Selasa, 10 Februari 2015

HUKUM WANITA MELEPAS PAKAIAN

Loading





Adakalanya kaum hawa butuh melepas busananya ketika tidak berada di rumahnya. Seperti ketika main ke rumah kerabat atau kondisi yang lain. Apa hukumnya jika wanita melakukan hal tersebut? Mari kita kaji pembahasan tersebut Allahul Muwaffiq.

HUKUM ASALNYA WANITA DI DALAM RUMAH

Allah عزّوجلّ berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu." (QS al-Ahzab [33]: 33)
Al-Imam al-Qurthubi رحمه الله mengatakan, "Makna ayat ini adalah perintah untuk tinggal dan tetap di dalam rumah. Walaupun seruan pembicaraan ini untuk para istri Nabi, namun selain mereka tetap masuk dalam kandungan ayat ini secara makna."1



1.     Tafsir al-Qurthubi 14/179.




HANYA UNTUK SUAMI

Kecantikan dan perhiasan kaum wanita tidak boleh diperlihatkan kecuali kepada suaminya. Wanita tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada lelaki yang bukan mahramnya. Allah عزّوجلّ berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS an-Nur [24]: 31
Al-Imam al-Qurthubi رحمه الله berkata, "Hendaklah para wanita tetap di rumahnya. Apabila ada kebutuhan yang mendesak untuk keluar maka hendaknya menutup aurat dengan sempurna."1
Adapun bila wanita berhias di rumahnya dan tidak keluar, dia menampakkan perhiasan dan keindahan dirinya untuk suami, maka tidak mengapa bukan termasuk larangan, bahkan bisa jadi dianjurkan karena yang namanya 'di luar rumah' adalah tempat umum bagi manusia. Tidak boleh menampakkan perhiasan kepada orang lain selain suaminya.2



1.     Tafsir al-Qurthubi 14/180.
2.     Al-Mufashal fi Ahkam al-Mar'ah 3/416, Dr. Abdul Karim Zaidan.


WANITA MELEPAS PAKAIAN SELAIN DI RUMAHNYA

Dasar permasalahan ini adalah hadits:
أَيُّـمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا، فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ
"Wanita mana saja yang melepas pakaiannya tidak di rumah suaminya, sungguh dia telah merobek tirai antara dirinya dengan Allah."1
Hadits ini awal ceritanya adalah para wanita dari negeri Himsh meminta izin Aisyah رضي الله عنها, maka Aisyah رضي الله عنها berkata, "Bukankah kalian adalah para wanita yang biasa masuk ke tempat pemandian umum? Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, '... (Aisyah رضي الله عنها menyebutkan hadits di atas).'"
Asy-Syaikh Mubarakfuri رحمه الله mengatakan, "Karena wanita diperintah untuk menjaga dan menutupi auratnya agar tidak terlihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya, tidak pantas bagi wanita membuka aurat di tempat yang sepi kecuali di depan suaminya. Apabila wanita membuka aurat tubuhnya di pemandian umum tanpa ada keadaan darurat, sungguh dia telah merobek tirai antara dirinya dengan Allah عزّوجلّ."2
Al-Imam ath-Thibbi رحمه الله mengatakan, "Hal itu karena Allah عزّوجلّ menurunkan pakaian agar menutupi aurat mereka. la adalah pakaian takwa, apabila wanita tidak bertakwa kepada Allah عزّوجلّ dan malah membuka aurat mereka maka sungguh dia telah merobek tirai antara dirinya dengan Allah عزّوجلّ."3
Asy-Syaikh Azhim Abadi رحمه الله berkata, "Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya tidak boleh bagi seorang wanita untuk masuk ke dalam kamar mandi umum kecuali dalam keadaan darurat."4
Dilarangnya wanita masuk ke tempat kamar mandi umum karena khawatir auratnya terlihat, atau dilihat wanita lain yang tidak shalihah hingga dia bisa menceritakan kepada laki-laki lain sehingga bisa menimbulkan fitnah.5
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani رحمه الله pernah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, '"Semua wanita yang melepas pakaiannya tidak di rumah suaminya maka dia telah mencabik-cabik tirai yang Allah berikan untuknya.' Kami berharap mendapatkan penjelasan tentang hadits tersebut."
Jawaban beliau, "Yang dimaksudkan dengan 'melepas pakaian' sebagaimana dalam hadits di atas adalah telanjang untuk keperluan memasuki al-hammam (pemandian umum air hangat yang ada di masa silam). Pemandian ini tentu tidak berada di dalam rumah sendiri, namun berada di rumah salah satu tetangga atau kerabat yang bukan mahram. Perempuan semacam inilah yang mendapatkan ancaman sebagaimana dalam hadits di atas. Sementara itu, melepas kerudung di tengah-tengah sesama muslimah tidaklah termasuk dalam larangan yang ada pada hadits di atas. Melepas pakaian yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah melepas seluruh pakaian dengan kata lain telanjang bulat karena hendak masuk pemandian umum. Di antara bukti yang menunjukkan benarnya pemaknaan sebagaimana di atas adalah sebab yang melatarbelakangi Aisyah رضي الله عنها menyampaikan hadits di atas. Ketika beliau dikunjungi oleh sejumlah wanita, beliau bertanya tentang asal negeri mereka. Ketika mereka menyampaikan bahwa mereka itu berasal dari Himsh, beliau berkomentar, 'Itulah negeri yang para wanitanya suka pergi ke pemandian umum.' Lalu beliau menyebutkan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم di atas.
Mengomentari fatwa asy-Syaikh al-Albani di atas, Amr Abdul Mun'im Salim mengatakan, "Hadits di atas hanya berlaku —sebagaimana penjelasan asy-Syaikh al-Albani—untuk wanita yang melepas pakaiannya dan menampakkan auratnya di rumah atau tempat milik lelaki ajnabi (non-mahram) bukan rumahnya bukan pula rumah salah seorang mahramnya. Di tempat tersebut tidaklah menutup kemungkinan aurat si wanita akan terlihat oleh laki-laki atau wanita yang tidak boleh melihat auratnya. Sementara itu, melepaskan pakaian di rumah sendiri atau rumah saudaranya atau rumah orang tuanya hukumnya tidaklah mengapa. Bahkan seorang wanita boleh melepas pakaian di setiap rumah yang aman dari pandangan orang yang tidak boleh memandang, meski rumah tersebut bukanlah rumah mahramnya. Dalilnya adalah hadits dari Fatimah binti Qais رضي الله عنها yang diperintahkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم untuk menghabiskan masa iddah di rumah Ummu Syarik kemudian beliau larang. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Fatimah binti Qais رضي الله عنها:
تِلْكَ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِى اعْتَدِّى عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ أَعْمَى تَضَعِيْنَ ثِيَابَكِ
'Ummu Syarik adalah perempuan yang sering dikunjungi oleh para sahabatku. Habiskanlah masa iddahmu di rumah Ibnu Ummi Maktum. Dia adalah seorang yang buta. Engkau bisa melepaskan pakaianmu.' (HR Muslim No. 3770)
Sebab itu, semua tempat yang bisa dipastikan tidak ada seorang pun yang bisa melihat auratnya, diperbolehkan bagi seorang wanita untuk melepas pakaiannya di tempat tersebut sebagaimana hadits di atas. Yang terlarang adalah melepas pakaian di tempat pemandian umum karena di tempat semisal ini kemungkinan besar seorang wanita menampakkan auratnya kepada orang yang tidak boleh melihat auratnya."6



1.     HR. at-Tirmidzi: 2803, Abu Dawud: 4010, Ibnu Majah: 3750, Ahmad 6/41, ad-Darimi: 2651, al-Hakim 4/288. Al-Imam Ibnu Muflih berkata, "Sanadnya bagus." (al-Adab asy-Syar'iyyah 3/344). Lihat pula Adab az-Zifaf hlm. 69 oleh al-Albani.
2.     Tuhfatul Ahwadzi 8/92, cet. Dar Ihya' at-Turats
3.     Tuhfatul Ahwadzi 8/92.
4.     Aunul Ma'bud 11/218.
5.     lhda ad-Dibajah Bi Syarh Sunan Ibni Majah 5/129-130, Shafa' adh-Dhawi al-Adawi.
6.     Jami' Masa'il an-Nisa' yang dikumpulkan oleh Ami Abdul Mun'im Salim hlm. 68-69, Dar adh-Dhiya', Thanta, Mesir,   cet.   pertama,   1427   H.   [http://ustadzaris.coin/?s=wanita+melepas+baju]





BERENANG DI PANTAI

Sungguh kaum muslimin dewasa ini telah diuji dengan yang namanya pantai yang disiapkan oleh pemerintah di sebagian besar negeri Islam, agar para wanita, laki-laki, pemuda, dan pemudi dapat berkumpul, berwisata di musim liburan. Mereka tidak memakai pakaian kecuali yang menutupi aurat yang inti, mandi bersama di laut, berkumpul, saling melihat!!1
Tidak kita ragukan lagi, berenang dengan model membuka aurat atau memakai pakaian ketat di pantai dan kolam renang adalah sebuah keharaman yang sangat jelas. Haram bagi seorang muslimah ke pantai yang semacam ini, ditambah lagi bila terjadi ikhtilat dengan laki-laki!! Allahul Musta'an.



1.     Ihda ad-Dibajah Bi Syarh Sunan Ibni Majah 5/129-130, Shafa' adh-Dhawi al-Adawi.


BILA ADA KOLAM RENANG MUSLIMAH
ATAU PEMANDIAN KHUSUS WANITA

Kita sepakat, mengambil langkah kehati-hatian lebih utama. Maka hendaknya seorang wanita selalu waspada dari tempat pemandian umum seperti ini walaupun ada tempat khusus wanita atau kolam renang khusus wanita, karena kemungkinan aurat wanita tetap bisa terlihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya, seperti dilihat oleh pemilik tempat pemandian, pegawainya, dan sebagainya. Maka berhati-hatilah, wahai ukhti muslimah.
Al-Imam Ibnu Qudamah رحمه الله mengatakan, "Adapun kaum wanita, maka tidak boleh bagi mereka masuk ke tempat pemandian umum kecuali bila ada udzur, seperti ingin mandi karena sudah suci dari haid, nifas, atau karena sakit sehingga butuh mandi untuk penyembuhan atau dia butuh mandi yang dia tidak mungkin untuk mandi di rumahnya, maka dibolehkan bagi mereka, dengan tetap menundukkan pandangan dan menutup auratnya. Adapun jika tidak ada udzur maka tidak boleh."1
Al-Imam al-Munawi رحمه الله berkata, "Karena ketika wanita tidak menjaga apa yang diperintahkan untuknya, yaitu menutup aurat dari laki-laki asing maka dia dibalas dengan balasan yang setimpal. Balasan itu sesuai dengan amalannya. 'Melepas busana' di sini yang zhahir adalah melepas dan memperlihatkannya kepada orang asing agar menjima'inya atau mencumbunya; hal ini berbeda jika melepas busananya di antara para wanita dengan tetap menjaga aurat, karena tidak ada sisi untuk masuk ke dalam ancaman hadits ini."2[]



1.     Al-Mughni 1/324.
2.     Faidhul Qadir 3/189.

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan di tanyakan