, dan yudikatif.
6. Aspek
kultur ke-beragamaan ; Priyayi, abangan dan santri.
7. Aspek
ekonomi ; Golongan kaya, menegah, dan miskin.
8. Aspek
mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan,
karyawan, buruh dll.
9. Aspek
khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra,
tuna rungu, tuna
wisma, tuna karya, dan narapidana.
10.
Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni
Para
da’i tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus
tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat
objek atau sasaran dakwah itu sendiri.
Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup
objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq,
mu’amalah [ pndidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya dll ]
Tujuan Dakwah [ al-ahdafuddakwah ]
Pada
dasarnya tujuan takwah sifatnya bertahap, dan sangat beragam, ini terkait
dengan heterogenitas objek dakwah, dan
perbedaan-perbedaan problematik yang dihadapi oleh objek dakwah, sebagai contoh
; Bagi objek dakwah yang beragama Islam, tetapi belum memahami ajaran Islam
tentang ibadah sholat, maka tujuan dakwah tentu agar mad’u mengetahui sholat
dan tata cara pelaksanaannya, bagi mad’u yang sudah bisa sholat, tetapi belum
mau melaksanakan sholat, sudah tentu tujuan dakwah, agar mad’u termotivasi
untuk melaksanakan ibadah sholat. Dengan
demikian tujuan dakwah paling tidak dapat dibagi menjadi dua garis besar
sebagai berikut :
Tujuan Umum : Agar manusia memahami ajaran Islam, dan melaksanakan perintah Allah
sebagaimana yang diperintahkan. dan menjauhi larangan Allah Swt sebagai mana
yang dilarang oleh Allah Swt.
Tujuan Umum :
1. Agar
orang kafir menjadi masuk Islam
2. Agar
orang Islam dapat memahami sumber-sumber, dan pokok-
pokok ajaran Islam.
3. Agar
orang Islam bisa bertuhan, beribadah, berakhlaq, dan bisa
bermu’amalah sesuai dengan al-Qur’an, dan Sunnah Nabi SAW.
Materi Dakwah
Allah SWT
telah memberi petunjuk tentang materi
dakwah yang harus disampaikan, untuk lebih jelasnya perlu mencermati firman
Allah SWT sebagai berikut :
و
لتكن منكم يدعو ن اء لى ا لخير ويأ مرون
با لمعروف وينهون عن المنكر
“ Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar……[Q.S. Ali-Imran :
104 ].[11]
أ
د ع ا لى سبيل ربك
Dalam
ayat tersebut yang dimaksud al-Khair adalah nilai-nilai universal yang
diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, Al-Khair menurut Rasulullah Saw
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Katsir dalam Tafsirnya adalah mengikuti
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw, sedangkan Al-Ma’ruf adalah sesuatu yang
baik menurut pandangan umum suatu masyarakat selama sejalan
dengan Al-Khair.[13] Yang
dimaksud dengan Sabili Rabbika adalah jalan yang
ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajaran Islam. [14]
Dari dua
ayat tersebut dapat difahami bahwa materi dakwah pada garis besarnya dapat
dibagi dua :
1.
Al-Qur’an dan Hadits
2.
Pokok-pokok ajaran Islam yaitu ; aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalah mencakup
pendidikan, ekonomi, sosial, politik, budaya dll.
Metode Dakwah
Metode
dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang
prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah SWT, dan Hadits
Nabi Muhammad Saw :
أدع
الى سبيل ربك با لحكمة والمو عظة الحسنة وجادلهم با لتى هى ا حسن
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16:
125 ].[15]
Dari ayat
tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang
menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah,
metode mau’izah khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan,
banyak penafsiran para Ulama’ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain
:
1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam
tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas
disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan
keragu-raguan.
2. Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi
adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat
menaklukkan hati.
3. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam
Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin
menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan
bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus
menganggap bahwa para peserta mujadalah
atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai
kebenaran.[16] Demikianlah
antara lain pendapat sebagian Mufassirin tentang tiga prinsip metode
tersebut. Selain metode tersebut Nabi
Muhammad Saw bersabda :
من
رأى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسا نه فان لم يستطع فبقلبه وذا لك
اضعف الا ءيمان ( رواه مسلم
“ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah
dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ]. [17]
Dari hadis
tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
1. Metode dengan tangan [ bilyadi ], tangan di sini bisa
difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi,
tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan
kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dakwah dengan lisan [ billisan ], maksudnya
dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan
dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
3. Metode dakwah dengan hati [ bilqolb ], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam
berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila
suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan,
mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh,
maka hati da’i tetap sabar, tidak boleh
membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan
ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari
Allah SWT.
Selain
dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun
hasanah, yaitu dengan memberi contoh perilaku yang baik dalam segala
hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW hanya ditentukan oleh
akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan
sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik
dalam kehidupan sehari-hari.
Sarana Dakwah
Sarana dakwah yang baik, strategis dan
memadai, menjadi salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan dakwah
Islam, sarana yang dimaksud antara lain adalah Masjid, musholla, sekolah,
perpustakaan, kantor, balai desa dll.
Media Dakwah
Media adalah alat yang menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan umat,
suatu elemen yang sangat vital yang merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah. Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi
sekarang ini seolah – olah menjadikan
seluruh dunia menjadi satu kampung saja, perpindahan informasi dari suatu benua
ke benua lain bagai cepatnya kilat,
sehingga seseorang yang sedang
berbicara di Mesir umpamanya, dapat didengar, dilihat dan dipantau dari
berbagai penjuru dunia. Padahal sebelumnya, ketika seorang muballigh berbicara
di suatu Masjid, mungkin jama’ah yang khadir tidak semuanya bisa melihat wajah
muballighnya, dan barangkali juga tidak mendengar suara muballigh.
Pemanfaatan
kemajuan media teknologi informasi baik cetak maupun elektronik sangat
menentukan effektifitas dakwah, baik dilihat dari aspek luasnya jangkauan
wilayah dakwah maupun dari aspek daya komunikatifnya.
Dana Dakwah
Dana adalah salah satu faktor yang sangat
menentukan kelancaran dan efektifitas kegiatan dakwah, karena dana berkaitan
langsung dengan sub-sub system dakwah yang lain, dan idealnya gerakan dakwah
yang bersifat organisatoris, perlu diplaningkan semacam bank da’wah.
Managemen Dakwah
Managamen dakwah memegang peranan penting dalam menentukan
keberhasilan dakwah. Yang dimaksud dengan managemen dakwah adalah suatu proses
pemampatan serta pendayagunaan keseluruhan sub system dakwah dakwah secara
effektif untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah.
Dalam upaya membangun managemen dakwah harus
memperhatikan prinsip-prinsip managemen secara keseluruhan, yang dimaksud
dengan prinsip-prinsip managemen dakwah adalah :
1. Organisasi dakwah.
Organisasi dakwah yang dibentuk dengan baik, dengan menempatkan
seseorang dalam struktur organisasi sesuai dengan bidang, bakat, dan minat
mereka masing masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi
kekuatan gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif, dan akan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.
2. Planing dakwah. Perencanaan dakwah yang baik dan
terprogran secara rapi, dan bertahap akan sangat menetukan tahapan-tahapan apa
yang harus dicapai, sebaliknya dakwah yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang
matang akan sulit mencapai sasaran dan tujuan yang jelas.
3.
Aktuating dakwah atau pelaksanaan dakwah,
dakwah yang dilaksanakan
dengan
berlandaskan perencanaan dakwah yang matang biasanya kegiatan dakwah akan dapan
dilaksanakan secara tertib, teratur, dan
efektif.
4.
Kontroling dakwah. Mengontrol kegiatan
dakwah sangat penting untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi
dalam proses dakwah, dan sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses
kegiatan dakwah.
5.
Evaluasi dakwah. Untuk mengetahui apakah dakwah itu berhasil atau tidak, gagal
atau tidak harus ada proses evaluasi yang cermat, teliti, dan objektif, dengan
menetapkan parameter-parameter keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu
aktifitas dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif dapat dijadikan
konsideran untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang lebih efektif
pada masa berikutnya, dan isyarat untuk mengadakan evaluasi terdapat dalam
firman Allah SWT :
ياّ
يا الذين أ منوا ا تقوا اللّه و لتنظر نفس ما قدّ مت لغد
“ Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok.” [ Q.S. Al-Hasyr 59: 18 ].[18]
Dari
ayat tersebut dapat difahami bahwa perlu adanya suatu proses evaluasi terhadap
kegiatan yang telah dilakukan, untuk merencanakan hidup yang lebih baik di
masa-masa yang akan datang, termasuk kegiatan dakwah yang telah dilakukan perlu
di evaluasi.
Penutup
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.
[1] Yayasan Penyelenggaraan
Penerjemah/Penafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahannya, [
Lembaga Percetakan Raja Fahd, tt ], hal. 93.
[3] .
Hasbi Ash-Shiddieqy TM, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang Jakarta, 1977, hal. 60.
[6]. Ali Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardiyah, Gema Insani Press,
Jakarta 1995. 64.
[7]. Ibid, h. 150.
[8] . Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tabligh, Islam Dan Dakwah,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tabligh Jogjakarta 1987, hal. 137 – 142.
[9] . Yayasan Penyelenggara
Penerjemah, al-Qur’an, hal. 688.
[10] . H.M.Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, Bulan Bintang
Jakarta 1977, hal. 13-14.
[11] . Yayasan Penyelenggaraan
Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 93.
[12]. Yayasan Penyelenggara Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 421.
[13]. M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Jilid.2, Lentera Hati, Jakarta
2000, hal.143-44.
[14]. Jilid 7, Ibid, hal.
[15]. Yayasan Penyelenggara Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 421.
[16]. Anhar Anshori, Skripsi Perkembangan Dakwah di Yogyakarta priode 1972
– 1984, Yogyakarta 1984, hal. 16.
[17]. Said Bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Gema Insani
Press Jakarta 1994, hal. 98.
[18] . Yayasan Penyelenggara Penerjemah, al-Qur’an, hal. 919.
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan