PEMBAGIAN WARISAN BERSAMA ANAK ANGKAT
Penanya:
Nama dan Alamat diketahui Tim Fatwa
(disidangkan pada hari Jum’at, 11 Muharram 1427 H / 10 Februari 2006 M)
Pertanyaan:
Seseorang meninggal dunia, dengan meninggalkan seorang isteri, 3 orang saudara laki-laki sekandung, 2 orang saudara perempuan sekandung dan 2 orang anak angkat. Harta peninggalannya berupa sebuah rumah yang diwarisi dari orang tuanya, bukan harta yang diperoleh dari usahanya selama perkawinan dengan isterinya. Bersama ini kami mohon fatwa tentang:
1. Siapa saja yang berhak mendapat bagian harta warisan?
2. Berapa bagian dari masing-masing ahli waris yang berhak rnenerima?
3. Bagaimana zakatnya?
Jawaban:
Sebelum sampai kepada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saudara, perlu kiranya kami sampaikan:
1. Berdasarkan keterangan dalam pertanyaan saudara, maka dapat disimpulkan bahwa harta tersebut termasuk harta bawaan dari suami, sehingga dalam pembagian harta warisan tersebut, tidak diberlakukan sebagai harta gono gini.
2. Sebagaimana telah sering kami kemukakan dalam jawaban tentang pembagian warisan, bahwa harta peninggalan sebelum dibagi kepada para ahli waris yang berhak menerima, terlebih dahulu harus dikeluarkan untuk biaya perawatan jenazah, yang meliputi biaya memandikan, mengkafani dan menguburkannya, serta untuk membayar hutang jika ada, baik hutang kepada Allah seperti rnembayar zakat atau membayar nadzar yang belum dibayarkan dikala pewaris masih hidup maupun hutang kepada sesama manusia, dan menunaikan wasiat jika dikala hidupnya pernah berwasiat dan belum dilaksanakan. Setelah itu semua dilaksanakan, baru harta peninggalan menjadi harta warisan yang dibagikan kepada para ahli waris yang berhak menerima.
Berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan saudara, kami berikan jawaban sebagai berikut:
Pertama: Tentang kedudukan masing-masing dari orang-orang yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu:
1. Kedudukan Anak Angkat
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
... وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ ذَالِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ. اُدْعُوْهُمْ لِأَبَآئِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللهِ فَإِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْا ءَابَآءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ. [الأحزاب (33): 4-5].
Artinya: “… dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu (hamba sahaya yang sudah dimerdekakan) …” [QS. al-Ahzab: (33): 4-5].
Dari ayat al-Qur’an di atas, diperoleh ketegasan bahwa anak angkat tidak boleh didaku dan disamakan sebagai anak kandung, sehingga dalam pembagian harta warisan, anak angkat yang tidak memiliki hubungan nasab atau hubungan darah dengan orang tua angkatnya tidak dapat saling mewarisi. Dengan kata lain anak angkat tidak mewarisi harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua angkatnya, demikian pula sebaliknya orang tua angkat tidak mewarisi harta warisan anak angkatnya.
Namun, dalam Kompilasi Hukum Islam kedudukan anak angkat dalam pembagian harta warisan disebutkan sebagai penerima wasiat; sebagaimana disebutkan dalam Pasal 209 ayat (2): “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 harta orang tua angkatnya”.
Atas dasar ketentuan tersebut, maka jika dua orang anak angkat sebagaimana yang disebutkan dalam pertanyaan ini, tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia berhak menerima wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua angkatnya.
2. Isteri (jandanya)
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ. [النساء (4): 12].
Artinya: “Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.” [QS. an-Nisa’ (4): 12].
Sehubungan dengan pertanyaan saudara, maka isteri memperoleh seperempat harta warisan, karena suaminya yang meninggal dunia tidak mempunyai anak.
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan dua orang saudara perempuan sekandung.
Dalam Hukum Waris Islam, mereka secara bersama-sama kedudukannya sebagai ‘ashabah bil ghair, yakni mereka secara bersama-sama mewarisi seluruh harta warisan setelah diambil untuk ahli menerima bagian warisan tertentu dan wasiat, yang dalam hal ini ialah setelah dikurangi dengan bagian isteri (jandanya) dan wasiat wajibah yang diberikan kepada dua orang anak angkatnya.
Dalam membagi harta warisan antara saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung berlaku ketentuan bagian seorang saudara laki-laki sekandung sama dengan bagian dua orang saudara perempuan sekandung, berdasarkan firman Allah:
وَإِنْ كَانُوْا إِخْوَةً رِجَالاً وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ. [النساء (4): 176].
Artinya: “Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.” [QS. an-Nisa’ (4): 176].
Kedua: Tentang bagian anak angkat dan masing-masing ahli waris:
Setelah diketahui kedudukan anak angkat dan masing-masing ahli waris, baru dilakukan perhitungan dalam pembagian harta warisannya. Misalnya harta warisan yang berupa sebuah rumah itu merupakan harta warisan yang sudah siap dibagi, dalam arti tidak lagi dibebani dengan biaya perawatan jenazah, hutang dan wasiat; dan dimisalkan dihargai dengan Rp. l00.000.000,- (seratus juta rupiah), maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
Diperhitungkan bagian masing-masing.
1. Wasiat wajibah untuk dua orang anak angkat = 1/3
2. Isteri (jandanya) = 1/4
Asal Masalah = 12
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan
dua orang saudara perempuan sekandung = ‘ashabah bil ghair
Dengan demikian maka bagian masing-masing:
1. Wasiat wajibah untuk dua orang anak angkat = 1/3 x 12 = 4
2. Isteri (jandanya) = 1/4 x 12 = 3
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan
dua orang saudara perempuan sekandung = 12 – (4 + 3) = 5
Harga per bagian = Rp. 100.000.000,- : 12 = Rp. 8.333.333,-
Bagian harta warisan masing-masing, adalah:
1. Wasiat wajibah untuk dua orang anak angkat = 4 x Rp. 8.333.333,-
= Rp. 33.333.332,-
2. Isteri (jandanya) = 3 x Rp. 8.333.333,-
= Rp 24.999.999,-
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan
dua orang saudara perempuan sekandung = 5 x Rp. 8.333.333,-
= Rp. 41.666.665,-
Bagian untuk masing-masing saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung, dihitung sebagai berikut:
1. Tiga orang saudara laki-laki sekandung = 3 x 2 = 6
2. Dua orang saudara perempuan sekandung = 2 x 1 = 2
Jumlah = 8
Harga per bagian Rp. 41.666.665,- : 8 = Rp. 5.208.333,-
Bagian harta warisan untuk masing-masing:
1. Tiga orang saudara laki-laki sekandung = 6 x Rp. 5.208.333,-
= Rp 31.249.998,-
Jadi bagian seorang saudara laki-laki sekandung
= Rp. 31.249.998,- : 3 = Rp. 10.416.666,-
2. Dua orang saudara perempuan sekandung = 2 x Rp. 5.208.333,-
= Rp. 10.416.666,-
Jadi bagian seorang saudara perempuan sekandung
= Rp. 10.416.666,- : 2 = Rp. 5.208.333,-
Ketiga: Tentang zakat dari bagian dari harta warisan.
Menurut hemat kami zakat uang dipersamakan dengan zakat emas, baik nishab, haul dan kadarnya. Nishab untuk zakat emas, yakni 85 gram emas murni, sedang haulnya harta tersebut telah tersimpan selama 1 tahun dan kadarnya 2,5 %. OIeh karena itu jika bagian harta warisan tersebut memang sudah mencapai harga emas murni seberat 85 gram, sudah tersimpan sampai dengan 1 tahun maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Namun jika belum atau tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pada zakat emas tersebut, belum atau tidak terkena kewajiban zakat. Sekalipun demikian diajarkan dalam al-Qur’an agar orang yang menerima bagian harta warisan untuk bershadaqah terutama kepada sanak kerabat yang tidak menerima bagian harta warisan, anak yatim dan orang miskin yang melihat atau menyaksikan secara langsung pembagian harta warisan tersebut. Allah berfirman:
وَ إِذَا حَضَرَ اْلقِسْمَةَ أُوْلُوْا اْلقُرْبَى وَاْليَتَامَى وَاْلمَسَاكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوْفًا. [النساء (4): 8].
Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian warisan itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” [QS. an-Nisa’ (4): 8].
Wallahu a‘lam bish-shawab. *dw)
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan di tanyakan