TEKS
HADITS
Teks Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَارِزًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِيمَانُ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكِتَابِهِ وَلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ الْآخِرِ قَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا
تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ
الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ
قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَرَاهُ
فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا
الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ
أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ الْأَمَةُ رَبَّهَا فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا وَإِذَا
كَانَتْ الْعُرَاةُ الْحُفَاةُ رُءُوسَ النَّاسِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا وَإِذَا
تَطَاوَلَ رِعَاءُ الْبَهْمِ فِي الْبُنْيَانِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا فِي
خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ تَلَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ
وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ قَالَ ثُمَّ
أَدْبَرَ الرَّجُلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رُدُّوا عَلَيَّ الرَّجُلَ فَأَخَذُوا لِيَرُدُّوهُ فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ
لِيُعَلِّمَ النَّاسَ دِينَهُمْ
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, dia
berkata, "Pada hari Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam berada di tengah-tengah para
'sahabat-Nya, tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya bertanya, 'Wahai
Rasulullah apakah Iman itu?'
Beliau
menjawab,'(Yaitu) engkau beriman kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, para Malaikat-Nya, Kitab-Nya, hari pertemuan dengan-Nya, para
Rasul-Nya dan beriman kepada kebangkitan terakhir.' Laki-laki tersebut bertanya
kembali, 'Wahai Rasulullah! Apakah Islam itu?'
Beliau menjawab, 'Islam yaitu engkau beribadah kepada Allah
Subhanahu
wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, melaksanakan Shalat yang
diwajibkan-Nya, menunaikan Zakat yang diwajibkan dan berpuasa
di bulan Ramadhan.'
Lalu laki-laki itu kembali
bertanya, 'Wahai Rasulullah apakah Ihsan Itu?'
Beliau menjawab, ' (Yaitu) engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika
engkau tidak dapat melihat-Nya sesungguh-Nya Dia melihatmu.' Lalu ia
bertanya kembali, 'Wahai Rasulullah kapankah Hari Kiamat tiba?'
Beliau
menjawab, 'Orang yang ditanya tentang itu tidaklah lebih mengetahui dari yang
bertanya, akan tetapi akan aku jelaskan kepadamu tanda-tandanya (kedatangannya),
yaitu jika budak perempuan melahirkan tuannya (itulah di antara tanda-tanda
kiamat, dan apabila orang-orang telanjang dan tidak beralas kaki menjadi
pemimpin manusia itulah di antara tanda-tanda kiamat, dan jika pengembala (Ri'aa
al Buhmi)' hidup dalam gedung yang megah, itulah di antara tanda-tanda kiamat.
Juga terdapat 5 (lima) tanda-tanda yang tidak diketahui kecuali Allah
Subhanahu
wa Ta’ala.' Kemudian Beliau membaca ayat
(Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
hari kiamat) sampai firman-Nya
(Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal).
Kemudian laki-laki itu pergi meninggalkan beliau.
Lalu
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Datangkanlah laki-laki itu padaku' maka para
sahabat berusaha mencari untuk membawanya kembali pada Rasulullah, akan tetapi
mereka tidak melihat apapun. Kemudian Beliau bersabda, 'Dia adalah Jibril telah datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.
" [Muslim
1/30]
TEKS
HADITS
Teks Hadits dari Umar ibnu Kaththab radhiyallahu
anhu:
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى
الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد
الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله
عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن
الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا
الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن
استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن
تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت
, قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه
فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال
فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء
الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من
السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه
مسلم
Dari 'Umar radhiyallahu anhu, dia berkata, "Pada suatu hari ketika kami
tengah duduk-duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba datanglah kepada kami seorang
laki-laki yang memakai pakaian yang sangat putih dan rambutnya sangat hitam.
Tidak terlihat darinya bekas-bekas perjalanan, dan tidak ada seorang
pun dari kami yang mengenalnya. Kemudian ia pun
duduk di hadapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian ia menyandarkan lututnya ke lutut
Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam dan meletakkan kedua tangannya di
atas kedua paha Rasulullah dan berkata, 'Wahai Muhammad! Kabarkanlah
kepadaku tentang Islam?'
Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, 'Islam
adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
selain Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, engkau mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, puasa di bulan Romadhon, dan pergi haji jika engkau memiliki
kemampuan.' Dia menjawab, 'Engkau benar.'"
Umar
berkata, "Maka kami merasa heran terhadapnya, dia yang bertanya dan dia pun
yang membenarkannya."
Laki-laki itu berkata, "Kabarkanlah kepadaku tentang
iman!"
Beliau bersabda, "(Iman yaitu) engkau beriman kepada Alloh,
Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-KitabNya, Rosul-Rosul-Nya dan hari Akhir, serta
engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk." Ia menjawab, "Engkau
benar." Ia melanjutkan,
"Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan!"
Rosul menjawab, "(Ihsan yaitu) engkau beribadah kepada Allah seakan-akan
engkau melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu."
Dia berkata, "Kabarkanlah kepadaku tentang hari
Kiamat["
Beliau menjawab, "Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui
dari yang bertanya," Ia berkata, "Kabarkanlah kepadaku tentang
tanda-tandanya!"
Beliau bersabda, "Apabila seorang budak wanita melahirkan
tuannya, engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan
pengembala kambing saling berlomba-lomba meninggikan bangunan."
Umar berkata, "Kemudian laki-laki itu pergi dan aku pun
terdiam sejenak, kemudian Rasulullah berkata kepadaku,
'Wahai 'Umar! Tahukah
engkau siapa orang yang bertanya tadi?' Aku
katakan, 'Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.'
Beliau bersabda, 'Sesungguhnya dia adalah Malaikat Jibril,
dia datang kepada kalian untuk mengajarkan tentang urusan agama
kalian.''' [HR. Muslim 1/133]
KEDUDUKAN
HADITS
Ibnu Daqiq al-‘Id
berkata, "Hadits ini
sangat agung, mencakup seluruh peran amalan, baik yang zhohir
(nampak) maupun yang bathin
(tersembunyi).
Dan ilmu-ilmu syari'at seluruhnya kembali kepadanya dan
bercabang darinya karena ia mengandung semua ilmu
Sunnah, maka ia ibarat induk bagi Sunnah, sebagaimana al-Faatihah
dikatakan induk al-Qur’an
(Ummul Qur’an)
karena mengandung
seluruh makna dari isi al-Qur-an." (Syarh al-Arba'iin an-Nawawiyyah,
hal. 8.)
Ibnu Rajab rohimahulloh berkata, "Hadits ini adalah hadits
yang sangat agung kedudukannya, mencakup penjelasan tentang agama
seluruhnya. Karena hal inilah beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
di akhir haditsnya, 'Ini adalah Jibril, dia datang kepada
kalian untuk mengajarkan tentang urusan agama kalian. "' (Al-
Waafii fii Syarh al-Arba’in, hal. 13.)
Imam an-Nawawi rohimahulloh berkata, "Ketahuilah, bahwasanya hadits ini
mencakup berbagai macam bentuk ilmu, pengetahuan, adab, dan kelemah-Iembutan
bahkan ia merupakan pokok agama Islam." (Syarh Shohiih Muslim, kitab al-Iimaan
I/135 -Amaraarus Saa'ah)
Dengan dasar itulah Imam an-Nawawi rohimahulloh menyebutkan hadits ini
dalam kitab Arbai'iinnya.
PENGERTIAN
ISLAM
Menurut
bahasa artinya
patuh
dan tunduk. Sedangkan menurut istilah syari'at yaitu menampakkan ketundukan dan
memperlihatkan syari'at serta berpegang teguh dengan apa yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dengan hal tersebut
terpeliharalah darah
dan tercegah dari segala hal yang dibenci." (Lisaanul 'Arob
(XII/235).
Dalam hadits ini,
kekasih Robb semesta alam 'Alaihish
sholawatu
was sallam mendefinisikan Islam
dengan amalan amalan
anggota badan yang zhohir (tampak) berupa perkataan dan
perbuatan. Mengucapkan dua kalimat syahadat adalah perbuatan lisan, shalat
dan puasa adalah perbuatan badan (tubuh), zakat harta adalah amalan
pada harta, dan haji adalah amalan pada badan dan harta.
Dan di dalam hadits ini dijelaskan bahwa seluruh kewajiban yang
nampak masuk ke dalam difinisi ini. Dan hanya disebutkannya shalat dan
rukun rukun selebihnya karena ia merupakan pokok yang dibangun di
atasnya (Islam ini).
Di antara yang menjadi penguat bahwa seluruh kewajiban yang zhohir
(tampak) masuk ke dalam nama Islam adalah sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam ketika ditanya:
أَيُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ
لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Bagaimana ciri seorang
muslim yang baik?" beliau menjawab, "(Yaitu) orang muslim yang lisan dan
tangannya tidak menyakiti muslim lainnya." {Muslim 1/48}
Begitu juga meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan, masuk
ke dalam nama Islam.
Rasulullah
Shollalloohu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Di antara
kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan apa
yang tidak bermanfaat
baginya." (HR. At-Tirmidzi. Dishohihkan
oleh al-Muhaddits aI-Albani dalam al-Misykaah (no. 4839). Dan akan datang
penjelasan hadits
ini, insya Allah.)
PENGERTIAN
IMAN
Pembicaraan seputar iman sangatlah panjang akan tetapi saya
akan mengetengahkan beberapa
point
saja:
1. Asal/pokok iman adalah
at-tashdiq (pembenaran).
Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam mendifiniskan
iman dalam hadits ini sebagai i'tiqad (keyakinan) yang ada dalam bathin. Robb kita Tabaroka wa
Taala menyebutkan iman dengan pengertian pokok
ini di beberapa tempat dalam Kitab-Nya, di antaranya firman Alloh:
Rasul telah
beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (QS
Al-Baqarah:285).
Dan keyakinan Ahlus Sunnah adalah bahwa iman adalah perkataan,
perbuatan, dan niat (kehendak), dan sesungguhnya amal perbuatan termasuk kedalam
nama iman. Imam asy-Syafi'I menceritakan bahwa ungkapan tersebut
adalah ijma' para Sahabat, Tabi'in dan ulama setelah mereka, dari orang-orang
yang bertemu dengan mereka
dan akan datang rinciannya, insya Alloh.
2. Islam dan Iman:
Ibnu Rojab rohimahulloh berkata, "Adapun pemisahan yang dilakukan oleh
Rasulullah antara iman dan Islam dalam pengertian keduanya, dan memasukkan
amal-amal perbuatan ke dalam nama Islam serta tidak ke dalam nama iman, maka
yang demikian itu akan menjadi jelas dengan menetapkan sebuah pokok, yaitu bahwa
di antara nama nama tertentu ada yang mencakup penamaan yang bermacam-macam pada
saat disendirikan dan dimutlakkan. Dan apabila nama itu digabungkan dengan yang
lainnya, maka ia menunjukkan sebagian nama-nama
tersebut.
Hal ini seperti nama fakir dan miskin apabila keduanya
disendirikan, maka akan masuk ke dalamnya setiap orang yang
memiliki kebutuhan.
Apabila digabungkan yang satu dengan lainnya, maka salah dan
dua nama tersebut menunjukkan kepada macam orang yang memiliki
kebutuhan dan satunya lagi menunjukkan kepada macam lainnya.
Maka seperti inilah nama Islam dan iman, apabila nama
keduanya disendirikan, maka yang lain masuk ke dalam
(pengertian)nya. Dan menunjukkan pada yang ditunjukkan oleh yang lain
dengan kesendiriannya." (Jaami'ul 'Wuum wal
Hikam, hal. 26.)
Apabila keduanya digabungkan, maka salah satunya menunjukkan
kepada sesuatu dengan kesendiriannya dan yang lainnya
menunjukkan sesuatu
yang lainnya. Apabila dalam satu nash
dihubungkan antara iman
dan islam, maka masing-masing keduanya mempunyai
pengertian yang berbeda. Sehingga definisi iman adalah pembenaran hati
disertai penetapannya dan pengetahuannya. Dan pengertian Islam lalah
berserah diri kepada Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan amal
perbuatan.
Di atas pengertian inilah para ulama mengatakan, "Setiap mukmin adalah
muslim, namun tidak setiap muslim adalah mukmin," karena terkadang seorang hamba
menampakkan amalan-amalan yang zhohir seperti shalat, zakat, haji dan lain
sebagainya karena pura-pura dan karena kemunafikannya.
Dan terkadang ia menampakkan amal tersebut sedangkan imannya
lemah, sebagaimana firman Alloh
Ta'ala:
Orang-orang Arab Badui itu
berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah
'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al-Hujuroot:
14)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menjelaskan -ayat tersebut- bahwa
mereka -Arab Badui- bukanlah munafik secara keseluruhan akan tetapi mereka
adalah orang-orang yang lemah keimanannya.
3. Merupakan aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah
bahwasanya amal termasuk ke dalam
iman.
Hal tersebut berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, saya akan sebutkan di antaranya firman Alloh Jalla wa
'Alaa:.
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang
yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.
(QS.Al-Anfaal: 2-4)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa seorang mukmin adalah
orang-orang yang mempunyai sifat-sifat yang tersebut (dalam ayat di atas).
Keimanan dalam hati dan melakukan berbagai kewajiban.
Begitu juga sabda beliau Shololloohu 'alaihi wa Sallam:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى
عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
"Iman memiliki
tujuh puluh cabang lebih, yang paling utama
ialah ucapan Laa ilaha illallaah dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan
malu termasuk
cabang dari iman."
[HR. Muslim, kitab al-Iimaan (1/209)]
Menyingkirkan gangguan merupakan perbuatan dan beliau
Shallallahu alaihi wa Sallam memasukkannya ke dalam
iman.
Imam Ibnu Baththol rohimahulloh berkata, "Makna inilah yang ingin
ditetapkan oleh al-Bukhori rohimahulloh di dalam kitab al-Iimaan dan di atas
makna inilah beliau membuat bab-bab –dalam kitabnya- seIuruhnya.
Ibnu Baththol (...-449 H) beliau adalah 'Ali bin Kholaf bin 'Abdil Malik
dikenal dengan al-Lijam, d.ari penduduk Qurtubah, sebuah kota di Andalusia dan
bani Baththol berasal dari Yaman beliau memiliki kedudukan dalam ilmu hadits,
bermadzhab Maliki. Ibnu
Hajar banyak menukil darinya dalam kitab beliau
Fathul Baari.
Beliau berkata, 'Bab: Perkara-Perkara Iman ' 'Bab: Shalat
Termasuk Iman,' 'Bab Zakat Termasuk Iman,' Bab: Jihad Termasuk Iman,' dan
seIuruh bab dalam kitab Shohihnya.
Yang beliau maksudkan adalah bantahan terhadap Murji’ah yang mengatakan bahwa
iman adalah
perkataan atau ucapan semata tanpa perbuatan. Dan kesalahan
mereka telah jelas begitu juga keyakinan-keyakinan mereka. Dan
penyelisihan mereka terhadap al-Qur-an dan as-Sunnah serta mazhab
ulama kaum
muslimin. (Syarh Shohiih Muslim, oleh Imam an-Nawawi, kitab al-Iiman (1/125))
4. Di antara aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah
adalah keyakinan mereka
bahwa iman dapat
bertambah dan berkurang.
Dalil mereka tentang hal tersebut ialah firman Alloh
Ta'ala:
….…
(… supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan
mereka (yang telah ada). .. ) (QS. Al Fath:
4)
Dan firman-Nya:
…(...
dan Kami tambahkan kepada
mereka petunjuk.) (QS. Al-Kahfi:
13)
Dan firman-Nya:
"Dan Alloh akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah
mendapat petunjuk”
(QS.
Maryam: 76)
Dan dalil-dalil
lainnya.
Ibnu Baththol rohimahulloh berkata, "Keimanan orang yang belum
memperoleh tambahan adalah
iman yang kurang."
Beliau berkata, “Apabila dikatakan: iman secara bahasa adalah
pembenaran, maka jawabnya, yaitu 'Sesungguhnya pembenaran akan sempurna dengan
berbagai ketaatan seIuruhnya. Tidaklah seorang mukmin bertambah
amal kebaikannya melainkan
imannya menjadi Iebih sempurna.' Dan dengan pernyataan ini (pembenaran akan sempurna
dengan ketaatan), iman akan bertambah dan dengan berkurangnya pemyataan
tersebut, maka iman pun
berkurang. Kapan saja berkurang amal kebaikan, maka berkurang
pula kesempumaan iman dan kapan saja bertambah amal kebaikan, maka
bertambah pula kesempurnaannya. Inilah perkataan pertengahan dalam masalah
iman." (Syarh
Shohiih Muslim, kitab al-Iimaan
(1/124).)
Ibnu 'Abdirrazzaq berkata, "Aku telah mendengar dari orang-orang
yang telah aku ketahui dari guru-guru kami, sahabat-sahabat kami; Sufyan
atsTsauri, Malik bin Anas, 'Ubaidillah bin 'Umar, al Auza'i,
Ma'mar bin Rosyid, Ibnu Juroij, Sufyan bin 'Uyainah, mereka semuanya
mengatakan, 'Iman
adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan
berkurang.' Dan ini merupakan perkataan Ibnu Mas'ud, Hudzaifah,
an-Nakho'i, Hasan al-Bashri, 'Atho', Thowus, Mujahid
dan 'Abdulloh bin Mubarok."
5. Keutamaan orang
mukmin bertingkat-tingkat.
Keimanan orang-orang shiddiq yang menjadikan sesuatu yang ghaib bagi
mereka seperti sesuatu yang tampak, tidak sama dengan mereka dari orang orang
yang belum mencapai tingkatan ini. Termasuk di antaranya perkataan sebagian
ulama, ''Tidaklah Abu Bakar mendahului kalian (dalam tingkatan ini) dengan
banyaknya puasa, tidak juga banyaknya shalat akan tetapi dia mendahului kalian
dengan sesuatu yang tertanam di dalam hatinya."
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma pemah ditanya, "Apakah Sahabat
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam juga tertawa?" Beliau menjawab,
"Ya, dan keimanan di hati mereka lebih besar daripada gunung." (Al-Misykaah dengan
tahqiq al-Albani (4749).)
Ibnu
Rojab berkata, "Maka di manakah orang orang yang keimanan di
hatinya tidak menyamai
berat sebiji jagung atau gandum. Seperti orang
orang
yang keluar -dari ahli tauhid- dan Neraka. Sudah sepantasnya
dikatakan kepada mereka, keimanan mereka belum masuk ke hati mereka
karena lemahnya iman mereka."
(Jaami'ul
'Uluum wal Hikam,
hal. 39.)
IMAN KEPADA QODHO DAN
QODAR
Qodho adalah hukum
Alloh Subhanahu wa Ta'ala yang azali (telah ada) sebelum diciptakannya
sesuatu atau ketiadaannya.
Qodar adalah pencipataan Alloh
Subhanahu wa Ta’ala terhadap segala sesuatu dengan suatu cara dan di waktu
yang khusus. Dan terkadang
keduanya dimutlakkan terhadap yang lainnya
(yaitu satu makna-pent-).
(Minhaajul Muslim, oleh Abu Bakar al-Jazari.)
Iman kepada qodho dan qodar merupakan salah satu rukun dari
rukun-rukun Islam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang mulia ini:
"Dan engkau
beriman kepada takdir yang baik dan yang
buruk."
Ibnu 'Umar membawakan hadits ini sebagai bantahan bagl orang yang
mengingkari takdir dan menyangka bahwa suatu urusan itu terjadi dengan
sendirinya, yaitu terjadi secara kebetulan tidak didahului oleh takdir
Alloh.
Ibnu 'Umar sangat marah atas perkataan mereka, dia berbicara kasar kepada mereka dan berlepas diri dan mereka serta menjelaskan bahwasanya amal-amal mereka
tertolak tidak diterima kecuali apabila mereka beriman kepada
takdir.
Iman
kepada takdir dibangun dari dua hal, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama:
1.
At-Tashdiq (pembenaran) bahwasanya ilmu Alloh
mendahului apa yang diperbuat oleh para hamba-Nya berupa kebaikan dan keburukan,
ketaatan dan kemaksiatan sebelum mereka diciptakan. -Dia mengetahui- Siapa
orang-orang yang bahagia dan siapakah orang-orang yang celaka serta mencatat
semuanya itu di dalam kitab Lauhul Mahfuzh.
Rasulullah Shololloohu alaihi wa Sallam
bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
"Alloh telah menulis takdir seluruh
makhluk-Nya
50 ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit
dan bumi."
Lebih lanjut beliau bersabda:
قَالَ وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ.
"Dan 'Arsy-Nya berada di atas air." [HR. Muslim dan 'Abdullah
bin 'Umar (V/509).]
Seluruh amal perbuatan mereka pasti sesuai dengan apa yang relah
ditetapkan oleh Alloh Jalla wa 'Alaa, dan
berjalan menurut apa yang telah diketahui oleh ilmu-Nya.
Firqoh (kelompok) Qodariyyah yang ekstrim telah menafikan hal ini (ilmu
Alloh) di antara tokohnya, yaitu Ma'bad al-Juhaini, 'Amr bin 'Ubaid dan selain
mereka. Mereka telah menyelisihi pendapat Salaful
ummah,
sehingga mereka pun sesat
dari jalan yang turus.
Imam Ahmad, asy-Syafi'i dan selain mereka dari imam-mam
kaum muslimin
memilih pendapat
dengan perkataan tentang kafirnya orang-orang yang mengingkari
ilmu Alloh yang qodim (terdahulu).
2.
Sesungguhnya Alloh Jalla
wa 'Alaa menciptakan seluruh perbuatan hamba-Nya berupa berkurangnya iman,
ketaatan dan kemaksiatan dan menutupkannya di antara mereka dengan kehendaknya.
Alloh berfirman:
“sebenarnya Dia (Muhammad)
telah datang membawa kebenaran dan membenarkan Rasul-rasul
(sebelumnya).” (QS. Ash-Shoffaat:
37).
Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan ditentang
oleh Qodariyyah, di mana bid'ah' mereka ini di akhir-akhir masa Sahabat
radhiyallahu 'anhum. Dengan demikian, ketika Ibnu 'Umar dikabarkan tentang keadaan
mereka, beliau berkata kepada orang-orang yang membawa kabar tersebut, "Apabila
engkau bertamu dengan mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa aku
berlepas diri dari mereka dan mereka telah berlepas diri dari diriku. Demi Robb
yang 'Abdulloh bin 'Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah satu dari mereka
memiliki emas sebesar gunung Uhud, kemudian diinfakkan, maka Alloh tidak akan
menerimanya, hingga mereka mau beriman kepada takdir." [HR. Muslim, kitab
al-limaan,
bab Itsbaatul Qodar (1/132).]
AGAR TIDAK SALAH MEMAHAMI
QODHO DAN QODAR
Banyak manusia yang menyimpang dari pemahaman Salaful Ummah dalam memahami
iman kepada takdir. Hal tersebut kembali kepada point point berikut:
1.
Musuh-musuh Islam yang
pendendam telah menyusupkan pendapat mereka dalam masalah takdir untuk
menyesatkan manusia, di mana di dalam nash-nash tentang takdir
(menurut . mereka) terdapat kerancuan.
Hal tersebut untuk menyesatkan kaum muslimin dan melancarkan
syubhat kepada mereka serta mempertentangkan nash-nash tentang takdir
yang satu dengan yang lainnya, maka kebanyakan kaum muslimin
terpengaruh oleh pendapat mereka. Dan mereka pun
menyimpang (sesat) dari pemahaman yang Iurus terhadap rukun ini. Di antara
mereka ada yang mensifati Allah dengan sifat zholim dan sia-sia. Di
antara mereka ada yang menyerahkan pemahaman nash-nash takdir sepenuhnya
kepada Alloh. Sebagaimana mereka menyerahkan pemahaman tentang
huruf-huruf yang terpisah di awal awal surat dalam al-Qur-an.
Sedangkan yang diketahui bahwasanya Alloh memerintahkan
kita untuk mentadabburinya, dan tidak menutup pembahasan tentangnya. Kalau
Dia menghendaki sungguh Dia akan melakukannya.
Sebagaimana firman-Nya:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah,
'Roh itu termasuk
urusan Rabb-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit.’” (QS. Al-Isroo':
85)
2.
Pemahaman yang dangkal
terhadap nash-nash takdir, di mana sebagian mereka ada yang murni (mencukupkan
diri) dengan pemahaman yang umum terhadap nash-mereka berbicara tentang juz-iyyah (cabang atau bagian) dari yang
pokok, sebagaimana pemahaman mereka terhadap firman Alloh:
Maka
Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya; (QS. Faathir: 8)
Mereka berkata bahwa kehendak adalah milik Alloh seluruhnya dan hamba
tidak mempunyai kehendak, bahkan ia terpaksa dalam perbuatannya. Pemahaman ini
merupakan hasil dari memahami sebagian nash tentang takdir dan tidak mau
melihat kepada keseluruhan nash.
3.
Tercampur aduknya
nash-nash dalam permasalahan ini pada banyak
perkara, seperti tercampur
aduknya antara sebab dan hasil, antara kehendak Allah dengan
kehendak hamba. Pencampur
adukan ini banyak mengakibatkan pada ketidak jelasan dan
kebingungan.
4.
Lebih memilih sebagian
pemahaman mereka yang kerdil yang terpengaruh oleh apa yang disusupkan
orang-orang yang menaruh dendam terhadap Islam daripada pemahaman Salaful ummah
yang telah disucikan oleh Alloh Tabaroka wa Ta'ala dalam Kitab-Nya dan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Sallam dalam hadits-haditsnya yang tersebar
luas, yang menjelaskan keutamaan mereka. Maka wajib bagi kita untuk memaharni
sesuai dengan pemahaman mereka rerhadap nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah karena
kebaikan itu ada pada pemahaman mereka, benarlah orang-orang yang
mengatakan:
Seluruh kebailcan ada pada mengikuti kaum
Salaf
Dan seluruh kejelekan ada pada bid'ah kaum
Kholaf.
Dengan demikian, hendaknya bagi orang yang membahas nash-nash tentang
qodho dan qodar untuk memperhatikan hal-hal berikut ini sehingga terjaga -dengan
izin Alloh- dari penyimpangan terhadap pemahaman yang selamat, yang diinginkan
oleh Alloh :4zza wa lalla agar kita menyakininya pada rukun ini:
- Membedakan antara sifat Allah dengan
sifat makhluk-Nya.
Pembedaan antara ilmu Alloh Azza wa Jalla dan ilmu manusia
haruslah dilakukan. Dan sifat ini harus ditetapkan untuk Alloh dengan
bentuk yang paling sempuma.
Tidak ada yang tersembunyi bagi Alloh sesuatu yang tersembunyi
dan ilmu-Nya tidak didahului oleh kebodohan. Dia mengetahui apa yang akan
terjadi di kerajaan-Nya sebelum Alloh menciptakan makhluk-Nya dengan ilmu yang
mendalam, sempuma, dan tidak ditimpa kekurangan. Yang demikian itu telah Alloh
tulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh segala sesuatu yang akan terjadi di
kerajaan-Nya berupa kebaikan dan kejelekan, kebahagiaan dan
kesengsaraan.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dituliskan. Apabila tidak,
maka akan terjadi kekurangan pada sifat ilmu yang dimiliki-Nya. Dan Alloh
mensucikan diri-Nya dari berbagai macam kekurangan.
Apa yang dikatakan pada sifat ilmu, mencakup juga seluruh sifat Robb
kita Tabaroka wa Ta 'ala, maka kekuasaan dan kehendak-Nya adalah sempurna, tidak
dicampuri kelemahan, ke-kurangan, tidak juga keterpaksaan. Sebagairnana yang
menimpa pada kekuasaan dan kehendak makhluk, di mana kehendak mereka
itu terbatas, serba kurang, dan dikuasai.
Segala sesuatu yang akan terjadi pada kerajaan Robb kita Subhanahu wa Ta
'ala, maka terjadi dengan kehendak-Nya, berupa kekufuran dan keimanan. Dia
meridhoi keimanan terhadap hamba-Nya dan tidak meridhoi
kekufuran atas mereka. Sehingga orang-orang yang menyangka bahwa orang-orang
yang kafir jatuh ke dalam kekufuran karena paksaan dari Alloh, Alloh tidak mampu
untuk mencegahnya, maka mereka ini rnenyembah robb yang lemah, dikuasai oleh
ciptaannya. Mahatinggi Alloh dari apa yang dikatakan orang-orang zholim
dengan ketinggian yang agung.
- Mensucikan Alloh Jalla wa 'Alaa dari
berbagai
sifat yang kurang.
Wajib bagi para hamba untuk mensucikan
Robb mereka dari kesia-siaan, kejahilan, kezholiman dan selainnya
dari berbagai kekurangan.
Alloh berfirman seraya mensucikan diri-Nya sendiri:
"Sesungguhnya
Alloh tidak
menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarroh... " (QS. An-Nisaa':
40)
Dan berfirman:
ô`tBur uä!$y™r& $ygøŠn=yèsù 3 $tBur y7•/u‘ 5O»¯=sàÎ/ ω‹Î7yèù=Ïj9 ÇÍÏÈ
“Dan
sekali-sekali
tidaklah Robb-mu menganiaya hamba-hamba(-Nya). " (QS. Fushshilat:
46)
Kezholiman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Maka mustahil manusia berhak untuk memberikan hidayah sementara
diharamkan hal tersebut bagi Alloh. Begitu juga
mustahil manusia
mempunyai hak untuk menyesatkan dan hak tersebut
tidak dimiliki oleh-Nya. Akan tetapi terkadang kita
tidak mengetahui akibat dari suatu perkara, hal itu karena keterbatasan dan
lemahnya pemahaman kita.
Maka wajib bagi seorang hamba apabila ia bingung terhadap keadaan atau
urusan seseorang yang sesat setelah istiqomah, untuk mencurigai Jiwa dan akalnya
serta mensucikan Robb-nya dari kezholiman, dengan hal inilah ia akan selamat.
- Penelitian/pembahasan yang
menyeluruh
terhadap nash-nash al-Kitab dan
as-Sunnah
serta keluar dengan satu hukum
setelahnya.
Hal ini sudah seharusnya dilakukan pada setiap permasalahan agama,
mengumpulkan nash-nash tentang suatu pennasalahan, kemudian mencurahkan
kesungguhan dan kemampuan dalam memahaminya serta menyesuaikan di antara
keduanya, baru kemudian mengeluarkan satu hukum sesudah itu.
- Alloh Azza wa Jalla tidak
ditanya tentang apa
yang dilakukan-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:
“Dia tidak ditanya tentang apa yang
diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al Anbiyaa': 23)
Apabila seorang hamba ingin mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi
dan segala sesuatu yang Alloh putuskan, maka makha hal itu bahwa dia ingin
menjadikan dirinya sebagai ilah selain Alloh dan ingin berserikat dengan
Robb-nya dalam sifat sifat-Nya.
Ketika syaithon membisikkan pertanyaan ini, sebagai contohnya, "Mengapa
Allah menciptakan si fulan sedangkan dia mengetahui orang tersebut sebagai
penghuni Neraka?" dan pertanyaan-pertanyaan lainnya, maka segeralah untuk
mengingat ayat ini:
“Dia tidak ditanya tentang apa yang
diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al Anbiyaa': 23)
Dan mensucikan-Nya dari sifat kezholiman dan sia-sia, kemudian
mensifati-Nya dengan sifat bijaksana adil dan dengan seluruh sifat yang sempurna
serta mencurigai pemahaman dan akal Anda yang kerdil, dan berhati-hatilah dari
waswas yang dilancarkan iblis karena ia mengetahui jalan masuk untuk menyesatkan
manusia dari jalan yang lurus.
- Hendaklah memiliki pengetahuan
bahwasanya
seorang hamba diberi beban untuk
melakukan
berbagai sebab, adapun hasilnya berada
di tangan Alloh.
Tidak semua orang yang melakukan suatu sebab tertentu dan
dilakukan oleh orang lain yang semisalnya, keduanya
memperoleh rizki yang sama. Terkadang seorang manusia berusaha
sungguhsungguh,
tapi tidak mendapatkan rizki yang banyak, sedangkan yang
lain berusaha dengan kesungguhan yang minim akan tetapi ia memperoleh harta
dan kekayaan yang banyak.
Begitu pun halnya terkadang seorang hamba berusaha dalam
ketaatan, namun dia bernasib
malang dan merasa letih dalam amal itu dan tidak mendapati
ketaatan tersebut (bisa jadi karena ketidak ikhlasannya-ed),
sebagaimana firman Alloh:
“Banyak muka pada hari itu tunduk
terhina,
bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat
panas (neraka)” (QS. Al-Ghosyiyah: 2-4)
Bersama usaha dan keletihan mereka, mereka juga memperoleh akibat yang
buruk, maka berbagai hasil berada di tangan Alloh, dia mempersiapkan balasan
dalam berbagai usaha sebagai bentuk keadilan dan kebijaksanaan-Nya.
Telah tetap dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bahwasanya beliau bersabda, "Nabi Adam dan Nabi Musa saling berbantahan di sisi
Robb keduanya, maka Adam mengalahkan argumen Musa. Musa berkata, 'Engkau Adam,
yang diciptakan oleh Alloh dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh kepadamu serta
dititah sujud seluruh Malaikat kepadamu, Dia menempatkanmu di SurgaNya, kemudian
manusia diturunkan ke bumi karena kesalahanmu.' Adam berkata, 'Engkau Musa yang
dipilih oleh Allah dengan risalah-Nya dan dengan kalimat-Nya, Dia memberikanmu
Alwah (lembaran Taurat), di dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu
dan Dia mendekatkanmu untuk bercakap cakap, maka berapa lamakah engkau
mendapatkan bahwa Allah menulis Taurat sebelum aku diciptakan? Musa berkata,
'Empat puluh tahun.' Adam berkata, 'Apakah engkau mendapati di dalamnya
(kalimat); 'Maka Adam mendurhakai Rabb-Nya, maka dia pun berbuat keliru." 'Ya,'
jawab Musa. 'Apakah engkau mencelaku atas perbuatan yang aku lakukan yang telah
ditulis aleh Allah agar aku melakukannya empat puluh tahun sebelum Dia
menciptakanku?,' tanya Adam."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam bersabda, "Maka Adam
mengalahkan Musa." (Mukhtashor
Shohiih Muslim (no. 1842), oleh
al-Albani.)
Hadits ini sebagai hujjah, karena pengeluaran dari Surga akibat
dari perbuatan dosa, sedangkan
hasil perbuatan itu dari sisi Allah. Adapun kemaksiatan, maka itu terjadi karena keinginan Nabi Adam alaihis
sallam.
lnilah sebagian perkataan yang aku anggap penting dapat membantu
dalam memahami berbagai
nash yang berputar di ruang lingkup
permasalahan takdir ini.
TANDA-TANDA HARI
KIAMAT
Beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam di dalam hadits ini
menyebutkan dua tanda, di antara tanda tanda telah dekatnya
hari Kiamat, yaitu:
1.
Apabila budak
wanita melahirkan tuannya.
Yang dimaksud dengan robbataha yaitu majikan atau pemiliknya.
Para ulama memiliki beberapa penafsiran terhadap pengertian ini, antara
lain:
- Ada yang berpendapat: Banyaknya anak yang durhaka, di mana seorang anak
memperlakukan ibunya, sebagaimana perlakuan tuan terhadap budak wanitanya,
berupa cacian, pemukulan, menjadikannya sebagai pembantu, dan merendahkannya.
Pendapat inilah yang dipegang oleh Ibnu Hajar.
(Lihat
al-Fath 1/130).
- Ibnu Rajab berkata, "Ini sebagai isyarat atas pembukaan negeri dan
banyaknya perbudakan, sehingga hanya budak wanita yang dijadikan gundik dan anak
mereka pun menjadi banyak, maka jadilah budak wanita sebagai budak pemiliknya,
dan anak tuannya darinya (budak wanita) berkedudukan seperti tuannya.
Karena anak majikan berkedudukan sebagai majikan." ( Jaami'ul Uluum wal Hikam.)
- Sebagian ulama mengambil pendapat yang mengatakan bahwa ibu si anak
itu dapat merdeka
dengan kematian tuannya. Seolah-olah anaknyalah yang
memerdekakannya, maka pembebasannya itu dinisbatkan kepada anak tersebut. Dengan
hal tersebut jadilah si anak tersebut seolah-olah
sebagai majikannya.
2.
Sehingga engkau
melihat orang yang fakir, telanjang badan dan kaki sebagai
pengembala
kambing berlomba-lomba untuk meninggikan bangunan.
Makna al-haafu, yaitu orang yang
tidak memakai sandal, sedangkan makna al-aar, yaitu orang yang
telanjang kakinya. Dan al-
'Aa-il, yaitu
fakir.
Maksudnya, yaitu bahwa orang-orang dari kalangan rakyat jelata (orang
bodoh) menjadi para pemimpin, harta mereka pun banyak, mereka membangun bangunan
yang tinggi sebagai kebanggaan dan kesombongan terhadap hamba-hamba
Alloh.
Imam al-Qurthubi berkata, "Maksudnya (yaitu) sebagai suatu berita
tentang berubahnya keadaan yaitu dengan berkuasanya orang-orang bodoh terhadap
suatu urusan, mereka menguasai berbagai negeri dengan paksaan, maka hartanya
menjadi banyak. Dan mengarahkan tujuan-tujuan mereka untuk membangun
bangunan serta berbangga
bangga dengannya. Dan kita telah menyaksikan hal tersebut di
zaman kita ini." (al-fath 1/131)
SIFAT-SIFAT MALAlKAT
JIBRIL
Dia adalah ar-Ruh al-Amin, sebagaimana firman Alloh:
t
“
Dia dibawa turun oleh
Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).”
(QS. Asy-Syu'aroo': 193)
Alloh mensifatinya dengan sifat amanah dan suci sebagai
rekomendasi yang agung dari Robbnya Jalla wa 'Alaa,
sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya
al-Qur’an itu benar-benar firman (Alloh yang dibawa oleh) utusan yang mulia
(Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Alloh
yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi
dipercaya." (QS. At-Takwiir: 19-21)
Alloh pun mensifatinya dengan makhluk
yang baik atau berakhlak mulia, memiliki keindahan bentuk, keras
dalam menyiksa dan berbuat, mempunyai kedudukan di sisi
Alloh. Dia adalah pemimpin
para Malaikat yang ditaati perintahnya di
langit.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam pemah melihat Jibril
dengan bentuk aslinya dua kali, yang pertama pada tiga tahun selah beliau di
utus. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketika aku
tengah berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dan langit, aku pun melihat ke
atas, temyata ada seorang Malaikat yang pemah mendatangiku di goa Hiro.
Dia sedang duduk dl atas kursi di antara langit dan bumi, aku pun
merasa takut padanya dan langsung bergegas pulang, dan aku berkata,
'Selimutilah aku. "'
[HR. Al-Bukhori (1/27), kitab Bad-il Wahyi.]
Hal itu dikuatkan dengan firman Alloh Jalla wa
'Alaa:
÷b“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. yang
mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang
asli. sedang Dia berada di ufuk yang tinggi. kemudian Dia mendekat, lalu
bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung
busur panah atau lebih dekat (lagi).”
(QS. An-Najm:
4-9)
Dan beliau melihat Jibril kedua kalinya pada malam Isro' dan
Mi'roj, sebagaimana firman Alloh Ta'ala:
“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha.” (QS
An
Najm:13-14)
Rasulullah menyifati Jibril dengan
kebesaran penciptaannya (bentuknya). Dari 'Abdulloh bin Mas'ud, beliau berkata,
"Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam melihat Jibril dengan bentuk
aslinya, dia memiliki enam ratus sayap, setiap satu sayap darinya dapat menutup
ufuk, lalu berjatuhan dari sayapnya macam-macam warna -sesuatu yang
bermacam-macam warnanya- dari mutiara dan yaqut." (HR Imam Ahmad dalam
Musnadnya. Ibnu Katsir berkata tentang hadits ini,
"Sanadnya jayyid." Lihat al-Bidaayah 1/47).
Dari beliau Shallallahu 'alahi wa Sallam bersabda: "Aku
melihatnya turun dari langit, bentuknya yang besar telah
menutupi ada yang berada antara langit dan
bumi."
(HR.
At-Tirmidzi.)
FAIDAH YANG DAPAT DIAMBIL
DARI
HADITS
INI
1.
Sesungguhnya
orang yang berilmu apabila ia ditanya tentang
sesuatu dan dia belum mengetahuinya, hendaklah ia
mengatakan, "Aku tidak mengetahuinya." Hal ini tidaklah
mengurangi
kedudukannya.
Bahkan ini menunjukkan kekuatan agamanya, sedangkan memaksakan diri
untuk berkecimpung pada bidang ilmu tanpa disertai penguasaannya menunjukkan
kelemahan agamanya. Sebagaimana perkataan sebagian ulama kontemporer terhadap
hadits shohih berikut:
"Sesungguhnya
Nabi Ayub alilihis sallam tertimpa penyakit selama 18 tahun, maka kaumnya yang
dekat maupun yang jauh menjauhinya, kecuali dua orang laki-laki dari saudaranya,
keduanya selalu menjenguk beliau di pagi hari. " (Shohih, lihat
as-Silsilah ash-Shohiihah, oleh al-Albani no.17.)
Si ulama kontemporer ini mengatakan, "Ini merupakan kedustaan dan
kebohongan atas Nabi
Ayyub." Dia tidak melihat sanad hadits. lni
merupakan bentuk pemaksaan diri untuk terjun ke dalam sesuatu
yang tidak diketahuinya. Kita memohon keselamatan dari
Alloh Ta'ala.
2.
Hadits ini
menunjukkan salah satu cara dari cara cara
pembelajaran, yaitu metode tanya
jawab.
Beginilah seharusnya seorang dari, hendaklah ia membuat
variasi dalam menyampaikan materi yang dimilikinya, tidak kaku dan
terus-menerus dengan satu metode saja sehingga dapat membuat bosan
pendengarnya. Bahkan seharusnya dia dapat memanfaatkan
sesuatu (metode) yang baru yang terdapat kebaikan di dalamnya untuk umat.
Saya katakan, "Hal ini karena sebagian mereka menutup rapat-rapat dari
setiap (metode) baru. Dan cara ini (soal jawab)
merupakan cara yang yang paling baik dalam perbuatan ilmiah bagi para
pendidik."
3.
Hadits ini
menunjukkan bahwa Malaikat dapat merubah bentuk
menyerupai manusia. Hal tersebut dikuatkan oleh
dalil-dalil al-Qur-an.
Alloh berfirman:
“Dan Ceritakanlah
(kisah) Maryam di dalam Al Quran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari
keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, Maka ia Mengadakan
tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh
Kami kepadanya, Maka ia
menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.”
(QS. Maryam: 16-17)
Yang dengan ruh Kami, yaitu Jibril 'alaihis Sallam, sebagaimana Alloh
pun menyebutkan bahwa Malaikat Jibril pernah datang kepada
Nabi Ibrohim alaihis Sallam dengan rupa manusia dan beliau tidak mengenal
mereka hingga mereka pun mengabarkan kepada
beliau.
Begitu juga para Malaikat pemah datang menemui Nabi Luth
alaihi Sallam
dengan rupa pemuda
yang tampan.
Dalil-dalil tentang hal ini sangatlah banyak.
4.
Dimakruhkan
membangun dan meninggikan bangunan selama tidak untuk
keperluan yang
sangat mendesak.
Barangkali ada yang mengatakan, "Dalam hadits ini tidak ada
dalil yang jelas dan terang dalam mencela usaha meninggikan
bangunan, hadits ini hanyalah menjelaskan tentang tanda-tanda telah dekatnya hari
Kiamat." Akan tetapi pendapat ini tertolak, karena terdapat beberapa hadits
yang menguatkan pendapat saya.
"Setiap nafkah
yang dinafkahkan oleh seorang hamba akan
diganjar, kecuali bangunan."
(Shohiih al-Jaami' (no. 4442), oleh
Syaikh al-Albani)
Apa yang dibenci oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
telah terjadi pada umat ini, kecuali orang-orang yang
dilindungi oleh Alloh. Kaum muslimin menjadi berlebih-lebihan dengan
bangunan.
Mereka mengeluarkan harta yang banyak untuknya, padahal yang lebih utama
adalah menginfakkan harta ini untuk mendakwahkan manusia kepada Allah dan
mengeluarkan mereka dari kesesatan yang mereka alami.
5.
Disukainya
membaguskan pakaian dan memperhatikan kebersihan ketika
akan duduk di majelis ulama dan orang-orang yang punya
kedudukan.
6.
Hadits ini
menerangkan tentang adab-adab duduk bermajelis
dalam majelis ilmu, di mana Jibril duduk
dekat dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa
Sallam. Beginilah yang seharusnya dilakukan oleh
penuntut ilmu, sehingga ia dapat mengambil ilmu dengan seksama dan
mengambil hujjah dari lisan-lisan para ulama.
Di dalam hadits ini juga terdapat tata cara duduk di majelis ilmu.
Di mana Jibril aJaihis Sallam duduk sebagaimana duduk tasyahhud dan meletakan
kedua tangannya di atas paha beliau, maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk
mengosongkan fikirannya dan keperluannya pada saat duduk di majelis ilmu,
sehingga dalam duduknya itu ia mendapat manfaat dari para ulama.
7.
Di dalam hadits
ini terdapat dalil bahwasanya hal sesuatu yang ghoib tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla semata, yang menjadi penguat hakikat
ini adalah nash nash yang banyak dari adz-dzikrul hakim
(al-Qur’an),
Di antaranya adalah
firman
Allah:
"Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu bahwa
perbendaharaan Alloh ada padaku, dan tidak (Pula) aku mengetahui yang ghoib dan
tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini Malaikat. Aku tidak mengikuti
kecuaJi apa yang telah diwahyukan kepadaku." (QS.
Al-An'aam: 50)
Bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak mengetahui sesuatu yang ghoib kecuali apa
yang telah diajarkan oleh Rabb-nya.
Allah
berfinnan:4
“Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri.”
(QS. Al-An'aam:
59)
Alloh berfinnan:
“Katakanlah: "Aku
tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang
ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS.
Al-A'raaf : 188)
Dengan nash-nash ini dan yang lainnya, diketahui rusaknya perkataan
Rofidhah yang menyakini bahwa imam-imam mereka mengetahui sesuatu yang ghoib,
sebagaimana terdapat di dalam kitab mereka, al-Kaafi.
"Bahwasanya para imam 'alaihis sallam, mengetahui
kapan mereka mati dan mereka tidak mati kecuali dengan pilihan
dari mereka." (AI-Kaafi,
hal. 285. Kitab ini menurut mereka seperti
Shohiih)
Di tempat lain dikatakan, "Sesungguhnya imam imam, mereka apabila ingin
mengetahui, maka
mereka mengetahuinya." (Al-Kaafi.
hal. 260.)
Dan pada halaman 260 juga, "Sesungguhnya para imam mengetahui
ilmu apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi dan tidak ada
sesuatu pun yang
tersembunyi."
AGAMA
ISLAM
Rasulullah Shallallahu 'alalhi wa Sallam menjelaskan bahwa pertanyaan
yang ditanyakan Malaikat
Jibril 'alaihis sallam dan jawaban yang
diberikan oleh Rasulullah terhadap pertanyaan itu adalah
pokok-pokok dan kaidah-kaidah agama yang termasuk di dalamnya perkara-perkara
agama yang lainnya berupa aqidah, ibadah, adab dan selainnya.
Dari sini menjadi jelaslah pentingnya hadits yang agung ini dicantumkan
oleh Imam Nawawi dalam kitab Arba'iinnya, karena tujuannya ialah mengumpulkan
hadits-hadits yang mencakup perkara-perkara agama
Qowaa'id wa Fawaa-id minal
Arba'iin an-Nawawiyyah
( Syaikh Nazhim Muhammah Sulthon
)