Sabtu, 13 April 2013

FIKIH DAKWAH

Loading



FIKIH DAKWAH[1]
Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I.[2]


A. Pengertian, Hakekat, Fungsi dan Tujuan Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab “دعوة” dari kata دعا- يدعو yang berarti “panggilan”, “ajakan” atau “seruan”. Ism Fail­-nya ialah dai/daiyah (mufrad) dan duat (jama).
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisan Al-‘Arab mengatakan : duat adalah orang-orang yang mangajak manusia untuk bersumpah-setia (baiat) pada petunjuk atau kesesatan. Bentuk tunggalnya adalah dai atau daiyah, yang artinya orang yang mengajak kepada agama atau bidah. Dalam kata daiyah, huruf “ha” berfungsi sebagai mubalaghah (superlatif). Nabi SAW juga disebut sebagai dai Allah SWT. Demikian pula seorang muadzin disebut sebagai dai, dan Nabi SAW adalah dai umat atau yang mengajak mereka kepada tuhidullah dan taat kepadaNya.[3]
Atas dasar itulah kemudian, istilah dai dan daiyah bermakna orang yang mengajak kepada petunjuk atau kesesatan. Makna semacam ini dipertegas oleh hadis Nabi SAW berikut ini : (lihat fikih dakwah Jumah…26)
Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jawziyah menjelaskan bahwa setiap dai memiliki ciri khasnya sendiri, tergantung pada apa yang didakwahkannya. Ketika kata tersebut disandarkan kepada lafdz al-jalalah (الله) sehingga menjadi “داعي الله” maka ia mengandung spesifikasi makna dan aksentuasi tersendiri; yakni para daI yang khusus menyeru kepada agama Allah SWT, beribadah kepadanya, marifat serta mahabbah kepadaNya. Mereka itu adalah “khawwash khalqillah” (makhluk Allah SWT yang istimewa), termulia dan tertinggi kedudukan dan nilainya di sisi Allah SWT.[4]
Menurut Syaikh Jumah Amin Abdul Aziz, dai ilallah adalah orang yang berusaha untuk mengajak manusia, dengan perkataan dan perbuatannya, kepada Islam, menerapkan manhaj­nya, memeluk akidahnya serta melaksanakan syariatnya.[5]
Beberapa nash (teks) berikut ini menunjuk kepada makna (dawah) ; menyeru dan menganjurkan manusia untuk iltizam dan menggembirakan mereka dengan Islam serta mengarahkan mereka kepadanya dengan berbagai media dan metode yang sesuai dengan prinsip syariah.
Al-Ahzab ayat 45-46 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا  ( بمعنى : داعيا إلى توحيد الله و طاعته)
Al-Ahqaf ayat 31 :
يَاقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَءَامِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (بمعنى : أطيعوا ماطلب منكم عمله والتزموا ماجاء به الرسول فى اللكتاب من الهداية)
Yunus ayat 25 :
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ( بمعنى : يوجه الإنسان إلى ما به يدخل الجنة، ويحثه على ذلك ويدفعه إليه بكل وسيلة تحقق هدايته، فهو سبحانه وتعالى لعلمه بضالة الدنيا أمام دار السلام رغب الناس فى الاهتمام بالدائم، وجعل الزائل فى خدمته وعدم الخطأ فى التقدير.)
An-Nahl ayat 125 :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Al-Hajj ayat 67 :
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
Hadis Rasulullah SAW :
من دعا إلى هدى ؛ كان له من الأجر مثل أجور من تبعه ؛ لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا ومن دعا إلى ضلالة ؛ كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه ؛ لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا[6]
Dengan penjelasan etimologis ini, Thayyib Barghuts, dalam karyanya “Manhaj Al-Nabiy fi Himayat al-Dakwah” mendefinisikan “dakwah” sebagai berikut :
“Sebuah kerja keras yang sistematis dan terstruktur bertujuan untuk mengenalkan hakekat Islam kepada semua manusia; melakukan sebuah perubahan yang mendasar dan seimbang dalam kehidupan mereka dengan jalan menunaikan segala kewajiban kekhalifahan untuk mencari ridla Allah dan menggapai kemenangan yang dijanjikanNya kepada orang-orang yang shalih dalam kehidupan akherat.”[7]

Dalam perspektif tafsir maudluiy (tematik), Dr. Mohammad Ali Aziz, dalam bukunya “ Ilmu Dakwah” menjelaskan bahwa, dalam Al-Quran, kata “dawah” ditemukan sebanyak 46 kali; 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak kepada neraka atau kejahatan. Secara terminologis, setelah mendata seluruh kata “dawah”, dakwah Islam dapat didefinisikan sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah SWT dan istiqamah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah SWT.
Kata “mengajak”, “mendorong” dan “memotivasi” merupakan kegiatan dakwah yang berada dalam lingkup tabligh. Kata “bashirah” untuk menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat “meniti jalan Allah SWT” untuk menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardlatillah. Kalimat “istiqamah di jalanNya” untuk menunjukkan dakwah yang berkesinambungan. Sedangkan kalimat “berjuang bersama meninggikan agama Allah SWT” untuk menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya untuk menciptakan kesalehan pribadi, tetapi juga harus menciptakan kesalehan sosial.[8]
 Syaikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya “Maallah” mengatakan bahwa dakwah adalah program pelengkap yang meliputi semua pengetahuan yang dibutuhkan manusia, untuk memberikan penjelasann tentang tujuan hidup serta menyingkap rambu-rambu kehidupan agar manusia mengetahui apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang.
Menurut Prof. H M Amien Rais : Dakwah pada pokoknya berarti ajakan atau panggilan yang diarahkan pada masyarakat luas untuk menerima kebaikan dan meninggalkan keburukan. Dakwah merupakan usaha untuk menciptakan situasi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam di semua bidang kehidupan. Dipandang dari kacamata dakwah, kehidupan manusia merupakan suatu kebulatan. Sekalipun kehidupan dapat dibedakan menjadi beberapa segi, tetapi dalam kenyataan kehidupan itu tidak dapat dipisah-pisahkan.[9]

Hakekat dan Sifat Dasar Dakwah Islam
1) Dakwah Islam adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai tanpa paksaan (persuasif).
لاإِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ[10]
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ[11]
إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ[12]
2) Dakwah Islam adalah seruan untuk berfikir, berdebat dan berargumen dengan kebenaran (rasional-intelektual). Dakwah bukan kegiatan indoktrinasi dan dogmatis.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[13]
3) Dakwah Islam adalah universal, diserukan kepada semua umat manusia.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ[14]
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ[15]
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ[16]
4) Dakwah merupakan tugas mulia yang mesti dilaksaakan dengan sungguh-sungguh dan kontinyus.
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا. فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا. وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا. ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا. ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا. فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا[17]
5) Dakwah kepada al-haq akan selalu berhadapan dengan dakwah kepada al-bathil
وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ. تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ[18]
6) Jalan dakwah tidak mulus, sarat dengan rintangan
أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ لَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا اللَّهُ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرَدُّوا أَيْدِيَهُمْ فِي أَفْوَاهِهِمْ وَقَالُوا إِنَّا كَفَرْنَا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ وَإِنَّا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَنَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ[19]
7) Dakwah Islam bukan pemabawa psikotrapik.
Dakwah bukalah suatu pekerjaa magis, ilusi atau usaha untuk menyenangkan kesenangan atau bentuk-bentuk sikotepia lainnya. Atas dasar ini –dakwah Islam tidak dilakukan denga psikotrapik- maka, mengalihka agama seseorang yang sadar dengan cara-cara magic, mistis, atau kimiawi meruakan tindakan tidak bermoral.[20]



B. Fungsi dan Tujuan Dakwah Islam
Agar aktivitas dakwah yang kita lakukan selalu berada pada flatform yang semestinya, sebagaimana yang telah dipaparkan pada tinjauan terminologi sebelumya, fungsi dan tujuan dakwah perlu ditegaskan sebagai berikut :
1) Menyebarkan Islam dan ajaran tauhid kepada semua manusia, sebagai individu ataupun masyarakat, sehingga mereka merasakan Islam rahmatan lil-‘alamin.
2) Menumbuhkan kesadaran tentang kewajiban eksistensial manusia di dunia; menunaikan amanah kekhalifahan di bumi.
3) Menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-nya, Nabi Muhammad saw., menjauhi segala larangan-larangan guna mendapat karunia dan ridha-nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, menuju baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
4) Melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi di kalangan umat Islam. Meluruskan akhlaq manusia, amar maruf dan nahi munkar, mengeluarkan manusia min al-dzulumat ila al-nur.
5) Menumbuhkan kesadaran tentang kehidupan akherat sebagai terminal akhir eksistensi kehidupan manusia di dunia. Pewarisan surga sebagai cita-cita tertinggi kehidupan mereka.

C. Perintah Dakwah dalam Al-Quran dan Sunnah
1) An-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
2) Alu Imran ayat 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
3) Al-Taubah ayat 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Pada Al-Taubah ayat 67, Allah SWT menerangkan sifat orang-orang munafiq sebagai berikut :
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
4) Al-Maidah ayat 78-79
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ. كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
5) Al-‘Ashr ayat 1-3
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
6) Hadis Riwayat Imam Bukhari rahimahullah
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ خَطَبَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ قَالَ أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ فَقَالَ أَلَيْسَ ذُو الْحَجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَتْ بِالْبَلْدَةِ الْحَرَامِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
7) Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
8) Hadis riwayat Imam Tirmidzi rahimahullah
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ

D. Keutamaan Dakwah dalam Al-Quran dan Sunnah
1)                    Fushshilat ayat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
2)                    Al-Ahzab ayat 45-46; profesi yang sangat mulia pada diri Rasulullah SAW
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
3)                    Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
4)                    Sabda Rasulullah SAW kepada Ali Bin Abi Thalib (Muttafaq ‘alaihi) :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
5)                    Hadis riwayat Imam Tirmidzi rahimahullah
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
E. Hukum Menunaikan Dakwah
Sejatinya menunaikan tugas dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Dakwah dapat dilaksanakan secara individu ataupun kolektif (jamaah). Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW :
قال الله تعالى : وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون[21]
     قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ[22]
  Dr. Abdul Karim Zaidan memandang bahwa meaksanakan dakwah secara kolektif dan terorganisir merupakan satu keharusan (dlarury) ketika para dai menghadapi permasalahan dakwah yang lebih kompleks, karena jelas, kondisi semacam ini tidak dapat diselesaikan dengan daya juang perseorangan yang bercerai-berai. Penegasan ini terbaca ada sirah Nabawiyah, ketika beliau SAW memerintahkan setiap orang yang baru saja masuk Islam untuk bergabung dan berhijrah ke Darul Hijrah agar kerja keras mereka semakin solid dan berada dibawah arahan Rasulullah SAW secara langsung.[23] Hal ini diteguhkan pula oleh Firman Allah dalam Al-Maidah ayat 2 berikut ini :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
  Sebagian umat Islam berpendapat bahwa dakwah tidak wajib atas setiap muslim dan muslimah. Status hukum melaksanakan dakwah ialah wajib kifayah bagi para ulama dan agamawan. Mereka mengatakan, konteks perintah berdakwah dalam surat Alu Imran ayat 104 tidak menunjuk kepada keseluruhan umat Islam, tetapi bagi sebagian saja di antara mereka. Karena  منكم” di sini, bermakna ”تبعيض (menunjuk makna sebagian).
  Penjelasan dan bantahan atas pandangan tersebut, menurut Zaydan, dapat merujuk kepada pedapat Ibnu Katsir yang memaknai ayat tersebut sebagai “seyogyanya ada sekelompok di antara umat ini yang secara spesifik (meghadapi tatangan-tantangan dakwah yang lebih kompleks), meskipun ia bersifat wajib atas setia individu umat Islam sesuai dengan kemampuannya masing-masing.”
Al-Imam Al-Razy dalam tafsirnya megatakan bahwa kata ”منكم” yang terdapat dalam ayat 104 dari surah Alu Imran  menunjuk kepada makna ‘penjelasan (تبيـين) dan tidak bermakna sebagian (تبعيض), berdasarkan dua alasan; 1) bahwasanya Allah mewajibkan amar maruf nahi munkar kepada semua umat dalam surat Alu Imran ayat 110; dan 2) tidak ada seorang mukallafpun kecuali wajib atas diriya amar maruf nahi munkar, sesuai dengan kemampuan dan kafasitasnya, bi al-yad aw bi al-lisan aw bi al-qalb. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa makna ayat 104 dari surah Alu Imran tersebut ialah ”jadilah kalian sebagai umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan yang maruf dan mencegah yang munkar.”[24]
Dalam pandangan penulis, sebagai jalan tengah perbedaan pendapat tersebut, ada baiknya kita megambil makna yang tersirat dalam gagasan Imam Ibnu Katsir yang telah dikemukakan di atas. Artinya, dalam perkara-perkara dakwah yang mampu dilakukan oleh setiap individu umat maka dakwah menjadi kewajiban idividual (wajib ‘ainy). Sementara dalam berbagai permasalahan dakwah yang lebih rumit dan kompleks serta membutuhkan kerja kolektif dan sinergis antar individu dan jamaah umat atau juga membutuhkan media dan sarana yang lebih berat maka, dalam konteks ini, dakwah bersifat kifayah.

F. Tauhid Sebagai Grand Design  Dakwah Para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam
  Menurut para ahli Sosiologi Agama, masyarakat primitive hidup dalam kesederhanan dalam berbagai aspek; aspek materi maupun aspek keyakinan (teologis). Pada dasarnya hidup mereka sangat tergantung pada alam yang ada di sekitar mereka karena alamlah sebagai satu-satunya sumber penghidupan. Oleh karena itu bagi mereka alam merupakan factor yang sangat dominan. Namun kenyataan yang mereka alami kadangkala tidak bersahabat. Air yang diasumsikan sebagai sesuatu yang sangat vital dan bermanfaat menjelma sebagai sesuatu yang mengerikan; banjir longsor yang menelan korban. Tanah subur menghijau, tiba-tiba bergoyang dan menghancurkan harta benda mereka. Kenyataan tersebut menimbulkan sebuah keyakinan pada diri mereka bahwa alam memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan mereka. Masing-masing masyarakat menanggulangi berbagai peristiwa tersebut dengan caranya masing-masing yang unik.
Pada zaman mesir kuno, sungai Nil yang banjir dianggap sebagai roh yang sedang marah. Untuk membujuk agar roh tersebut tidak marah, maka dikorbankanlah seorang anak gadis yang paling cantik. Dari sinilah muncul kepercayaan bahwa setiap benda di sekeliling manusia mempunyai kekuatan misterius. Kekuatan ghaib tersebut disebut orang jepang (kami), India (hari & shakti), Pigmi di Afrika (oudah), orang Indian Amerika (waken, orenda dan maniti). Dalam bahasa Indonesia (tuah, bertuah).[25]Kepercayaan ini dikenal sebagai dinamisme.
Kepercayaan pada kekuatan gaib tersebut di atas meningkat menjadi kepercayaan kepada roh, yang kemudian populer sebagai animisme. Kepercayaan ini mengalami tahapan perkembangan. Pada awalnya mereka meyakini bahwa semua benda alam memiliki roh. Dari sekian roh yang mereka yakini, terdapat roh yang kuat yang dapat menimbulkan pengaruh pada alam. Benda yang dianggap paling kuat itulah kemudian yang dijadikan symbol penyembahan dan peribadatan.[26]Pada masyarakat politeisme kepercayaan tersebut  tidak langsung kepada benda, tetapi abstraksi atau fungsi benda itu yang ditakuti dan disembah.[27]
Prof Dr Ismail Raji al-Faruqi, yang dikenal sebagai tokoh yang populer dengan gagasan “Islamisasi Ilmu Pengetahuan” yang kemudian dibunuh oleh agen Rahasia Yahudi Mossad menjelaskan bahwa, di Makkah, juga diseluruh jazirah Arabia sebelum kerasulan dan kenabian Muhammad SAW, “Allah” adalah dikenal sebagai  nama dewa yang paling sering disebut dan yakini sebgai “pencipta dari semua”, “penguasa langit dan bumi” Bahkan dalam al-quran dijelaskan dalam surat Al-‘Ankabut  ayat 61 :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ[28]
 Tetapi, fungsi dan tugas operasional Allah tersebut didelegasikan dan diambil alih oleh dewa-dewa lain yang lebih kecil; pengaruhnya yang luar biasa dinyatakan dalam symbol Bulan dan matahari. Dengan demikian muncullah simbolisasi yang dapat mewakili sifat ketuhanan tersebut. Allatseorang dewi yang digambarkan sebagai anak perempuan Allah diidentifikasikan dengan symbol matahari, dan sebagian yang lain rembulan. “Al-‘Uzza” dimitoskan sebagai anak Tuhan yang kedua yang dihubungkan dengan planet Venus; “Manat”, anak perempuan ketiga, mewakili nasib yang dialami oleh manusia.”Wudd” dimitoskan sebagai lambang cinta Tuhan, “Yaghuts” lambang pertolongan Tuhan, “Yauq” lambang perlindungan Tuhan dan “Suwa” lambang penerapan siksa yang pedih. Bahkan Dewa “Hubal” yang paling menonjol disekitar Kabah pada masa Jahiliah mempunyai tangan yang terbuat dari emas.[29]
Selain bentuk kemusyrikan tersebut, dalam tradisi Arab dikenal pula keyakinan-keyakinan tertentu seperti; sihir, tanjim (perbintangan), nusyrah (melawan sihir dengan sihir), “tathayyur” (meramal nasib baik/buruk dengan media burung), “Tamaim” (jimat; sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal penyakit, atau pengaruh jahat tertentu), “wadaah” (sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah karang dapat digunakan untuk menangkal penyakit) dll., kesemua hal ini diharamkan oleh Islam.
 Mencermati berbagai fenomena tersebut, tampak bahwa problema yang dihadapi oleh manusia dan akan selalu aktual sepanjang sejarah, di setiap waktu dan tempat, ialah permasalahan “kemusyrikan”/”politeisme” dan bukan permasalahan “Ateisme.” Oleh karena itulah yang menjadi ajaran/doktrin pokok para Nabi dan Rasul sepanjang sejarah ialah membebaskan manusia dari perbudakan kesyirikan. Inilah yang menjadi grand design dakwah mereka seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam surat An-Nahl : 36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ[30]
Prinsip tauhid itulah yang diformmulasikan oleh Rasulullah SAW dalam “kalimatut tauhid” : إلا الله    x لاإله. Kalimatut tauhid mengandung dua komponen utama yakni “menegasikan” (nafyu) dan “afirmasi” (itsbat), tiada yang berhak disembah kecuali Allah SWT.
Suatu ketika, di masa Rasulullah SAW, terjadi peristiwa gerhana yang kebetulan bersamaan dengan meninggalnya putera Rasulullah SAW, Ibrahim. Sebagian sahabat mengaitkan gerhana tersebut dengan kematian Ibrahim. Rasulullah SAW menjelaskan :
إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لايخشفان لموت أحد ولا لحياته فإذا رأيتم ذلك فادعواالله وكبروا وتصدقوا وصلوا [31]
 Dengan penalaran yang lain, dapat dijelaskan bahwa ajaran Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah SAW adalah kelanjutan dari dakwah para nabi dan rasul sebelumnya; mengajak manusia untuk meninggalkan “fase mitologi” menuju fase yang lebih bermartabat yang berbasis pada ilmu dan pengetahuan.

G. Dakwah Muhammadiyah
Sebagaimana flatform dan grand design dakwah para Nabi dan Rasul tersebut di atas, Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu di antara jamaah-jamaah di Indonesia, juga mengikuti jejak mereka. Setidaknya, flatform dakwah Muhammadiyah tertuang dalam berbagai dokumen da keputusan resmi Persyarikatan; Mukadimah Anggaran Dasar, MKCH, Jati Dir, HPT, Pedoman Hidup Islami dan lain-lain.
Sebagai penyegaran ingatan kita semua, ada baiknya penulis tampilkan kembali  pernyataan jati diri dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, untuk memperkokoh materi Fikih Dakwah ini.

      Jati diri Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah suatu Persyarikatan yang merupakan “Gerakan Islam”. Maksud gerakan ialah Dakwah Islam dan amar maruf dan nahi munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat
Dakwah dan amar maruf nahi munkar pada bidang pertama terbagi menjadi dua golongan :
a. Kepada yang telah Islam bersifat pembaruan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni;
b. Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
 Adapun dakwah Islam dan amar maruf nahi munkar bidang kedua ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridhaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam amar maruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai. Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuan ialah mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah subhanahu wataala.

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH)[32]
1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Maruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah Allah di muka bumi.
2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :
·        Al-Quran : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
·        Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ; dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang :
·         Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bidah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
·         Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
·         Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
·         Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya muamalat dunyawiyah (pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5) Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,     untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah  SWT (Surah Saba ayat 15) :
H. Sistem Dakwah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘sistem berarti : perangkat unsure yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.[33]
Adapun system dakwah yang peulis maksud ialah, sejumlah unsur dan perangkat dalam kegiatan dakwah yang saling terkait (integral) untuk mencapai tujuan dan target dakwah. Beberapa unsur penting dalam kegiatan dakwah sebagi berikut :
1) Dai
a. Kompetensi dai.[34] Maksudnya ialah, sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan da perilaku serta keterampilan tertetu yang harus ada pada diri dai agar dia dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

1. Kompetensi subtantif: pemahaman Islam yang cukup, tepat dan benar; berakhlaq karimah; mengetahui perkembangan pengetahua umjum yang relative luas (tsaqafah); pemahaman hakekat dakwah; mencintai madu (mitra/peerima dakwah); mengenal kondisi lingkungan dakwah.

Diantara akhlak/kepribadian dai ialah : ikhlas; Amanah; Shidq/jujur dalam perkataan, iat dana kehedak, tekad, janji dan bekerja; rahmah, rifq dan hilm; Sabar; hirsh; tsiqah (kepercayaan yang teguh bahwa Allah SWT akan meampakan ebearan agamaNya); wayu (kesadaran untuk terus menambah bekal dakwah).

2. Kompetensi metodologis: kemampuan melakukan idetifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi; kemampuan untuk mendapatkan iformasi mengenai cirri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya; kemampua menyusun langkah perecanaan dakwah yang dapat menjadi problem solving bagi masyarakat; kemampuan untuk merealisasikan perencanaan dakwah.  

2) Maduw (mitra dakwah). Mereka terdiri dari berbagai macam golongan dan kelompok manusia. Ini berimplikasi pada model, metode, materi dakwah dll., yang variatif tergantung pada kondisi obyektif maduw. Di antaranya;
a. Segi sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
b. Struktur kelembagaan negara; eksekutif, yudikatif, legislatif
c. Segi tingkatan ; anak-anak, remaja dan orang tua.
d. Segi kelamin; kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
e. Segi agama; ; Islam dan kafir atau non muslim
f. Segi kultur keberagamaan; ; Islam dan kafir atau non muslim
g. Segi profesi da mata pencaharian ; mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan, buruh dll.
h. Struktur ekonomi; Golongan kaya, menegah, dan miskin
i. Segi khusus; khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
j. Masyarakat seniman; Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.
3)  Materi Dakwah; sistematika Akidah, ibadah, muamalah dan akhlaq (tazkyatun Nufus).
4) Wasail (Media dakwah) : akhlaq dai, ini yang utama (perkataan yang hidup, actio speaks leader than a word); lisan (ceramah, peyuluhan, konsultasi dll), tulisan (buku, bulletin, majalah, koran dll) audio-visual (TV, internet, lcd dll.)
5) Thariqah (metode dakwah); hikmah, mawidzah hasaah, al-jadal bi al-ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[35]
6) Atsar (efek dakwah)
a. Kognitif, setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah (maduw) akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses berfikir, dan efek kogitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh maduw tentang isi pesan yang diterimanya.
b. Apektif, efek ini adalah merupakan pengaruh dakwah berupa perubahan sikap, emosi dan tata nilai maduw setelah menerima pesan. Sikap adalah sama degan proses belajar dengan tiga variabel sebagai penunjangya, yaitu; perhatian, pengertian dan peerimaan.
c. Behavioral, efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku maduw secara nyata dalam merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam pola tindakan, kegiatan, tindakan dan prilaku sehari-hari.[36] 
7) Pendekatan Dakwah (approach)[37]
a. Pendekatan Sosial, sebuah cara adang bahwa maduw sebagai makhluk sosial. Model pedekatannya; pendidikan, budaya, politik, ekonomi.
b. Pendekatan psikologis terdiri dari dua aspek pandangan :
1. Maduw diadag sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding degan makhluk lainnya. Oleh karena itu ia harus dihadai dengan pedekatan persuasif, hikmah da kasih sayang.
2.  Kenyataan bahwa, disamig maduw memiliki kelebihan ia juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Ia gagal mengkomunikasikan tentang diriya karena berbagai problema dan kesulitan hidup. Nah, pendekatan psikologis ini diperlukan oleh maduw yang membutuhkan pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan, penyuluhan, curhat dll.
8) Sarana dan dana dakwah
        Agar dakwah kita mampu menciptakan / membangun kondisi yang kondusif, maka Muhammadiyah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media dakwahnya. Misalnya dalam rangka penguatan SDI  perlu sarana untuk melakukan kaderisasi mubaligh seperti lembaga pendidikan kader dan pelatihan mubaligh (pesantren, fakultas agama, pusdiklat mubaligh, system kaderisasi mubaligh dsb.). Sarana transportasi untuk pengiriman mubaligh atau dai seperti mobil, motor, kapal jika mungkin pesawat. dsb. Sarana komunikasi dan penyiaran seperti majalah, bulletin, surat kabar, telepon, radio, tv, web site, internet. Sarana untuk pertemuan seperti masjid, gedung pertemuan dsb. .
        Dana, meskipun bukan yang terpenting, tetapi merupakan hal yang sangat penting. Keberhasilan dakwah Nabi dan para sahabat, para khulafaur rasyidin, para mubaligh yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke Indonesia), para pendiri organisasi Islam),  dan dakwah Islam lainnya antara lain ditentukan oleh tersedianya dana. Jika dana cukup kemungkinan keberhasilan dakwah adalah lebih besar. Sebaliknya jika tidak tersedia  dana, biasanya dakwah menjadi tersendat. Dana diperlukan untuk menyiapkan kader dai / mubaligh, untuk pengiriman mubaligh ke berbagai daerah, untuk  biaya hidup / gaji mubaligh, untuk jaminan kesehatan mubaligh, untuk menyediakan sarana dan prasarana dan untuk membiayai operasional dakwah seperti penerbitan buku, majalah,  pendirian dan dana opersional radio, surat kabar dsb.[38]
9) Manajemen dakwah (Materi tersendiri)

I. Beberapa Kaidah Dakwah[39]
1) Memberi keteladanan sebelum berdakwah
2) Mengikat hati sebelum mejelaskan
3) Mengenalkan sebelum memberi beban
4) Bertahap dalam memberi beban
5) Memudahkan, bukan menyulitkan
6) Yang pokok (ushul) sebelum yang cabang (furu)
7) Membesarkan hati sebelum memberi ancaman (targhib qabla tarhib)
8) Kita mendidik maduw, bukan memamerkan kesalahanya.

والله أعلم بالصواب
Budi Mulia Bateng III, Kamis 19 Juli 2007



[1] Makalah dipresentasikan pada Pelatihan Muballighat Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah, di Hotel Dwi Warna Yogyakarta.
[2] Anggota Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Periode : 2005-2010 / Mudir Lembaga Bahasa Arab “Mahad Ali Bin Abi Thalib” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
[3] Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab XIV, hlm. 259
[4] Ibnu Qayyim Al-Jawziyah, Miftah Dar Al-Saadah.
[5] Jumah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah : Studi atas Berbagai Prinsip dan Kaidah yang Harus Dijadikan  Acuan Dalam Dakwah Islamiyah, Terj. Abdus Salam Masykur (Solo: Intermedia, 2005), hlm. 27
[6] Al-Albany, Silsilah Al-Ahadits Al-Shahihah, Jilid II, hlm. 522. Hadis No. 865. Lihat al-Maktabah al-Syamilah
[7] Thayyib Barghuts, Manhaj Al-Nabiy fi Himayat al-Dakwah wa Al-Muhafadhah ‘ala Munjazatiha Khilal al-Fatrah al-Makkiyah (Virginia USA: IIIT, 1995), hlm. 64-67
[8] Dr. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 3-4
[9] HM Amien Rais, “Dakwah Menghadapi Era Informasi” dalam Kata Pengantar pada “Dakwah Islam Kontemporer : Tantangan dan Harapan (Yogyakarta : MTDK-PPM, 2004), hlm. v
[10] Al-Baqarah : 256
[11] Al-Kahf : 29
[12] Al-Zumar : 41
[13] Al-Nahl : 125
[14] Saba: 28
[15] Al-Anbiya : 107
[16] Al-Araf : 158
[17] Nuh : 5-10
[18] Ghafir : 41-42
[19] Ibrahim : 9
[20] Beberapa permasalahan ini dianalisa dan dirangkum dari buku ”Ilmu Dakwah” karya Dr. Moh. Ali Aziz (sesuai dengan persepsi dan pemahaman penulis)
[21] Alu Imran : 104
[22] HR Muslim
[23] Abdul Karim Zaydan, Ushul al-Dakwah (Beirut: El-Risalah Publisher, 1420), hlm. 310-311
[24] Abdul Karim Zaydan, Ushul…hlm. 311-312
[25] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. II, hlm. 58-59
[26] Ibid. hlm. 66
[27] Ibid. hlm. 67
[28] Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)
[29] Lihat Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, hlm. 76-77
[30] Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
[31] HR Bukhary
[32]  Keputusan Tanwir 1969 di Ponorogo
[33] Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indoesia (Jakarta: Balaipustaka, 1995), hlm. 950
[34] Yunahar Ilyas, “Revitalisasi Dakwah Intern Muhammadiyah” dalam MTDK, Dakwah Islam Kontemporer...hlm.8-9
[35] An-Nahl : 125
[36] Dr. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…hlm. 141-142
[37] Ibid…hlm. 143-148
[38] M. Sukriyanto A.R., Strategi Dakwah Muhammadiyah (Makalah pada sekretariat MTDK-PPM 2005-2010)
[39] Jumah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah :…hlm. 175-381

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan