Senin, 09 Maret 2020

Tiga Sifat Yang Timbul Karena Beragama

Loading





1. Malu.
Malu sangat besar pengaruhnya dalam mengatur pergaulan hidup. Malu itulah yang membuat orang berakal enggan mengerjakan perbuatan jahat. Sebelum orang mempergunakan undang-undang lebih dahulu orang telah dilindungi oleh hukum malu yang telah melekat di dalam budi pekerti. Dia merasa malu namanya akan menjadi buah mulut orang. Merasa malu kepercayaan orang akan hilang.
Rasa malu tidak akan hidup di dalam budi pekerti seorang manusia, kalau dia tidak mempunyai kehormatan diri (syaraf). Rasa kehormatan adalah pusat kebahagiaan bersama dan tenteramnya perhubungan. Pokok teguh memegang janji, teguh memegang kepercayaan. Dari malu timbul perasaan mempertahankan diri, mempertahankan bangsa, negeri dan keyakinan. Menimbulkan kemajuan pesat, berkejar-kejar berebut mencari kehormatan dan kemuliaan dalam lapangan perjuangan hidup. Tidak mau kalah, malu tartinggal, malu tercicir, sehingga menghasilkan kebahagiaan bersama-sama juga, malu menghasilkan kekayaan, ilmu dan fikiran baru. Malu menyebabkan orang tidak mau mundur dalam perjuangan.
Jika suatu kaum tak punya rasa malu, sebab kurangnya pendidikan terhadap anak bangsanya itu, maka bukanlah budi yang lebih kuat dan teguh menghubungkan mereka tetapi hukum atau bukuman kejam. Kaum atau masyarakat itu akan tartinggal dari masyarakat lain, namanya tidak tersebut di dalam Safhatul Wujud.
Agama ditaklifkan (diperintahkan) kepada orang yang berakal dan orang yang baligh (sampai umur), sebab dia mengajarkan rasa malu.
Orang tidak berakal, atau orang gila, tidak kena memerintah memegang agama. Bertelanjang bulat di hadapan orang ramai, tidak kena hukum, karena dia tak bermalu.
Anak kecil, belum sanggup menahan diri dari kehendak darahnya masih muda itu. Setelah dia besar dan sampai umur baru timbul dalam hatinya sifat malu. Waktu itulah terletak di atas bahunya seruan agama. Sebab itu dari kecil harus dipupuk rasa malu.
Binatang tidak bermalu dijadikan pengangkut beban.
Seribu ekor kambing tidak malu digembalakan oleh seorang anak gembala. Binatang-binatang tidak mendapat perintah dan larangan, tidak diikat oleh peraturan agama dan hukum.
Sifat malu membawa orang mengharungi lautan besar, memasuki rimba belantara, ditimpa susah dan kepayahan untuk mencapai keutamaan. Sifat malu menyebabkan manusia sanggup menahan nafsu, mengekang dirinya dan menempuh halangan lantaran menghindarkan diri dari perangai durjana. Dia juga yang menyebabkan orang tidak redha menerima kebodohan dan kedunguan.

2. Amanat (Boleh Dipercayai).
Boleh dipercaya atau lurus adalah tiang kedua dari masyarakat yang utama. Sebab kalau bernama 'hidup', tidaklah manusia boleh hidup sendiri. Dia mesti mempertalikan hidupnya dengan hidup orang lain.
Herbert Spencer berkata, bahwasanya hidup itu ialah kelancaran hubungan manusia dengan manusia lainnya. Sedang nasi sesuap, tak boleh masuk mulut, kalau tidak beribu bahkan berjuta orang yang mengerjakan, dia di tanam oleh orang tani
yang beribu banyaknya, ditumbuk oleh mesin penumbuk padi yang dibuat di sebuah pabrik, yang mempunyai buruh beribu-ribu orang, nasi ditanak di dalam sebuah periuk keluaran kilang Jepun. Kita makan dengan sambal, garam, lada dan seterusnya. Semua dikerjakan oleh berjuta-juta orang.
Supaya masyarakat teratur, perlu berdiri pemerintahan. Segala mazhab dan firqah dalam Islam mengakui perlunya pemerintahan, baik Ahli Sunnah Wal Jamaah, atau Syiah yang memestikan di tangan keturunan Ali. Demikian juga kaum Muktazilah, dan seterusnya. Hanya Khawarij yang mengatakan pemerintahan itu di tangan Allah saja. Tetapi setelah pergaulan bertambah maju, terpaksa mereka mengangkat seorang 'Imam' untuk mengatur pemerintahan. Di zaman kemajuan ini pun demikian pula, pemerintahan berbentuk kerajaan, atau republik, atau raja yang diikat oleh undang-undang dasar, atau majlis perwakilan rakyat, namun pemerintahan mesti ada.
Pemerintahan adalah badan yang mempunyai kaki, tangan, kepala, perut dan tulang, urat, darah dan daging. Ada yang jadi polis menjaga keamanan dalam negeri. Ada tentera menjaga serangan dari luar. Ada yang jadi ahli siasat membela keadilan dan kebenaran. Jadi pejabat memungut pajak dan cukai. Tidak lebih mulia atap dari tonggak. Tidak lebih utama dinding dari lantai, itulah yang menjadi rumah.
Apakah yang menghubungkan semuanya?
Di manakah asas tempatnya tegak?
Itulah dia amanat, dapat dipercayai, lurus. Negara hanya dapat tegak di atas amanat.
Pejabat-pejabat akan langsung pekerjaannya dan beruntung pikulannya jika memegang amanat. Bagaimanakah akan aman negeri, kalau seorang menteri, yang memegang Uang pemerintahan berjuta-juta tiap hari sedangkan gajinya kecil, kalau tidak rasa tanggungjawab dan amanat?
Kalau amanat telah runtuh,runtuhlah pemerintahan, artinya runtuhah masyarakat dan umat. Huru hara terjadi setiap hari, pembunuhan, penggelapan terjadi tiap saat. Sehingga akhir kelaknya pemerintah itu akan runtuh, digantikan oleh pemerintah lain yang lebih dapat memegang amaat. Tidaklah boleh satu pemerintahan berdiri jika tidak ada persatua, dan persatuan itu tidak akan tercipta kalau tidak dengan amanat.
Tidaklah kepada pergaulan tiap hari di antara diri dengan diri, di antara satu rumahtangga dengan lain rumahtangga. Jika ada kejujuran dan kepercayaan kita sesama manusia, kita tidak akan ragu-ragu meninggalkan rumah, sebab isteri boleh dipercaya, teman dekat rumah boleh pula dipercaya, anak-anak yang dilahirkan isteri kita, kita yakin memang anak kita sendiri. Tidak ragu-ragu meninggalkan barang-barang, karena kita percaya tidaklah akan ada orang yang mencurinya.
Jika hilang amanat dari umat - Nau'zubillahi minha - alamat umat itu akan condong ke lurah, akan jatuh dan hilang namanya, menjadi umat yang fakir dan miskin, ditimpa oleh bahaya bencana, penyakit yang tak berkeputusan, penyakit lahir dan batin.

3. Siddiq, atau Benar:
Manusia banyak hajatnya, orang miskin dan kaya sekalipun mulia atau hina, hajat dan keperluannya sama banyaknya. Segala hajat itu tidak tercapai semuanya, hanya sebagian. Manusia diciptakan di muka bumi, datang dari alam ghaib yang tidak diketahuinya menuju ke alam yang belum difahaminya. Mula-mula dia tegak di dunia, laksana orang bingung, laksana ayam yang dikisarkan kandangnya di malam gelap. Tidak tahu sama sekali ke mana dia akan dibawa.
Mulai datang kedunia, harus berjuang menuntut kehidupan, berebut keperluan makan minum, pakaian dan tempat diam. Alat yang ada padanya hanya alat-alat yang lima yaitu penglihatan mata, pendengaran, penciuman hidung, perasaan lidah dan perasaan kulit, yang dinamai 'pancaindera yang lima'.
Selain dari yang lima itu tidak ada, tidak diberi ilmu, kepandaian, pakaian dan lain-lain. Segar-bugar, bertelanjang bulat dan menangis.
Maka bertambah lama hidupnya di dunia, bertambah perlu mendapat pertolongan dari manusia yang lain, baik pertolongan ilmu atau pertolongan akal. Baru sempurna keperluan hidupnya. Semuanya tidak pula akan tercapai, kalau pertolongan itu tidak diterima dari sumber yang benar. Langkahnya akan sesat jika dia bertanya kepada temannya jalan ke kanan ditunjukkan ke kiri, jika dia meminta obat diberi penyakit.
Sebab itu kebenaran inilah tiang ketiga dari masyarakat.
Solon, ahli pemerintahan bangsa Yahudi memberikan hukuman bunuh kepada siapa yang berdusta walaupun kecil dustanya.
Ketiga sifat itulah yang timbul lantaran agama.
1. Malu.
2. Amanat.
3. Siddiq atau kebenaran.


(Sumber: Buku Tasawuf Modern Prof. Dr. Hamka)


0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan