Seperti telah diterangkan, banyak sifat-sifat yang buruk yang
ditimbulkan tahawwur dan jubun. Sebagaimana akan kita terangkan di sini:
1. Ujub.
Ialah merasa puas diri
sendiri. Disangka diri itu sudah sangat cukup dan sempurna. Menyangka bahwa
segala pekerjaan yang dikerjakan orang dalam masyarakat ini, tidak jadi kalau
dia tidak ikut. Perangai begini membawa lupa akan kekurangan diri dan ingat akan
kekurangan orang lain.
Janganlah sifat Ujub ini
menjalar ke dalam diri, menyangka bahwa segala sesuatu tidak akan sempurna
kalau kita tidak ada. Sebab kita itupun tidak akan sempurna kalau tidak dengan
orang lain. Keutamaan tidak cukup diberikan Allah kepada satu orang, tetapi
terbagi-bagi. Yang terbagi-bagi itulah yang terkumpul dalam masyarakat. Laksana
cili yang membanggakan pedasnya, garam membanggakan masinnya, cuka yang
membanggakan asamnya, ikan yang membanggakan enaknya. Karena segala kepedasan, keasinan,
keasaman, dan keenakan itu, setelah dikumpulkan dalam satu belanga, dimasak
oleh tangan yang ahli, barulah jadi makanan yang lezat.
Kita perhatikan keadaan
sebuah organisasi, baik agama, politik atau sosial. Kerapkali yang menyebabkan
kehilangan pamor (kekuatan) dan cahaya, ialah karena tiap-tiap pendiri dan
pemimpin hanya ingat jasa dan tenaga sendiri, melupakan jasa dan tenaga orang
lain. Sifat ujub boleh menghancurkan organisasi itu,
2. Bangga.
Yaitu sifat suka
membanggakan kemuliaan di luar diri, sebagaimana ujub membanggakan yang berada
dalam diri. Misalnya seorang yang senegeri dengan seorang temannya, bilamana
disebut nama orang itu, dengan rasa bagga ia mengatakan bahwa orang tersebut
satu negeri dengan saya. Daatang yang seorang lagi mengatakan orang itu
iparnya. Datang seorang lagi mengatakan bapa saudaranya. Atau seorang anak yang
di mana-mana membanggakan dirinya lantaran dia turunan si anu, turunan Datuk
Perpatih nan sebatang yang mula-mula mencencang dan melatih negeri Minangkabau,
terutama Demang Lebar Daun, yang mula-mula jadi wazir di buat Si Guntang Maha
Meru, dari turunan Raja Anu Syirwan yang adil, dan Sultan Iskandar Zulkarnain.
Membanggakan tidak
berfaedah, karena menurut Saidina Ali:
"Wa qimatu kulil mar-i ma yahsununahu".
"Harga tiap-tiap manusia, ialah menurut
kebaikan yang telah diperbuatnya".
Bukan menurut nenek moyangnya.
Nabi SAW bersabda:
"Jangan engkau datang kepadaku membawa-bawa
turunanmu, tetapi datanglah kepadaku membawa amalmu".
"Bajuku indah". Bajulah yang indah,
bukan engkau. Rumahku bagus, rumah yang bagus, bukan engkau. Hartaku banyak.
Harta yang banyak, bukan engkau. Nenek moyangku ternama. Nenek moyangmu yang
ternama, bukan engkau! Adapun engkau ini datang dari yang kotor, dan dirimu
sendiri penuh kotoran, perutmu tempat kotoran, telingamu tempat kotoran,
setelah itu kamu akan kembali ke asal kejadianmu, yaitu tanah. Hilang badanmu,
terbang jiwamu, hilang segala-galanya, harta benda, pindah ke tangan orang
lain. Yang diingat orang daripadamu hanya jasa amalmu! Kalau jasa dan amal itu
ada! Kalau tidak ada? Apa yang dapat engkau banggakan?
3. Bertengkar Dan Mematahkan Kata Lawan.
Bertengkar,
sampai bermerah-merahan muka, asalnya mencari mana yang salah dan mana yang benar.
Akhirnya berganti menjadi merendahkan orang lain dan tidak menghargakan
pendapatnya. Perkataan telah keluar dari pokok kata, kemarahan timbul,
kebenaran hilang. Persahabatan berganti jadi permusuhan. Renggang hati kedua
belah pihak.
Atau
mematahkan kata lawan, merendahkan pendapatnya, tidak dihargai, dicemohkan,
dikecilkan. Bagi tukang cemoh ini, tidak ada pendapat yang berharga, tidak ada
buah fikiran yang benar. Kerjanya hanya mencari mana yang salah, di mana cacat
dan celanya. Budi begini sangat rendah, tidak boleh dibawa ke tengah. Pekerjaan
mencela mudah. Tidak ada yang semudah mencela di dunia ini.
Penyakit
bertengkar dan mencemoh ini menular. Mulanya dua tiga orang, setelah itu satu
pergaulan. Lama-lama menjadi penyakit masyarakat umum. Sehingga boleh disebut
penduduk negeri anu suka bertengkar. Orang di kampung anu suka mencemoh.
Akhirnya nama negeri itu diberi "Negeri PCI”, negeri (Perkumpulan Cemoh
Indonesia).
Buat golongan ini, anak kecil dengan orang dewasa sama saja.
Kawan pergaulan dan yang sebaya umur tidak ada perbedaan. Mukanya keruh,
perbuatannya busuk.
Sesuatu pekerjaan yang patut diurus dengan
sempurna, mereka tak boleh mengerjakan.
Dalam kalangan ini orang mudah sekali hina
menghinakan, jatuh menjatuhkan, dengki mendengki dan dekat sekali kepada
penumpahan darah. Atau hilang segala kesungguh-sungguhan.
Semuanya menghilangkan kasih sayang, memutuskan
persahabatan, menghilangkan kepercayaan dan menghilangkan rasa malu.
4. Senda Gurau Dan Olok-olok.
Senda gurau
dan olok-olok, sama bahayanya dengan yang di atas tadi. Dri kegembiraan
bersenda gurau, keluar perkataan yang tidak sopan, sebab kegembiraan yang
meluap menghilangkan rasa malu. Antara orang tua dengan teman seumur sama saja,
dari garah jadi tengkarah (artinya, senda gurau membawa peperangan). Senda
gurau tidak dilarang, asal dalam batas. Rasulullah SAW juga bersenda gurau,
tetapi perkataannya tidak keluar dari garis kebenaran.
5. Mungkir Janji Dan Dendam.
Setelah itu
timbul perangai memudah-mudahkan janji. Menghilangkan kepercayaan, berhubung
dengan harta dan kehormatan, atau berhubung dengan kaum wanita. Dendam hati,
ialah menyembunyikan perasaan marah dan benci, karena hendak membalas sakit
hati. Mulutnya manis bagai madu, tetapi hatinya bagai hati serigala. Tertawanya
singa, menunggu musuhnya lengah.
Semuanya adalah sifat-sifat yang timbul lantaran Ghadab tidak
teratur.
(Sumber: Tasawuf Modern Prof. DR. Hamka)
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan