Draft oleh
Mahli Zainuddin Tago (200707)
A. Prolog
+ Dakwah adalah merubah suatu keadaan (dasar-dasar nilai, perilaku orang banyak,
struktur social) menjadi keadaan yang lebih
baik berdasar ajaran Islam
+ dasar-dasar nilai berlandaskan pada pengetahuan
manusia:
Pengetahuan |
media
|
Contoh |
Ilmu
Pengetahuan
|
Indera/Empirisme
|
Biologi,
Fisika
|
Filsafat/Logika
|
Akal/rasionalisme
|
Konversi,
Induksi
|
Seni |
Rasa/estetika
|
Musik,
Cinta
|
Agama
|
Wahyu
|
Akhirat,
Alam Gaib
|
B.
Pergulatan Dakwah Islam di Indonesia perspektif
Dasar Pengetahuan
Era
|
Dasar
Pengetahuan
|
Orientasi
Dakwah
|
Penggerak
Dakwah
|
Masuknya
Islam/Mistik
|
Wahyu, rasa
|
Tasawuf
|
Sufi/Wali
|
Ortodoksi
I/Tradisi
|
Wahyu, rasa
|
Tasawuf/fiqh
|
Pesantren
|
Ortodoksi
II/ Modern
|
Wahyu, akal,
indera
|
tajdid
(purifikasi dan modernisasi)
|
Organisasi
Pembaharu
|
Posmodern
|
Wahyu, akal,
indera, rasa
|
Lampaui
spiritulitas sekular
|
?
|
C.
Spiritualitas Posmodern
1.
Kondisi Budaya Posmodern
a. Hiperealitas
- berkembangnya berbagai fenomena hyper (melampaui): hiperproduksi=produksi yang melampaui
kapasitas konsumsi, hiperkomunikasi= komunikasi melampaui fungsi penyampaian
pesan,
hipermarket=pasar
yang melampaui fungsi arena transasksi
barang, hiperkomoditi= komoditi yang melampaui alam komoditi
- tumpang tindih: yang nyata dengan yang tak nyata, realitas dengan
fantasi, model dan realitas, citra lebih dipercaya dibanding kenyataan
b. Dromologi
- kecepatan (produksi, distribusi, konsumsi) memerangkap manusia dalam
tekanan durasi percepatannya (velocity)
- tekanan kecepatan menggiring kebudayaan
+ melampaui batas ( moral, kultural,
tabu, adat, spiritual)
+ menciptakan dunia ketelanjangan (transparency = mempertontonkan, menjual apapun, dunia tanpa rahasia)
+ menciptakan semacam budaya panik: panik pasar modal, trend, fahion, gaya
hidup, tekanan psikis dan mental harian,
c. Banalitas
- berbaurnya budaya luhur dan rendah,
otentik dan tiruan
- sesuatu yang dulunya tidak penting (hiburan, gaya hidup, waktu senggang,
game) menjadi jantung dunia kehidupan
- menumbuhkan sikap tidak acuh terhadap kategorisasi nilai: benar/salah,
baik/buruk, berguna/tidak berguna
- kebudayaan menyerap apapun yang diciptakan dan kehilangan kapasitas
pemaknaan, berkembang dalam wujud kesetikaan.
d. Kompleksitas
- terjadi saling interdependensi
antar berbagai unsur budaya (lokal, daerah, modern, hipermodern) melalaui globalisasi
- tercipta pertukaran, tumpang
tindih, dan pembiakan unsur-unsur budaya yang sangakt kompleks
- tidak ada suatu kebudayan yang dapat eksis tanpa berhubungan dengan
kebudayaan lain.
2. Spiritualitas Posmo
- Dunia yang dilipat: hiruk pikuk, digerakkan oleh energi hasrat/nafsu,
dikendalikan mesin kecepatan, dipenuhi kebisingan, panik, sarat objek dan citra
banal, dihiasai berjuta simulakrum, dapat memberikan kesenangan dan ekstasi,
meski instant dan tidak bertahan lama.
- Dunia spiritualitas: sunyi, pengekangan hasrat, khusyuk, dalam, dipenuhi ruang-ruang suci
dan tanda-tanda ketuhanan. Memberi kesenangan dan esktasi lewat penyerahan
diri, kepatuhan, dan disiplin.
- Secara sosiologis: kembali ke spiritualitas kecenderugnan yang sudah nampak sekarang.
Tahun 1970-an: civil religion (generalisasi konsep Tuhan, meski beda agama tapi
konsep Tuhan sama, semangat komunal
agama hilang, sangat individualistikl,
subyektif, dengan nama yang berbeda sesuai kebutuhan)
- Secara filosofis: bila segala ada (beings) telah transparan maka tidak
ada lagi yang disebut kehidupan di dunia. Dunia
dapat hidup bila masih ada yang
tidak diketahui dibaliknya. Yang tidak diketahui: Misteri, Utopia, Metafisik, Spirit, Tuhan,
yang Suci/Sacret
+ ketidakmampuan manusia hadirkan Yang Sakral menggiring penghadiran yang sakral (huruf
kecil): fetish, totem, pagan, ruang dan waktu tertentu yang memiliki atribut
kesucian.
+ Animisme: benda-benda alam sebagai Yang Suci, monoteisme: benda,
makhluk, ruang dan waktu tanda (signs) dari Yang Suci
- Pemikiran dan filsfat modern
menggiring ke arah objektifikasi segala Yang Tak Diketahui/Yang Sakral.
+ Spirit yang tak terjelaskan ditaklukkan dengan menciptakan spirit
tandingan yang kemampuan nalar, sains,
dan teknologi manusia.
+ Obyektifikasi ekstrim sebagai produk materialisme radikal mengeksploitasi habis duni amateri, mengancam
keberlangsungan manusai dai masa depan, menggiring kepada penghancuran diri
manusia.
èKembali
kepada spiritualitas adalah sebuah jalan keluar.
D. Dakwah di Era Posmodern
1. Nalar kembali ke Spiritualitas
- manusia cenderung kembali pada
agama adalah mekanisme mendasar dalam kehidupan (psikis) manusia yaitu hasrat
(desire).
+ Manusia bisa memiliki hasrat/keinginan tanpa batas, tapi kemampuan
untuk mencapainya terbatas.
+ Maka manusia mengandalkan Sang Lain yang diharapkan dapat mengisi
celah antara keinginan dan apa yang dapat dilakukan.
- Kecenderungan ini bergerak ke
dua arah berlawanan: agama institusional dan teologi negatif (pencapaian
kekuatan ketuhanan tanpa nama Tuhan seperti pada agama konvensional:
ketaksadaran, Gaia, spiritulitas komunis, sakralitas ateis, mistik sekuler)
- Spiritualitas ada dua: spiritualitas agama dan sipritualitas sekuler
- Spiritualitas sekuler:
+ upaya pencarian diri sejati melalaui praktek ritual tertentu yang
bersifat komunal: spiritualitas feminisme, gay, New Age, gerakan ekologis, rekreasi alam terbuka, seni, olah raga, eletronic game. Tidak berkaitan dengan Tuhan.
+ merupakan spiritualitas dunia yang dilipat.
+ di dalamnya orang menemukan: nilai dalam kedangkalan, makna dalam banalitas, pencerahan dalam
kecepatan, kebahagiaan dari yang profan,
yang sejati dari yang imanen, spirit di dalam dunia
+ Spiritualitas dipandang sebagai sebuah kehadiran yang mengobyek
(objective presence)
+menolak klaim universalisme agama-agama besar yang dituduh sebagai
bentuk kecenderungan Narasi Besar
+ mengambil unsur berbagai agama, dikombinasikan ke dalam berbagai
kombinasi hibrid atau sinkretik.
+ cenderung mengalihkan atribut spiritualitas atau Yang Suci dari Tuhan ke manusia. Atribut ketuhanan
sudah ada dalam diri manusia.
+ Lewat meditasi, hipnotis,
pemusatan pikiran, manusia dapat menemuka diri lebih tinggi (higher
self)- Tuhan di dalam diri sendiri.
+ Berbagai bentuk spiritualitas posmodern: paganisme, panteisme,
mitologi, astrologi, UFO, tenaga dalam, aura,
vampire, manusia serigala, Ratu Pantai Selatan, pengobatan alternatif,
petunjuk arwah, pertolongan jin, spiritualitas cyberspace, dll.
+ spirit, lewat kemajuan sains dan teknologi dapat disimulasikan, menjadi pengalaman
faktual (meski tidak material).
+ spiritualitas sekular dapat
memberi kepuasan, nilai, dan makna individu maupun sosial, lewat upacara atau ritual, Tanpa perlu kehadiran
dari seuatu yang disebut Tuhan.
2. Berdakwah pada Era Posmo?
- Spiritualitas sekular bisa
memberi ketenangan, pemenuhan hasrat, penemuan diri, tetapi tidak bisa
menjawab persoalan teologis yang lebih besar: misalnya, kematian, cinta,
takdir, kemana manusia setelah mati?
- Dakwah bisa bermain dalam tataran ini
+ penyakit modernisme (stress, depresi, bunuh diri) gagal diatasi
spiritualitas sekuler.
+ Manusia perlu spiritualitas agama!
+ Dakwah era posmodern adalah mendakwah spiritualitas agama yang melampaui spiritualitas sekulaer
________________________________________________________________________
Sumber Bacaan:
- Atho’ Muddzhar, Pendekatan
Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
- Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif,
Jakarta: YOI, 1992.
- Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan,
Yogyakarta: Jalasutra, 2006.
-----------------------,
Hiper-Realitas Kebudayaan,
Yogyakarta: LKiS, 1999.
-
George Ritzer, Sociological Theory, University
of Maryland, 2000.
-
Fransisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi
Menyingkap Kepentingan Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas, Yogyakarta:
Buku Baik, 2003.
- St. Sunardi, Nietzsche, Yogyakarta: LkiS, 2006.
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan