FIKIH DAKWAH[1]
Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I.[2]
A. Pengertian,
Hakekat, Fungsi dan Tujuan Dakwah
Secara etimologis, dakwah
berasal dari bahasa Arab “دعوة”
dari kata دعا- يدعو yang
berarti “panggilan”, “ajakan” atau “seruan”. Ism Fa’il-nya
ialah da’i/da’iyah (mufrad)
dan du’at (jama’).
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisan
Al-‘Arab mengatakan : du’at adalah orang-orang yang mangajak
manusia untuk bersumpah-setia (bai’at)
pada petunjuk atau kesesatan. Bentuk tunggalnya adalah da’i atau
da’iyah, yang artinya orang yang mengajak
kepada agama atau bid’ah. Dalam kata da’iyah,
huruf “ha” berfungsi sebagai mubalaghah (superlatif). Nabi SAW
juga disebut sebagai da’i
Allah SWT. Demikian pula
seorang mu’adzin disebut sebagai da’i,
dan Nabi SAW adalah da’i umat atau yang mengajak
mereka kepada tuhidullah dan taat kepadaNya.[3]
Atas dasar itulah
kemudian, istilah da’i
dan da’iyah
bermakna orang yang mengajak kepada petunjuk atau kesesatan. Makna semacam ini
dipertegas oleh hadis Nabi SAW berikut ini : (lihat fikih dakwah Jum’ah…26)
Al-Imam Ibnu Qayyim
Al-Jawziyah menjelaskan bahwa setiap da’i memiliki ciri khasnya
sendiri, tergantung pada apa yang didakwahkannya. Ketika kata tersebut
disandarkan kepada lafdz al-jalalah (الله) sehingga
menjadi “داعي الله” maka ia
mengandung spesifikasi makna dan aksentuasi tersendiri; yakni para da’I
yang khusus menyeru kepada agama Allah SWT, beribadah kepadanya, ma’rifat serta
mahabbah kepadaNya. Mereka itu adalah “khawwash khalqillah”
(makhluk Allah SWT yang istimewa), termulia dan tertinggi kedudukan dan
nilainya di sisi Allah SWT.[4]
Menurut Syaikh Jum’ah
Amin Abdul Aziz, da’i
ilallah
adalah orang yang berusaha untuk mengajak manusia, dengan perkataan dan
perbuatannya, kepada Islam, menerapkan manhajnya, memeluk akidahnya
serta melaksanakan syariatnya.[5]
Beberapa nash
(teks) berikut ini menunjuk kepada makna (da’wah)
; menyeru dan menganjurkan manusia untuk iltizam dan menggembirakan
mereka dengan Islam serta mengarahkan mereka kepadanya dengan berbagai media
dan metode yang sesuai dengan prinsip syariah.
Al-Ahzab ayat 45-46 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا ( بمعنى : داعيا إلى
توحيد الله و طاعته)
Al-Ahqaf ayat 31 :
يَاقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَءَامِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ
ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (بمعنى : أطيعوا ماطلب منكم عمله
والتزموا ماجاء به الرسول فى
اللكتاب من الهداية)
Yunus ayat 25 :
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ
السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ ( بمعنى : يوجه الإنسان إلى
ما به يدخل الجنة، ويحثه
على ذلك ويدفعه إليه بكل
وسيلة تحقق هدايته، فهو سبحانه
وتعالى لعلمه بضالة الدنيا أمام
دار السلام رغب الناس فى
الاهتمام بالدائم، وجعل الزائل فى خدمته
وعدم الخطأ فى التقدير.)
An-Nahl ayat 125 :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Al-Hajj ayat 67 :
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا
يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى
رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
Hadis Rasulullah SAW :
من دعا إلى هدى
؛ كان
له من الأجر مثل أجور
من تبعه ؛
لا ينقص ذلك من أجورهم
شيئا ومن دعا إلى ضلالة
؛ كان
عليه من الإثم مثل آثام
من تبعه ؛
لا ينقص ذلك من آثامهم
شيئا[6]
Dengan penjelasan etimologis ini, Thayyib
Barghuts, dalam karyanya “Manhaj Al-Nabiy fi Himayat al-Dakwah” mendefinisikan
“dakwah” sebagai berikut :
“Sebuah kerja keras
yang sistematis dan terstruktur bertujuan untuk mengenalkan hakekat Islam
kepada semua manusia; melakukan sebuah perubahan yang mendasar dan seimbang
dalam kehidupan mereka dengan jalan menunaikan segala kewajiban kekhalifahan
untuk mencari ridla Allah dan menggapai kemenangan yang dijanjikanNya kepada
orang-orang yang shalih dalam kehidupan akherat.”[7]
Dalam perspektif tafsir maudlu’iy (tematik), Dr.
Mohammad Ali Aziz, dalam bukunya “ Ilmu Dakwah” menjelaskan bahwa, dalam Al-Qur’an, kata “da’wah” ditemukan sebanyak
46 kali; 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali
mengajak kepada neraka atau kejahatan. Secara terminologis, setelah mendata
seluruh kata “da’wah”, dakwah Islam dapat didefinisikan sebagai kegiatan
mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah
untuk meniti jalan Allah SWT dan istiqamah di jalanNya serta berjuang
bersama meninggikan agama Allah SWT.
Kata “mengajak”,
“mendorong” dan “memotivasi” merupakan kegiatan dakwah yang berada dalam lingkup
tabligh. Kata “bashirah” untuk menunjukkan bahwa dakwah harus dengan
ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat “meniti jalan Allah SWT” untuk
menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardlatillah. Kalimat “istiqamah
di jalanNya” untuk menunjukkan dakwah yang berkesinambungan. Sedangkan kalimat
“berjuang bersama meninggikan agama Allah SWT” untuk menunjukkan bahwa dakwah
bukan hanya untuk menciptakan kesalehan pribadi, tetapi juga harus menciptakan
kesalehan sosial.[8]
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya “Ma’allah”
mengatakan bahwa dakwah adalah program pelengkap yang meliputi semua
pengetahuan yang dibutuhkan manusia, untuk memberikan penjelasann tentang
tujuan hidup serta menyingkap rambu-rambu kehidupan agar manusia mengetahui apa
yang dibolehkan dan apa yang dilarang.
Menurut Prof. H M Amien
Rais : Dakwah pada pokoknya berarti ajakan atau panggilan yang diarahkan pada masyarakat luas untuk menerima kebaikan dan
meninggalkan keburukan. Dakwah merupakan usaha untuk menciptakan situasi yang
lebih baik sesuai dengan ajaran Islam di semua bidang kehidupan. Dipandang dari
kacamata dakwah, kehidupan manusia merupakan suatu kebulatan. Sekalipun
kehidupan dapat dibedakan menjadi beberapa segi, tetapi dalam kenyataan
kehidupan itu tidak dapat dipisah-pisahkan.[9]
Hakekat dan Sifat Dasar Dakwah
Islam
1) Dakwah Islam adalah
ajakan yang tujuannya dapat tercapai tanpa paksaan (persuasif).
لاإِكْرَاهَ
فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ[10]
إِنَّا
أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ
فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ
عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ[12]
2) Dakwah Islam adalah
seruan untuk berfikir, berdebat dan berargumen dengan kebenaran
(rasional-intelektual). Dakwah bukan kegiatan indoktrinasi dan dogmatis.
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ
رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ
عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[13]
3) Dakwah Islam adalah
universal, diserukan kepada semua umat manusia.
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ[14]
قُلْ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ
اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا
إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ[16]
4) Dakwah merupakan tugas
mulia yang mesti dilaksaakan dengan sungguh-sungguh dan kontinyus.
قَالَ
رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا
وَنَهَارًا. فَلَمْ
يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا.
وَإِنِّي
كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا. ثُمَّ
إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا. ثُمَّ
إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا. فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا[17]
5) Dakwah kepada al-haq akan selalu
berhadapan dengan dakwah kepada al-bathil
وَيَا قَوْمِ مَا لِي
أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ. تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا
لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا
أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ[18]
6) Jalan dakwah tidak mulus,
sarat dengan rintangan
أَلَمْ
يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمِ
نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ لَا
يَعْلَمُهُمْ إِلَّا اللَّهُ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرَدُّوا أَيْدِيَهُمْ فِي أَفْوَاهِهِمْ وَقَالُوا إِنَّا
كَفَرْنَا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ وَإِنَّا لَفِي
شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَنَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ[19]
7) Dakwah Islam bukan
pemabawa psikotrapik.
Dakwah bukalah suatu pekerjaa
magis, ilusi atau usaha untuk menyenangkan kesenangan atau bentuk-bentuk
sikotepia lainnya. Atas dasar ini –dakwah Islam tidak dilakukan denga
psikotrapik- maka, mengalihka agama seseorang yang sadar dengan cara-cara magic,
mistis, atau kimiawi meruakan tindakan tidak bermoral.[20]
B. Fungsi
dan Tujuan Dakwah Islam
Agar aktivitas dakwah
yang kita lakukan selalu berada pada flatform yang semestinya, sebagaimana yang telah dipaparkan pada tinjauan terminologi
sebelumya, fungsi dan tujuan dakwah perlu ditegaskan sebagai berikut :
1) Menyebarkan Islam dan
ajaran tauhid kepada semua manusia, sebagai individu ataupun masyarakat,
sehingga mereka merasakan Islam rahmatan lil-‘alamin.
2) Menumbuhkan kesadaran
tentang kewajiban eksistensial manusia di dunia; menunaikan amanah kekhalifahan
di bumi.
3) Menunaikan kewajiban
mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-nya, Nabi
Muhammad saw., menjauhi segala larangan-larangan guna mendapat karunia dan
ridha-nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan
bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, menuju baldatun
thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
4) Melestarikan nilai-nilai
Islam dari generasi ke generasi di kalangan umat Islam. Meluruskan akhlaq
manusia, amar ma’ruf
dan nahi munkar,
mengeluarkan manusia min al-dzulumat ila al-nur.
5) Menumbuhkan kesadaran
tentang kehidupan akherat sebagai terminal akhir eksistensi kehidupan manusia
di dunia. Pewarisan surga sebagai cita-cita tertinggi kehidupan mereka.
C. Perintah
Dakwah dalam Al-Qur’an
dan Sunnah
1) An-Nahl ayat 125
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
2) Alu Imran ayat 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ
ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا
لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
3) Al-Taubah ayat 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Pada Al-Taubah ayat 67,
Allah SWT menerangkan sifat orang-orang munafiq sebagai berikut :
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا
اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
4) Al-Ma’idah ayat 78-79
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ. كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا
كَانُوا يَفْعَلُونَ
5) Al-‘Ashr ayat 1-3
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
6) Hadis Riwayat Imam Bukhari rahimahullah
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِي اللَّه
عَنْه قَالَ خَطَبَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ قَالَ أَتَدْرُونَ أَيُّ
يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى
ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ
أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى
قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ
فَقَالَ أَلَيْسَ ذُو الْحَجَّةِ قُلْنَا بَلَى
قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ
قَالَ أَلَيْسَتْ بِالْبَلْدَةِ الْحَرَامِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَإِنَّ
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي
شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى
يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ
قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ
سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ
7) Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
8) Hadis riwayat Imam Tirmidzi rahimahullah
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ
أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
D.
Keutamaan Dakwah dalam Al-Qur’an dan Sunnah
1)
Fushshilat
ayat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ
دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
2)
Al-Ahzab ayat 45-46; profesi
yang sangat mulia pada diri Rasulullah SAW
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
3)
Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ
دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ
مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ
دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ
الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
4)
Sabda Rasulullah SAW kepada Ali
Bin Abi Thalib (Muttafaq ‘alaihi) :
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَوَاللَّهِ
لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ
لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ
حُمْرُ النَّعَمِ
5)
Hadis
riwayat Imam Tirmidzi rahimahullah
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى
مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
E.
Hukum Menunaikan Dakwah
Sejatinya menunaikan tugas dakwah merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Dakwah dapat dilaksanakan secara
individu ataupun kolektif (jamaah). Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dan sabda Rasulullah
SAW :
قال الله تعالى : وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُون[21]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ[22]
Dr. Abdul Karim Zaidan
memandang bahwa meaksanakan dakwah secara kolektif dan terorganisir merupakan
satu keharusan (dlarury) ketika para da’i menghadapi permasalahan dakwah yang lebih kompleks,
karena jelas, kondisi semacam ini tidak dapat diselesaikan dengan daya juang
perseorangan yang bercerai-berai. Penegasan ini terbaca ada sirah Nabawiyah,
ketika beliau SAW memerintahkan setiap orang yang baru saja masuk Islam untuk
bergabung dan berhijrah ke Darul Hijrah agar kerja keras mereka semakin
solid dan berada dibawah arahan Rasulullah SAW secara langsung.[23] Hal
ini diteguhkan pula oleh Firman Allah dalam Al-Ma’idah
ayat 2 berikut ini :
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Sebagian umat Islam berpendapat
bahwa dakwah tidak wajib atas setiap muslim dan muslimah. Status hukum
melaksanakan dakwah ialah wajib kifayah bagi para ulama dan agamawan.
Mereka mengatakan, konteks perintah berdakwah dalam surat Alu Imran ayat 104
tidak menunjuk kepada keseluruhan umat Islam, tetapi bagi sebagian saja di
antara mereka. Karena ”منكم” di sini,
bermakna ”تبعيض” (menunjuk makna sebagian).
Penjelasan dan
bantahan atas pandangan tersebut, menurut Zaydan, dapat merujuk kepada pedapat
Ibnu Katsir yang memaknai ayat tersebut sebagai “seyogyanya ada sekelompok di
antara umat ini yang secara spesifik (meghadapi tatangan-tantangan dakwah yang
lebih kompleks), meskipun ia bersifat wajib atas setia individu umat Islam
sesuai dengan kemampuannya masing-masing.”
Al-Imam Al-Razy dalam tafsirnya megatakan
bahwa kata ”منكم” yang terdapat dalam ayat
104 dari surah Alu Imran menunjuk kepada
makna ‘penjelasan’ (تبيـين) dan tidak bermakna ’sebagian’ (تبعيض), berdasarkan dua alasan; 1)
bahwasanya Allah mewajibkan amar maruf nahi munkar kepada semua umat
dalam surat Alu Imran ayat 110; dan 2) tidak ada seorang mukallafpun
kecuali wajib atas diriya amar maruf nahi munkar, sesuai dengan
kemampuan dan kafasitasnya, bi al-yad aw bi al-lisan aw bi al-qalb. Dengan
demikian dapat ditegaskan bahwa makna ayat 104 dari surah Alu Imran tersebut
ialah ”jadilah kalian sebagai umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan
yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.”[24]
Dalam pandangan penulis, sebagai jalan tengah
perbedaan pendapat tersebut, ada baiknya kita megambil makna yang tersirat
dalam gagasan Imam Ibnu Katsir yang telah dikemukakan di atas. Artinya, dalam
perkara-perkara dakwah yang mampu dilakukan oleh setiap individu umat maka
dakwah menjadi kewajiban idividual (wajib ‘ainy). Sementara dalam
berbagai permasalahan dakwah yang lebih rumit dan kompleks serta membutuhkan
kerja kolektif dan sinergis antar individu dan jamaah umat atau juga
membutuhkan media dan sarana yang lebih berat maka, dalam konteks ini, dakwah
bersifat kifayah.
F.
Tauhid Sebagai Grand Design Dakwah Para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam
Menurut para ahli
Sosiologi Agama, masyarakat primitive hidup dalam kesederhanan dalam
berbagai aspek; aspek materi maupun aspek keyakinan (teologis). Pada dasarnya
hidup mereka sangat tergantung pada alam yang ada di sekitar mereka karena
alamlah sebagai satu-satunya sumber penghidupan. Oleh karena itu bagi mereka alam merupakan factor yang sangat dominan.
Namun kenyataan yang mereka alami kadangkala tidak bersahabat. Air yang
diasumsikan sebagai sesuatu yang sangat vital dan bermanfaat menjelma sebagai
sesuatu yang mengerikan; banjir longsor yang menelan korban. Tanah subur
menghijau, tiba-tiba bergoyang dan menghancurkan harta benda mereka. Kenyataan
tersebut menimbulkan sebuah keyakinan pada diri mereka bahwa alam memiliki
kekuatan yang melebihi kekuatan mereka. Masing-masing masyarakat menanggulangi
berbagai peristiwa tersebut dengan caranya masing-masing yang unik.
Pada zaman mesir kuno, sungai Nil yang banjir
dianggap sebagai roh yang sedang marah. Untuk membujuk agar roh tersebut tidak marah, maka
dikorbankanlah seorang anak gadis yang paling cantik. Dari sinilah muncul
kepercayaan bahwa setiap benda di sekeliling manusia mempunyai kekuatan
misterius. Kekuatan ghaib tersebut disebut orang jepang (kami), India (hari
& shakti), Pigmi di Afrika (oudah), orang Indian Amerika (waken,
orenda dan maniti). Dalam bahasa Indonesia (tuah,
bertuah).[25]Kepercayaan ini dikenal sebagai dinamisme.
Kepercayaan pada kekuatan gaib tersebut di atas
meningkat menjadi kepercayaan kepada roh, yang kemudian populer sebagai
animisme. Kepercayaan ini mengalami tahapan perkembangan. Pada awalnya mereka
meyakini bahwa semua benda alam memiliki roh. Dari sekian roh yang mereka
yakini, terdapat roh yang kuat yang dapat menimbulkan pengaruh pada alam. Benda yang dianggap
paling kuat itulah kemudian yang dijadikan symbol penyembahan dan peribadatan.[26]Pada masyarakat
politeisme kepercayaan tersebut tidak
langsung kepada benda, tetapi abstraksi atau fungsi benda itu yang ditakuti dan
disembah.[27]
Prof
Dr Ismail Raji al-Faruqi, yang dikenal sebagai tokoh yang populer dengan
gagasan “Islamisasi Ilmu Pengetahuan” yang kemudian dibunuh oleh agen Rahasia
Yahudi Mossad menjelaskan bahwa, di Makkah, juga diseluruh jazirah Arabia
sebelum kerasulan dan kenabian Muhammad SAW, “Allah” adalah dikenal
sebagai nama dewa yang paling sering
disebut dan yakini sebgai “pencipta dari semua”, “penguasa langit dan bumi”
Bahkan dalam al-qur’an dijelaskan dalam surat Al-‘Ankabut ayat 61 :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ[28]
Tetapi, fungsi dan tugas operasional Allah tersebut
didelegasikan dan diambil alih oleh dewa-dewa lain yang lebih kecil;
pengaruhnya yang luar biasa dinyatakan dalam symbol Bulan dan matahari. Dengan demikian muncullah simbolisasi yang dapat mewakili
sifat ketuhanan tersebut. “Allat” seorang dewi yang digambarkan
sebagai anak perempuan Allah diidentifikasikan dengan symbol matahari, dan
sebagian yang lain rembulan. “Al-‘Uzza” dimitoskan sebagai anak Tuhan yang
kedua yang dihubungkan dengan planet Venus; “Manat”, anak perempuan ketiga,
mewakili nasib yang dialami oleh manusia.”Wudd” dimitoskan sebagai lambang
cinta Tuhan, “Yaghuts” lambang pertolongan Tuhan, “Ya’uq” lambang perlindungan Tuhan dan “Suwa” lambang
penerapan siksa yang pedih. Bahkan Dewa “Hubal” yang paling menonjol disekitar
Ka’bah pada masa Jahiliah mempunyai
tangan yang terbuat dari emas.[29]
Selain bentuk kemusyrikan
tersebut, dalam tradisi Arab dikenal pula keyakinan-keyakinan tertentu seperti;
sihir, tanjim (perbintangan), nusyrah (melawan sihir dengan sihir), “tathayyur”
(meramal nasib baik/buruk dengan media burung), “Tama’im” (jimat; sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak
untuk menangkal penyakit, atau pengaruh jahat tertentu), “wada’ah” (sesuatu yang diambil dari
laut, menyerupai rumah karang dapat digunakan untuk menangkal penyakit) dll.,
kesemua hal ini diharamkan oleh Islam.
Mencermati berbagai fenomena tersebut, tampak
bahwa problema yang dihadapi oleh manusia dan akan selalu aktual sepanjang
sejarah, di setiap waktu dan tempat, ialah permasalahan
“kemusyrikan”/”politeisme” dan bukan permasalahan “Ateisme.” Oleh karena itulah
yang menjadi ajaran/doktrin pokok para Nabi dan Rasul sepanjang sejarah ialah
membebaskan manusia dari perbudakan kesyirikan. Inilah yang menjadi grand
design dakwah mereka seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam surat An-Nahl :
36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ
أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ
هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ
عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ[30]
Prinsip
tauhid itulah yang diformmulasikan oleh Rasulullah SAW
dalam “kalimatut tauhid” : إلا الله x لاإله. Kalimatut tauhid mengandung dua komponen utama yakni “menegasikan” (nafyu) dan
“afirmasi” (itsbat), tiada yang berhak disembah kecuali Allah SWT.
Suatu ketika, di masa Rasulullah SAW, terjadi
peristiwa gerhana yang kebetulan bersamaan dengan meninggalnya putera
Rasulullah SAW, Ibrahim. Sebagian sahabat mengaitkan gerhana tersebut dengan
kematian Ibrahim. Rasulullah SAW menjelaskan :
إن الشمس والقمر آيتان
من آيات الله لايخشفان لموت أحد
ولا لحياته فإذا رأيتم ذلك
فادعواالله وكبروا وتصدقوا وصلوا [31]
Dengan penalaran yang lain, dapat dijelaskan
bahwa ajaran Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah SAW adalah kelanjutan dari
dakwah para nabi dan rasul sebelumnya; mengajak manusia untuk meninggalkan
“fase mitologi” menuju fase yang lebih bermartabat yang berbasis pada ilmu dan
pengetahuan.
G.
Dakwah
Muhammadiyah
Sebagaimana
flatform dan grand design dakwah para Nabi dan Rasul tersebut di
atas, Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu di antara jama’ah-jama’ah di
Indonesia, juga mengikuti jejak mereka. Setidaknya, flatform dakwah
Muhammadiyah tertuang dalam berbagai dokumen da keputusan resmi Persyarikatan;
Mukadimah Anggaran Dasar, MKCH, Jati Dir, HPT, Pedoman Hidup Islami dan
lain-lain.
Sebagai
penyegaran ingatan kita semua, ada baiknya penulis tampilkan kembali pernyataan jati diri dan Matan Keyakinan dan
Cita-cita Hidup Muhammadiyah, untuk memperkokoh materi Fikih Dakwah ini.
Jati diri
Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah suatu Persyarikatan yang
merupakan “Gerakan Islam”. Maksud gerakan ialah Dakwah Islam dan amar
ma’ruf dan nahi munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan
masyarakat
Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada bidang
pertama terbagi menjadi dua golongan :
a.
Kepada yang telah Islam bersifat pembaruan (tajdid), yaitu mengembalikan
kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni;
b.
Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama
Islam.
Adapun dakwah
Islam dan amar ma’ruf nahi munkar bidang kedua ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan dengan bermusyawarah atas dasar taqwa
dan mengharap keridhaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan
caranya masing-masing yang sesuai. Muhammadiyah
menggerakkan masyarakat menuju tujuan ialah mewujudkan masyarakat utama, adil
dan makmur yang diridhai Allah subhanahu wata’ala.
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH)[32]
1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada
Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk
terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk
melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah Allah di muka
bumi.
2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama
Allah yang diwahyukan kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa
dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan
hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :
·
Al-Qur’an : Kitab Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad s.a.w.
·
Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ; dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya
ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang :
·
Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa
mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
·
Akhlak
Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya nilai-nilai
akhlaq mulia dengan berpedoman ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
·
Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
·
Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat dunyawiyah (pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran Agama serta
menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5) Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa
Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai
sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang
berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan
makmur dan diridhoi Allah SWT (Surah
Saba’ ayat 15) :
H.
Sistem Dakwah
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘sistem’ berarti :
perangkat unsure yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas.[33]
Adapun
system dakwah yang peulis maksud ialah, sejumlah unsur dan perangkat dalam
kegiatan dakwah yang saling terkait (integral) untuk mencapai tujuan dan target
dakwah. Beberapa unsur penting dalam kegiatan dakwah sebagi berikut :
1) Da’i
a. Kompetensi da’i.[34]
Maksudnya ialah, sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan da perilaku serta
keterampilan tertetu yang harus ada pada diri dai agar dia dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik.
1.
Kompetensi subtantif: pemahaman Islam yang cukup, tepat dan benar; berakhlaq
karimah; mengetahui perkembangan pengetahua umjum yang relative luas (tsaqafah);
pemahaman hakekat dakwah; mencintai mad’u
(mitra/peerima dakwah); mengenal kondisi lingkungan dakwah.
Diantara
akhlak/kepribadian da’i ialah :
ikhlas; Amanah; Shidq/jujur dalam perkataan, iat dana kehedak, tekad,
janji dan bekerja; rahmah, rifq dan hilm; Sabar; hirsh; tsiqah
(kepercayaan yang teguh bahwa Allah SWT akan meampakan ebearan agamaNya); wa’yu (kesadaran
untuk terus menambah bekal dakwah).
2.
Kompetensi metodologis: kemampuan melakukan idetifikasi permasalahan dakwah
yang dihadapi; kemampuan untuk mendapatkan iformasi mengenai cirri-ciri
obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya; kemampua
menyusun langkah perecanaan dakwah yang dapat menjadi problem solving bagi
masyarakat; kemampuan untuk merealisasikan perencanaan dakwah.
2) Mad’uw (mitra
dakwah). Mereka terdiri dari berbagai macam golongan dan kelompok manusia. Ini
berimplikasi pada model, metode, materi dakwah dll., yang variatif tergantung
pada kondisi obyektif maduw. Di antaranya;
a. Segi sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota
kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
b. Struktur kelembagaan negara; eksekutif, yudikatif,
legislatif
c. Segi tingkatan ; anak-anak, remaja dan orang tua.
d. Segi kelamin; kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
e. Segi agama; ; Islam dan kafir atau non muslim
f. Segi kultur keberagamaan; ; Islam dan kafir atau non
muslim
g. Segi profesi da mata pencaharian ; mata pencaharian ;
Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan,
buruh dll.
h. Struktur ekonomi; Golongan kaya, menegah, dan miskin
i. Segi khusus; khusus ; Golongan masyarakat tuna
susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
j. Masyarakat seniman; Komunitas masyarakat seniman,
baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.
3) Materi Dakwah;
sistematika Akidah, ibadah, muamalah dan akhlaq (tazkyatun Nufus).
4) Wasa’il (Media dakwah) : akhlaq da’i, ini yang utama (perkataan yang hidup, actio speaks
leader than a word); lisan (ceramah, peyuluhan, konsultasi dll), tulisan
(buku, bulletin, majalah, koran dll) audio-visual (TV, internet, lcd dll.)
5) Thariqah (metode dakwah); hikmah, mawidzah hasaah, al-jadal bi
al-ahsan.
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[35]
6) Atsar (efek dakwah)
a. Kognitif, setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah
(mad’uw) akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses
berfikir, dan efek kogitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang
diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh mad’uw tentang isi pesan yang
diterimanya.
b. Apektif, efek ini adalah merupakan pengaruh dakwah
berupa perubahan sikap, emosi dan tata nilai mad’uw setelah menerima pesan. Sikap
adalah sama degan proses belajar dengan tiga variabel sebagai penunjangya,
yaitu; perhatian, pengertian dan peerimaan.
c. Behavioral, efek ini merupakan suatu bentuk efek
dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku mad’uw secara nyata dalam
merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam pola tindakan, kegiatan,
tindakan dan prilaku sehari-hari.[36]
7) Pendekatan Dakwah (approach)[37]
a. Pendekatan Sosial, sebuah cara adang bahwa mad’uw sebagai makhluk sosial. Model
pedekatannya; pendidikan, budaya, politik, ekonomi.
b. Pendekatan psikologis terdiri dari dua aspek
pandangan :
1. Mad’uw diadag sebagai makhluk yang
memiliki kelebihan dibanding degan makhluk lainnya. Oleh karena itu ia harus
dihadai dengan pedekatan persuasif, hikmah da kasih sayang.
2. Kenyataan
bahwa, disamig mad’uw memiliki kelebihan ia juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Ia gagal
mengkomunikasikan tentang diriya karena berbagai problema dan kesulitan hidup.
Nah, pendekatan psikologis ini diperlukan oleh mad’uw yang membutuhkan pemecahan
masalah rohani, baik dengan bimbingan, penyuluhan, curhat dll.
8) Sarana dan dana dakwah
Agar dakwah kita mampu
menciptakan / membangun kondisi yang kondusif, maka Muhammadiyah perlu
meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media dakwahnya. Misalnya dalam
rangka penguatan SDI perlu sarana untuk
melakukan kaderisasi mubaligh seperti lembaga pendidikan kader dan pelatihan
mubaligh (pesantren, fakultas agama, pusdiklat mubaligh, system kaderisasi
mubaligh dsb.). Sarana transportasi untuk pengiriman mubaligh atau dai seperti
mobil, motor, kapal jika mungkin pesawat. dsb. Sarana komunikasi dan penyiaran
seperti majalah, bulletin, surat kabar, telepon, radio, tv, web site, internet.
Sarana untuk pertemuan seperti masjid, gedung pertemuan dsb. .
Dana, meskipun bukan yang
terpenting, tetapi merupakan hal yang sangat penting. Keberhasilan dakwah Nabi
dan para sahabat, para khulafaur rasyidin, para mubaligh yang menyebarkan Islam
ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke Indonesia), para pendiri organisasi
Islam), dan dakwah Islam lainnya antara
lain ditentukan oleh tersedianya dana. Jika dana cukup kemungkinan keberhasilan
dakwah adalah lebih besar. Sebaliknya jika tidak tersedia dana, biasanya dakwah menjadi tersendat. Dana
diperlukan untuk menyiapkan kader dai / mubaligh, untuk pengiriman mubaligh ke
berbagai daerah, untuk biaya hidup /
gaji mubaligh, untuk jaminan kesehatan mubaligh, untuk menyediakan sarana dan
prasarana dan untuk membiayai operasional dakwah seperti penerbitan buku,
majalah, pendirian dan dana opersional
radio, surat kabar dsb.[38]
9) Manajemen dakwah (Materi tersendiri)
1) Memberi keteladanan sebelum berdakwah
2) Mengikat hati sebelum mejelaskan
3) Mengenalkan sebelum memberi beban
4) Bertahap dalam memberi beban
5) Memudahkan, bukan menyulitkan
6) Yang pokok (ushul) sebelum yang cabang (furu’)
7) Membesarkan hati sebelum memberi ancaman (targhib qabla tarhib)
8) Kita mendidik mad’uw, bukan
memamerkan kesalahanya.
والله أعلم بالصواب
Budi Mulia
Bateng III, Kamis 19 Juli 2007
[1] Makalah dipresentasikan pada Pelatihan Muballighat Pimpinan
Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah, di Hotel Dwi Warna Yogyakarta.
[2] Anggota
Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Periode :
2005-2010 / Mudir Lembaga Bahasa Arab “Ma’had Ali Bin Abi Thalib”
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
[3] Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab XIV, hlm. 259
[5] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah : Studi atas
Berbagai Prinsip dan Kaidah yang Harus Dijadikan Acuan Dalam Dakwah Islamiyah, Terj. Abdus
Salam Masykur (Solo: Intermedia, 2005), hlm. 27
[6] Al-Albany, Silsilah Al-Ahadits Al-Shahihah, Jilid
II, hlm. 522. Hadis No. 865. Lihat al-Maktabah al-Syamilah
[7] Thayyib Barghuts, Manhaj Al-Nabiy fi Himayat
al-Dakwah wa Al-Muhafadhah ‘ala Munjazatiha Khilal al-Fatrah al-Makkiyah
(Virginia USA: IIIT, 1995), hlm. 64-67
[8] Dr. Moh. Ali Aziz, Ilmu
Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 3-4
[9] HM Amien Rais, “Dakwah
Menghadapi Era Informasi” dalam Kata Pengantar pada “Dakwah Islam
Kontemporer : Tantangan dan Harapan (Yogyakarta : MTDK-PPM, 2004), hlm. v
[10] Al-Baqarah : 256
[11] Al-Kahf : 29
[12] Al-Zumar : 41
[13] Al-Nahl : 125
[17] Nuh : 5-10
[18] Ghafir : 41-42
[19] Ibrahim : 9
[20] Beberapa permasalahan ini dianalisa dan dirangkum dari
buku ”Ilmu Dakwah” karya Dr.
Moh. Ali Aziz (sesuai dengan persepsi dan pemahaman penulis)
[21] Alu Imran : 104
[22] HR Muslim
[23] Abdul Karim
Zaydan, Ushul al-Dakwah (Beirut: El-Risalah Publisher, 1420), hlm.
310-311
[24] Abdul Karim
Zaydan, Ushul…hlm. 311-312
[25] Amsal
Bakhtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. II,
hlm. 58-59
[26] Ibid.
hlm. 66
[27] Ibid.
hlm. 67
[28] Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka
betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)
[29] Lihat
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, hlm. 76-77
[30] Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu",
maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul).
[31] HR Bukhary
[32] Keputusan Tanwir 1969 di Ponorogo
[33] Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indoesia (Jakarta: Balaipustaka, 1995), hlm. 950
[34] Yunahar Ilyas, “Revitalisasi
Dakwah Intern Muhammadiyah” dalam MTDK, Dakwah Islam Kontemporer...hlm.8-9
[35] An-Nahl : 125
[36] Dr. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…hlm. 141-142
[37] Ibid…hlm.
143-148
[38] M. Sukriyanto A.R., Strategi Dakwah Muhammadiyah (Makalah pada
sekretariat MTDK-PPM 2005-2010)
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan