Minggu, 07 Oktober 2018

Penjelasan Tuntas “HADITS JIBRIL

Loading

TEKS HADITS

Teks Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَارِزًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِيمَانُ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكِتَابِهِ وَلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ الْآخِرِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ الْأَمَةُ رَبَّهَا فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا وَإِذَا كَانَتْ الْعُرَاةُ الْحُفَاةُ رُءُوسَ النَّاسِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رِعَاءُ الْبَهْمِ فِي الْبُنْيَانِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا فِي خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ تَلَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ قَالَ ثُمَّ أَدْبَرَ الرَّجُلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُدُّوا عَلَيَّ الرَّجُلَ فَأَخَذُوا لِيَرُدُّوهُ فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ لِيُعَلِّمَ النَّاسَ دِينَهُمْ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, "Pada hari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berada di tengah-tengah para 'sahabat-Nya, tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya bertanya, 'Wahai Rasulullah apakah Iman itu?'
Beliau menjawab,'(Yaitu) engkau beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, para Malaikat-Nya, Kitab-Nya, hari pertemuan dengan-Nya, para Rasul-Nya dan beriman kepada kebangkitan terakhir.' Laki-laki tersebut bertanya kembali, 'Wahai Rasulullah! Apakah Islam itu?'
Beliau menjawab, 'Islam yaitu engkau beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, melaksanakan Shalat yang diwajibkan-Nya, menunaikan Zakat yang diwajibkan dan berpuasa di bulan Ramadhan.' Lalu laki-laki itu kembali bertanya, 'Wahai Rasulullah apakah Ihsan Itu?'
Beliau menjawab, ' (Yaitu) engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak dapat melihat-Nya sesungguh-Nya Dia melihatmu.' Lalu ia bertanya kembali, 'Wahai Rasulullah kapankah Hari Kiamat tiba?'
Beliau menjawab, 'Orang yang ditanya tentang itu tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya, akan tetapi akan aku jelaskan kepadamu tanda-tandanya (kedatangannya), yaitu jika budak perempuan melahirkan tuannya (itulah di antara tanda-tanda kiamat, dan apabila orang-orang telanjang dan tidak beralas kaki menjadi pemimpin manusia itulah di antara tanda-tanda kiamat, dan jika pengembala (Ri'aa al Buhmi)' hidup dalam gedung yang megah, itulah di antara tanda-tanda kiamat. Juga terdapat 5 (lima) tanda-tanda yang tidak diketahui kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.' Kemudian Beliau membaca ayat (Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat) sampai firman-Nya (Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal). Kemudian laki-laki itu pergi meninggalkan beliau.
Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Datangkanlah laki-laki itu padaku' maka para sahabat berusaha mencari untuk membawanya kembali pada Rasulullah, akan tetapi mereka tidak melihat apapun. Kemudian Beliau bersabda, 'Dia adalah Jibril telah datang untuk mengajarkan agama kepada manusia. " [Muslim 1/30]

TEKS HADITS

Teks Hadits dari Umar ibnu Kaththab radhiyallahu anhu:
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم
Dari 'Umar radhiyallahu anhu, dia berkata, "Pada suatu hari ketika kami tengah duduk-duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba datanglah kepada kami seorang laki-laki yang memakai pakaian yang sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Tidak terlihat darinya bekas-bekas perjalanan, dan tidak ada seorang pun dari kami yang mengenalnya. Kemudian ia pun duduk di hadapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian ia menyandarkan lututnya ke lutut Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Rasulullah dan berkata, 'Wahai Muhammad! Kabarkanlah kepadaku tentang Islam?'
Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, 'Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Romadhon, dan pergi haji jika engkau memiliki kemampuan.' Dia menjawab, 'Engkau benar.'"
Umar berkata, "Maka kami merasa heran terhadapnya, dia yang bertanya dan dia pun yang membenarkannya."
Laki-laki itu berkata, "Kabarkanlah kepadaku tentang iman!"
Beliau bersabda, "(Iman yaitu) engkau beriman kepada Alloh, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-KitabNya, Rosul-Rosul-Nya dan hari Akhir, serta engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk." Ia menjawab, "Engkau benar." Ia melanjutkan, "Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan!"
Rosul menjawab, "(Ihsan yaitu) engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Dia berkata, "Kabarkanlah kepadaku tentang hari Kiamat["
Beliau menjawab, "Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya," Ia berkata, "Kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya!"
Beliau bersabda, "Apabila seorang budak wanita melahirkan tuannya, engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan pengembala kambing saling berlomba-lomba meninggikan bangunan."
Umar berkata, "Kemudian laki-laki itu pergi dan aku pun terdiam sejenak, kemudian Rasulullah berkata kepadaku, 'Wahai 'Umar! Tahukah engkau siapa orang yang bertanya tadi?' Aku katakan, 'Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.'
Beliau bersabda, 'Sesungguhnya dia adalah Malaikat Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan tentang urusan agama kalian.''' [HR. Muslim 1/133]

KEDUDUKAN HADITS

Ibnu Daqiq al-Id berkata, "Hadits ini sangat agung, mencakup seluruh peran amalan, baik yang zhohir (nampak) maupun yang bathin (tersembunyi). Dan ilmu-ilmu syari'at seluruhnya kembali kepadanya dan bercabang darinya karena ia mengandung semua ilmu Sunnah, maka ia ibarat induk bagi Sunnah, sebagaimana al-Faatihah dikatakan induk al-Quran (Ummul Quran) karena mengandung seluruh makna dari isi al-Qur-an." (Syarh al-Arba'iin an-Nawawiyyah, hal. 8.)
Ibnu Rajab rohimahulloh berkata, "Hadits ini adalah hadits yang sangat agung kedudukannya, mencakup penjelasan tentang agama seluruhnya. Karena hal inilah beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda di akhir haditsnya, 'Ini adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan tentang urusan agama kalian. "' (Al- Waafii fii Syarh al-Arba’in, hal. 13.)
Imam an-Nawawi rohimahulloh berkata, "Ketahuilah, bahwasanya hadits ini mencakup berbagai macam bentuk ilmu, pengetahuan, adab, dan kelemah-Iembutan bahkan ia merupakan pokok agama Islam." (Syarh Shohiih Muslim, kitab al-Iimaan I/135 -Amaraarus Saa'ah)
Dengan dasar itulah Imam an-Nawawi rohimahulloh menyebutkan hadits ini dalam kitab Arbai'iinnya.
PENGERTIAN ISLAM

Menurut bahasa artinya patuh dan tunduk. Sedangkan menurut istilah syari'at yaitu menampakkan ketundukan dan memperlihatkan syari'at serta berpegang teguh dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dengan hal tersebut terpeliharalah darah dan tercegah dari segala hal yang dibenci." (Lisaanul 'Arob (XII/235).
Dalam hadits ini, kekasih Robb semesta alam 'Alaihish sholawatu was sallam mendefinisikan Islam dengan amalan amalan anggota badan yang zhohir (tampak) berupa perkataan dan perbuatan. Mengucapkan dua kalimat syahadat adalah perbuatan lisan, shalat dan puasa adalah perbuatan badan (tubuh), zakat harta adalah amalan pada harta, dan haji adalah amalan pada badan dan harta.
Dan di dalam hadits ini dijelaskan bahwa seluruh kewajiban yang nampak masuk ke dalam difinisi ini. Dan hanya disebutkannya shalat dan rukun rukun selebihnya karena ia merupakan pokok yang dibangun di atasnya (Islam ini).
Di antara yang menjadi penguat bahwa seluruh kewajiban yang zhohir (tampak) masuk ke dalam nama Islam adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam ketika ditanya:
أَيُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Bagaimana ciri seorang muslim yang baik?" beliau menjawab, "(Yaitu) orang muslim yang lisan dan tangannya tidak menyakiti muslim lainnya." {Muslim 1/48}
Begitu juga meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan, masuk ke dalam nama Islam.
Rasulullah Shollalloohu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Di antara kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya." (HR. At-Tirmidzi. Dishohihkan oleh al-Muhaddits aI-Albani dalam al-Misykaah (no. 4839). Dan akan datang penjelasan hadits ini, insya Allah.)

PENGERTIAN IMAN

Pembicaraan seputar iman sangatlah panjang akan tetapi saya akan mengetengahkan beberapa
point saja:
1.       Asal/pokok iman adalah at-tashdiq (pembenaran).
Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam mendifiniskan iman dalam hadits ini sebagai i'tiqad (keyakinan) yang ada dalam bathin. Robb kita Tabaroka wa Taala menyebutkan iman dengan pengertian pokok ini di beberapa tempat dalam Kitab-Nya, di antaranya firman Alloh:

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (QS Al-Baqarah:285).
Dan keyakinan Ahlus Sunnah adalah bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan niat (kehendak), dan sesungguhnya amal perbuatan termasuk kedalam nama iman. Imam asy-Syafi'I menceritakan bahwa ungkapan tersebut adalah ijma' para Sahabat, Tabi'in dan ulama setelah mereka, dari orang-orang yang bertemu dengan mereka dan akan datang rinciannya, insya Alloh.
2.       Islam dan Iman:
Ibnu Rojab rohimahulloh berkata, "Adapun pemisahan yang dilakukan oleh Rasulullah antara iman dan Islam dalam pengertian keduanya, dan memasukkan amal-amal perbuatan ke dalam nama Islam serta tidak ke dalam nama iman, maka yang demikian itu akan menjadi jelas dengan menetapkan sebuah pokok, yaitu bahwa di antara nama nama tertentu ada yang mencakup penamaan yang bermacam-macam pada saat disendirikan dan dimutlakkan. Dan apabila nama itu digabungkan dengan yang lainnya, maka ia menunjukkan sebagian nama-nama tersebut.
Hal ini seperti nama fakir dan miskin apabila keduanya disendirikan, maka akan masuk ke dalamnya setiap orang yang memiliki kebutuhan. Apabila digabungkan yang satu dengan lainnya, maka salah dan dua nama tersebut menunjukkan kepada macam orang yang memiliki kebutuhan dan satunya lagi menunjukkan kepada macam lainnya.
Maka seperti inilah nama Islam dan iman, apabila nama keduanya disendirikan, maka yang lain masuk ke dalam (pengertian)nya. Dan menunjukkan pada yang ditunjukkan oleh yang lain dengan kesendiriannya." (Jaami'ul 'Wuum wal Hikam, hal. 26.)
Apabila keduanya digabungkan, maka salah satunya menunjukkan kepada sesuatu dengan kesendiriannya dan yang lainnya menunjukkan sesuatu yang lainnya. Apabila dalam satu nash dihubungkan antara iman dan islam, maka masing-masing keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Sehingga definisi iman adalah pembenaran hati disertai penetapannya dan pengetahuannya. Dan pengertian Islam lalah berserah diri kepada Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan amal perbuatan.
Di atas pengertian inilah para ulama mengatakan, "Setiap mukmin adalah muslim, namun tidak setiap muslim adalah mukmin," karena terkadang seorang hamba menampakkan amalan-amalan yang zhohir seperti shalat, zakat, haji dan lain sebagainya karena pura-pura dan karena kemunafikannya.
Dan terkadang ia menampakkan amal tersebut sedangkan imannya lemah, sebagaimana firman Alloh Ta'ala:

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujuroot: 14)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menjelaskan -ayat tersebut- bahwa mereka -Arab Badui- bukanlah munafik secara keseluruhan akan tetapi mereka adalah orang-orang yang lemah keimanannya.
3.       Merupakan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwasanya amal termasuk ke dalam iman.
Hal tersebut berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, saya akan sebutkan di antaranya firman Alloh Jalla wa 'Alaa:.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. (QS.Al-Anfaal: 2-4)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa seorang mukmin adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat yang tersebut (dalam ayat di atas). Keimanan dalam hati dan melakukan berbagai kewajiban.
Begitu juga sabda beliau Shololloohu 'alaihi wa Sallam:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
"Iman memiliki tujuh puluh cabang lebih, yang paling utama ialah ucapan Laa ilaha illallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu termasuk cabang dari iman." [HR. Muslim, kitab al-Iimaan (1/209)]
Menyingkirkan gangguan merupakan perbuatan dan beliau Shallallahu alaihi wa Sallam memasukkannya ke dalam iman.
Imam Ibnu Baththol rohimahulloh berkata, "Makna inilah yang ingin ditetapkan oleh al-Bukhori rohimahulloh di dalam kitab al-Iimaan dan di atas makna inilah beliau membuat bab-bab –dalam kitabnya- seIuruhnya.
Ibnu Baththol (...-449 H) beliau adalah 'Ali bin Kholaf bin 'Abdil Malik dikenal dengan al-Lijam, d.ari penduduk Qurtubah, sebuah kota di Andalusia dan bani Baththol berasal dari Yaman beliau memiliki kedudukan dalam ilmu hadits, bermadzhab Maliki. Ibnu Hajar banyak menukil darinya dalam kitab beliau Fathul Baari.
Beliau berkata, 'Bab: Perkara-Perkara Iman ' 'Bab: Shalat Termasuk Iman,' 'Bab Zakat Termasuk Iman,' Bab: Jihad Termasuk Iman,' dan seIuruh bab dalam kitab Shohihnya.
Yang beliau maksudkan adalah bantahan terhadap Murjiah yang mengatakan bahwa iman adalah perkataan atau ucapan semata tanpa perbuatan. Dan kesalahan mereka telah jelas begitu juga keyakinan-keyakinan mereka. Dan penyelisihan mereka terhadap al-Qur-an dan as-Sunnah serta mazhab ulama kaum muslimin. (Syarh Shohiih Muslim, oleh Imam an-Nawawi, kitab al-Iiman (1/125))
4.       Di antara aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah keyakinan mereka bahwa iman dapat bertambah dan berkurang.
Dalil mereka tentang hal tersebut ialah firman Alloh Ta'ala:
….
(supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). .. ) (QS. Al Fath: 4)
Dan firman-Nya:
(... dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.) (QS. Al-Kahfi: 13)
Dan firman-Nya:
"Dan Alloh akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk (QS. Maryam: 76)
Dan dalil-dalil lainnya.
Ibnu Baththol rohimahulloh berkata, "Keimanan orang yang belum memperoleh tambahan adalah iman yang kurang."
Beliau berkata, “Apabila dikatakan: iman secara bahasa adalah pembenaran, maka jawabnya, yaitu 'Sesungguhnya pembenaran akan sempurna dengan berbagai ketaatan seIuruhnya. Tidaklah seorang mukmin bertambah amal kebaikannya melainkan imannya menjadi Iebih sempurna.' Dan dengan pernyataan ini (pembenaran akan sempurna dengan ketaatan), iman akan bertambah dan dengan berkurangnya pemyataan tersebut, maka iman pun berkurang. Kapan saja berkurang amal kebaikan, maka berkurang pula kesempumaan iman dan kapan saja bertambah amal kebaikan, maka bertambah pula kesempurnaannya. Inilah perkataan pertengahan dalam masalah iman." (Syarh Shohiih Muslim, kitab al-Iimaan (1/124).)
Ibnu 'Abdirrazzaq berkata, "Aku telah mendengar dari orang-orang yang telah aku ketahui dari guru-guru kami, sahabat-sahabat kami; Sufyan atsTsauri, Malik bin Anas, 'Ubaidillah bin 'Umar, al Auza'i, Ma'mar bin Rosyid, Ibnu Juroij, Sufyan bin 'Uyainah, mereka semuanya mengatakan, 'Iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.' Dan ini merupakan perkataan Ibnu Mas'ud, Hudzaifah, an-Nakho'i, Hasan al-Bashri, 'Atho', Thowus, Mujahid dan 'Abdulloh bin Mubarok."
5.       Keutamaan orang mukmin bertingkat-tingkat.
Keimanan orang-orang shiddiq yang menjadikan sesuatu yang ghaib bagi mereka seperti sesuatu yang tampak, tidak sama dengan mereka dari orang orang yang belum mencapai tingkatan ini. Termasuk di antaranya perkataan sebagian ulama, ''Tidaklah Abu Bakar mendahului kalian (dalam tingkatan ini) dengan banyaknya puasa, tidak juga banyaknya shalat akan tetapi dia mendahului kalian dengan sesuatu yang tertanam di dalam hatinya."
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma pemah ditanya, "Apakah Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam juga tertawa?" Beliau menjawab, "Ya, dan keimanan di hati mereka lebih besar daripada gunung." (Al-Misykaah dengan tahqiq al-Albani (4749).)
Ibnu Rojab berkata, "Maka di manakah orang orang yang keimanan di hatinya tidak menyamai berat sebiji jagung atau gandum. Seperti orang orang yang keluar -dari ahli tauhid- dan Neraka. Sudah sepantasnya dikatakan kepada mereka, keimanan mereka belum masuk ke hati mereka karena lemahnya iman mereka." (Jaami'ul 'Uluum wal Hikam, hal. 39.)
IMAN KEPADA QODHO DAN QODAR

Qodho adalah hukum Alloh Subhanahu wa Ta'ala yang azali (telah ada) sebelum diciptakannya sesuatu atau ketiadaannya.
Qodar adalah pencipataan Alloh Subhanahu wa Taala terhadap segala sesuatu dengan suatu cara dan di waktu yang khusus. Dan terkadang keduanya dimutlakkan terhadap yang lainnya (yaitu satu makna-pent-). (Minhaajul Muslim, oleh Abu Bakar al-Jazari.)
Iman kepada qodho dan qodar merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang mulia ini:
"Dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk."
Ibnu 'Umar membawakan hadits ini sebagai bantahan bagl orang yang mengingkari takdir dan menyangka bahwa suatu urusan itu terjadi dengan sendirinya, yaitu terjadi secara kebetulan tidak didahului oleh takdir Alloh.
Ibnu 'Umar sangat marah atas perkataan mereka, dia berbicara kasar kepada mereka dan berlepas diri dan mereka serta menjelaskan bahwasanya amal-amal mereka tertolak tidak diterima kecuali apabila mereka beriman kepada takdir.
Iman kepada takdir dibangun dari dua hal, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama:
1.       At-Tashdiq (pembenaran) bahwasanya ilmu Alloh mendahului apa yang diperbuat oleh para hamba-Nya berupa kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan sebelum mereka diciptakan. -Dia mengetahui- Siapa orang-orang yang bahagia dan siapakah orang-orang yang celaka serta mencatat semuanya itu di dalam kitab Lauhul Mahfuzh.
Rasulullah Shololloohu alaihi wa Sallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
"Alloh telah menulis takdir seluruh makhluk-Nya 50 ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi."
Lebih lanjut beliau bersabda:
قَالَ وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ.
"Dan 'Arsy-Nya berada di atas air." [HR. Muslim dan 'Abdullah bin 'Umar (V/509).]
Seluruh amal perbuatan mereka pasti sesuai dengan apa yang relah ditetapkan oleh Alloh Jalla wa 'Alaa, dan berjalan menurut apa yang telah diketahui oleh ilmu-Nya.
Firqoh (kelompok) Qodariyyah yang ekstrim telah menafikan hal ini (ilmu Alloh) di antara tokohnya, yaitu Ma'bad al-Juhaini, 'Amr bin 'Ubaid dan selain mereka. Mereka telah menyelisihi pendapat Salaful ummah, sehingga mereka pun sesat dari jalan yang turus.
Imam Ahmad, asy-Syafi'i dan selain mereka dari imam-mam kaum muslimin memilih pendapat dengan perkataan tentang kafirnya orang-orang yang mengingkari ilmu Alloh yang qodim (terdahulu).
2.       Sesungguhnya Alloh Jalla wa 'Alaa menciptakan seluruh perbuatan hamba-Nya berupa berkurangnya iman, ketaatan dan kemaksiatan dan menutupkannya di antara mereka dengan kehendaknya. Alloh berfirman:
sebenarnya Dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan Rasul-rasul (sebelumnya). (QS. Ash-Shoffaat: 37).
Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan ditentang oleh Qodariyyah, di mana bid'ah' mereka ini di akhir-akhir masa Sahabat radhiyallahu 'anhum. Dengan demikian, ketika Ibnu 'Umar dikabarkan tentang keadaan mereka, beliau berkata kepada orang-orang yang membawa kabar tersebut, "Apabila engkau bertamu dengan mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka telah berlepas diri dari diriku. Demi Robb yang 'Abdulloh bin 'Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah satu dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, kemudian diinfakkan, maka Alloh tidak akan menerimanya, hingga mereka mau beriman kepada takdir." [HR. Muslim, kitab al-limaan, bab Itsbaatul Qodar (1/132).]
AGAR TIDAK SALAH MEMAHAMI QODHO DAN QODAR

Banyak manusia yang menyimpang dari pemahaman Salaful Ummah dalam memahami iman kepada takdir. Hal tersebut kembali kepada point point berikut:
1.       Musuh-musuh Islam yang pendendam telah menyusupkan pendapat mereka dalam masalah takdir untuk menyesatkan manusia, di mana di dalam nash-nash tentang takdir (menurut . mereka) terdapat kerancuan.
Hal tersebut untuk menyesatkan kaum muslimin dan melancarkan syubhat kepada mereka serta mempertentangkan nash-nash tentang takdir yang satu dengan yang lainnya, maka kebanyakan kaum muslimin terpengaruh oleh pendapat mereka. Dan mereka pun menyimpang (sesat) dari pemahaman yang Iurus terhadap rukun ini. Di antara mereka ada yang mensifati Allah dengan sifat zholim dan sia-sia. Di antara mereka ada yang menyerahkan pemahaman nash-nash takdir sepenuhnya kepada Alloh. Sebagaimana mereka menyerahkan pemahaman tentang huruf-huruf yang terpisah di awal awal surat dalam al-Qur-an.
Sedangkan yang diketahui bahwasanya Alloh memerintahkan kita untuk mentadabburinya, dan tidak menutup pembahasan tentangnya. Kalau Dia menghendaki sungguh Dia akan melakukannya.
Sebagaimana firman-Nya:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, 'Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’” (QS. Al-Isroo': 85)
2.       Pemahaman yang dangkal terhadap nash-nash takdir, di mana sebagian mereka ada yang murni (mencukupkan diri) dengan pemahaman yang umum terhadap nash-mereka berbicara tentang  juz-iyyah (cabang atau bagian) dari yang pokok, sebagaimana pemahaman mereka terhadap firman Alloh:
Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; (QS. Faathir: 8)
Mereka berkata bahwa kehendak adalah milik Alloh seluruhnya dan hamba tidak mempunyai kehendak, bahkan ia terpaksa dalam perbuatannya. Pemahaman ini merupakan hasil dari memahami sebagian nash tentang takdir dan tidak mau melihat kepada keseluruhan nash.
3.       Tercampur aduknya nash-nash dalam permasalahan ini pada banyak perkara, seperti tercampur aduknya antara sebab dan hasil, antara kehendak Allah dengan kehendak hamba. Pencampur adukan ini banyak mengakibatkan pada ketidak jelasan dan kebingungan.
4.       Lebih memilih sebagian pemahaman mereka yang kerdil yang terpengaruh oleh apa yang disusupkan orang-orang yang menaruh dendam terhadap Islam daripada pemahaman Salaful ummah yang telah disucikan oleh Alloh Tabaroka wa Ta'ala dalam Kitab-Nya dan oleh Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Sallam dalam hadits-haditsnya yang tersebar luas, yang menjelaskan keutamaan mereka. Maka wajib bagi kita untuk memaharni sesuai dengan pemahaman mereka rerhadap nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah karena kebaikan itu ada pada pemahaman mereka, benarlah orang-orang yang mengatakan:
Seluruh kebailcan ada pada mengikuti kaum Salaf
Dan seluruh kejelekan ada pada bid'ah kaum Kholaf.
Dengan demikian, hendaknya bagi orang yang membahas nash-nash tentang qodho dan qodar untuk memperhatikan hal-hal berikut ini sehingga terjaga -dengan izin Alloh- dari penyimpangan terhadap pemahaman yang selamat, yang diinginkan oleh Alloh :4zza wa lalla agar kita menyakininya pada rukun ini:
  1. Membedakan antara sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya.
Pembedaan antara ilmu Alloh Azza wa Jalla dan ilmu manusia haruslah dilakukan. Dan sifat ini harus ditetapkan untuk Alloh dengan bentuk yang paling sempuma.
Tidak ada yang tersembunyi bagi Alloh sesuatu yang tersembunyi dan ilmu-Nya tidak didahului oleh kebodohan. Dia mengetahui apa yang akan terjadi di kerajaan-Nya sebelum Alloh menciptakan makhluk-Nya dengan ilmu yang mendalam, sempuma, dan tidak ditimpa kekurangan. Yang demikian itu telah Alloh tulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh segala sesuatu yang akan terjadi di kerajaan-Nya berupa kebaikan dan kejelekan, kebahagiaan dan kesengsaraan.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dituliskan. Apabila tidak, maka akan terjadi kekurangan pada sifat ilmu yang dimiliki-Nya. Dan Alloh mensucikan diri-Nya dari berbagai macam kekurangan.
Apa yang dikatakan pada sifat ilmu, mencakup juga seluruh sifat Robb kita Tabaroka wa Ta 'ala, maka kekuasaan dan kehendak-Nya adalah sempurna, tidak dicampuri kelemahan, ke-kurangan, tidak juga keterpaksaan. Sebagairnana yang menimpa pada kekuasaan dan kehendak makhluk, di mana kehendak mereka itu terbatas, serba kurang, dan dikuasai.
Segala sesuatu yang akan terjadi pada kerajaan Robb kita Subhanahu wa Ta 'ala, maka terjadi dengan kehendak-Nya, berupa kekufuran dan keimanan. Dia meridhoi keimanan terhadap hamba-Nya dan tidak meridhoi kekufuran atas mereka. Sehingga orang-orang yang menyangka bahwa orang-orang yang kafir jatuh ke dalam kekufuran karena paksaan dari Alloh, Alloh tidak mampu untuk mencegahnya, maka mereka ini rnenyembah robb yang lemah, dikuasai oleh ciptaannya. Mahatinggi Alloh dari apa yang dikatakan orang-orang zholim dengan ketinggian yang agung.
  1. Mensucikan Alloh Jalla wa 'Alaa dari berbagai sifat yang kurang.
Wajib bagi para hamba untuk mensucikan Robb mereka dari kesia-siaan, kejahilan, kezholiman dan selainnya dari berbagai kekurangan. Alloh berfirman seraya mensucikan diri-Nya sendiri:
"Sesungguhnya Alloh tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarroh... " (QS. An-Nisaa': 40)
Dan berfirman:
ô`tBur uä!$yr& $ygøŠn=yèsù 3 $tBur y7/u 5O»¯=sàÎ/ ÏÎ7yèù=Ïj9 ÇÍÏÈ  
“Dan sekali-sekali tidaklah Robb-mu menganiaya hamba-hamba(-Nya). " (QS. Fushshilat: 46)
Kezholiman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Maka mustahil manusia berhak untuk memberikan hidayah sementara diharamkan hal tersebut bagi Alloh. Begitu juga mustahil manusia mempunyai hak untuk menyesatkan dan hak tersebut tidak dimiliki oleh-Nya. Akan tetapi terkadang kita tidak mengetahui akibat dari suatu perkara, hal itu karena keterbatasan dan lemahnya pemahaman kita.
Maka wajib bagi seorang hamba apabila ia bingung terhadap keadaan atau urusan seseorang yang sesat setelah istiqomah, untuk mencurigai Jiwa dan akalnya serta mensucikan Robb-nya dari kezholiman, dengan hal inilah ia akan selamat.
  1. Penelitian/pembahasan yang menyeluruh terhadap nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah serta keluar dengan satu hukum setelahnya.
Hal ini sudah seharusnya dilakukan pada setiap permasalahan agama, mengumpulkan nash-nash tentang suatu pennasalahan, kemudian mencurahkan kesungguhan dan kemampuan dalam memahaminya serta menyesuaikan di antara keduanya, baru kemudian mengeluarkan satu hukum sesudah itu.
  1. Alloh Azza wa Jalla tidak ditanya tentang apa yang dilakukan-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. (QS. Al Anbiyaa': 23)
Apabila seorang hamba ingin mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi dan segala sesuatu yang Alloh putuskan, maka makha hal itu bahwa dia ingin menjadikan dirinya sebagai ilah selain Alloh dan ingin berserikat dengan Robb-nya dalam sifat sifat-Nya.
Ketika syaithon membisikkan pertanyaan ini, sebagai contohnya, "Mengapa Allah menciptakan si fulan sedangkan dia mengetahui orang tersebut sebagai penghuni Neraka?" dan pertanyaan-pertanyaan lainnya, maka segeralah untuk mengingat ayat ini:
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. (QS. Al Anbiyaa': 23)
Dan mensucikan-Nya dari sifat kezholiman dan sia-sia, kemudian mensifati-Nya dengan sifat bijaksana adil dan dengan seluruh sifat yang sempurna serta mencurigai pemahaman dan akal Anda yang kerdil, dan berhati-hatilah dari waswas yang dilancarkan iblis karena ia mengetahui jalan masuk untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.
  1. Hendaklah memiliki pengetahuan bahwasanya seorang hamba diberi beban untuk melakukan berbagai sebab, adapun hasilnya berada di tangan Alloh.
Tidak semua orang yang melakukan suatu sebab tertentu dan dilakukan oleh orang lain yang semisalnya, keduanya memperoleh rizki yang sama. Terkadang seorang manusia berusaha sungguhsungguh, tapi tidak mendapatkan rizki yang banyak, sedangkan yang lain berusaha dengan kesungguhan yang minim akan tetapi ia memperoleh harta dan kekayaan yang banyak.
Begitu pun halnya terkadang seorang hamba berusaha dalam ketaatan, namun dia bernasib malang dan merasa letih dalam amal itu dan tidak mendapati ketaatan tersebut (bisa jadi karena ketidak ikhlasannya-ed), sebagaimana firman Alloh:

“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka) (QS. Al-Ghosyiyah: 2-4)
Bersama usaha dan keletihan mereka, mereka juga memperoleh akibat yang buruk, maka berbagai hasil berada di tangan Alloh, dia mempersiapkan balasan dalam berbagai usaha sebagai bentuk keadilan dan kebijaksanaan-Nya.
Telah tetap dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda, "Nabi Adam dan Nabi Musa saling berbantahan di sisi Robb keduanya, maka Adam mengalahkan argumen Musa. Musa berkata, 'Engkau Adam, yang diciptakan oleh Alloh dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh kepadamu serta dititah sujud seluruh Malaikat kepadamu, Dia menempatkanmu di SurgaNya, kemudian manusia diturunkan ke bumi karena kesalahanmu.' Adam berkata, 'Engkau Musa yang dipilih oleh Allah dengan risalah-Nya dan dengan kalimat-Nya, Dia memberikanmu Alwah (lembaran Taurat), di dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu dan Dia mendekatkanmu untuk bercakap cakap, maka berapa lamakah engkau mendapatkan bahwa Allah menulis Taurat sebelum aku diciptakan? Musa berkata, 'Empat puluh tahun.' Adam berkata, 'Apakah engkau mendapati di dalamnya (kalimat); 'Maka Adam mendurhakai Rabb-Nya, maka dia pun berbuat keliru." 'Ya,' jawab Musa. 'Apakah engkau mencelaku atas perbuatan yang aku lakukan yang telah ditulis aleh Allah agar aku melakukannya empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku?,' tanya Adam."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Maka Adam mengalahkan Musa." (Mukhtashor Shohiih Muslim (no. 1842), oleh al-Albani.)
Hadits ini sebagai hujjah, karena pengeluaran dari Surga akibat dari perbuatan dosa, sedangkan hasil perbuatan itu dari sisi Allah. Adapun kemaksiatan, maka itu terjadi karena keinginan Nabi Adam alaihis sallam.
lnilah sebagian perkataan yang aku anggap penting dapat membantu dalam memahami berbagai nash yang berputar di ruang lingkup permasalahan takdir ini.

TANDA-TANDA HARI KIAMAT

Beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam di dalam hadits ini menyebutkan dua tanda, di antara tanda tanda telah dekatnya hari Kiamat, yaitu:
1.       Apabila budak wanita melahirkan tuannya.
Yang dimaksud dengan robbataha yaitu majikan atau pemiliknya. Para ulama memiliki beberapa penafsiran terhadap pengertian ini, antara lain:
  1. Ada yang berpendapat: Banyaknya anak yang durhaka, di mana seorang anak memperlakukan ibunya, sebagaimana perlakuan tuan terhadap budak wanitanya, berupa cacian, pemukulan, menjadikannya sebagai pembantu, dan merendahkannya. Pendapat inilah yang dipegang oleh Ibnu Hajar. (Lihat al-Fath 1/130).
  2. Ibnu Rajab berkata, "Ini sebagai isyarat atas pembukaan negeri dan banyaknya perbudakan, sehingga hanya budak wanita yang dijadikan gundik dan anak mereka pun menjadi banyak, maka jadilah budak wanita sebagai budak pemiliknya, dan anak tuannya darinya (budak wanita) berkedudukan seperti tuannya. Karena anak majikan berkedudukan sebagai majikan." ( Jaami'ul Uluum wal Hikam.)
  3. Sebagian ulama mengambil pendapat yang mengatakan bahwa ibu si anak itu dapat merdeka dengan kematian tuannya. Seolah-olah anaknyalah yang memerdekakannya, maka pembebasannya itu dinisbatkan kepada anak tersebut. Dengan hal tersebut jadilah si anak tersebut seolah-olah sebagai majikannya.
2.       Sehingga engkau melihat orang yang fakir, telanjang badan dan kaki sebagai pengembala kambing berlomba-lomba untuk meninggikan bangunan.
Makna al-haafu, yaitu orang yang tidak memakai sandal, sedangkan makna al-aar, yaitu orang yang telanjang kakinya. Dan al- 'Aa-il, yaitu fakir.
Maksudnya, yaitu bahwa orang-orang dari kalangan rakyat jelata (orang bodoh) menjadi para pemimpin, harta mereka pun banyak, mereka membangun bangunan yang tinggi sebagai kebanggaan dan kesombongan terhadap hamba-hamba Alloh.
Imam al-Qurthubi berkata, "Maksudnya (yaitu) sebagai suatu berita tentang berubahnya keadaan yaitu dengan berkuasanya orang-orang bodoh terhadap suatu urusan, mereka menguasai berbagai negeri dengan paksaan, maka hartanya menjadi banyak. Dan mengarahkan tujuan-tujuan mereka untuk membangun bangunan serta berbangga bangga dengannya. Dan kita telah menyaksikan hal tersebut di zaman kita ini." (al-fath 1/131)

SIFAT-SIFAT MALAlKAT JIBRIL

Dia adalah ar-Ruh al-Amin, sebagaimana firman Alloh:
t  
Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).” (QS. Asy-Syu'aroo': 193)
Alloh mensifatinya dengan sifat amanah dan suci sebagai rekomendasi yang agung dari Robbnya Jalla wa 'Alaa, sebagaimana firman-Nya: 
“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman (Alloh yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Alloh yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya." (QS. At-Takwiir: 19-21)
Alloh pun mensifatinya dengan makhluk yang baik atau berakhlak mulia, memiliki keindahan bentuk, keras dalam menyiksa dan berbuat, mempunyai kedudukan di sisi Alloh. Dia adalah pemimpin para Malaikat yang ditaati perintahnya di langit.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam pemah melihat Jibril dengan bentuk aslinya dua kali, yang pertama pada tiga tahun selah beliau di utus. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dan langit, aku pun melihat ke atas, temyata ada seorang Malaikat yang pemah mendatangiku di goa Hiro. Dia sedang duduk dl atas kursi di antara langit dan bumi, aku pun merasa takut padanya dan langsung bergegas pulang, dan aku berkata, 'Selimutilah aku. "' [HR. Al-Bukhori (1/27), kitab Bad-il Wahyi.]
Hal itu dikuatkan dengan firman Alloh Jalla wa 'Alaa:
÷b“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang Dia berada di ufuk yang tinggi. kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).  (QS. An-Najm: 4-9)
Dan beliau melihat Jibril kedua kalinya pada malam Isro' dan Mi'roj, sebagaimana firman Alloh Ta'ala:
“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (QS  An Najm:13-14)
Rasulullah menyifati Jibril dengan kebesaran penciptaannya (bentuknya). Dari 'Abdulloh bin Mas'ud, beliau berkata, "Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam melihat Jibril dengan bentuk aslinya, dia memiliki enam ratus sayap, setiap satu sayap darinya dapat menutup ufuk, lalu berjatuhan dari sayapnya macam-macam warna -sesuatu yang bermacam-macam warnanya- dari mutiara dan yaqut." (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya. Ibnu Katsir berkata tentang hadits ini, "Sanadnya jayyid." Lihat al-Bidaayah 1/47).
Dari beliau Shallallahu 'alahi wa Sallam bersabda: "Aku melihatnya turun dari langit, bentuknya yang besar telah menutupi ada yang berada antara langit dan bumi." (HR. At-Tirmidzi.)

FAIDAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI HADITS INI

1.       Sesungguhnya orang yang berilmu apabila ia ditanya tentang sesuatu dan dia belum mengetahuinya, hendaklah ia mengatakan, "Aku tidak mengetahuinya." Hal ini tidaklah mengurangi kedudukannya.
Bahkan ini menunjukkan kekuatan agamanya, sedangkan memaksakan diri untuk berkecimpung pada bidang ilmu tanpa disertai penguasaannya menunjukkan kelemahan agamanya. Sebagaimana perkataan sebagian ulama kontemporer terhadap hadits shohih berikut:
"Sesungguhnya Nabi Ayub alilihis sallam tertimpa penyakit selama 18 tahun, maka kaumnya yang dekat maupun yang jauh menjauhinya, kecuali dua orang laki-laki dari saudaranya, keduanya selalu menjenguk beliau di pagi hari. " (Shohih, lihat as-Silsilah ash-Shohiihah, oleh al-Albani no.17.)
Si ulama kontemporer ini mengatakan, "Ini merupakan kedustaan dan kebohongan atas Nabi Ayyub." Dia tidak melihat sanad hadits. lni merupakan bentuk pemaksaan diri untuk terjun ke dalam sesuatu yang tidak diketahuinya. Kita memohon keselamatan dari Alloh Ta'ala.
2.       Hadits ini menunjukkan salah satu cara dari cara cara pembelajaran, yaitu metode tanya jawab.
Beginilah seharusnya seorang dari, hendaklah ia membuat variasi dalam menyampaikan materi yang dimilikinya, tidak kaku dan terus-menerus dengan satu metode saja sehingga dapat membuat bosan pendengarnya. Bahkan seharusnya dia dapat memanfaatkan sesuatu (metode) yang baru yang terdapat kebaikan di dalamnya untuk umat. Saya katakan, "Hal ini karena sebagian mereka menutup rapat-rapat dari setiap (metode) baru. Dan cara ini (soal jawab) merupakan cara yang yang paling baik dalam perbuatan ilmiah bagi para pendidik."
3.       Hadits ini menunjukkan bahwa Malaikat dapat merubah bentuk menyerupai manusia. Hal tersebut dikuatkan oleh dalil-dalil al-Qur-an.
Alloh berfirman:
 
“Dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, Maka ia Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. (QS. Maryam: 16-17)
Yang dengan ruh Kami, yaitu Jibril 'alaihis Sallam, sebagaimana Alloh pun menyebutkan bahwa Malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Ibrohim alaihis Sallam dengan rupa manusia dan beliau tidak mengenal mereka hingga mereka pun mengabarkan kepada beliau.
Begitu juga para Malaikat pemah datang menemui Nabi Luth alaihi Sallam dengan rupa pemuda yang tampan.
Dalil-dalil tentang hal ini sangatlah banyak.
4.       Dimakruhkan membangun dan meninggikan bangunan selama tidak untuk keperluan yang sangat mendesak.
Barangkali ada yang mengatakan, "Dalam hadits ini tidak ada dalil yang jelas dan terang dalam mencela usaha meninggikan bangunan, hadits ini hanyalah menjelaskan tentang tanda-tanda telah dekatnya hari Kiamat." Akan tetapi pendapat ini tertolak, karena terdapat beberapa hadits yang menguatkan pendapat saya.
"Setiap nafkah yang dinafkahkan oleh seorang hamba akan diganjar, kecuali bangunan." (Shohiih al-Jaami' (no. 4442), oleh Syaikh al-Albani)
Apa yang dibenci oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah terjadi pada umat ini, kecuali orang-orang yang dilindungi oleh Alloh. Kaum muslimin menjadi berlebih-lebihan dengan bangunan.
Mereka mengeluarkan harta yang banyak untuknya, padahal yang lebih utama adalah menginfakkan harta ini untuk mendakwahkan manusia kepada Allah dan mengeluarkan mereka dari kesesatan yang mereka alami.
5.       Disukainya membaguskan pakaian dan memperhatikan kebersihan ketika akan duduk di majelis ulama dan orang-orang yang punya kedudukan.
6.       Hadits ini menerangkan tentang adab-adab duduk bermajelis dalam majelis ilmu, di mana Jibril duduk dekat dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam. Beginilah yang seharusnya dilakukan oleh penuntut ilmu, sehingga ia dapat mengambil ilmu dengan seksama dan mengambil hujjah dari lisan-lisan para ulama.
Di dalam hadits ini juga terdapat tata cara duduk di majelis ilmu. Di mana Jibril aJaihis Sallam duduk sebagaimana duduk tasyahhud dan meletakan kedua tangannya di atas paha beliau, maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengosongkan fikirannya dan keperluannya pada saat duduk di majelis ilmu, sehingga dalam duduknya itu ia mendapat manfaat dari para ulama.
7.       Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya hal sesuatu yang ghoib tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla semata, yang menjadi penguat hakikat ini adalah nash nash yang banyak dari adz-dzikrul hakim (al-Qur’an),
Di antaranya adalah firman Allah:

"Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Alloh ada padaku, dan tidak (Pula) aku mengetahui yang ghoib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini Malaikat. Aku tidak mengikuti kecuaJi apa yang telah diwahyukan kepadaku." (QS. Al-An'aam: 50)
Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak mengetahui sesuatu yang ghoib kecuali apa yang telah diajarkan oleh Rabb-nya.
Allah berfinnan:4
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.”  (QS. Al-An'aam: 59)
Alloh berfinnan:

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS. Al-A'raaf : 188)
Dengan nash-nash ini dan yang lainnya, diketahui rusaknya perkataan Rofidhah yang menyakini bahwa imam-imam mereka mengetahui sesuatu yang ghoib, sebagaimana terdapat di dalam kitab mereka, al-Kaafi.
"Bahwasanya para imam 'alaihis sallam, mengetahui kapan mereka mati dan mereka tidak mati kecuali dengan pilihan dari mereka." (AI-Kaafi, hal. 285. Kitab ini menurut mereka seperti Shohiih)
Di tempat lain dikatakan, "Sesungguhnya imam imam, mereka apabila ingin mengetahui, maka mereka mengetahuinya." (Al-Kaafi. hal. 260.)
Dan pada halaman 260 juga, "Sesungguhnya para imam mengetahui ilmu apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi."
 
AGAMA ISLAM

Rasulullah Shallallahu 'alalhi wa Sallam menjelaskan bahwa pertanyaan yang ditanyakan Malaikat Jibril 'alaihis sallam dan jawaban yang diberikan oleh Rasulullah terhadap pertanyaan itu adalah pokok-pokok dan kaidah-kaidah agama yang termasuk di dalamnya perkara-perkara agama yang lainnya berupa aqidah, ibadah, adab dan selainnya.
Dari sini menjadi jelaslah pentingnya hadits yang agung ini dicantumkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Arba'iinnya, karena tujuannya ialah mengumpulkan hadits-hadits yang mencakup perkara-perkara agama


Qowaa'id wa Fawaa-id minal Arba'iin an-Nawawiyyah
( Syaikh Nazhim Muhammah Sulthon )





0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan